MAKALAH
MASA KHULAFAUR RASYIDIN (632-661)
Disusun guna memenuhi
tugas :
Mata kuliah : Sejarah
Peradaban Islam
Dosen pengampu : Ghufron Dimyati, M.si
Disusun Oleh
:
1.
Syifa Fuadina (
202 111 2116 )
2.
Maftuhah ( 202 111 2117 )
3.
Irham Wiranto ( 202 111 2126 )
Kelas: G
JURUSAN
TARBIYAH ( PAI )
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kata khulafaurrasyidin itu
berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin,
khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang
mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan Rasullah SAW
sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang
menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batasnya dalam melaksanakan
hukum-hukum syariat agama islam. Dalam arti lain Al-khulafa merupakan
pemimpin islam dari kalangan sahabat, pasca Nabi Muhammad SAW wafat. Adapun
kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana.
Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpin
yang bijaksana sesudah nabi muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu adalah
pemimpin yang arif dan bijaksana.
Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui
mekanisme yang demokratis.
Siapa yang dipilih, maka sahabat yang lain berhak untuk memberikan Bai’at
(sumpah setia) pada calon yang terpilih tersebut. Perjalanan empat khalifah
akhirnya dipimpin oleh Abu bakar Shiddiq,Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, dan
Ali Bin Abi Thalib.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Abu Bakar Ash-Shidiq ( 11-13 H / 632-634 M)
Abu Bakar nama
lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam
bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk
salah seorang sahabat yang utama (orang yang paling awal) masuk Islam.
Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan
nabi dalam berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.[1]
Abu Bakar adalah salah seorang
dari para pemimpin Quraisy dan anggota majelis permusyawaratan. Abu Bakar
terkenal dalam setiap keadaan sebagai seorang ksatriadan berpendirian teguh
dalam melangkah[2]
Periode Abu Bakar sangat
singkat ( 632-634 M), hanya dua tahun lebih, ia mampu mengamankan Negara baru
islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat mengenai
persoalan penggant Nabi maupun tekanan-tekan dari luar dan dalam. Sperti
ekspedisi keluar negeri dengan mengirim kembali Usamah ibn Zaid ke Syam,
menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau membayar zakat,
dan penumpasan nabi-nabi palsu.Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah dengan
12 bataliyon juga yang massing-masing dikepalai oleh jenderall. Pengiriman
tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang di daerah-daerah
jazirah Arab.[3]
Wafatnya nabi mengakibatkan
beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang arab yang lemah imannya
justru menyatakan murtad yaitu keluar dari islam. Mereka melepaskan kesetiaan
dengan menolak memberikan baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang
agama islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat
bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian nabi.
Mereka melakukan gerakan Riddah, yaitu gerakan
pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama dari
islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan terhadap
lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan maker melawan agama dan
pemerintah sekaligus. Oleh karena itu khalifah dengan tegas melancarkan operasi
pembersihan terhadap mereka.
Sesudah memulihkan ketertiban didalam negeri, Abu Bakar
lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasandengan wilayah Persia
dan bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan
kedua kekaisaran itu.
Tentara islam dibawah pimpinan
Musanna dan Khalid Bin Walid, sedangkan ke Syiria suatu Negara Arab yang
dikuasai Romawi timur(Bizantium) Abu bakar mengutus 4 orang panglima yaituAbu
Ubaidah, Yazid Bin Abi Sufyan, Amr Bin ash dan Surahbil. Kemudian umat islam
meraih beberapa kemenangan tersebut.[4]
Pada saat pertempuran di Ajnadain negeri syam
berlangsung, khalifah Abu Bakar menderita sakit. sebelum wafat, beliau telah
berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah pengganti setelah dirinya
adalah umar bin Khattab. hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara
kaum muslimin.
Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat
langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khakifah selanjutnya. telah
disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang menjabat
sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar. piagam penetapan itu ditulis sendiri
oleh Abu Bakar sebelum wafat.
Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13
/ 632 – 634 M),khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13
H / 22 Agustus 634 Masehi.[5]
2. Umar Bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail
keturunan Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang
mulia. Umar dilahirkan di mekah empat tahun sebelum
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil
serta pemberani.
Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin
dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar
”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam
berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
Itulah sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam, Rasulullah SAW bedoa
kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini” artinya: ”Ya Allah,
kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar” yang dimaksud dua Umar
oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam (nama asli Abu
Jahal).
Di jaman pemerintahan Umar pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Khalifah Umar telah berhasil membuat
dasar-dasar bagi suatu pemerintahaan yang handal untuk melayani tuntunan
masyarakat baru yang terus perkembang. Umar mendirikan beberapa
dewan yaitu : membangun Baitul Mal, Mencetak Mata Uang, membentuk kesatuan
tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para
hakim dan menyelenggarakan “hisbah”.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam
pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna.
Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Kekuasaan bagi
Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu sehingga tidak ada perbedaan
antara pengusa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi oleh rakyat.
Khalifah Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan-peraturan
baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah
ada jika itu diperlukan demi tercapainnya kemaslahatan umat
Islam. Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4hari.
Kematiannya sangt tragis, seorang budak Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah
secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam ke arah khalifah yang
akan menunaikan shalat subuh yang telah di tunngu oleh jama’ahnya di masjid
Nabawi di pagi buta itu. Khalifah Umar wafat tiga hari setelah pristiwa
penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam 23H/644M.[6]
Atas persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah Jenazah beliau dimakamkan
berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar. Demikianlah riwayat
seorang khalifah yang bijaksana itu dengan meninggalkan jasa-jasa besar yang
wajib kita lanjutkan.[7]
3.
Kholifah Utsman Bin Affan (23-36 H /
644-656 M)
Khalifah
ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan bin Abil
Ash bin Umyyah dari suku Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar, dan
menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammmad SAW. Ia sangat kaya tetapi
berlaku sederhana dan sebagian kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam.
Ia mendapat julukan zun nurain,
artinya yang memiliki dua cahya, karena menikahi dua putri Nabi Muhammmad SAW
secara berurutan setelah yang satu meninggal. Ia meriwayatkan hadist kurang lebih
150 Hadist. Seperti halnya Umar, Utsman diangkat menjadi kholifah melalui
proses pemilihan.Yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang
wafatnya
Masa pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah di
zaman para Khalifah Rasyidah, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak
seluruh masa kekuasannya menjadi saat yang baik dan sukses baginya. Para
penulis sejarah membagi zamn pemerintahannya menjadi dua periode, yaitu enam
tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya dan tahun terakhir
merupakan masa pemerintahan yang buruk.
# Pencapian Pada Masa
Pemerintahan Utsman.
Pada masa-masa awal pemerintahannya, Utsman
melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perlusan wilayah kekusaan
Islam. Daerah-daerah sterategis yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir dan
Irak. Karya monumental Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah
penyusunan kitab suci Al-Qur’an.
Penyusunan Al-Qur’an, yaitu Zaid bin Tsabit, sedangkan
yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an antara lain Adalah dari Hafsah,
salah seorang Istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuatbeberapa salinan naskah
Al-Qur’an untuk dikirimkan ke berbagai wilayah kegubernuran sebagai pedoman
yang benar untuk masa selanjutnya.
Di awal kekhalifahannya, umur Utsman r.a. relatif tua.
Akan tetapi, di saat umur khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih sanggup
memberangkatkan pasukan perang.
Bentuk manajemen yang ditetapkan dalam pemerintahaan
Umar r.a. tercermin dalam pengumpulan mushaf Al-qur’an menjadi satu di kenal
dengan Mushaf Utsmani. Pada masa kekhalifahan Utsman r.a. terdapat indikasi
praktik nepotisme. Hal ini yang membuat sekelompok sahabat mencela kepemimpinan
Utsman r.a. karena telah memilih keluarga kerabat sebagai pejabat
pemerintahaan.
Pemerintahan Usman
berlangsung selama 12 tahun. Pada paroh trakhir masa kekhalifahannya, muncul
perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan
Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Pada tahun 35H/656M, Usman di bunuh oleh
kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang kecewa itu. Mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika sedang
membaca Alquran. Menurut lewis,
pusat oposisi
sebenarnya adalah di Madinah
sendiri. Di sini Thalhah, Zubair, dan ‘Amr membuat perlawanan rahasia melawan
khalifah, dengan memanfaatkan para pemberontak yang datang ke Madinah untuk
melampiaskan rasa dendamnya yang meluap-luap itu.[8]
Pembunuhan usman merupakan malapetaka besar yang
menimpa ummat Islam. Dikalangan ummat Islam yang diturunkan melalui Muhammad
yang berbahasa Arab (sehingga perwujudan islam pada masa awalnya bercorak Arab)
dengan alam pemikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan persi.
