MAKALAH
PERSOALAN – PERSOALAN PENDIDIKAN
KEKINIAN
KAPITALISME PENDIDIKAN DAN
KOMERSIALISME PENDIDIKAN
Disusun guna memenuhi
tugas :
Mata
Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu : Muhammad
Ghufron,M.S.I
Disusun Oleh :
LIYA NURLAILATUL M 2021211088
MARDIANA 2021211095
AGUS SUTRISNO S 2021211096
DZIKROL HAZANA 2021211104
SEKIOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Bagaimanapun Sempitnya pengertian
pendidikan, namun masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan
langsung dengan hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari
manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih,
mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada
generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab
akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan
ciri-ciri kemanusiaannya. Dan pendidikan formal disekolah hanyalah bagian kecil
saja dari padanya, tapi merupakan inti dan tidak bisa lepas kaitannya dengan
proses pendidikan secara keseluruhan. Bahkan pendidikan juga menghadapi
persoalan-persoalan tidak mungkin di jawab dengan menggunakan analisa dan
pemikiran yang mendalam yaitu analisa filsafat.
BAB II
PEMBAHSAN
Masalah pendidikan, adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan
manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia,
bahkangkeduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu.
Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh lodge, yaitu bahwa life is education, and education is
life”, akan berarti bahwa proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah
proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh pendidikan baginya.Filsfat yang dijadikan basis bagi pengembangan
ilmu pendidikan dapat bersifat universal, yang dapat digunakan dimanapun dan kapanpun. Pengembangan dapat kita jadikan sebagai pedoman.dalam pengembangan pendidikan untuk masa-masa yang
akan datang.
1.
Kapitalisme
Pendidikan
Secara
bahasa Kata kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang
dimaksud modal adalah alat produksi seperti misal tanah, dan uang. Dan kata
isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah
suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur
dengan uang.
Kapitalisme
kini telah menyentuh wilayah pendidikan nasional. Munculnya dikotomi Sekolah
Berstandar Internasiaonal (SBI) dan sekolah biasa merupakan pengejawantahan
semangat kapitalis dalam dunia pendidikan. Tidak dipungkiri, akan muncul
kelas-kelas sosial sebagai bias ‘penerapan’ ide kapitalis dalam dunia
pendidikan. [1]
Kelas sosial karena system pendidikan yang berbasis modal dan menyampingkan
kecerdasan.
Contoh
sederhana, jika dikota anda ada sekolah ber-SBI atau minimal masih Rintisan
Standar Internasiona (RSBI) yang bersebelahan dengan sekolah biasa, anda pasti
menyaksikan fenomena memprihatinkan. Betapa kesenjangan sosial kelihatan sangat
nyata dan menjadi pemandangan lumrah. Halaman parkir sekolah ber-SBI dipastikan
penuh dengan mobil dan seluruh siswa masuk sekolah menenteng laptop. Sebaliknya
di sekolah biasa, para siswa diantar dengan sepeda motor, naik angkutan kota,
bahkan jalan kaki. Jarang sekali yang menenteng laptop atau membawa ponsel pun
seharga ratusan ribu. Kesenjangan kenyataan ini merupakan pengejawantahan
gagasan kapitalisme dalam dunia pendidikan.Perbedaan menyolok performance siswa
dan pengajar antara sekolah berstandar internasional dan sekolah biasa
mengindikasikan munculnya kelas sosial dalam masyarakat pendidikan. Sebuah
kelas sosial sebagai akibat system pendidikan yang berbasis modal dan
meletakkan kemampuan atau kecerdasan adalah efek dari kekuatan modal.
Dalam
system pendidikan nasional, kecerdasan bisa dicapai apabila ditunjang oleh
fasilitas lengkap (berteknologi tinggi). Dengan teknologi yang memadai, maka
proses belajar akan berlangsung dengan baik. Logika seperti inilah yang menjadi
landasan kegiatan belajat mengajar dalam system pendidikan kita. Lantas
bagaimana dengan siswa yang tidak mamapu ‘membeli’ segala fasilitas mahal
tersebut.
Semestinya
konsep SBI dan Non SBI ditinjau ulang. Sesuai amanat UUD 1945 bahwa setiap
warga Negara berhak mendapat pengajaran. Pemerataan pendidikan harus dirasakan
oleh seluru masyarakat Indonesia. Kenyataanya dalam sisitem pendidikan kita
mereka yang memiliki modal akan menikmati fasilitas pendidikan yang mewah.
Sedangkan yang kurang beruntung hanya bisa menikmati sekolah biasa dengan
fasilitas seperti seadanya.
ü
Kapitalisme
muncul setelah feodalisme runtuh dengan secara garis besar terbagi menjadi tiga
fase
1. Kapitalisme Awal ( 1500 – 1750 ).
Kapitalisme
pada fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya
industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut
pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan- bahan mentah, barang- barang jadi
dan variasi bentuk kekayaanyang lain.[2]
Dan kemuadian berubah menjadi perluasan kapasitas produksi, dan talenta
kapitalisme ini yang kemudian hari justru banyak menelan korban.
2. Kapitalisme Klasik ( 1750 – 1914 ).
Kapitalisme
pada fase ini merupakan pergeseran dari perdagangan public kebidang industri
yang ditandai oleh Revolusi Industri di Inggris dimana banyak diciptakan mesin-
mesin besar yang sangat menunjang industri. Di fase inilah terkenal tokoh yang
disebut “bapak kapitalisme” dengan bukunya yang sangat tekenal the Wealth Of
Nations ( 1776 ) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan invisible
hand-nya ( mekanisme pasar )dan beberapa tokoh seangkatan seperti David Ricardo
dan John Stuart Mills,yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi neo- klasik.
Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari kelompok Marx.
3. Kapitalisme Lanjut ( 1914 – sekarang
).
Momentum
utama fase ini adalah terjadinya Perang Dunia I, kapitalisme lanjut sebagai
peristiwa penting ini ditandai paling tidak olehtiga momentum. Pertama,
pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran
bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang
kemudian memanifestasikan kesdaran itu dengan perlawanan. Ketiga, revolusi
Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental
kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana
produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama.
ü Kapitalisme
Terhadap Pendidikan Di Indonesia
Kapitalisme
pendidikan di Indonesia bisa dilacak dari tindak tanduk dan tunduknya
pemerintah pada WTO . badan imperialisme ini bermula dari dirumuskannya General
Agreement Of Tariffs and Trade (GATT), atau kesepakatan umum tentang
tarif-tarif dan perdagagan. GATT ini didirikan atas dasar perjanjian di
Jenewa, Swiss pasca perang dunia berakhir, tepatnya pada oktober oktober 1947.
GATT lahir untuk membobol dinding-dinding yang menghalangi perdagangan antar
Negara baik berupa proteksi-proteksi maupun tarif bea cukai. Ini lantas
dirumuskannya the Washington Consensus atau konsensus Washington
(1989-1990) yang salah satu butir dari 10 butir rumusannya berbunyi “public
expenditure” yang intinya mengarahkan kembali pengeluaran masyarakat untuk
bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, sehingga beban tanggung jawab
pemerintah berkurang. Demi membentuk badan yang lebih perkarsa, GATT ini lantas
berevolusi menjadi WTO pada 1 Januari 1995. Sebelumnya Indonesia sudah
memberikan restu melalui UU no. 7 tahun 1994. UU yang ditanda tangani saat
zaman pemerintahan Soeharto merupakan persetujuan sekaligus pengesahan atas Agreement
Establishing World Trade Organization (WTO) atau kesepakatan pendirian
organisasi perdagangan dunia.
ü Privatisasi
dan Komiditasi Pendidikan Sebagai Dampak Globalisasi Kapitalisme
Pada intinya globalisasi kapitalisme pendidikan bersumber
pada sepuluh kebijakan yang dirumuskan dalam Neoliberal Washington Consensus,
di mana seluruh ajaran ini membawa pengaruh yang luar biasa terhadap formasi
system social, ekonomi, politik, dan budaya. Pendidikan sebagai salah satu
system social, juga mengalami dampak yang sama. Konsekuensi yang harus dibayar
oleh lembaga pendidikan adalah perubahan logika pendidikan yakni lembaga
pendidikan berupa sekolah dan perguruan tinggi yang semula merupakan pelayanan
public (public servant) dengan memposisikan siswa dan mahasiswa sebagai
warga Negara (citizein) yang berhak mendapat pendidikan yang layak.
Namun, ketika status BHMN menjadi target, PTN (privatisasi pendidikan) tidak
lebih sebagai produsen, sedangkan mahasiswa dan siswa sebagai konsumennya.
Jalinan relasioonal yang membentuk pun mengarah pada tranksaksi harga antara
penjual dan pembeli, sementara produk (output) adalah pesanan dari pemodal
untuk memenuhi kebutuhan produsen dan mengabaikan aspek keasadaran kritis.
Dengan demikian pendidikan yang semua sebagai aktivitas social budaya berubah
menjadi komoditas usaha yang yang siap diperjualbelikan dan menjadi ajang
mencari keuntungan.
ü Kapitalime
dan Filsafat
Apabila
pada pembahasan sebelumnya tantangan globalisasi terhadap pendidikan digunakan
filsafat pendidikan perenialisme dan rekonstruksionime maka pada pembahasan
mengenai kapitalisme menurut pemakalah lebih memilih aliran esensialisme dan
perenialisme yang keduanya merupakan aliaran filsafat konservatif yang
menentang adanya aliran filsafat progersivisme yang tumbuh dari filsafat
pragmatism. Sedangkan aliran filsafat pragmatism sangat mendukung adanya paham
kapitalisme karena aliaran ini menganggap segala sesuatu dilihat dari segi
kegunanaan atau manfaat dimana kegunaan dapat dianggap berkaiatan dengan ide
mencari keuntungan sebanyak-banyak pada paham kapitalisme.
2.
Komersialisme Pendidikan
Masalah komersialisame pada lembaga
pendidikan Islam Komersialisme lembaga pendidikan merupakan salah satu problem yang
timbul pada pendidikan itu sendiri. di sini akan memunculkan ketidak seimbangan
(timbul persaingan tak sehat) antara si kaya dan si miskin. Dengan adanya
komersialisasi pendidikan justru itu akan lebih memihak antara si kaya yang
akan terus menjadi penguasa, mendominasi segala sesuatu yang ada.“ Yang kaya
makin kaya, yang miskin makin miskin” .Jika pendidikan Islam lebih mementingkan
komersialisme pendidikan berarti pemerataan pendidikan hanya menjadi “ slogan”
belaka. Yang terjadi penguatan terhadap yang sudah kuat sementara si miskin dilarang
untuk tidak sekolah sebab tidak mampu untuk membiayai sekolah. Walaupun ada
orang yang miskin yang sekolah di situ “ melewati jalan terjal”, kekurangan
fasilitas, sarana, pasti akan tersingkir bahkan putus sekolah (kuliah).[3]
ü .
Masalah pendidikan Islam memasuki abad ke 21
Memasuki abad ke-21, suatu bangsa
dihadapkan perubahan global menuntut adanya sistem keterbukaan politik, ekonomi
dan budaya. Banyak Pendidikan (Agama) untuk Membanggun Etika Sosial Banyak orang
mengatakan “ era ini disebut dengan era persaingan bebas dan keunggulan
teknologi informasi” . Ini menyebabkan tatanan masyarakat baru, akan melahirkan
tuntutan dan tantangan baru pula. Tuntutan adanya keterbukaan politik,
pembagian keukasaan serta sumber daya alam, menghargai hukum dan hak asasi
manusia serta transparansi dalam kebijakan pemerintah semakin kuat. Atas dasar
inilah, maka untuk memasuki era baru ini masyarakat menghendaki adanya
desentralisasi serta otonomi di segala bidang. Dalam bidang pendidikan,
khususnya pendidikan Islam apakah mampu bersaing untuk memenuhi tuntuta masyarakat
serta mampu menghadapi tantangan baru pula. Dengan adanya desentralisasi serta
otonomi pendidikan, apakah mampu membina dan mempersiapkan generasi yang
berkualitas di segala bidang. Ini merupakan problem pendidikan Islam yang harus
disikapi dan ditindak lanjuti. Dalam bukunya A. Qodri A. Azizy dijelaskan abad
21 disebut pula dengan millenium ketiga dan abad globalisasi. Konon, millenium
ketiga kelanjutan abad modern (dan modernisasi) yaitu antara lain kemajuan Iptek,
semakin besar materialisme, kompetisi global dan persaingan bebas yang semakin
ketat.[4]
Salah satu dampak negatif modernisasi adalah menurunnya nilai agama. Sehingga
pendidikan Islam di samping bayangan tugas begitu berat menghadapi arus
globalisasi, masih ada tugas yang lebih berat lagi yaitu memperbaiki moralitas
bangsa yang berpangkal dari moralitas insan Indonesian melalui pendidikan agama
(Islam). Mengantisipasi abad 21UNESCO (United Nations Educational Scientific
and Cultural Organizati on) telah merumuskan visi dasar pendidikan yaitu learning
to think (belajar bagaimana berfikir); learning to do (belajar hidup atau
belajar bagaimana berbuat/bekerja);learning to be (belajar bagaimana tetap
hidup, atau sebagai dirinya); learning to live together (belajar untuk hidup
bersama-sama). Ini artinya, pendidikan masa depan menurut UNESCO haruslah
mengacu pada empat dasar itu. Atau Abdurrahman Shaleh Madrasah dan Pendidikan
Anak Bangsa, dapat dikatakan, jika tidak mengacu pada empat dasar tersebut maka
pendidikan tidak akan sesuai dengan tantangan kehidupan millenium ketiga ini. Learning
to think, membimbing siswa untuk berfikir secara rasional, tidak semata-mata
mengikuti “ membeo” bahkan juga tidak mandeg atau tumpul. Hasilnya akan
menjadikan seseorang independen, gemar membaca, mau selalu belajar, mempunyai
pertimbangan rasional, tidak semata-mata emosional, dan selalu curious untuk
tahu segala sesuatu. Learning to do, pendidikan dituntut untuk menjadikan anak
didik setelah selesai (lulus) mampu berbuat dan sekaligus mampu memperbaiki kualitas
hidupnya, sesuai dengan tantangan zaman. Ketatnya kompetisi global, seseorang
dituntut untuk semakin profesional, mempunyai skill yang berkualitas untuk
mampu berkompetisi. Learning to be, pendidikan harus mampu membimbing peserta
didik pada sikap tahu diri, sikap memahami diri sendiri, sadar kemampuan diri
sendiri dan nantinya akan mampu menjadikan dirinya mandiri. Di samping itu, learning
to be (belajar untu hidup) juga memberi arti mengajarkan sadar lingkungan untuk
menjaga bumi yang dihuni dari kerusakan. Learning to live together”pendidikan
memiliki kemampuan untuk menyadarkan siswa akan “pluralisme”. Hal ini dapat terwujud
jika setiap orang bersedia menerima kenyataan akan adanya perbedaan.
ü .Masalah
dikotomi dalam sistem pendidikan Islam
Masalah ini klasik namun tetap aktual
sebab selama ini masih sering dipersoalkan, pakar pendidikan (Islam), padahal
dualisme dikotomik menjebak pada pemasungan diri atau pembelengguan diri menuju
pada kejumudan dan kemunduran. Dualisme dikotomi ini, nampaknya sudah
berkembang dan dianggap sebagai sistem pendidikan modern yang sesuai dengan
zaman, sebenarnya hal ini tidak semestinya terjadi dalam pendidikan Islam,
misal perbedaan dunia dan akhirat bukan berarti menafikan salah satu namun
memperjelas satu sama lain agarmanusia tidak terjebak dalam kebodohan dan
kelalaian. Memang ada sementara pihak yang mengklaim bahwa pada awalnya pihak
Barat justru pernah belajar kepada Islam, tetapi sekarang sejarah sudah
terbalik yaitu orang Islam yang belajar di Barat. Ini menunjukkan ilmuan Barat
mampu mengolah epistimologi yang mereka pelajari dari Islam. Jadi sekarang cendekiawan
muslim harus mampu pula mengolah kembali agar epistimologi Barat dapat
bersahabat denganIslam.Seharusnya pendidikan Islam tidak menghendaki terjadinya
dikotomi keilmuan, sebab dengan adanya sistem dikotomi menyebabkan sistem
pendidikan Islam menjadi sekularistis, rasionalis-empiris, intuitif dan
matrealistis. Keadaan tersebut tidak mendukung tata kehidupan umat yang mampu
melahirkan peradaban Islam. Kita tahu Islam untuk semua, bukan milik pribadi,
kelompok bahkan Nabi sekalipun. Dengan kata lain tidak ada yang “ monopoli
Islam” . Penulis tegaskan Islam adalah Islam untuk semua makhluk.
ü Masalah
lemahnya semangat
Dalam Pendidikan Islam harus mampu
menumbuh kembangkan semangat serta menanamkan dalam jiwa, alam berfikir dan
berperilaku terhadap umat Islam. Haruslah diartikan dengan lebih luas lagi yaitu
“ membaca, melihat, observasi, atau meneliti” . Apa yang harus dibaca? Apa yang
harus diteliti atau diobservasi? Yang harus dibaca adalah semua ayat-ayat Allah
baik yang tertulis di dalam al-Qur’an yang dikenal sebagai ayat-ayat qauliyah,
seperti al-Qur’an,Injil, Zabur maupun Taurat, dan juga ayat-ayat Allah yang
tersebar di seluruh jagat raya ini, yang merupakan fenomena-fenomena alam.
KARAKTERISTI
BAB III
Penutup
Dengan demilian
dapat ditekankan bahwa filsafat tidak dipisahkan dengan pendidikan, sebab
filsafat itu merupakan jiwa bagi
pendidikan. iDalam arti yang sempit,
pendidikan hanya mempunyai fungs terbatas,
yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidupkkepada
generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik pendidikan formal di sekolah dan
dalam situasi dan kondisi lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Bagaimanapun luas pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalahnmerupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan
manusia.
Daftar
Pustaka
ü Thoha
Chiba,Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Yogyakarta:
Pusataka Pelajar Offset,1996 ).
ü Usa
Muslih,Pendidikan Islam di Indonesia
Antara Cita dan Fakta ,( Yogyakarta: Tiara Wacana,1991).
ü Barnadib, Imam. Filsafat
Pendidikan, (Yogyakarta: andi offset)
ü http://one.indoskripsi.com/content/sejarah-singkat-kapitalisme-sosialisme, diakses pada tanggal 10
april 2010 pukul 20.00. merupakan makalah yang ditulis oleh pekerja social
IMPAS pada diklat IMPAS di Lawang, 19-20 Maret 2004.
[2] Hasbullah,Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia,Jilit 2, ( Jakarta
RajaGrafindo Persada)., hlm. 6-7.
[3] Muslih Usa,Pendidikan Islam di
Indonesia Antara Cita dan Fakta ,( Yogyakarta: TiaraWacana,1991)., hlm. 3-4.
[4] Chabib Thoha,Kapita
Selekta Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Pusataka Pelajar Offset,1996 )., hlm.
15-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar