psikologi agama kelas B: kebutuhan agama - word
psikologi agama kelas B: kebutuhan agama - ppt
psikologi agama kelas B: kebutuhan agama - ppt
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia tampil dimuka bumi ini sebagai homo religious yang
mempunyai makna bahwa ia memiliki sifat-sifat religious. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang paling dasar, manusia mempunyai dorongan dan kegunaan
guna mendapatkan keamanan hidup dan pemenuhan kebutuhan di bidang keagamaan.
Manusia juga merupakan makhluk yang spesifik, baik dilihat dari segi fisik
maupun non fisiknya. Sedangkan fisik atau jasmani manusia dikaji dan diteliti
oleh disiplin ilmu anatomi, biologi, ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu lainnya,
kemudian jiwa manusia dipelajari secara khusus oleh psikologi. Selanjutnya
dalam perkembangannya, para ahli melihat bahwa psikologi memiliki
keterkaitan dengan masalah-masalah kehidupan batin manusia yang dalam yaitu
agama. Untuk itu, kali ini pemakalah akan membahas tentang “kebutuhan beragama”
yang termasuk salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan agama.
Manusia disebut sebagai makhluk yang
beragama (homo religious). Tatkala
Allah membekali insan dengan nikmat berpikir dan daya penilitian, diberinya
pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam
sekitarnya sebagai imbangan atas rasa takut terhadap kagarangan dan kebengisan
alam. Hal inilah yang mendorong insan untuk mencari suatu kekuatan yang dapat
melindungi dan membimbingnya di saat yang gawat. Insan primitif telah menemukan
apa yang dicarinya pada gejala alam. Secara berangsur dan silih berganti
gejala-gejala alam tadi diselaraskan dengan jalan kehidupannya. Dengan demikian
timbullah penyembahan terhadap api, matahari, bulan, atau benda-benda lainnya
dari gejala-gejala alam.[1]
Menurut Nico Syukur Bister Ofm,motivasi untuk beragama dibagi
menjadi empat, yaitu :
a.
Motivasi
yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam
kehidupan.
b.
Motivasi
beragama yang didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib
masyarakat.
c.
Motivasi
yang didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia.
d.
Motivasi
yang didorong oleh keinginan menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan.[2]
B.
Kebutuhan agama berdasarkan tingkat usia pada manusia.
1.
Agama
pada masa anak.
Menurut para ahli, anak dilahirkan bukan sebagai makhluk yang
religius, ia tak ubahnya seperti makhluk yang lainnya. Namun, ada juga yang
berpendapat bahwa anak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan, dan baru
berfungsi kemudian setelah melalui bimbingan dan latihan sesuai dengan tahap
perkembangan jiwanya.
Menurut thomas, manusia
dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan, yaitu :
a.
Keinginan
untuk selamat.
b.
Keinginan
untuk mendapatkan pengalaman baru.
c.
Keinginan
untuk mendapatkan tanggapan baru.
d.
Kenginan
untuk dikenal.
Melalui
pengalaman-pengalaman yang diterima dari lingkungan itu kemudian terbentuklah
rasa keagamaan pada diri anak. Sementara menurut Woodwort berpendapat bahwa
bayi dilahirkan telah memiliki insting, diantaranya adalah insting keagamaan.
Anak mengenal tuhan pertama kali melalui bahasa, dari kata-kata orang yang ada
dalam lingkunganya.[3]
Pada awalnya
anak masih acuh tak acuh menerima tentang Tuhan, namun setelah menyaksikan
reaksi orang-orang di sekelilingnya, maka timbulah perhatian kepada Tuhan, maka
mulailah ia mearasa sedikit gelisah dan ragu tentang sesuatu yang gaib yang
tidak dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata –kata
yang diucapkan oleh orang tuanya, maka lambat laun tanpa disadarinya, akan
masuklah pemikiran tuhan dalam pemibanaan kepribadiannya dan menjadi obyek
pengalaman agamis.[4]
Tahap
perkembangan beragama dalam anak :
a.
The
fairly tale stage (tingkat dongeng).
Pada tahap ini anak yang berumur 3-6 th, konsep mengenai tuhan
banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menenggapi agama,
anak masih menggunakan konsep fantastis, yang diliputi oleh dongeng-dongeng
yang kurang masuk akal.[5]
b.
The
realictic stage(tingkat kepercayaan).
Ide-ide tentang tuhan telah tercerminkan dalam konsep-konsep yang
realistik, dan biasanya muncul dari lembaga agamaatau pengajaran orang dewasa.
Pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas emosional, sehingga melahirkan
konsep tuhan yang formalis.
c.
The
individual stage(tingkat individu).
Pada tingkat ini anak mulai memiliki kepekaan emosi yang tinggi,
sejalan dengan perkembangan usianya. Konsep keagamaan yang individualistik ini
terbagi menjadi tiga golongan :
Ø Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan sebagian
kecil fantasi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh luar.
Ø Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang
bersifat personal (perorangan).
Ø Konsep ketuhanan yang bersifat humanistic, yaitu agama telah
menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.[6]
2.
Agama
pada masa remaja.
Pada dasarnya remaja telah membawa potensi beragama sejak
dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya, yang selanjutnya adalah bagaimana
remaja mengembangkan potensi tersebut.[7]
Ide-ide agama, dasar-dasar dan pokok-pokok agama paada umumnya diterima
seseorang pada masa kecilnya. Apa yang diterima sejak kecil akan berkembang dan
tumbuh subur, apabila anak(remaja) dalam menganut kepercayaan tersebut tidak
mendapat kritikan, dan apa yang tumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan
yang dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakan.[8]
Keadaan emosi remaja yang belum stabil akan mempengaruhi
keyakinannya pada Tuhan dan pada kelakuan keberagamaannya, yang mungkin bisa
kuat atau lemah. Kebutuhan akan Allah, misalnya, kadang-kadang tidak terasa
jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tenteram, dan tenang. Sebaliknya, Allah
sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi
musibah atau bahaya yang mengancam, ketika ia takut gagal atau mungkin ,merasa
berdosa.[9]
Masa remaja
merupakan masa yang labil, belum stabil emosinya. Bagi remaja ibadah
seolah-olah hanya untuk menenteramkanhati yang gelisah. Makin rajin ibadahnya
jika merasa bersalah, dan makin berkurang ibadahnya jika merasa tidak bersalah.[10]
Disamping itu masa remaja merupakan masa dimana remaja mulai mengurangi
hubungan dengan orang tuanya, dan berusaha untuk dapat berdiri sendiri dalam
menghadapi segala kenyataan-kenyataan yang ada. Hal ini menyebabkannya remaja
berusaha mencari pertolongan Allah SWT. Faktor yang mendorong remaja atas
kebutuhan agama, adakalanya kebutuhannya akan Tuhan sebagai pengendali
emosional, karena takut(berdosa) dan karena lingkungan.
3.
Agama
pada masa dewasa dan usia lanjut.
a.
Agama
pada dewasa :
Pada masa dewasa, seseorang telah memiliki tanggung jawab terhadap
sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber pada
ajaran-ajaran agama maupun yang bersumber pada norma-norma lain dalam kahidupan.
Dengan kata lain, orang dewasa memilih nilai-nilai dan berusaha
mempertahankannya. Orang dewasa telah memiliki identitas yang jelas dan
kepribadian yang mantap.[11]
Kesadaran beragama pada usia dewasa merupakan dasar dan arah dari
kesiapan seseorang untuk mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan rangsangan
yang datang dari luar. Sedangkan motivasi beragama pada orang dewasa didasarkan
pada penalaran yang logis, sehingga ia akan mempertimbangkan sepenuhnya menurut
logika. Sama halnya dengan motivasi beragama, ekspresi beragama pada dewasa
sudah menjadi hal yang tetap, istiqomah. Artinya, sudah tidak percaya
ikut-ikutan lagi. Tapi lebih berdasar pada kepuasan atau nikmat yang diperoleh
dari pelaksanaan ajaran agama tersebut.[12]
b.
Agama
pada lanjut usia :
Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya
justru terdapat pada usia lanjut, ketiak gejolak kehidupan seksaul sudah
berakhir. Pendapat tersebut diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam
kehiduapan manusia usia lanjut yang makin tekun beribadah. Mereka sudah mulai
mempersiapkan bekal diri untuk kehidupan di akhirat kelak.
Pada penelitian lain terungkap bahwa yang menentukan sikap keagamaan pada usia lanjut diantaranya adalah
depersonalisasi, kecenderungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan
juga cepat datangnya kematian merupakan salah satu factor yang menentukan
berbagai siakp keagamaan di usia lanjut. Penelitian ini, misalnya dilakukan
oleh M.Argyle dan Elle A. Cohen.[13]
C.
Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat.
1.
Berfungsi
edukatif.
Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang, mempunyai
latar blakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnuya menjadi baik dan
terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
2.
Berfungsi
penyelamat.
Keselamatan yang dibrikan oleh agama kepada penganutnya adalah
keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat. Dalam mencapai
keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada
masalah sakral berupa keimanan kepada tuhan dengan tujuan agar dapat
berkomunikasi baik secara langsung maupun dengan perantara.
3.
Berfungsi
sebagai pendamaian.
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai
kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan salah akan segera
hilang dari batinnya apabilaseseorang pelanggar telah menebus dosanya, melalui
tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.
4.
Berfungsi
sebagai kontrol sosial.
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga
dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosialsecara indiviu
maupun kelompok, karena agama secara instansi merupakan norma bagi pengikutnya
dan agama secara dogmatis mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis(wahyu,
kenabian).
5.
Berfungsi
sebagai pemupuk rasa solidaritas.
Para penganut agama yang sama secar psikologis akan merasa memliki
kesamaan dalam satu-kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan
membina rasa solidaritas.
6.
Berfungsi
transformatif.
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.
7.
Berfungsi
kreatif.
Ajaran agama mendorong dan mengajak pemganutnya untuk bekerja
produktif bukan saja untuk diri sendiri
tetapi juga untuk kepentingan orang lain, serta dituntut untuk melakukan
inovasi dan penemuan baru.
8.
Berfungsi
sublimatif.
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang
bersifat ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama
tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang
tulus karena dan untuk Allah merupakan suatu ibadah.[14]
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Manusia
dalam hidupnya sangat memerlukam agama dalam upaya sebagai tuntunan dalam
menjalani hidup, agar tidak salah melangkah dan tersesat dalam menjalani amanat
yang diberikan oleh Tuhan-Nya. Juga sebagai bekal agar mendapatkan kebahagiaan
dalam kehidupan didunia maupun di akhirat nanti.
Jadi agama merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus
dimiliki oleh setiap manusia.
B.
Kritik dan saran.
Kami menyadari makalah yang kami
tulis ini masih banyak kekurangan, untuk itu, kami mohon kritik dan saran para
pembaca. Semoga makalah yang kami tulis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[1]
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama.(Bandung:PT
Mizan Pustaka) hal.102
[2]
Sururin, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada) hal.70
[3]
Jalaluddin dan Ramayulis dalam Sururin. Op.cit
hal.48.
[4]
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,cet.15
(Jakarta:Bulan Bintang 1996) hal.36
[5]
Sururin, op.cit. hal.52
[6] ibid hal.54
[7] Ibid hal.66
[8]
Zakiah Daradjat, op.cit. hal.72
[9]
Sururin, op.cit. hal.68
[10]
Zakiah Daradjat. Op.cit.hal.84
[11]
Jalaluddin, op.cit. hal.93
[12]
Sururin, op.cit. hal.86
[13] Ibid hal.90
[14]
Jalaluddin, op.cit. hal.327
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNihayatul Azizah
BalasHapus2022 111 090
PBA B
manusia memiliki rasa ingin tahu terlebih lagi anak-anak yang harus tahu jawabannya dan jelas jawaban dari apa yang di tanyakannya,,, 1.apakah yang harus qta jawab kepada anak-anak apabila mereka mempertanyakan dimana Allah bagaimana Allah dsb dengan jawaban yang dapat di serap oleh anak tanpa adanya pertanyaan lagi..
Allah itu cukup hanya diyakini dalam hati itu yang dijelaskan minggu kemarin
2. bagaimana mengubah kepribadian orang beranjak dewasa yang sedari kecil dia kurang sekali kasih sayang dari orang tuanya...
terima kasih
Muhammad Jamaluddin Al-Afghoni
BalasHapus2022 111 060
kelas B
assalamu'alaikum wr wb
yang saya mau tanyakan pada pemakalah mengenai tahap perkembangan yang terjadi pada anak,.
pada point yang pertama 'The fairly tale stage(tingkat dongeng)' disitu disebutkan kriteria usianya yaitu 3-6 th,.lalu apakah pada tahap lainnya (athe realictic stage & individual stage) juga terdapat kriteria usia masing-masing???
Dewi Asriyah
BalasHapusPBA B
2022 111 083
Pendidikan agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga dan masyarakat.
Pertanyaannya : bagaimana cara memberikan pengalaman keagamaan pada anak yang lahir dan hidup dalam keluarga dan lingkungan yang atheis ?
tahap perkembangan pada masa remaja, semakin banyak beribadahnya ketika merasa susah dan berkurang ibadahnya ketika dalam keadaan senang...apakah yang seperti itu suatu kewajaran dalam psikologi agama? apakah suatu kesalahan dalam beragama? bagaimana untuk menghindarinya?
BalasHapus