4.
Ali Bin Abi Thalib (36-41 H/ 656-661 M)
Setelah
Usman wafat, masyarakat beramai ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan
khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa
pemberontakan pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak
tahunan diantara orangorang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.[9]
1.
Kekhalifahan
Ali Ibn Abi Thalib
Pada saat itu ada lima orang yang dicalonkan. Namun dua diantaranya
telah menyatakan ketidak sediaannya, yaitu sa’ad bin Abi waqqs dan Ibnu Umar,
sehingga calon yang diharapkan tinggal Ali, Thalhah dan Zuheir. Ali tampaknya
yang paling kuat diantara calon yang ada, disamping Ia yang lebih dulu masuk
Islam, juga kedekatan kekerabatannya dengan Nabi merupakan poin tersendiri.
Bahkan kenyataan juga menunjukkan bahwa Ali juga merupakan salah seorang calon
kuat ketika Usman diangkat menjadi khalifah, maka ketika kaum pemberontak
mengumpulkan penduduk Madinah dan mendesak mereka untuk memilih khalifah, maka
Ali lah yang serentak mereka pilih. Ali dibai’at tanggal 24 Juni 656
atau tanggal 25 Zu al Hijjah 35 H di Masjid Madinah.[10]
2.
Beberapa
Kebijakan Ali ibn Abi Thalib
Diantaranya sebagai berikut :
a.
Penundaan
Pengusutan Pembunuhan Usman
Setelah terbunuhnya Usman, tuntutan para sahabat terutama yang
turuna Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Usman juga sangat kuat. Namun
menyadari kondisi pemerintahannya yang masih labil, Ali memilih untuk menunda
pengusutan tersebut, walaupun konsekuensinya, juga sangat berat bagi
pemerintahan Ali sendiri.
b.
Mengganti
Pejabat dan Penataan Administrasi
Diantara pemicu terjadinya fitnah dizaman Usman adalah
kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang mengangkat kerabatnya
untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Hal ini antara lain yang digugat oleh
kaum pemberontak. Ali segera mengambil kebijakan untuk mengganti gubernur yang
diangkat Usman tersebut. Mereka yang diganti antara lain, Abdujiah binSa’ad
(gubernur Mesir), Mu’awiyah bin Abu Sufyan (gubernur Syam), Abdullah Ibn Amir
al Hadrami (gubernur Mekkah), Al Qasim ibn Tsaqafi (gubernur Thaif), Ya’la ibn
Muniyah (gubernur San’a), Abdullah ibn Amir (gubernur Basrah), dan Abu Musa al
sy’ari (gubernur Kufah). Tentulah kebijakan ini dianggap cukup rawan karena
pemberhentian ini bisa memicu pertikaian diranah politik.
Selain kebijakan diatas, Ali ibn Abi Thalib juga membuat kebijakan
lain yang penting, yaitu memberi tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil
dari bait al mal, tanpa melihat apakah masuk Islam dulu atau belakangan,
mengatur tata laksana pemerintah untuk mengambil kepentingan umat, dan
menjadikan Kufah sebagai inu kota umat Islam waktu itu.
3.
Munculnya
Gerakan Oposisi
Pemberontakan ini lebih banyak disebabkan oleh kebijakan Ali yang
mereka tidak sepakati. Yang memprihatinkan adalah perlawanan itu justru
dilkukan oleh para sahabat terkemuka dizaman Rasulullah.
a.
Gerakan
Thalhah, Zubeir, dan Aisyah
Thalhah dan Zubeir merupakan dua sahabat besar, dan sepuluh
diantara orang yang dijamin Nabi Muhammad masuk surga. Sedang Aisyah merupakan
istri Nabi yang sangat dicintai. Baik Thalhah maupun Zubeir pada mulanya
menerima Ali sebagai khalifah yang dibuktikan dengan pembaiatan. Namun
belakangan mereka mencabut kembali baiatnya bahkan memerangi Ali, karena Ali
tidak memenuhi tuntutan mereka untuk segera menghukum para pembunuh Usman. [11]
Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama
“Perang Jamal (Unta)” karena Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali
berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.[12]
b.
