MAKALAH
DINASTI-DINASTI LAIN DI DUNIA ISLAM SEIRING DINASTI ABBASIYAH II
Disusun guna memenuhi tugas makalah :
Mata Kuliah
: Sejarah
Peradaban Islam
Dosen Pengampu :Gufron
Dimyati,M.Si
Disusun
oleh:
1.
Dewi Nuril Aulia (2021113043)
2.
Dian Nurul Aini (2021113052)
3.
Lindawati (2021113054)
KELAS
: H
TARBIYAH (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam sejarah islam, setelah masa khulafaur rasyidin,
digantikan oleh para penguasa yang membentuk kekuasaan dengan sistem kekuasaan
dengan sistem kekuasaan kekeluargaan atau dinasti.
Dan pada
kenyataan yang ada, sebuah pemerintahan pasti terdapat kemunduran maupun
kemajuan dan fase-fase penting dalam perjalanan sejarah islam.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan sebuah materi tentang dinasti- dinasti lain di dunia islam seiring dinasti
abbasiyah II.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Sejarah Dinasti Buwaihi?
2.
Bagaimana
Sejarah Dinasti Murobbitun?
3.
Bagaimana
Sejarah Dinasti Saljuk?
4.
Bagaimana
Sejarah Dinasti Muwahhidun?
5.
Bagaimana
Sejarah Dinasti Ayyubiyah?
6.
Bagaimana Sejarah Dinasti Delhi?
7.
Bagaimana
Sejarah Dinasti Mamluk?
BAB II
PEMBAHASAN
Dinasti-Dinasti Lain di
Dunia Islam Seiring Dinasti Abbasiyah II
A.
Dinasti
Buwaihi (333 H/954 M - 447 H/1055 M)
Wilayah kekuasaan Dinsti Buwaihi
meliputi Irak dan Iran. Dinasti ini dibangun oleh tiga bersaudara, yaitu Ali
bin Buwaihi, Hasan bin Buwaihi, dan Ahmad bin Buwaihi. Perjalanan Dinasti
Buwaihi dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama merupakan periode
pertumbuhan dan konsolidasi, sedangkan periode kedua adalah periode defensif,
khususnya diwilayah Irak dan Iran Tengah. Dinasti Buwaihi mengalami
perkembangan pesat ketika Dinasti
Abbasiyah di Baghdad mulai melemah. Dinasti Buwaihi mengalami kemunduran dengan adanya pengaruh Tugril Beg dari
Dinasti Saljuk. Peninggalan Dinasti ini antara lain berupa observatorium di
Baghdad dan sejumlah Perpustakaan di Syiraz, Ar-Rayy, dan Isfahan (Iran)
B.
Dinasti
Al-Murabitun (448H/1056M-541H/1147M)
Al-Murabitun adalah nama sebuah
Dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi dan Spanyol (Andalusia). Asal-usul
dinasti ini berasal dari Lemtuna, salah satu anak dari suku Sahaja. Mereka juga
biasa disebut Al-Muksimun (pemakai
kerudung sampai menutupi wajah dibawah muka). Dinasti ini berawal dari sekitar
1000 anggota pejuang. Kegiatan mereka antara lain menyebarkan agama Islam
dengan mengajak suku lain untuk menganut agama Islam. Mereka mengambil ajaran
mazhab Salaf (gerakan Salafiyah) secara ketat. Wilayah mereka meliputi Afrika
barat daya dan daerah Spanyol.[1]
Dibawah seorang pemimpin spiritual,
Abdullah bin Yasin dan seorang komandan militer, Yahya bin Umar, mereka berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara. Mereka juga berhasil
menaklukan kerajaan Sijilmasat yang dikuasai Mas’ud bin Wanuddin Al-Magrawi
tahun 447H/1055M. Ketika yahya bin Umar meninggal dunia, jabatanya digantikan
saudaranya, Abu Bakar bin Umar. Kemudian Abu Bakar melakukan penaklukan
kedaerah sahara Maroko. Tahun 450H/1058 M ia menyebrang ke atlas tinggi.
Setelah itu diadakan penyerangan ke Maroko tengah dan selatan. Selanjutnya ia
memerangi suku baghawata yang dianggap menganut paham bid’ah. Pada penyerangan
ini Abdullah bin Yasin tewas. Sejak itu Abu Bakar memegang tampuk kekuasaan
secara penuh dan lambt laut ia berhasil mengembangkan sistem kesultanan.
Abu bakar berhasil menaklukan
daerah sebelah utara atlas tinggi dan akhirnya pada 462H/1074 Mia dapat
menaklukan daerah Marrakech (Maroko). Kemudian ia mendapat informasi bahwa
bulugan, Raja Kala dan Bani Hammad, mengadakan penyerangan ke maghribi dengan
melibatkan sebagian kaum Sahaja. Mendengar berita itu ia memutuskan untuk
kembali ke Sahara untuk menegakan perdamaian di antara kaum Al-Murabitun.
Sekembalinya dari Sahara, setelah
ia berhasil memadamkan peneyerangan Bulugan, ia menyerahkan kekuasaannya kepada Yusuf bin Tasyfin (500H/1107M), karena
ia mengklaim bahwa Maroko berada dibawah
kekuasaannya. Akhirnya Abu Bakar kembali lagike Sahara dan kemudian hidup di
Sudan sampai akhir hayatnya (1080 M).
Pada 1062 Yusuf bin Tasyfin
mendirikan ibu kota Maroko. Iajuga berhasil menaklukan Fez dan Tangier. Pada
tahun 1080-1082 ia berhasil meluaskan wilayahnya sampai Aljazair. Ia mengangkat
para pejabat dari kalangan Al-Murabitun untuk meduduki jabatan gubernur pada
wilayah taklukan, sementara ia sendiri memerintah di Maroko.
Puncak prestasi dan karir
politiknya dicapai ketika ia berhasil menyebrang ke Spanyol. Ia datang ke
Spanyol atas undangan Amir Cordova , Al-Mu’tamid bin Abas, yang terancam
kekuasanya oleh Raja Alfonso VI (Raja Leon Castilla). Dalam melaksanakan
tugasnya ini, Yusuf bin Tasyfin mendapat dukungan kuat dari Muluk At-Tawa’if
yang ada di Andalusia. Dalam sebuah pertempuran Besar di Zallakah, ia berhasil
mengalahkan Raja Alfonso VI, ia juga berhasil merebut Granada dan Malaga. Mulai
saat itulah ia memakai gelar Amirul Mukminin. Yusuf bin Tasyfin juga berhasil
menaklukan Amen dan Badajoz. Maridali ditaklukan pada 503 H/1110 M. Kemudian
Kerajaan Saragosa dan Pulau Balearic berhasil diduduki oleh Dinasti
Al-Murabitun.
Ketika Yusuf bin Tasyfin meninggal
dunia, ia mewariskan kekuasaannya kepada anaknya, Ali bin Yusuf bin Tasyfin.
Ali melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI
pada 1111 M. Selanjutnya Tavalera de Rein. Lambat laut dinsti murabitun
mengalami kemunduran dalam memperlas wilayahnya. Hal tersebut disebabkan
perubahan sikap mental mereka, yakni adanya kemewahan yang berlebihan. Dinasti
ini memegang kekuasaan selama sekitar 90 tahun.
Masa Kemunduran dan Kehancuran
Murabitun disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal :
·
Faktor Internal
Faktor internal Murabitun antara
lain figur penguasa yang lemah, Banyak pembesar Murabitun menguasai sejumlah
tanah, dan tampil sebagai tuan rumah, ketika kekayaan dunia Islam melimpah
terutama di Andalusia, semangat jihad yang semula menjadi karakter mereka
semakin hari semakin menipis, bahkan lenyap, banyak umat Islam tenggelam ke
dalam kemewahan dan kenikmatan dunia.
·
Faktor Eksternal
Faktor eksternal kejatuhan
Murabitun diawali dengan banyaknya pemberontakan secara terus-menerus, baik di
Andalusia maupun di Afrika Utara, utamanya dari mereka yang kelak berhasil
membangun Daulat Muwahidun. Sementara itu sejak berdirinya Daulat Muwahidun
timbulah pertempuran yang banyak dimenangkan oleh pihak Muwahidun.[2]
C.
Dinasti
Saljuk (469H/ 1077H- 706 H/1307 H)
Saljuk adalah nama keluarga
keturunan Saljuk bin Duqaq (Tuqaq) dari suku bangsa Guzz dari Turki yang
menguasai Asia Barat daya pda abad ke-11 dan akhirnya mendirikan sebuah
kekaisaran yang meliputi kawasan Mesopotamia, Suriah, Palestina dan sebagian
besar Iran. Wilayah kekuasaan mereka yang demikian luas menandai awal kekuasaan
suku bangsa Turki di kawasan Timur Tengah hingga abad ke-13.
Dinasti ini dibagi menjadi lima
cabang, yaitu Saljuk Irak, Saljuk Kirman, Saljuk Asia Kecil dan Saljuk Suriah.
Dinasti Saljuk didirikan oleh Saljuk bin Duqaq dari suku bangsa Guzz. Akan
tetapi, tokoh yang dipandang sebagai pendiri Dinasti Saljuk yang sebenarnya
adalah Tugril Bag. Ia berhasil memperluas wilayah Diasti Saljuk dan mendapat
pengakuan dari Dinasti Abbasiyah. Dinasti saljuk melemah setelah para
pemimpinnya meninggal atau ditaklukan oleh bangsa lain. Peninggalan Dinasti ini
adalah Kizil Kule (Menara Merah) di Alanya, Turki Selatan, yang merupakan
pangkalan pertahanan Bani Saljuk, dan Masjid Jumar di Isfahan, Iran.[3]
D.
Dinasti
Al-Muwahhidun (515H/1121M-667H/1269M)
Dinasti Al-Muwahhidun adalah
dinasti islam yang pernah berjaya di kawasan Afrika Utara dan Spanyol selama
lebih dari satu abad. Dinasti ini didirikan pada tahun 1114 M, pendirinya yakni
Muhammad bin Tumart (1080-1130 M) yang dikenal dengan Ibnu Tumart.
Dinasti Al-Muwahhidun yang berarti
golongan yang berfaham Tauhid, didasarkan atas prinsip dakwah Ibnu Tumart yang
memerangi faham At-Tajsim yang menganggap tuhan mempunyai bentuk
(antropomorfisme). Menurut Ibnu Tumart, faham At-Tajsim identik dengan syirik
(menyekutukan Allah) dan orang yang menganut faham tersebut adalah Musyrik.
Ibnu Tumart menganggap bahwa
menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan
kekerasan. Oleh karena itu dalam mendakwahkan prinsipnya Ibnu Tumart tidak
segan-segan menggunakan Kekerasan. Sikap keras Ibnu Tumart tidak disenangi
sebagian besar masyarakat, terutama kalangan ulama’ dan penguasa. Tidak heran
apabila Ibnu Tumart mendapat tantangan dimana-mana. Kemudian ia dilindungi oleh
Sultan Ali bin Yusuf bin Tasyfin tahun 1113-1142 M yang hanya menguasainya dari
Marrakech (Ibu Kota Kerajaan Al-Murabitun), dakwah Ibnu Tumart mendapat
dukungan dari berbagai suku Barbar, seperti suku Haragah, Hantanah, Jadmiwah,
Janfisah.
Setelah merasa bahwa dakwahnya
telah mendapat sambutan yang sangat berarti dan pengikutnya sudah mulai
banyak,sementara itu Dinasti Al-Murabitun mulai melemah, Ibnu Tumart berambisi
menjatuhkan kekuasaan kaum Murabitun. Maka pada tahun 1120 M ia menobatkan
dirinya sebagai Al-Mahdi. Ia menamakan penguasa Al-Muwahhidun dan wilayah
kekuasaannya yaitu Tindasi dan sekitarnya, sebagai Ad-Daulah Al-Muwahhidiyah.
Langkah pertama yang diambil Ibnu
Tumart dalam meraih ambisinya adalah mengajak Kabilah Barbar untuk bergabung
bersamanya. Pada tahun 524 H/1129 M dengan jumlah pasukan yang banyak 40.000
orang, dibawah komando Abu Muhammad Al-Basyir At-Tansyarisi, kaum al-muwahidun
menyerang ibu kota Murabitun, Marrakech. Peristiwa itu dikenal dengan nama Perang
Buhairah. Dalam perang itu, Al-Muwahhidun mengalami kekalahan besar, kekalahan
ini mengakibatkan meninggalnya Ibnu Tumart pada tahun itu juga.
Setelah Ibnu Tumart Wafat, Abdul
Mu’min bin Ali tahun (467 H/1094 M-558 H/1163 M) dibaiat sebagai pemimpin Al-Muwahhidun
menggantikan Ibnu Tumart. Di bawah kepemimpinanya Al-Muwahhidun meraih
kemenangan demi kemenangan. Pada 1131 M Al-Muwahhidun menguasai Nadla, Dir’ah,
Taigan, Fazar dan Gayamah. Pada tahun 1139 M kaum Al-Muwahhidun melancarkan
serangan ke kubu-kubu pertahanan Al-Murabitun. Fez, kota terbesar kedua setelah
Marrakech, direbut Kaum Al-Muwahhidun 540 H/1145 M. Setahun kemudian
Al-Muwahhidun berhasil menguasai ibu kota Marrakech dan menjatuhkan Dinasti
Al-Murrabitun.
Abdul Mu’min berambisi untuk memperluas
wilayah kekuasaannya. Untuk memindahkan pusat pemerintahannya Al-Muwahhidun
dari Tinmallal ke Marrakech. Pada tahun 1152 ia merebut Al-Jazair, 6 tahun
kemudian Tunisia dikuasai, dan 2 tahunnya lagi pada tahun 1160 Tripoli (Libia)
jatuh ketangan Al-Muwahhidun.
Sementara itu di Andalusia
(Spanyol), Al-Muwahhidun merebut kembali wilayah kaum Al-Murabitun yang
dikuasai kaum Nasrani. Pada masa Abdul Mu’min wilayah kaum Al-Muwahhidun
membentang dari Tripoli hingga Samudra Atlantik sebelah barat.
Pada tahun 1162 M Abdul Mu’min
bermaksud memperluas wilayah kekuasaannya jatuh ke Spanyol yang dikuasai oleh
orang Kristen. Oleh karena itu, ia menyiapkan pasukan yang cukup besar, tetapi
nasib menentukan lain. Sebelum niatnya tercapai, pada tahun itu juga Abdul Mu’min
bin Ali menghembuskan nafas terakhir. Ia digantikan putranya, Abu Ya’kub Yusuf
bin Abdul Mu’min tahun (w. 580 H/1184 M).
Pada masanya paling sedikit 2 kali
kaum Al-Muwahhidun menyerang wilayah Andalusia. Pertama pada tahun 1169 M
dibawah komando saudaranya, Abu Hafs, kaum Al-Muwahhidun berhasil merebut kota
Toledo. Pada tahun 1184 M dibawah komandonya sendiri berhasil menguasai
Syantarin di sebelah barat Andalusia dan menghancurkan tentara Kristen di
daerah Lissabon (ibu kota Portugal). Akan tetapi, dalam pertempuran Abu Ya’kub
Yusuf terluka berat, yang mengakibatkan meninggal dunia.
Penggantian Abu Ya’kub adalah
putranya, Abu Ya’kub Al-Manshur. Pada tahun awal kekuasaannya terjadi 2
pemberontakan di Spanyol :
1.
Cucu Ibnu Ganiyah, Ali
bin Ishaq bin Muhammad, penguasa kepulauan Miurqah, Manurqah, dan Yabisah.
2.
Orang Kristen yang
berusaha merebut wilayah Islam di Spanyol.
Kedua pemberontakan tersebut dapat
dipatahkan, bahkan pasukan Al-Muwahhidun berhasil menawan sekitar 13.000 orang
Kristen dan memaksa Raja Alfonso bertekuk lutut dengan menerima konsesi
terhadap Dinasti Al-Muwahhidun.
Pada tahun 1194 M, Alfonso kembali
memberontak dengan keyakinan bahwa ia akan membebaskan wilayah Spanyol dari
penguasaan orang Islam. Untuk itu ia mengirimkan pasukan dalam jumlah yang
besar, yang didukung oleh kabilah Arab, Zanatah, Masmudah, Gamarah, Agraz dan
kaum budak. Benteng Ark yang merepukan pusat pertahanan orang Kristen dapat
dihancurkan dan kaum Al-Muwahhidun menawan 20.000 tentara Kristen. Kemenangan
terbesar Al-Muwahhidun ini rupanya kemenangan terakhir kaum muslim terhadap
Kristen di Spanyol.
Sementara itu, akibat perang salib
yang berlangsung, di Timur antara kaum muslimin dibawah pimpinan Shalahudin
Yusuf Al-Ayyubi dan orang Kristen, telah terjalin hubungan yang erat antara
Khalifah Abu Ya’kub Al-Manshur dan Shalahudin Yusuf Al-Ayyubi. Disebutkan bahwa
Abu Yusuf membantu pasukan Shalahudin dengan mengirimkan 180 unit kapal perang
untuk melawan tentara Kristen. Namun demikian, hubungan baik antara Abu Yusuf
dan Shalahudin itu tidak lantas meluapkan ambisi sang khalifah untuk menguasai
Mesir. Hal tersebut belum dapat dilaksanakan karena terhalang oleh
pemberontakan dalam negeri, baik oleh orang Islam maupun orang Kristen.[4]
E.
Dinasti
Ayyubiyah (569 H/1174 M-650 H/1252 M)
Pusat pemerintahan Dinasti
Ayyubiyah adalah Kairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir,
Suriah, dan Yaman. Dinasti Ayyubiyah didirikan Shalahuddin Yusuf Al-Ayubbi,
setelah menaklukan khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah, Al-Adid. Shalahuddin
berhasil menaklukkan daerah islam lainnya dan pasukan salib. Shalahudin adalah
tokoh dan pahlawan perang salib. Selain dikenal sebagai panglima perang,
shalahuddin juga mendorong kemajuan di bidang agama dan pendidikan. Berakhirnya
masa pemerintahan Ayyubiyah ditandai dengan meninggalnya Malik Asyraf
Muzaffaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti Mamluk. Peninggalan
Ayyubiyah adalah Benteng Qal’ah Al-Jabal di Kairo, Mesir.[5]
F. DINASTI
DELHI (602 H/1206 M- 962 H/1555 M)
Dinasti Delhi terletak di India Utara. Dinasti
Delhi mengalami lima kali pergantian kepemimpinan yaitu Dinasti Mamluk, Dinasti
Khalji, Dinasti Tuglug, Dinasti Sayid, dan Dinasti Lody. Pada periode pertama,
Delhi dipimpin Dinasti Mamluk selama 84 tahun. Mamluk merupakan keturunan Qutbuddin
Aybak, seorang budak dari turki. Dinasti Khalji dari Afganistan memerintah
selama 30 tahun. Dinasti Tugluq memerintah sampai 93 tahun, sedangkan dinasti
sayid selama 37 tahun. Penguasa terakhir Delhi adalah Dinasti Lody yang
memerintah selama 75 tahun. Peninggalan Dinasti Delhi antara lain adalah Masjid
kuwat Al-Islam dan Qutub Minar yang berupa menara di Lalkot, Delhi (India).[6]
G. DINASTI
MAMLUK (648 H/1250 M-923 H/1517 M)
Dinasti Mamluk memiliki wilayah kekuasaan di
Mesir dan Suriah. Dinasti Mamluk berasal dari golongan hamba yang dimiliki oleh
para sultan dan amir, yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dinasti
mamluk yang memerintah di Mesir dibagi dua, yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk
Burji. Sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri adalah Izzudin Aibak. Sultan Dinasti
Mamluk Bahri yang terkenal antara lain adalah Qutuz, Baybars, Qalawun, dan
Nasir Muhammad bin Qalawun. Baybars adalah sultan Dinasti Mamluk Bahri yang
berhasil membangun pemerintahan yang kuat dan berkuasa selama 17 tahun. Dinasti
Mamluk Burji kemudian mengambil alih pemerintah dengan
menggulingksn sultan Mamluk Bahri terakhir, As-salih Hajji bin sya’ban. Sultan
pertama penguasa Dinasti Mamluk Burji adalah Banjuq (784 H/ 1382 M-801 H/1399
M). Dinasti Mamluk Mesir memberikan sumbangan besar bagi sejarah islam dengan
mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam (Syiria), selain itu
Dinasti Mamluk Mesir berhasil mengalahkan Bangsa Mongol, merebut dan
mengislamkan kerajaan Nubia (Ethiopia), serta menguasai Pulau Cyprus dan
Rhodes. Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah Al-Asyras Tuman Bai, sultan
terakhir, dihukum gantung oleh pasukan Usmani Turki. Peninggalan Dinasti Mamluk
antara lain berupa Masjid Rifai, Mausoleum Qalawun, dan masjid Sultan Hassan di
Kairo.[7]
pada masa Dinasti Mamluk ini terdapat fase-fase pemerintahan diantaranya:
a). Kondisi Dunia Islam Saat
Itu
1. Kondisi
Kaum Muslimin
Saat
itu kaum muslimin mengalami kelemahan yang sangat akut akibat perpecahan dan
sikap mereka yang jauh dari islam.
2. Kondisi
Para Sultan dan Khalifah Bani Abbasiyah
Sebagian
besar dari pemimpin Mamluk adalah orang-orang yang lemah. Sementara pada saat
yang sama, kondisi para khalifah Bani Abbasiyah di Mesir tidak juga lebih baik
dari kondisi mereka. Mereka kini sama sekali tidak memiliki pengaruh dan peran
serta intervensi dalam pemerintahan.
3. Spirit
Keagamaan
Spirit
Keagamaan di kalangan pemimpin Mamluk dan rakyat secara umum sangatlah tinggi.
Itu terlihat dari adanya aktivitas keagamaan yang sangat banyak pada saat itu.
Masa itu adalah masa di mana terjadi usaha menyatukan kaum muslimin.
b).Gerakan Jihad
Dari sisi jihad orang-orang Mamalik memiliki
peran penting dan menonjol serta dampak yang nyata. Mereka telah mampu
membendung gelombang serangan orang-orang Mongolia yang kejam dalam perang ‘Ain
Jalut pada tahun 658 H/ 1259 M. Mereka juga berhasil mengusir sisa-sisa orang
Salibis di Syam pada tahun 590 H/ 1291 M. Pada akhir masa pemerintahannya
mereka masih berhasil membendung serangan orang-orang Salibis Portugal.[8]
c). Jasa-jasa
Pemerintahan Mamluk
Pemerintahan mamluk
memberikan kontribusi dan sumbangan sangat berharga dalam sejatah islam. Mereka
berhasil membendung dua serangan besar yang ada dalam sejarah islam dan sejarah
manusia.
Pertama, membendung
gelombang serangan Mongolia yang membabi buta, mereka mencegahnya masuk dunia
islam.
Kedua, memerangi
pasukan Silibis hingga berhasil mengeluarkan sisa-sisa mereka yang masih berada
di negeri-negeri muslim pada tahun 660-690 H/ 1261/1291 M.
d) Sebab-sebab
Hancurnya Pemerintahan Mamluk.
1. Karena mereka meninggalkan jihad (sekali-kali
seseorang tidak meninggalkan jihad, kecuali mereka akan menjadi hina).
2. Karena mereka menjadi terpecah dan terjadinnya konflik
internal serta terjadinya banyak pertempuran di antara mereka.
3. Ditemukannya jalan ar-Raja’ ash-saleh oleh orang-orang
portugis yang membuat Mesir kehilangan pengaruhnya.
4. Kegagalan mereka membendung serangan orang-orang
portugis yang saat itu telah sampai ke Laut Tengah dan Laut Merah.
Munculnya kekuatan
Utsmani yang kemudian mengakhiri pemerintahan mereka
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinasti Buwaihi dibangun oleh tiga
bersaudara, yaitu Ali bin Buwaihi, Hasan bin Buwaihi, dan Ahmad bin Buwaihi.
Perjalanan Dinasti Buwaihi dapat dibagi menjadi dua periode. Periode pertama
merupakan periode pertumbuhan dan konsolidasi, sedangkan periode kedua adalah
periode defensif.
Al-Murabitun adalah nama sebuah
Dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi dan Spanyol (Andalusia). Sedangkan Saljuk
adalah nama keluarga keturunan Saljuk bin Duqaq (Tuqaq) dari suku bangsa Guzz
dari Turki yang menguasai Asia Barat.
Dinasti Al-Muwahhidun adalah dinasti islam
yang pernah berjaya di kawasan Afrika Utara dan Spanyol selama lebih dari satu
abad. Sedangkan Dinasti Ayyubiyah
didirikan Shalahuddin Yusuf Al-Ayubbi, setelah menaklukan khalifah terakhir
Dinasti Fathimiyah, Al-Adid.
Dinasti
Delhi mengalami lima kali pergantian kepemimpinan yaitu Dinasti Mamluk, Dinasti
Khalji, Dinasti Tuglug, Dinasti Sayid, dan Dinasti Lody. Dinasti Mamluk
memiliki wilayah kekuasaan di Mesir dan Suriah. Dinasti Mamluk berasal dari
golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir.
B.
Kritik
dan Saran
Makalah yang
kami tulis tidak lepas dari segala kekurangan dan kesalahan. Dengan segala
kerendahan hati, kami selalu mengharap kritik dan saran yang membangun
sekiranya sangat diperlukan untuk perbaikan dan pembelajaran dimasa yang akan
datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin,Samsul Munir.2010. Sejarah Peradaban Islam.
(Jakarta:Amzah).
Fu’adi,
Imam.2012.Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II.(Yogyakarta:Teras).
al-’Usairy,Ahmad. Sejarah Islam.2010. (Jakarta:Akbar Media)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar