Tafsir
Tarbawi II
ADAB
BERTAMU
"BERTAMU
KEPADA ORANG MULIA"
Ufti Adenda Aulia (2021114342)
Kelas H
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM / JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2016
Kata
Pengantar
Puji syukur kehadirat Alah SWT yang dengan seluruh
rahmat dan karunianya yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Bertamu Kepada Orang yang Mulia”. Shalawat dan salam
tak lupa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa kami semua
nantikan syafaatnya di yaumil akhir kelak. Ucapan terimakasih tak lupa saya
sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah tafsir tarbawai II, bapak Muhammad
Ghufron yang senantiasa mentrasferkan
ilmu yang beliau miliki sehingga saya mengerti tentang apa-apa yang sebelumnya
belum saya tahu. Tak lupa saya meminta maaf apabila makalah yang saya buat ini
terdapat kekurangan, dan materi yang tidak secara rinci diuraikan.
Mudah-mudahan pembaca dapat mengambil pelajaran setelah membaca makalah saya
ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk kepentigan dunia,
maupun bekal menuju akhirat kelak. Amin ya robbal alamin.
Pekalongan, 12 maret 2016
Ufti Adenda Aulia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Di
antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau
bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi. Walaupun sesungguhnya
istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk
berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan
kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi,
atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara
yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung atau bertamu
merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali
persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah berfirman: “Wahai manusia,
sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya
kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian
di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13).
Namun
pada kenyataaannya banyak orang yang belum sepenuhnya mengetahui tata krama
dalam bertamu, contohnya ketika zaman Nabi banyak orang bertamu ke rumah Nabi,
namun tidak mengetahui sopan santun dalam bertamu, Di zaman modern seperti
sekarag inipun, masih dijumpai orang-orang yang bertamu namun tidak dengan
menggunakan adab bertamu sesuai dengan yang diajarkan dalam islam, di harapkan
dengan pembahasan makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentag bagaimana
menjadi tamu yang baik ketika menghadiri jamuan, ataupun ketika bertamu kepada
siapapun.
B. Inti
Ayat
Inti
dari QS.Al Ahzab:53 adalah anjuran tentang kesopanan yang patut dilakukan
ketika hedak menghadiri walimah atau bertamu. Janganlah masuk kecuali jika telah
dizinkan untu masuk, dan ketika hendak
masuk haruslah izin terlebih dahulu, kemudian ketika telah selesai, maka
segeralah pulang dan menjauhi perbincangkan yang tidak bermanfaat supaya tidak
mengganggu tuan rumah.
C. Rumusan
Masalah
1 Apa
yang dimaksud dengan bertamu kepada orang yang mulia?
2 Apa
saja ayat atau hadis pendukung QS. Al-Ahzab ayat 53?
3 Bgaimana
teori pengembangan QS al-Ahzah ayat 53
4 Bagaimana
asbabun nuzul dari QS.al-Ahzab ayat 53?
5 Bagaimana
aplikasi QS. al-Ahzab pada kehidupan saat ini?
6 Apa
saja aspek tarbawi yang dapat diambil dari QS. Al-Ahzab ayat 53?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Judul
Bertamu berarti singgah ke tempat
orang lain. Dalam bahasa arab, tamu adalah dhaif, dhaifah, adhyaaf dan dhifaan.[1]Allah
SWT mendidik hamba-hambaNya dengan tata kesopanan yang patut mereka laksanakan.
Karena kesopanan seperti itu memuat hikmah-hikmah sosial, dan berbagai
keistimewaan kemasyarakatan
Hendaklah
kita ketahui bahwasanya di zaman jahiliyah belumlah ada peraturan sopan santun,
atau yang di zaman kita sekarang disebut “etika” yang mengatur diantara hubugan
tamu dengan tuan rumah. Terutama jika tuan rumah itu pemimpin kita sendiri.
Lalu lalang saja orang masuk ke dalam rumah seseorang dengan tidak
memperhatikan perasaan orang itu. Sehingga rahasia kekurangan orang yang
ditamui dapat saja diketahui oleh tamu. Terutama terhadap rumah tangga Nabi
sendiri yang patut untuk dihormati dan diperhatikan perasaannya dalam rumah
tangganya. Maka datanglah ayat ini yang menyatakan satu diantara peraturan
sopan santun yang patut diperhatikan terhadap Nabi.[2]
B. Ayat
atau Hadis Pendukung
1
QS. an-Nur ayat 27
قال الله تعالى : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ
بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ
لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya :
Allah Ta’ala berfirman : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu, sebelum meminta izin
dan memberi salam kepada penghuninya.
2
QS.
an-Nur ayat 58
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ
صَلاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ
صَلاةِ الْعِشَاءِ ثَلاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلا عَلَيْهِمْ
جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya :
Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada
kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu.
Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga
waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.[3]
3
HR.
ath-Thabrani
عن بن عباس رضي االله عنهاقال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم من اقام الصلاة واتى الزكاة وصام رمضان وقرى الضيف دخل
الجنة
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’ Anhu berkata: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barang siapa yang mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan dan
menghormati tamu niscaya dia akan masuk surga(Diriwayatkan Ath-Thabrani).[4]
4
HR.Abu Musa al-Asy’ari
وعن ابى موسى رضى الله عنه قال : قال رسول الله ص م :
الاستئذان ثلاث فان اذن لك والافارجع (متفق عليه)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, ia berkata: Rasulullah
saw bersabda : “Mintalah izin sampai tiga kali. Apabila diizinkan maka
masuklah kamu, dan apabila tidak diizinkan, maka pulanglah kamu”.[5]
5
HR. Bukhori Muslim.
من كا ن يو من ب الله و اليو م الا خر فليكر م ضيفه, جا ئز ته
يو م و ليلة, والضيا فة ثلا ثة أ يا م, فما بعد ذ لك فهو صد قة, و لا يحل له أ ن
يثو ى عند ه حتى يحر جه.
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya, masa bertamu yang dibolehkan
adalah satu hari dan satu malam, dan penjamuan tamu itu tiga hari, maka
selebihnya adalah sedekah, dan tidak halal bagi tamu untuk menginap disisinya
hingga menyebabkan tuan rumah berdosa (karena melakukan ghibah dan lain-lain).”[6]
C. Teori
Pengembangan QS.Al-Ahzab Ayat 53
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ
إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ
إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلا
مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي
مِنْكُمْ وَاللَّهُ لا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ
مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ
وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا
أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Artinya :
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan
untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika
kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selsai makan, keluarlah kamu tanpa
asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi, lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian
itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti hati
Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat
selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi
Allah.[7]
Penjelasan ayat.
Dipermukaan ayat telah dilarang,
orang yang beriman masuk-masuk saja ke dalam rumah Nabi s.a.w., kecuali jika
mendapat izin dari beliau, misalnya karena dipanggi makan. Maka jangan lekas-lekas
datang sehingga lama duduk menunggu makanan masak. “Tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan
bila kamu selsai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan”
Sesungguhnya tinggal di rumah orang adalah haram bagi orang yang diundang makan
setelah ia makan, apabila hal itu mengganggu tuan rumah, sekalipun rumah yang didiami
itu bukan rumah Nabi s.a.w.. Karena, berlama-lama duduk itu tercela dimana saja
dan terhina bagi siapa saja.
Sesungguhnya undangan ke tempat
jamuan itu mempunyai cara dan keopanan khusus, lebih-lebih di zaman modern ini.
Sedang melepaskan diri dri tata cara tersebut dan tidak megikutinya, termasuk
hal yang tak bisa dibiarkan[8].
Apalagi jika diingat ketika ayat turun yaitu panggilan makan itu adalah walimah
karena perkawinan. Berilah kebebasan orang yang baru saja nikah bersuka cita
dengan sebutan yang kita kenal “pengantin baru”. “Sehingga dia malu dari
kamu”. Tentu ia akan malu bercanda dengan istri barunya, padahal tamu-tamu
masih ada. Niscaya dia akan malu berleluasa dalam rumah tangganya sendiri
karena orang luar masih ada. “Padahal Allah tidaklah malu dari (menjelaskan)
kebenaran”. Walaupun ganjil didengar, Allah pasti menerangkan juga. Sebab
orang yang masih duduk lama juga dalam rumah Nabi, padahal beliau sudah
gelisah, sudah mesti diberi faham oleh Allah sendiri. Sebab Nabi akan malu pula
mengatakan terus terang meminta orang-orang itu segera keluar dari dalam rumah.
Sebab hal ini mengenai dirinya sendiri.[9]
“Dan jika kamu meminta
sesuatu kepada mereka, mintalah dari balik dinding”
maksudnya adalah apabila kalian meminta kepada istri-istri Rasulullah SAW dan
wanita-wanita kaum mu’minin lainnya yang bukan istrimu, akan sesuatu yang kmu nikmati,
seperti perkakas rumah tangga dan lainnya, maka mintalah dari mereka itu semua
dari balik tabir yang menutup antara kamu dengan mereka.
Masuk dengan meminta izin terlebih
dahulu, dan tidak asyik berbincang-bincang disana, adalah lebih suci dari hati
kalian, dan hati istri-istri Nabi, dari godaan syaitan dan keraguan.
Karena mata adalah “delegasi” hati.
Apabila mata tidak melihat, maka hatipun tidak menginginkan. Artinya, hati itu
akan lebih suci bila mata tidak melihat. Sedang tidak adanya godaan waktu itu,
lebih nyata.
Menurut sebuah hadis yang dirawikan
oleh Ibnu Abi Haatim yang diterimanya dari sanadnya dari ‘Aisyah, bahwa ‘Aisyah
sendiri bercerita, bahwa sebelum ayat hijab ini turun, pada suatu hari ‘Aisyah
sedang makan bersma-sama Nabi SAW. Tiba-tiba datanglah Umar bin Khattab menemui
beliau, lalu beliau mengajak Umar supaya bersama-sama makan dalam satu hidangan
itu. Umarpun memenuhi undangan Rasulallah itu, dan turut makan bersama-sama.
Tiba-tiba dalam mengambil makanan, bertemulah telapak tangan Umar dengan
telapak tangan ‘Aisyah. Maka berkata Umar “Sebenarnya kalau orang hendak
menghormati Nabi, sesungguhnya tidak ada mata lain yang melihat kau.”. Tidak
lama kemudian turunlah ayat ini “Itulah yang lebih membersihkan hati kamu
dan hati mereka”. Artinya dengan adanya aturan hijab itu terhadap
istri-istri Rasulullah, maka baik hati sahabat-sahabat Rasulullah yang datang
itu atau hati beliau-beliau sama-sama bersih, tidak ada gangguan, dan rasa
hormat kepada istri Nabi utusan Allah terpelihara pula.
“Dan tidaklah pantas
bagi kamu bahwa menyakiti Rasulullah” artinya
bahwa sebagai Rasul Tuhan, pemimpin besar yang amat dihormati, menurut adab
sopan santun yang tinggi, istri beliaupun haruslah pula dihormati dan dijunjung
tinggi, padahal istri-istri beliu dianggap enteng sebagai orang kebanykan saja.
“Dan tidak pula bahwa kamu hendak menikahi istri-istri sesudahnya”.Artinya
ialah ketika Rasulallah meninggal dunia maka janda-janda beliau tidaklah boleh
dinikahi lagi oleh siapapun jua. “untuk selama-lamanya”. Maka tetaplah
beliau-beliau menjadi Ummahatul Mu’minin, ib-ibu dari orang-orang yang beriman
sampai satu demi satu beliau-beliau menutup mata.[10]
D. Asbabun
Nuzul QS Al-Ahzab:53
a.
Menurut keterangan
Bukhari dari Anas bin Malik
Bahwa Umar bin Khattab pernah mengusulkan
kepada Nabi SAW, bahwa orag lalu lalang saja masuk menemui istri-istri Nabi,
Sedang orang-orang yang datang itu disamping ada yang baik-baik dan terhormat
ada pula orang-orang yang tidak baik. Sebab
itu Umar mengusulkan kepada Nabi agar istri-istri dihijab, yaitu di dinding.
Tegasnya dipisahkan tempat laki-laki di luar dan istri-istri di dalam.
Maka bertepatan dengan walimah
(jamuan makan karena perkawinan) yang diadakan Nabi SAW karena perkawinannya
dengan Zainab binti Jahasy selepas ‘iddahnya dengan Zaid bin Haritsah, maka
Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik mengatakan “Nabi ketika menikah dengan
Zainab bin Jahasy itu mengadakan jamuan walimah dengan roti dan daging. Lalu
aku disuruh Nabi menemui orang-orang yang diundang menghadiri jamuan itu. Lalu
makan, lalu keuar. Datang serombongan lagi, lalu makan, lalu keluar. Saya masih
tetap menemui yang diundang itu, sehingga tidak ada seorangpun yang
ketinggalan. Lalu aku berkata:. “Ya Rasul Allah! Semua yang tuan suruh undang
telah saya undang, tidak ada yang ketinggalan lagi. Maka berkatalah beliau
“Kalau demikian selesailah ini dan angkatlah makanan ini ke belakang!, tetapi
masih saja tinggal tiga orang yang masih bercakap-cakap di dalam rumah
Rasulullah SAW.
Lalu Nabi keluar dan pergi menemui
istri-istri beliau yang lain satu demi satu dan beliau berkata:
“Assalamualaikum ahlal baiti warahmatullahi wabarokatuh!. Aisyah menjawab:
“Alaikassalam warohmatullah!. Bagaimana keadaan ahli engkau, Ya Rasul Allah!”.
(Maksudnya ialah mengucapkan selamat terhadap ahli atau istri yang baru
dikawini itu, Zainab binti Jahasy)
Beliau mampir ke kamar
istri-istrinya dan beliau ucapkan salam sebagai kepada Aisyah itu dan
semuanyapun menjawab sebagai jawab Aisyah itu pula. Sesudah itu kembalilah
Rasulullah ke bilik Zainab yang baru dikawini itu. Beliau dapati orang-orang
bertiga itu masih saja duduk bercakap-cakap.
Nabi adalah sangat pemalu dalam hal
seperti ini. Lalu beliau keluar kembali dan pergi ke bilik Aisyah. Maka
tidaklah saya tahu lagi apakah saya katakan kepada beliau bahwa orang-orang itu
akan pergi. Beliaupun pulang ke tempat Zainab. Setelah kaki beliau sebelah
melangkah ke dalam dan sebelah masih di luar, beliau turunkan layar pedinding
diantara aku dengan beliau. Waktu itulah rupanya turun ayat hijab. [11]
b. Diriwayatkan
oleh Tarmidzi, dari Anas
Bahwa ia berkata: “Aku pernah
berkumpul bersama Rasulullah. Pada waktu itu Rasulullah masuk ke kamar
pengantin wanita (yang baru dinikahinya). Tetapi di dalam kamar itu banyak
orang, sehingga beliau keluar lagi. Setelah orang-orang tersebut pulang,
barulah beliau masuk kembali. Kemudian beiau membuat hijab (penghalang) antara
Rasulullah (serta istrinya), dengan Anas, kejadian ini diterangkan oleh Anas
kepada Abu Thalhah,. Abu Thalhah berkata: “Jika betul apa yang engkau katakana,
tentu akan turun ayat tentang ini. Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah
ayat tentang hijab (Al-Ahzab:53)[12]
E. Aplikasi
kehidupan saat ini
Bertamu adalah salah satu cara untuk
menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi
kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tatakrama dalam bertamu harus tetap
dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Islam telah memberi bimbingan
dalam bertamu, salah satunya adalah QS.al-Ahzab ayat 53 yang menerangkan
tentang tata sopan dalam bertamu yang harus diperhatikan khususnya oleh seorang
muslim, maka dari penjelasan QS. al-Ahzab diatas dapat kita aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara sebagai berikut:
1
Memperkenalkan diri sebelum masuk.
“Dari Jabir r.a ia berkata: aku pernah datang kepada
Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “
siapakah itu?” aku menjawab: “saya”. Beliau bersabda: “saya, saya...!”
seakan-akan beliau marah”. (HR.Bukhori)
2
Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah
apabila tuan rumah hanya seorang wanita.
3
Masuk dan duduk dengan sopan.
4
Menerima jamuan tuan rumah dengan senang
hati. Apabila tuan rumah telah mempersilahkan
untuk menikmati jamuan, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu
sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
5
Mulailah makan dengan membaca Basmallah dan
di akhiri dengan membaca Hamdallah.
6
Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang
terdekat dan jangan memilih-milih makanan.
7
Bersihkan piring jangan biarkan sisa makanan
berceceran.
8
Hindari perbincangan yang terlalu lama, karena
hal itu dapat membuat rishi tuan rumah.
9
Segeralah pulang setelah selesai urusan.
F.
Aspek Tarbawi
1
Ketika bertamu
janganlah masuk terlebih dahulu sebelum meminta izin kepada pemilik rumah
2
Jika dipersilahkan
untuk masuk segeralah masuk
3
Ketika telah
dipersilahkan untuk menikmati jamuan hendaklah menyantapnya.
4
Setelah selesai makan,
segeralah pulang
5
Tidak memperbanyak
perbincangan yang tidak bermanfaat
6
Jika meminta sesuatu
kepada tuan rumah haruslah dengan sopan dan santun
7
Janganlah menyakiti
hati tuan rumah
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa,
bertamu berarti singgah ke tempat orang lain. Dalam Qs. Al ahzab dijelaskan
tata cara bertamu yang baik. Ketika Rasulullah tengah mengadakan jamuan pada
pernikahannya dengan Zainab binti Jahazi, pada waktu itu tamu-tamu lalu lalang
saja masuk ke rumah Rasul dan ketika telah selesai makan mereka masih saja
berbincang-bincang tanpa memperhatikan perasaan Rasulullah SAW.
Maka setelah kejadian itu Allah turunkan QS.
Al-Ahzab ayat 33 supaya hamba-hambanya dapat mengetahui bahwasanya bertamu itu
terdapat sopan santunnya tersendiri yang harus diperhatikan.. Maka setelah
diuraikan penjelasan tentang QS Al-ahzab ayat 33 di atas, diharapkan kita sebagai
ummat Nabi di zaman modern sekarang ini mempunya sopan santun ketika bertamu
kepada siapa saja, khususnya ketika bertamu kepada orang yang mulia dengan tata
cara yang telah dijeaskan di atas.
Daftar
Pustaka
Ahmad
Musthafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi, (Semarang;CV Tohaputra),
Anas
Ismail Abu Daud. 2014. Ensiklopedi Dakwah. (Jakarta:Adz-Dzikr)
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar,
(Jakarta:Pustaka Panjimas)
Imam
as-Suyuti. 2014. Asbabun Nuzul. (
Jakarta:Pustaka al-Kautsar).
Imam
Nawawi. 1996. Terjemah Riyadus Shalihin. (Jakarta: Pustaka Amani)
Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani. 2008. Shahih at-Targhib wa Tarhib. (Jakarta:Pustaka Sahifa)
Tentang
Penuis :
Nama:Ufti Adenda Aulia
Alamat:Komplek M.Attaqwa no 12 Pasangan kecamatan
Talang kabupaten Tegal
TTL:Tegal, 28 September 1996
[1] Anas Ismail Abu Daud, Ensiklopedi Dakwah,
(Jakarta:Adz-Dzikr,2014) hal 506
[2] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982)
hal.78
[3] Al-Quran surat An-Nur ayat 58
[4] Anas Ismail Abu Daud, Op.Cit., hal.Ensiklopedi Dakwah, (Jakarta:Adz-Dzikr,2014)
hal.509
[5] Imam Nawawi, Terjemah Riyadus Shalihin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), hal. 45
[6] Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Shohih At-Targhib Wa Tarhib, (Jakarta:Pustaka
Sahifa, 2008), hal.77
[7] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Semarang;CV
Tohaputra), hal. 43-44
[8] Ibid, hal.46
[9] Hamka, Op.Cit., hal. 107
[10] Ibid, hal.108-109
[11] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982),
Cet.2 hal.78
[12] Imam as-Suyuti, Asbabun Nuzul,( Jakarta:Pustaka al-Kautsar,
2014), hal. 434
Tidak ada komentar:
Posting Komentar