Pemberontakan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Pada saat drama perang Siffin (26 Juli 657 M) yang mempertemukan
kekuatan Muawiyah dan Ali terjadi adu taktik dan kelicikan. Atas usulan Amr ibn
al Ash, Muawiyah menawarkan perdamaian
dengan mengangkat al Qur’an, akhirnya perang berhenti. Peristiwa ini disebut
sebagai tahkim.[13] Tahkim
tersebut berakhir dengan tragis bagi Ali. Kelicikan Amr bin Ash sebagai wakil
Muawiyah mampu mengecoh Abu Musa alAsyari, wakil Ali. Di mana Amr menyatakan
kejatuhan kekhalifahan Ali, walaupun sebelumnya mereka sepakat untuk menurunkan
keduanya, Ali dan Muawiyah. Akibat tahkim inilah, sehingga pasukan Ali
pecah.
c.
Pemberontakan
orang orang Khawarij
Sejak peristiwa tahkim pasukan Ali terpecah menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok yang setuju dengan tahkim, Syi’ah (pengikut), dan kelompok yang
menolak tahkim, yaitu kaum Khawarij (orang orang yang keluar dari barisan Ali),
karenanya mereka sebenarnya merupakan bagian dari pasukan Ali dalam menumpas
pemberontakan Muawiyah. Mereka berkeyakinan bahwa Ali adalah Amir Al mu’minin
dan mereka yang setuju dengan tahkim, berarti mereka telah melanggar ajaran
agama. Ali dan sebagian pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan
hukum, yaitu berunding dengan lawan. Bagi mereka, Ali, Muawiyah, Abu Musa al
Asy’ari adalah kafir, sebab mereka tidak lagi menjadikan al Qur’an sebagai
sumber hukum.
Peristiwa pertempuran antara pasukan Ali dan Khawarij terjadi di
Nahrawan tahun 685 M, dan berakhir dengan kemenangan dipihak Ali. Dan pimpinan
mereka, Abdullah bin wahab al Rasibi juga terbunuh. Kekalahan ini menambah
dendam sebagian mereka yang berhasil meloloskan diri, sehingga mereka berniat
membunuh tiga orang yang dianggap biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali,
Muawiyah dan Amr bin Ash. Ibnu Hujam berhasil memenuhi tugasnya, yaitu membunuh Ali
ketika Ia sedang shalat Subuh di Masjid Kufah. Ali wafat pada tanggal 14
Ramadhan tahun 40H/661 M, atau sekitar 4 tahun setelah menjadi Khalifah. Maka
berakhir pulalah masa masa khulafaur Rasyidin, yang dimulai sejak sepeninggalan
Rasulullah, masa Abu Bakar Ashshiddiq sampai Khalifah keempat umat Islam, Ali
ibn Abi Thalib.[14]
5.
Kemajuan
Peradaban Masa Khulafaur Rasyidin
Masa kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu
Bakar Ash Shidiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan khalifah
Islam yang berhasil mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi
Muhammad saw yang telah meletakkan dasar agama Islam di Arab, setelah beliau
wafat, gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh para khulafaur Rasyidin.
Pengembangan agama Islam yang dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam
waktu yang relatif singkat telah membuat hasil yang gilang gemilang. Dari hanya
wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan Islam menembus keluar Arabia memasuki
wilayah wilayah Afrika, Syiria, Persia, bahkan menembus ke Bizantium dan
Hindia.
Pada
masa kekuasaan khulafaur Rasyidin, banyak kemajuan peradaban yang telah
dicapai. Diantaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam. Di antara
gerakan pemikiran yang menonjol pada masa khulafaur Rasyidin adalah :
1.
Menjaga
keutuhan Alqur’an Al Karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada masa
Abu bakar.
2.
Memberlakukan
mushaf standar pada masa Usman bin Affan.
3.
Keseriusan
mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan berislam
para penduduk negeri.
4.
Sebagian
orang yang tidak senang kepada Islam, terutama dari pihak orientalis abad ke 19
banyak yang mempelajari fenomena futuhat al Islamiyah.
5.
Islam
pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara da’i
maupun panglima. Tidak dikenal
orang yang berprofesi khusus sebagai da’i. Para khalifah adalah penguasa, imam
shalat, mengadili orang yang berselisih, da’i, dan juga panglima perang.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Khulafaurrasyidin menurut bahasa artinya
pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah
yaitu para khalifah (pemimpin umat islam) yang melanjutkan kepemimpinan
Raulullah SAW sebagai kepala negara setelah Rasulullah SAW wafat.
Sesudah wafatnya Nabi inilah yang disebut
khulafaurrasyidin, jumlahnya ada empat orang yaitu :
1)
Abu BakarAs-shidiq (11-13H/632-634 M)
Bentuk peradaban yang paling besar pada
masa Khalifah Abu Bakar antara lain : Penghimpunan Al Quran, mengelola zakat,
infak dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, sedangkan dalam Praktik
pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk
menggantikannya.
2)
Umar Bin Khattab (13-23
H/ 634-644 M)
Peradaban yang paling
signifikan pada masa Umar, selain pola administratif pemerintahan, peperangan,
dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin
Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang.
3)
Utsman Bin Affan (23-36
H/ 644-656 M )
Di antara jasa-jasa Usman Bin Affan adalah
tindakannya untuk menyalin dan membuat Al-Quran Standar yang di dalam
kepustakaan disebut dengan kodifikasi Al-Quran.
4)
Ali Bin Abi Thalib (
36-41 H/656-661 M)
Yang paling terkenal pada msa Ali ini adalah terjadinya Tahkimantara Ali Bin Abi
Thalib dengan Muawwiyah Ibn Abi Sufyan .Dari pihak Ali Ibn Abi
Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “ cerdik”
dalam politik yaitu Abu Musa Al Asyari. Sebaliknya dari pihak Muawiyah Ibn Abi
Sufyan diutus seorang yang sangat terkenal sangat “cerdik” dalam berpolitik
yaitu Amr ibn Ash.
Dalam tahkim
tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan
karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asyari.
Pendukung Ali Ibn Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok
pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil Tahkim dan mereka
tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah
kelompok yang menolak hasil Tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi
Thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang
terlibat dalam Tahkim, termasuk Ali Ibn Abi Thalib.
DAFTAR PUSTAKA
Amin .Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam.
(Jakarta: AMZAH, 2010 )
Hasan .Hasan
Ibrahim ,Sejarah dan Kebudayaan
Islam.(Jakarta : Kalam Mulia, 2009)
Karim .Abdul.Sejarah
Pemikiran dan Peradaban islam.(Yogyakarta: Bagaskara, 2011)
Ali.K.Sejarah
Islam (Tarikh Pramodern). (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2003)
Yatim .Badri,
Sejarah Peradaban Islam, cet.ke22, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2010)
Fu’adi,.Imam.Sejarah Peradaban Islam, cet
1, (Yogyakarta: Teras, 2011)
Karim,M.
Abdul.Sejarah Pemikiran dan Preadaban Islam, cet.ke1, (Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher,2007)
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:
AMZAH, 2010 ).hlm.93
[2] Hasan Ibrahim Hasan,Sejarah
dan Kebudayaan Islam.(Jakarta : Kalam Mulia, 2009) hlm.399
[3] Abdul Karim.Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam.(Yogyakarta:
Bagaskara, 2011). Hlm.79
[4] Samsul Munir Amin,Op.Cit,hlm.97
[5]
K.Ali,Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,2003)hlm.133
[6] Samsul Munir Amin,Loc.Cit,hlm.97
[7] K.Ali.Op.Cit.hlm.160
[8]Drs.
Samsul Munir Amin, Loc.Cit. hal. 104-108 .
[9]Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, cet.ke22, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010), hal. 39
[10]
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, cet 1, (Yogyakarta: Teras, 2011),
hal. 58 59.
[12]Opcit.,
hal.39 40
[13]M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Preadaban Islam, cet.ke1,
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,2007), hal.107
[14]Opcit.
Imam Fu’adi,hal. 66 67
[15]
Samsul Munir Amin, Loc.Cit. hal. 113 115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar