Tafsir Tarbawi
Asal Kejadian Manusia
Kelompok 1
Siti Mukarromah
Nani Rahmawati
Novi Shinta Nurcahya
Muhammad Wahyu Setiawan
Nur Khamid
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat
Allah S.W.T. atas segala nikmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “
Serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
Makalah ini membahas tentang arti
atau terjemahan ayat, dan penafsiran ayat, dari Q.S. Al-Mu’min ayat 12-14, Q.S.
Al-Hijr ayat 26-34, Q.S. Ar-Rum ayat 54, Q.S. At-tin ayat 4-6, dan Q.S.
Al-Mu’minun ayat 67
Penulis telah berupaya menyajikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya, meskipun tidak komprehensif. Disamping itu
apabila dalam makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dalam
pengetikan maupun isinya, maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang membangun dari pembaca guna penyempurnaan penulisan berikutnya.
Akhir kata, semoga makalah yang
sederhana ini bisa menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua.
Amin ..
Pekalongan,
15 Februari 2016
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ii
Daftar
Isi iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah 1
B.
Rumusan Masalah 1
C.
Tujuan Makalah 2
D.
Metode Pemecahan Masalah
E.
Sistematika Penulisan Makalah 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Q.S. Al-Mu’min ayat 12-14
5
B.
Q.S. Al-Hijr ayat 26-34 7
C.
Q.S. Ar-Rum ayat 54 12
D.
Q.S. At-tin ayat 4-6 15
E.
Q.S. Al-Mu’minun ayat 67 19
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan 21
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Manusia
pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan dirinya. Manusia
sebagai makhluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan dorongan nalurinya
serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat pengetahuan yang dimilikinya.
Hal ini berbeda dengan binatang sebagai makhluk hidup yang sama-sama makhluk
alamiah dengan manusia dia tidak dapat melepaskan dari ikatan dorongan
nalurinya dan terikat erat oleh alam sekitarnya.
Manusia
diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah,
dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki
berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang
telah diberikan Allah Swt.
Manusia
menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian
manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai
prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat
Al- Mu’minun ayat 12-14, Q.S. Al-Hijr ayat 26-34, Q.S Ar-Rum ayat 54, Q.S.
At-tin ayat 4-6, dan Q.S. Al-Mu’min
ayat 67.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penjelasan dari Q.S Al-
Mu’minun ayat 12-14
2.
Bagaimana
penjelasan dari Q.S. Al-Hijr ayat 26-34
3.
Bagaimana
penjelasan dari Q.S Ar-Rum ayat 54
4.
Bagaimana
penjelasan dari Q.S. At-tin ayat 4-6
5.
Bagaimana
penjelasan dari Q.S. Al-Mu’min ayat 67
C. Tujuan Makalah
Makalah
ini bertujuan untuk mengetahui/ menjelaskan mahasiswa mengenai asal kejadian
manusia dari beberapa surat yang tercantum
D.
Metode Pemecahan Masalah
Metode
pemecahan masalah yang dilakukan Dalam proses penyusunan makalah ini melalui
studi literatur/ metode kajian pustaka sebagai teknik pendekatan dengan menggunakan beberapa referensi buku
atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas.
Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang
akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah
pengkajian masalah, penentuan masalah tujuan dan sasaran perumusan jawaban
permasalahan dari berbagai sumber dan penyintesisan serta pengorganisasian
jawaban permasalahan.
E.
Sistematika Penulisan
Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian,
meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan makalah, metode pemecahan masalah dan sistematika
penulisan makalah, Bab II, adalah pembahasan, Bab III, bagian penutup yang
terdiri dari simpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
Asal-usul
Kejadian Manusia menurut Al-Qur’an
1.
QS. Al-Mu’minun Ayat 12-14
Di
dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dijelaskan secara
terperinci melalui firman-Nya:
Artinya:
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan ) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami
bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha Sucilah Allah, pencipta yang paling baik” (al-Mu’minun:12-14).
Kata nuthfah
pada ayat 13 berarti campuran antara setetes mani seorang pria dan wanita.
Sedangkan kata ‘alaqoh memiliki 3 makna, yaitu lintah, sesuatu yang
tergantung, dan segumpal darah. Jika memaknai ‘alaqoh (sesuatu yang
tergantung) jika dikaitkan dengan embriologi manusia, dapat ditafsirkan pada
penempelan embrio pada dinding rahim ibu. Sedangkan arti segumpal darah dapat
diamati pada perkembangan selanjutnya yang melibatkan pembentukan darah pada
pembuluh tertutup sampai siklus metabolisme selesai diplasenta. Selama tahapan ‘alaqoh, embrio memiliki wujud
seperti segumpal darah. Kemudian kata mudghah pada ayat 14 berarti
janin. Pada tahapan ini janin telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat cepat dan berlangsung serangkaian proses pembentukan organ untuk menjadi
bentuk yang lebih sempurna.[1]
Uraian tentang proses
tersebut yang demikian mengagumkan membuktikan
perlunya beriman dan tunduk kepada Allah SWT. Ada tujuh macam sifat orang-orang mukmin yang
diuraikan melalui kelompok ayat-ayat yang lalu. Disini dikemukakan juga tujuh
tahap proses kejadian manusia sampai akhirnya lahir kedunia. Ayat ini
menjelaskan seakan-akan manusia yang lahir kedunia ini adalah yang telah
berhasil melewati tujuh fase dan engkaupun perlu menghiasi diri dengan tujuh
hal agar berhasil dalam menjalani kehidupan sesudah kehidupan didunia ini.
Demikian uraian Abu Ja’far Ibn as-Zubair.
Ungkapan ilmiah dari alquran dan Hadits 15
abad silam telah menjadi bahan penelitian bagi para biologi untuk memperdalam
ilmu tentang organ-organ jasad manausia. Selanjutnya yang dimaksud di dalam Al Qur’an dengan
“saripati berasal dari tanah” sebagai substansi dasar kehidupan manusia adalah
proteei, sari-sari makanan yang kita makan yang semua berasal dan hidup dari
tanah. Yang kemudian melalui proses metabilisme yang ada di dalam tubuh diantaranya menghasilkan hormone (sperma),
kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual), maka terjadilah pembauran
antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di dalam rahim. Kemudian
berproses hingga mewujudkan bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan
dalam ayat diatas).[2]
Proses kejadian manusia
pada ayat tersebut sejalan dengan analisis ilmu pengetahuan. Namun yang
terpenting bukanlah itu, tapi agar timbul kesadaran pada diri manusia, bahwa
dirinya adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan selanjutnya dia harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya kelak di akhirat. Selanjutnya diharapkan
dapat menimbulkan sikap egaliter, rendah hati, bertanggung jawab, beribadah,
dan beramal sholeh.
Kemudian kalimat khalqan
akhor menunjukan bahwa di samping manusia memiliki unsure fisik sebagaimana
yang dimiliki makhluk lainnya. Ia juga memiliki potensi lain. Menurut H.M
Quraish Shihab yang dikutib oleh H. Abudin Nata potensi lain itu adalah unsure
ilahiyah yang dihembuskan Tuhan pada saat bayi berusia 4 bulan dalam kandungan.
Perpaduan antara unsure fisik dan psikis inilah yang selanjutnya membentuk
manusia.[3]
Ø
Aspek tarbawi
1.
Anjuran untuk merenungkan manusia sejak dari
asal kejadiannya sampai akhir evolusinya. Renungan itu diharapkan dapat
mengantar pada kesadaran tentang hakikat manusia dan kebutuhannya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2.
Manusia tercipta dari saripati tanah, yaitu
apa yang diproduksi oleh alat pencernaan dari bahan makanan yang terdapat di
bumi yang kemudian menjadi darah yang kemudian berproses hingga akhirnya
menjadi sperma.
2.
Asal-Usul Manusia dari Lumpur Hitam
A.
( Q.S. Al-Hijr, 22: 26-34 )
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإْ نسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ
مٍّنْ حَمَإٍ مَّسْنُوْنٍ (٢٦)
وَالْجَآ
نَّ خَلَقْنَهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَّارِالسَّمُوْمِ (٢٧)
وَاِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلآَئِكَةِ اِنِّيْ خَالِقۢبَشَرًا مِّنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ
مَّسْنُوْنٍ (٢٨)
فَاِذَا
سَوَّيْتُه وَنَفَحْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ
فَقَعُوْا
لَهُ سجِدِيْنَ(٢٩) فَسَجَدَ الْمَلَآئِكَةُكُلُّهُمْاَجْمَعُيْنَ(٣٠)
اِلَآَّ
اِبْلِيْسَ ۗاَبى اَنْ يَّكُوْنَ مَعَ السّجِدِيْنَ (٣١)
قَالَ يَآِبْلِيْسُ مَالَكَ اَلَّا تَكُوْنَ مَعَ
السّجِدِيْنَ (٣٢)
قَالَ لَمْ اَكُنْ لِّاَسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ
مِنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَاٍ مَّسْنُوْنٍ (٣٣)
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَاِنَّكَ رَجِيْمٌ
(٣٤)
B.
Terjehaman ayat :
(26). “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (alam) dari tanah
liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk.”
(27). “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang
sangat panas.”
(28). “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
“Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia
dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.”
(29). “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan
ke
dalamanya ruh(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kalian padanya dengan bersujud.”
(30). “Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama,”
(31). “ kecuali iblis. Ia enggan ikut bersama-sama (para malaikat) yang
bersujud itu.”
(32). “Allah berfirman, ‘Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud)
bersama-sama mereka yang sujud itu?”
(33). “Iblis berkata, ‘Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia
yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk.”
(34). “Allah berfirman, ‘Keluarlah dari surga karena sesungguhnya kamu
terkutuk.”[4]
C.
Penjelasan Ayat :
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah kering, dari tanah
hitam berubah bau.”(ayat 26). Dari tanah hitam yang berubah baunya, lalu
diambil lalu dijadikan tanah kering, dari sanalah asal kejadian manusia
pertama. Dari tanah yang berubah baunya itu, entah asalnya menjadi lumut, lalu
dari sana ditimbulkan hidup. Entah melalui peringkat (proses) beberapa masa,
Tuhanlah yang Maha Tahu. Yang sudah terang ialah bahwa asal-usul kita ialah
dari tanah. Dan tanah itulah akhirnya yang diberi nyawa oleh Tuhan.[5]
Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa tujuan uraian ayat ini ada untuk
membuktikan betapa mengagumkan Allah Swt. Dalam ciptaan-Nya Dia menciptakan
dari unsur-unsur yang remeh dan menjijikkan itu, sebagai makhluk, yakni manusia
yang merupakan tokoh utama jenis makhluk Allah material yang hidup. Ayat ini
tidak bertentangan dengan ayat-ayat lain yang berbicara tentang asal kejadian
manusia (Adam as). Karena aneka istilah yang digunakan al-qur’an menunjukkan
tahapan-tahapan kejadiannya.
“Dan akan Jin itu, Kami jadikan dia lebih
dahulu , dari api beracun” (ayat 27). Jin, makhluk halus yang tetap ada, tetapi
tidak dapat dilihat. Jin itu dijadikan terlebih daluhu dari manusia. Di sini
diterangkan bahwa kejadiannya adalah dari api, yaitu api beracun. Dalam QS.
Ar-rahman (55:15) dinyatakan bahwa (وَخَلَقَ
اْلجَانَّ مِنْ مَارِجِ مِنْ نَارٍ )
khalaqa al-janna min marijin min narin/dan jann diciptakan dari nyala api.
Digabungkan kedua ayat ini dapat dikatakan bahwa angin panas mengakibatkan
kebakaran sehingga menimbulkan nyala api, dari nyala api itulah diciptakan.
Demikian, kedua ayat tersebut tidak bertentangan dan saling melengkapi
informasi tentang asal kejadian makhluk tersebut.[6]
“Dan (ingatlah) tatkala berkata Tuhan engkau
kepada malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah kerig,
dari tanah hitam berubah bau.” (ayat 28).
“Maka apabila telah
Aku sempurnakan dia, dan Aku tiupkan padanya Roh-Ku, hendaklah kamu tunduk
kepadanya, sujud”. (ayat 29).
“Maka sujudlah
malaikat itu samasekali, bersama-sama.” (ayat 30). “Kecuali Iblis; enggan dia
akan ada bersama sekalian yang bersujud itu.” (ayat 31).Dengan ayat-ayat ini
dipertemukan di antara tiga makhluk Allah. Makhluk Insani yang terjadi dari
tanah, makhluk iblis, yang seasal dengan Jin, terjadi dari api beracun dan
makhluk Malaikat. Dalam hal keghaiban, samalah diantara Iblis dengan Malaikat,
tetapi asal kejadian tidak sama. Iblis dari api beracun, Malaikat dari Nur atau
cahaya. Sedang diri manusia tadi mempunyai gabungan di antara nyata dan ghaib,
zahir dan batin.
Tubuhnya
terjadi dari tanah kering dari tanah hitam yang berbau, tetapi kepadanya
ditiupkan Roh dari Ilahi. Tuhan bersabda: “Dari RohKu”. Yaitu Roh kepunyaan
Tuhan. Sekalian Roh kita ini adalah kepunyaan Tuhan. Sebab kita semua ini
kepunyaan Tuhan. Setelah Tuhan menjadikan manusia itu, semua makhluk ghaib
disuruh sujud kepada manusia itu, memberi hormat. Malaikat yang terjadi dari
Nur, semuanya sujud. Tetapi Iblis yang teerjadi dari api beracun tidak mau
bersujud.
Di dalam Hadits yang Shahih, dikatakan:
خَلَقْثُ اْلْمَلَا ئِكَةَ مِنْ نُوْرِ , وَخَلَقْتُ الْجَانَّ مِنْمَارِجٍ
مِنْ نَارِ , وَخُلِقَ ادَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Aku menciptakan malaikat dari
cahaya, Aku menciptakan Jin dari nya-api dan Adam diciptakan dari apa yang
telah digambarkan bagi kalian.” (Dirawikan oleh Muslim dan Imam Ahmad dari
Hadits Aisyah).
Ayat menunjukkan kepada kemuliaan Adam as.
Kebaikan unsurnya dan kesucian asalnya. Kewajiban kita adalah mempercayai bahwa
jin diciptakan dari api, tetapi kita tidak mengetahiu hakekat hal itu. Yang
demikian itu hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Setelah dalm penyajian dalil diatas
kekuasaan-Nya, Allah menerangkan penciptaan manusia pertama, selanjutnya
mengetengahkan perkataan-Nya kepada para malaikat dan jin tentang dirinya. Dia
berfirman
Hai rasul, ingatkanlah kepada kaummu, ketika
tuhan kalian menyebut-nyebut bapak kalian, Adam kepada para malaikat sebelum
menciptakannya, memuliakannya dengan menyuruh para malaikat supaya bersujud
kepadanya, dan keengganan iblis musuhnya, diantara para malaikat karena dengki,
membangkang, menyombongkan dirinya dengan batil seraya berkata,"Aku
sekali-kali tidak akan sujud...."
Dalam ayat lain Allah bercerita tentang iblis
yang berkata: "aku lebih baik darinya, karena Engkau telah menciptakan aku
dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Q.S.sad; 38:76).
Allah telah menyajikan bantahan iblis dan
menerangkan sebab keenggaannya untuk bersujud kepada Adam, yaitu bahwa dia
lebih baik daripada Adam., dia diciptakan dari api dan Adam diciptakan dari
tanah, api lebih baik dan lebih mulia dari pada tanah, maka yang mulia tidak
patut mengagungkan yang lebih rendah, sekalipun diperintahkan oleh Tuhannya.[7]
“Dia bertanya” yaitu Tuhan Allah “Hai Iblis, mengapa engkau tidak turut
bersama mereka yang bersujud itu?” (ayat 32).
“Dia (iblis) menjawab: “Tidaklah aku hendak bersujud kepada manusia yang
telah Engkau ciptakan dari tanah kering, dan tanah hitam berubah bau.” (ayat
33).
Dalam jawaban ini bertentang dengan sendirinya kesombongan yang
tersembunyi. Iblis merasa bahwa dia disuruh bersujud kepada manusia itu adalah
suatu penghinaan terhadap dirinya dari Tuhan. Dia merasa lebih dari tiga hal
daripada manusia itu. Pertama dia terjadi dari api, sedangkan manusia terjadi
dari tanah berbau. Kedua dia terjadi lebih dahulu, sedangkan manusia kemudian.
Ketiga, menurut hadits-hadits yang shahih, Iblis itu adalah makhluk yang sangat
taat pada mulanya.
Maka timbullah sifat-sifat buruk, ketakaburan, keenggaan menjalankan
perintah dan kedengkian pada diri yang berasal dari api beracun itu. Dan
timbullah murka Tuhan: “Dia bersabda: “Keluarlah engkau dari dalamnya, karena
sesungguhnya engkau adalah terkutuk.” (ayat 34).
Iblis telah menjadi terkutuk lantaran
sombong, angkuh, enggan menuruti perintah, merasa lebih dari orang lain.
Sehingga tidak diperhatikannya keistimewaan dari makhluk yang baru diciptakan
itu. Dia hanya melihat asal dari tanah, tetapi tidak memperhatikan Roh Ciptaan
Illahi yang ditiupkan kepada asal tanah itu.[8]
3.
Manusia
Tumbuh dari Keadaan Lemah
A.
Surat Ar-rum 30
: 54
Artinya : “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.”
B.
Kosakata
(Mufrodat)
Teks
|
Arti
|
خَلَقَكُم
|
Menciptakankamu
|
ضَعْفٍ
|
Keadaanlemah
|
قُوَّةً
|
Kuat
|
وَشَيْبَةً
|
Danberuban
|
يَشَآءُ
|
yang
dikehendaki-Nya
|
C.
Penjelasan
(Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari
keadaan lemah) yaitu dari air mani
yang hina lagi lemah itu - ضَعْفٍ بَعْدِ مِّن جَعَلَ
ثُمَّ (kemudian
Dia menjadikan kalian sesudah keadaan lemah) yang lain yaitu masa
kanak-kanak -قُوَّةً(menjadi kuat) yaitu
masa muda yang penuh semangat dan kekuatan-
وَشَيْبَةً
ضَعْفًا قُوَّةٍ بَعْدِ مِنۢجَعَلَ ثُمَّ (kemudian Dia menjadikan kalian sesudah kuat
itu lemah kembali dan beruban) yaitu lemah karena sudah tua dan rambut pun
sudah putih - يَشَآءُ مَا يَخْلُقُ (Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya) ada yang lemah, yang kuat, yang muda, dan yang tua - ٱلْعَلِيمُ
وَهُوَ(dan
Dialah Yang Maha Mengetahui) yaitu mengatur makhluknya - ٱلْقَدِيرُ (lagi Maha Kuasa)
atas semua yang dikehendaki-Nya.[9]
Ayat
54 ini
memulai dengan menyebut nama wujud yang teragung dan yang khusus
bagi-Nya serta yang mencakup segala sifat-Nya yakni Allah, yang menciptakan
kalian dari keadaan lemah yakni setetes sperma yang bertemu dengan indung
telur. Lalu tahap demi tahap meningkat dan meningkat hingga setelah melalui
tahap bayi, kanak-kanak dan remaja, Dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah
memiliki kekuatan sehingga kamu menjadi dewasa dan sempurna umur. Ini pun
berlangsung cukup lama. Kemudian setelah melalui belasan tahun dan melewati
usia matang, Dia menjadikan kamu sesudah menyandang kekuatan itu menderita
kelemahan kembali dengan hilangnya sekian banyak potensi, dan tumbuhnya uban di
kepala kamu. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya sesuai hikmah kebijaksanaan-Nya
dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
Dari ayat ini Allah mengemukakan hujjahnya
terhadap orang-orang musyrik yang ingkar akan adanya hari berbangkit, Tuhan
yang telah menciptakan kalian dari air mani yang hina,dan pendengaran serta
penglihatan dan hati bagi kalian, kemudian Dia menjadikan kalian kuat dan
mempunyai kemampuan untuk berkreatif sesudah kalian dalam keadaan lemah karena
masih kecil. Dan sesudah itu Dia menjadikan kalian lemah karena tua dan pikun,
sesudah kalian kuat dalam usia muda kalian. Maka Tuhan yang telah menjadikan
hal-hal tersebut Maha Kuasa untuk mengembalikan kalian hidup kembali sesudah
kalian binasa, dan sesudah kalian berupa tulang-belulang hancur luluh.[10]
D.
Aspek Tarbawi
Dari
ayat diatas, bahwa perpindahan manusia dari fase-fase kejadiannya selangkah
demi selangkah, mulai dari lemah hingga menjadi kuat, kemudian dari kuat
menjadi lemah kembali hingga lenyap. Karena itu manusia membutuhkan sandaran kepada kekuatan yang kokoh dan tidak pernah akan lenyap, yakni Allah SWT. Hal
ini jelas menunjukkan akan kekuasaan Yang Maha Pencipta Lagi Maha Berbuat
menurut apa yang dikehendaki-Nya, baik di bumi atau di langit. Dan tidaklah
sulit bagi Allah untuk mengembalikan manusia menjadi hidup kembali.[11]
4.
Postur dalam bentuk yang sebaik baiknya (QS.
ATTIN 4-6)
v Ayat 4
لَقَد خَلَقْنَا الإِنْسن فِى اَحْسَنِ تَقْوِ
ي
Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik baiknya,’’
Kata ;
لَقَدْ ‘’partikel’’قدْ yanq terdapat sebelum kata kerja (madhi)
menyatakan perbuatan yang telah selesai atau kepastian perbuatan , dan kadang
kadang di terjemahkan dengan ‘’telah’’ dan sering ada tambahan ل‘’
pada awal قد menjadiلَقَدْ fungsinya adalah menekankan kata kerjaلَقَدْ Artinya ; sesungguhnya telah خَلَقْنَا الإنسن ‘’ kami menciptakan manusia فِي احسن تقو
يم
dalam sebaik baiknya bentuk, kedudukan manusia (nabi muhammad) lebih tinggi
dari malaikat (djibril), karena memiliki tingkat spiritual yang sangat tinggi.
Karena kedudukan manusia yanq mulia inilah jibril senantiasa berharap agar
dirinya dijadikan manusia seperti nabi muhammad SAW. Diriwayatkan bahwa jibril
senantiasa berharap dirinya menjadi manusia, karena tujuh perkara yaitu: sholat
lima waktu secara berjamaah, duduk bersama ulama, menziarahi oranq sakit,
mengantar jenazah, memberi air minum, mendamaikan di antara dua orang yang
bermusuhan, dan memuliakan tetangga serta anak anak yatim.[12]
Ayat inilah permulaan dari apa yang telah Allah mulaikan lebih dahulu
dengan sumpah. Yaitu bahwasanya di antara makhluk Allah dalam sebaik baiknya
bentuk; bentuk lahir dan bentuk batin. Bentuk tubuh dan bentuk nyawa. Bentuk
tubuhnya melebihi keindahan bentuk tubuh hewan yang lain, tentang ukuran
dirinya, tentang manis air-mukanya, sehingga dinamai basyar, artinya wajah yang
mengandung gembira, sangat berbeda dengan binatang yang lain. Dan manusia
diberi pula akal, bukan semata mata nafasnya yang turun naik. Maka dengan
perseimbangan sebaik baik tubuh dan pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup
di permukaan bumi ini menjadi pengatur. Kemudian itu tuhan pun mengutus pula
rosul rosul membawakan petunjuk bagaimana caranya menjalani hidup ini supaya
selamat.[13]
Dalam keaslian fitrahnya, manusia adalah makhluk yang jauh dari egoisme,
dengan hati yang peka dalam berkasih sayang, sebagaimana yang telah disaksikan
pada diri bocah bocah yang tak berdosa. Maka ia pun hidup penuh kebahagiaan.
Demikian juga anggota anggota masyarakatnya, hidup dalam kedamaian dan
ketenangan. Tetapi sayangnya hal itu hanya berlangsung dimasa masa tertentu
saja, seperti dimasa kehidupanya yang pertama. Keadaanya itu sungguh mirip
dengan buah tin yang dapat dimakan semuanya, tak ada sedikitpun dirinya yang
harus dibuang.
Namun setelah itu, mulailah manusia dikuasai oleh syahwat hawa nafsunya,
dan saling berbenturan pula keinginan masng masing . maka timbulah perasaan iri
dan dendam, yang segera diikuti oleh saling membenci dan membunuh. Dan
meluaslah pula kerusakan moral pada kebanyakan mereka, sehingga jadilah
kejujuran pada sebagian hewan lebih baik dari kedudukanya yang tinggi sesuai
dengan fitrahnya. Dan seperti itulah keadaanya dimasa lalu, bahkan sampai
sekarang3
v Ayat 5
5.
ثُمَّ رَددْ نه اَسْفَلَ سَفِلِيْنَ
Artinya : Kemudian kami kembalikan dia ke
tempat serendah rendahnya
Kataثمّ
ردد نه ‘’
kemudian kami kembalikan (jatuhkan) dia’’اسفل سفلين ‘’ lebih rendah tempat yang rendah’’.
Maksudnya adalah tempatnya didalam neraka1
Yakni kami jadikan ia lebih rendah dari banyak binatang yang tadinya
berada dalam tingkat yang lebih rendah dari manusia tersebut. Manakala seorang
manusia telah rusak mentalnya, jangan lagi bertanya tentang peracauan ataupun
pelanggaran yang timbul dari dirinya.3
Demikianlah Allah mentakdirkan kejadian manusia itu. Sesudah lahir ke
dunia, dengan beransur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan, dan akalpun
berkembang , sampai dewasa , sampai di puncak kemegahan umur. Kemudian itu
beransur menurun badan tadi, beransur tua. Beransur badan lemah dan fikiran
mulai pula lemah, tenaga mulai berkurang, sehingga mulai rontok gigi, rambut
hitam berganti dengan uban, kulit yang tegang menjadi kendor telinga pun
beransur kurang pendengaranya, dan mulailah pelupa. Dan kalau umur itu masih
panjang juga mulailah padam kekuatan akal itu sama sekali, sehingga kembali
seperti kanak kanak, sudah minta belas kasihan anak dan cucu.2
v Ayat 6
الاَّالَّذِينَ ءَا منوْا وَعَمِلُوا الصَّلحَت فَلَهُم
اَجْرٌ غيرُ مَمْنُون
Artinya
: Kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, maka bagi
mereka pahala yang tiada putus putus.’’
Kata ;
الّا ‘’
pengecualian’’الّا الّذين ءا منوا وعملوا الصلحت ‘’orang orang yang (mereka) beriman dan
beramal sholeh’’,فلهم bagi merekaاجرٌ pahalaممنون غير tidak putus putus, maksudnya : bahwa
tempat kembali mereka adalah surga.1
Disini Allah swt. Mengecualikan orang orang yang beriman kepadaNya, yang
mempercayai bahwa Allahlah sang pencipta alam semesta. Dan bahwa Dialah yang
akan memberikan ganjaran kebahagiaan kepada siapa saja yang meletakkan syariat,
dengan meletakkan kebaikan dan kejahatan, lalu membeda beda kan antara
keduanya.3
Menurut keterangan saiyyidina ali bin abu thalib kembali kepada umur tua
renta ardzalil-umur itu ialah tujuh lima tahun. Di dalam alquran umur tua renta
ardzalil-umur itu sampai bertemu dua kali. Yaitu ayat 70 dari surat an-nahl dan
surat al-haj ayat 5
Ketika menafsirkan ardzalil-umur itu terdapatlah satu tafsir dari ibnu
abbas demikian bunyinya: ‘’ asal saja dia taat kepada Allah di masa masa
mudanya, meskipun dia telah tua sehingga akalnya mulai tidak jalan lagi,mudanya
itu jua, dan tidaklah dia akan dianggap berdosa lagi atas perbuatanya di waktu
akalnya tak ada lagi itu. Sebab dia adalah beriman. Dia adalah taat kepada
Allah dimasa mudanya.’’
Maka terpulanglah kepada Allah sendiri, berapa umur yang akan dia
berikan kepada kita; entah mati muda atau sampai mencapai usia lanjut , asal
kita sendiri mematuhi perintah perintah Allah sejak masih muda remaja, sehingga
tetap menjadi modal hidup di hari tua. Dan kita pun tetap memohon jangan
kiranya kita sampai jadi tua pikun yang sampai memberati kepada anak cucu. 2
6.
Proses Kejadian dan
perkembangan manusia
A.
QS.Al-Mu’min40:67
[40:67]
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah
itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak,
kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa),
kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang
diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal
yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
B.
Penjelasan
[40:67] Yaitu bahwa tubuh jasmani ini, badan kasar
ini seluruhnya diambil bahanya dari tanah. Tidak ada dari bahan lain, tidak ada
anasir yang diambil dari binatanglain atau satelit lain. Dia masuk kedalam
tubuh manusia melalui makananya dan minumanya. Makanan terdiri dari sayur atau
buah-buahan atau kacang-kacangan, semuanya dari tanah atau dari daging binatang
ternak, itupun dibesarkan oleh rumput yang dimakanya dari tanah. Atau dari
daging ikan yang mengisap air di tempat ikan itu berenang. Dzat-dzat makanan
itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang mengandung mani atau sperma
atau khama. Mani atau khama itu keluar setelah terjadi persetubuhan di antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Di dalam rahim (peranakan) kedua
mani yang bertemu itu bercampur dan berpadu jadi satu. Itulah yang disebutkan
pada lanjutan ayat: “Kemudian itu dari nuthfah”, yaitu mani yang telah
bergumpal jadi satu empat puluh hari lamanya, yang kian lama dia kian membeku
jadi darah: “Kemudian itu dari alaqah” artinya jadi darah segumpal, sudah lebih
beku dari nuthfah itu. Di dalam surat ke-23, Al-mu’minun (orang-orang yang
beriman) ada disebtkan ketika sesudah masa jadi alaqah dia akan bertambah
membeku sehingga menjadi mudghah, yaitu daging segumpal. “Kemudian itu Dia
keluarkan kamu jadi anak kecil (bayi)” yaitu setelah genap bulanya, ada yang tercepat
lebih sedikit tujuh bulan dan ada yang terbiasa, yaitu sembilan bulan lebih
beberapa hari, masa menjadi anak kecil itu sejak lahir sampai masa dapat
bendungan ibu dan dapat berjalan sendiri. Sejak kecil disusukan ibu, dipangku
ibu, digendong dan dibuaikan. Diasuh dengan penuh kasih,sampai pandai
merangkak, tegak dan jatuh, lalu tegak dan jatuh lagi, kemudian tegak dan tegak
dan tidak jatuh lagi. “Kemudian supaya sampailah kedewasaan kamu”. Masa mulai
mata terbuka menghadapi hidup. Sampai sanggup berjalan sendiri dengan
mempergunakan pertimbangan akal, memilih yang baik menjauhi yang buruk,
mengambil yang manfaat menghindarkan yang madharrat. “Kemudian supaya jadilah
kamu orang tua”. Kalau Allah menghendaki umur panjang. “Maka setengah diantara
kamu ada yang diwafatkan dari sebelumnya’, yakni sebelum tua, sebelum dapat
mengembangkan sayap, sehingga tidak jarang yang mati muda atau masih dalam
sarat menyusu, dalam bendungan ibu. “Dan supaya sampai kamu kepada ajal yang
telah ditentukan”. Karena masing-masing orang tidaklah sama ajalnya, tidak sama
janjinya dan nasibnya, ada yang mati muda dan ada yang sampai tua. “Dan supaya
kamu berfaham”. Artinya supaya mengerti
dan yakinlah kamu bahwa segalanya itu semata-mata Allah lah yang menentukan,
tidak dicampuri oleh tangan orang lain sedikit pun. Tidak ada manusia itu
sendiri pada hakikatnya yang berkuasa atas dirinya sendiri. Tidak ada satu
manusia pun yang dapat mengelakkan diri jika janji itu datang.[14]
BAB III
PENUTUP
Didalam
Al-Qur`an proses penciptaan manusia memang tidak dijelaskan secara rinci, akan
tetapi hakikat diciptakannya manusia menurut islam yakni sebagai mahluk yang
diperintahkan untuk menjaga dan mengelola bumi. Hal ini tentu harus kita
kaitkan dengan konsekuensi terhadap manusia yang diberikan suatu kesempurnaan
berupa akal dan pikiran yang tidak pernah di miliki oleh mahluk-mahluk hidup
yang lainnya. Manusia sebagai mahluk yang telah diberikan kesempurnaan haruslah
mampu menempatkan dirinya sesuai dengan hakikat diciptakannya yakni sebagai
penjaga atau pengelola bumi yang dalam hal ini disebut dengan khalifah. Status
manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30. Kata
khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang
berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau
penerus ajaran Allah.
Namun
kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang
biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad
saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa
Muawiyah-‘Abbasiah. Akan tetapi fungsi dari khalifah itu sendiri sesuai dengan
yang telah diuraikan diatas sangatlah luas, yakni selain sebagai pemimpin
manusia juga berfungsi sebagai penerus ajaran agama yang telah dilakukan oleh
para pendahulunya,selain itu khalifah juga merupakan pemelihara ataupun penjaga
bumi ini dari kerusakan.
[1] Kiptiyah, embriologi dalam Al-Qur’an, kajian pada proses penciptaan
manusia, Cet.ke 1 (Malang:UIN Malang press,2007) hal:19
[2] M. Quraish, Shihab, Tafsir Al Misbah, pesan, kesan dan keserasian
alqur’an, cet.ke –v, (Jakarta: lentera Hati, 2006), hal. 164-165
[3] Abudin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan (Tafsir al ayat at
tarbawy), (Jakarta:Rajawali pers,2009), hal. 45-47
[4] Ahmad Mustofa
Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi 14 (Semarang : PT Karya Toha Putra,1992),
hlm. 28-30.
[5]Prof. Dr.
Hamka, Tafsir AL-Azhar Juz XIII-XIV (Jakarta : PT. Citra Serumpun Padi, 2004),
hlm.185
[6]M. Quraish
Shihab, Tafsir AL-Mishbah pesan, kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta :
Penerbit Lentera Hati, 2006), hlm. 11
[7]Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 34
[8]Prof. Dr. Hamka,Op.Cit.,
hlm 187
[9]Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan
Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2010, hlm. 466-467
[10]M.Quraish Shihab,
AL-LUBAB (Tangerang: Lentera Hati, 2012), Hlm.161.
[11]Ibid,.Hlm.163.
[12]Drs H Nor Hadi,Juz amma (Jakarta:Pustaka Amani, 2007)
hlm.48
[13]Prof. Dr.
Hamka, Tafsir AL-Azhar (Jakarta : PT.
Citra Serumpun Padi, 2004)
[14]HAMKA, Tafsir
Al- Azhar JUZ XXIV (Surabaya : Penyalur Tunggal,1977).Hlm.119.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar