Laman

new post

zzz

Selasa, 20 September 2016

TT1 D 3c “PAKET ŪLUL ALBĀB” “QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191”

KEWAJIBAN BELAJAR GLOBAL
“PAKET ŪLUL ALBĀB”
“QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191”
 
Muhammad Son Haji
202 1115 084
 Kelas D

TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allāh SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasūlullāh SAW beserta keluarga, shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia kepada Al Qur’ān dan As Sunnah sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1.   Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag., selaku Rektor IAIN Pekalongan
2.   Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Pekalongan
3.   Bpk. Dr. H. Salafudin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
4.   Bpk. Muhammad Hufron, MSI, selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir Tarbawi I
5.   Orang tua (Bapak dan Ibu) yang sudah mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6.   Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih.
Pekalongan, 18 September 2016

Muhammad Son Haji
2021 1150 84
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I... PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A.  Latar Belakang .................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C.  Tujuan Penulisan ................................................................................. 3
BAB II.. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
A.  Teori QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 ............................................... 4
1.   Makna Mufrodat ............................................................................. 4
2.   Asbābun Nuzūl ayat ........................................................................ 5
3.   Kandungan QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 ................................. 6
B.  Tafsir QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 .............................................. 8
1.   Tafsir Ibnu Mas’ūd ......................................................................... 8
2.   Tafsir Ibnu Katsir ............................................................................ 8
3.   Tafsir Jalalain ............................................................................... 10
4.   Tafsir Al Lubāb.............................................................................. 11
C.  Aplikasi QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 dalam kehidupan ............ 12
1.   Niatkan hanya untuk Allāh SWT dan Rasūl–Nya......................... 12
2.   Tadzakkur dalam segala kondisi................................................... 12
3.   Tafakkur apa yang setiap apa yang dilakukan .............................. 13
D.  Aspek Tarbawi QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 .............................. 13
BAB III. PENUTUP .............................................................................................. 17
A.  Kesimpulan ........................................................................................ 17
B.  Saran .................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 19
BIODATA PEMAKALAH ................................................................................... 20




BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
QS. 'Āli `Imrān [003] yang terdiri dari 200 ayat ini adalah termasuk dalam golongan surah Madaniyah. Dinamakan 'Āli `Imrān karena memuat kisah keluarga `Imrān yang didalam kisah itu disebutkan kelahiran Nabi ‘Isā as persamaan kejadian dengan Nabi Adām as, kenabian dan beberapa mukjizatnya, serta disebut pula kelahiran Maryam puteri `Imrān, ibu dari Nabi ‘Isā as.
QS. Al Baqarah[1] dan QS. 'Āli `Imrān [003] ini dinamakan Az Zahrawāni (dua yang cemerlang), karena kedua surat ini menyikapkan hal–hal yang disembunyikan oleh para Ahli Kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi ‘Isā as, kedatangan Nabi Muḥammad SAW dan sebagainya.
Pokok pembahasan dalam QS. 'Āli `Imrān ini memuat tentang dalil–dalil yang berkaitan dengan keimanan, hukum–hukum, kisah–kisah, dan yang lain sebagainya. Namun catatan terpenting dalam QS. 'Āli `Imrān ini tentang bahwa Islām adalah satu–satunya agama yang diridhai oleh Allāh SWT, sebagaimana firman–Nya
إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ ...
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allāh hanyalah Islam...”[2]
QS. 'Āli `Imrān [003] mengandung dalil–dalil dan alasan–alasan untuk membantah kaum Nashrani yang mempertuhankan Nabi ‘Isā., menerangkan peperangan Badar dan Uhud, agar kemenangan di peperangan Badar dan kekalahan di perang Uhud yang dialami kaum Muslimin itu, dapat dijadikan pembelajaran.
Dalam QS. 'Āli `Imrān [003] banyak terdapat ayat–ayat yang menyeru kepada manusia untuk merenungi, memperhatikan dan memikirkan penciptaan Allāh SWT baik yang berada di langit, bumi maupun diantara keduanya. Diantara ayat–ayat yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu ayat 190–191.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ﴿١٩٠﴾ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda–tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia–sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa neraka”.”
Salah satu cara untuk mengenal, mendekat, dan selalu bersama dengan Allāh SWT adalah dengan membaca, memikirkan, merenungkan, memahami terhadap ayat–ayat yang terkandung didalam Al Qur’ān dan juga melalui berbagai fenomena–fenomena yang dapat dirasakan secara nyata, dengan begitu kita lebih dapat menyakinkan diri kita, berpasrah, bersandarkepada Allāh SWT, Rabbul 'Ālamīn.
Oleh karena ini, penulis mencoba untuk memaparkan tafsir yang berkaitan dengan QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 dan pengaplikasian dalam kehidupan serta aspek tarbawi dalam ayat tersebut. Karena begitu pentingnya nilai–nilai yang terkandung dalam ayat itu, guna menjadikan kita sebagai orang yang menggunakan akal kita untuk memikirkan, merenungi, mengingatkan betapa besarnya ciptaan Allāh SWT (melalui alam semesta) sebagai salah cara untuk mendekatkan diri kepada Allāh SWT agar menjadikan kita sebagai orang yang bertaqwa dalam keadaan apapun itu, baik dalam keadaan berdiri, duduk atau keadaan berbaring.
Penulis juga menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah yang akan datang.

B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.   Apa teori yang dibahas dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 ?
2.   Bagaimana para mufassir mentafsirkan QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 ?
3.   Bagaimana pengaplikasian QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 dalam kehidupan?
4.   Apa yang dapat kita pelajari dari QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 ?

C.  TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan tujuan penulisan makalah ini dengan tujuan antara lain :
1.   Mengetahui pembahasan yang terdapat QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
2.   Mengetahui tafsir QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
3.   Mengetahui nilai pendidikan yang terkandung dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
4.   Menanamkan nilai pendidikan yang terkandung didalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191
5.   Menerapkan aspek muhasabah diri menjalani kehidupan


BAB II
PEMBAHASAN

A.  TEORI QS. 'ĀLI `IMRĀN [003] : 190–191

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ﴿١٩٠﴾ اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٩١﴾
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda–tanda bagi orang–orang yang berakal. (Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia–sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa neraka”.”

1.   Makna Mufrodat
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ
Sesungguhnya dalam penciptaan
Langit dan bumi
Dan silih berganti
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
لَآيَاتٍ
لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ
Malam dan siang
Terdapat
tanda–tanda
Bagi orang–orang yang berakal
اَلَّذِيْنَ
يَذْكُرُوْنَ اللهَ
قِيَامًا وَقُعُودًا
Orang–orang yang
Mengingat Allāh
Berdiri dan duduk
وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُوْنَ
فِي خَلْقِ
Dan atas pembaringan mereka
Dan mereka memikirkan
Dalam penciptaan
السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ
رَبَّنَا
مَا خَلَقْتَ
Langit dan bumi
Tuhan kami
Tidaklah Engkau
هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ini sia–sia
Maha Suci Engkau
Lindungilah kami dari siksa Neraka

2.   Asbābun Nuzūl[3]
Ath–Thabrāni dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās ra, dia berkata, “Orang–orang Quraisy mendatangi orang–orang Yahudi dan bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda–tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ Orang–orang Yahudi itu menjawab, ‘Tongkat dan tangan yang putih bagi orang–orang yang melihatnya.’ Lalu orang–orang Quraisy itu mendatangi orang–orang Nashrani, lalu bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda–tanda yang diperlihatkan Isa?’ Mereka menjawab, ‘Isa dulu menyembuhkan orang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.’ Lalu mereka mendatangi Nabi Muḥammad SAW kemudian mereka berkata kepada beliau, ‘Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit Şafā dan Marwah menjadi emas untuk kami’. Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman Allāh SWT : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam siang terdapat tanda–tanda (kebesaran Allāh) bagi orang–orang berakal”.”[4]
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa “Dari Ibnu ‘Umar ra: Saya dan beberapa shahabat datang kepada ‘Aisyah dan berkata: “Ceritakanlah kepada kami hal yang menakjubkan pada diri Rasūlullāh SAW”. Maka ‘Aisyah menangis dan berkata: Segala hal tentang diri beliau sangat menakjubkan. Suatu malam beliau datang kepadaku, sehingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku, lalu beliau bersabda, “Izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku”. Aku (‘Aisyah) berkata: Demi Allāh! Aku sangat senang dekat dengan engkau, tapi aku lebih senang jika engkau beribadah kepada Tuhanmu. Maka Nabi segera berwudhu dan shalat hingga beliau meneterskan air mata, sehingga membasahi janggut dan tempat sujudnya, hingga waktu shubuh tiba Bilal datang dan berkata, Wahai Rasūlullāh SAW, apa yang menyebabkan paduka menangis? padahal Allāh telah mengampuni dosa–dosa paduka. Maka Rasūlullāh SAW bersabda: “Wahai Bilal! Bagaimana aku tidak menangis, sementara tadi malam Allāh menurunkan ayatإِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ lalu beliau bersabda “Sungguh celaka orang yang membacanya, namun tidak memikirkannya.””[5]

3.   KANDUNGAN QS. 'ĀLI `IMRĀN [003] : 190–191
Dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190 terdapat tanda–tanda kebesaran dari Allāh SWT dengan diciptakannya langit, bumi (baik benda–benda yang terdapat diantara keduanya) serta perubahan waktu dengan adanya malam dan siang. Namun, diakhir ayat tertulis “bagi orang–orang yang berakal” muncul pemikiran, siapa sebetulnya yang dimaksudkan itu.
Orang–orang yang berakal tersebut disebutkan dengan kata Ūlul Albāb. Ūlul Albāb adalah orang–orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar. Mereka membuka pandangannya untuk menerima ayat–ayat Allāh SWT pada alam semesta, tidak memasang penghalang–penghalang dan tidak menutup jendela–jendela antara mereka dan ayat–ayat ini. Mereka menghadap Allāh SWT dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk dan berbaring.[6]
Ūlul Albāb yaitu orang–orang yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual secara seimbang, sehingga mampu mengungkap “hikmah” dibalik fenomena alam, sekecil apapun, disertai sikap responsif terhadap hukum dan ketentuan–Nya. Mereka memiliki ilmu dan wawasan luas, namun tetap rendah hati, mereka mampu memilah dan memilih dengan sikap kritis tetapi tetap menjunjung tinggi komitmen yang telah dibuat, baik dengan Allāh SWT maupun dengan sesama manusia dan tetap menghubungkan apa–apa yang Allāh SWT perhatikan untuk dihubungkan. Mereka takut kepada Allāh SWT dan hisab yang buruk, sehingga mereka sangat cermat dalam berbuat dan bertindak, teguh memegang prinsip, sabar dalam mencari keridhaan–Nya, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang diberikan Allāh SWT kepada mereka baik secara diam–diam maupun terang–terangan, serta menolak kejahat dengan kebaikan.[7]
Sedangkan dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 191yang merupakan lanjutan dari QS. 'Āli `Imrān [003] : 190 yang terlihat bahwa orang yang berakal adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tadzakkur (mengingat) dan tafakkur (memikirkan). Dengan melakukan dua hal tersebut, ia sampai kepada hikmah yang berada dibalik proses tadzakkur (mengingat) dan tafakkur (memikirkan) yaitu mengetahui, memahami dan menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada didalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, yaitu Allāh SWT.
Muḥammad Abduh mengatakan bahwa merenungkan penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam akan membawa manusia menyaksikan tentang ke–Esa–an Allāh SWT, yaitu adanya aturan yang dibuat–Nya serta karunia dan berbagai manfaat yang terdapat didalamnya.[8]

B.  TAFSIR AYAT BERDASARKAN KITAB TAFSIR
1.   Tafsir Ibnu Mas’ud
Asy–Syuyuthi: Al Firyabi, Ibnu Abu Hatim dan Ath–Thabrani meriwayatkan dari jalur Juwaibir dari Adh–Dhahhak dari Ibnu Mas’ud : Tafsir firman Allāh SWT اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ ((yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh SWT sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring) ia berkata: “Ini berlaku ketika shalat. Jika memang tidak mampu berdiri, ia bisa duduk dan jika tidak duduk, ia bisa berbaring.”[9]
2.   Tafsir Ibnu Katsir
a.   Ayat 190
Makna pada ayat ini yaitu pada ketinggian dan keluasan langit dan juga pada kerendahan bumi serta kepadatannya. Dan juga tanda–tanda kekuasaan–Nya yang terdapat pada ciptaan–Nya yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya (langit dan bumi) baik berupa bintang–bintang, komet, daratan dan lautan, pegunungan dan lain sebagainya serta berbagai macam warna dan beragam makanan dan bebauan. Kemudian dengan hal itu, dibalutlah dengan silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang dan pendeknya malam dan siang. Semua itu merupakan ketetapan Allāh SWT yang Maha Pengatur lagi Maha Menguasai segala sesuatu. Oleh karena itu diakhir ayat Allāh SWT berfirman “Terdapat tanda–tanda bagi orang–orang yang berakal (Ūlul Albāb). Yaitu mereka yang mempunyai akal sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata.
b.   Ayat 191
Dalam ayat ini Allāh SWT menyifati tentang Ūlul Albāb : “(Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring.” Sebagaimana hadits yang disebutkan oleh Rasūlullāh SAW
Maksudnya adalah mereka tidak putus–putus berdzikir dalam semua keadaan, baik dengan hati maupun dengan lisan. Mereka juga memahami apa yang terdapat diantara keduanya (langit dan bumi) dari kandungan hikmah yang menunjukkan keagungan Allāh SWT, kekuasaan–Nya, keluasan ilmu–Nya, hikmah–Nya, pilihan–Nya juga rahmat–Nya.
Allāh SWT memuji hamba–hamba–Nya yang beriman “(Yaitu) orang–orang yang mengingat Allāh sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” Yang mana mereka berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia–sia.” Artinya, Engkau (Allāh SWT) tidak menciptakan semuanya ini dengan sia–sia, tetapi dengan penuh kebenaran, agar Engkau memberikan balasan kepada orang–orang yang beramal. Kemudian mereka (Ūlul Albāb) menyucikan Allāh SWT dari perbuatan sia–sia dan penciptaan yang bathil dengan menyebut “Maha Suci Engkau. Lalu meminta perlindungan dari adzab Allāh SWT dengan menyebutkan “Maka lindungilah kami dari siksa Neraka.” Maksudnya, wahai Rabb yang menciptakan makhluk ini dengan sungguh–sungguh dan adil. Wahai Dzat yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia–siaan, lindungilah kami dari adzab Neraka. Dan berikanlah taufik kepada kami dalam menjalankan amal shalih yang dapat mengantarkan kami ke Syurga serta menyelamatkan kami dari adzab–Mu yang sangat pedih.[10]



3.   Tafsir Jalalain
a.   Ayat 190
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ (Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi) dan kejadian yang terdapat pada keduanya
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ (Serta pergantian malam dan siang) dengan datang dan pergi serta bertambah dan berkurang
لَآيَاتٍ  (Menjadi tanda–tanda) atau bukti atas kekuasaan Allāh SWT
لِّأُوْلِي الْأَلْبَابِ (Bagi orang–orang yang berakal) artinya yang mempergunakan pikiran mereka
b.   Ayat 191
اَلَّذِيْنَ (Yakni orang–orang yang) menjadi pengganti bagi yang sebelumnya
يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ  (Mengingat Allāh diwaktu berdiri, duduk dan ketika berbaring) artinya mengerjakan shalat dalam keadaan tersebut sesuai dengan kemampuan
وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ (Dan mereka memikirkan tentang kejadian langit dan bumi) untuk menyimpulkan dalil melalui keduanya akan kekuasaan Allāh SWT, kata mereka
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ (Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan ini)maksudnya makhluk yang kami saksikan ini
هَذَا بَاطِلًا (Dengan sia–sia) menjadi hal, sebaliknya semua ini menjadi bukti kesempurnaan kekuasaan Mu
سُبْحَانَكَ (Maha Suci Engkau) artinya tidak mungkin Engkau akan berbuat sia–sia
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  (Maka lindungilah kami dari siksa Neraka)[11]

4.   Tafsir Al Lubāb
a.   Ayat 190
Berbicara tentang penciptaan benda–benda angkasa, seperti matahari, bulan dan gugusan bintang–bintang atau berbicara tentang pengaturan sistem kerja benda langit itu, demikian juga kejadian dan perputaran bumi, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang atau perbedaannya dalam panjang dan pendeknya masa masing–masing. Semua fenomena itu, menurut ayat tersebut, merupakan tanda–tanda tentang wujud dan kemahakuasaan Allāh SWT bagi Ūlul Albāb yakni orang–orang yang mempunyai akal dan jiwa yang tidak diselubungi oleh kerancuan.
b.   Ayat 191
Ayat ini menjelaskan sifat–sifat Ūlul Albāb itu, yakni mereka (baik lelaki maupun perempuan) yang mengingat Allāh SWT dalam seluruh situasi dan kondisinya; berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring. Mereka memikirkan tentang penciptaan dan sistem kerja langit dan bumi dan setelah itu berkesimpulan bahwa; Tuhan tidak menciptakan alam raya dan segala isinya dengan sia–sia atau tanpa tujuan yang hak. Mereka juga menyucikan Allāh SWT dari segala kekurangan dan keburukan yang mereka dengar atau terlintas sesekali dalam benak mereka. Disamping itu, mereka selalu bermohon kiranya dilindungi dari azab Neraka.[12]

C.  PENGAPLIKASIAN QS. 'ĀLI `IMRĀN [003] : 190–191 DALAM KEHIDUPAN
Setiap manusia memiliki cara tersendiri dalam mengaplikasi kandungan QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 dalam kehidupannya, tetapi pemakalah mencoba untuk memaparkan hal yang mudah agar makna yang terkandung dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191 bisa diaplikasikan dalam kehidupan, diantaranya :
1.   Niatkan hanya untuk Allāh SWT dan Rasūl–Nya
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمِنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ اِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَاهَاجَرَ إِلَيْهِ
“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap–tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan. Barangsiapa niat hijrahnya karena Allāh dan Rasūl–Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allāh dan Rasūl–Nya. Dan barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang diniatkan.”[13]

2.   Tadzakkur dalam segala kondisi
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كَلِّ أَحْيَانِهِ
“Dari ‘Aisyah ra, berkata: Rasūlullāh SAW berdzikir kepada Allāh SWT dalam segala keadaan”[14]
Rasūlullāh SAW saja seorang Nabi dan Rasūl, pendidik, pemimpin, yang sudah diampuni dosanya, sudah pasti masuk syurga masih berdzikir kepada Allāh SWT dalam segala keadaan. Nah kita?, bukan Nabi atau Rasūl, belum pasti diampuni dosanya, belum pasti masuk syurga, tidak mau berdzikir kepada Allāh SWT padahal waktu yang dikasihkan oleh Allāh SWT masih ada lantas tidak berdzikir. Sungguh merugilah kita, kalau sampai hal itu terjadi.

3.   Tafakkur apa yang setiap apa yang dilakukan
Syaikh Abu Sulaiman ad–Darani berkata: “Sesungguhnya aku keluar dari rumahku, lalu setiap sesuatu yang aku lihat, merupakan nikmat Allāh SWT dan ada pelajaran bagi diriku.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dun–ya dalam “Kitab at–Tawakkul wal I’tibar.”
Sungguh beruntung sekali jika manusia selalu tafakkur(memikirkan) setiap sesuatu yang akan dilakukannya dan setelah dilakukannya, maka dalam dirinya akan terbentuk sikap kehati–hatian dalam melangkah dan bertindak, sehingga dalam dalam dirinya muncullah sifat muhasabah.
Setelah munculnya sifat muhasabah dalam dirinya, maka pasti dirinya akan bergantung kepada Allāh SWT dalam segala kondisi dan bersyukur kepada–Nya terhadap apa yang sudah diberikan.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيْدٌ ﴿٧﴾
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat–Ku), maka sesungguhnya adzab–Ku sangat pedih.”[15]

D.  ASPEK TARBAWI
Dari penjelasan berbagai penafsiran oleh para Mufassir diatas, penulis mencoba untuk menguraikan nilai–nilai pendidikan yang terkandung didalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190–191, antara lain :


1.   Alam Semesta adalah Objek Tafakkur
Al Qur’ān mengajak untuk berpikir dengan beragam bentuk redaksi tentang segala hal, kecuali tentang zat Allāh SWT karena mencurahkan akal untuk memikirkan zat–Nya adalah pemborosan energi akal, mengingat pengetahuan tentang zat Allāh SWT tidak mungkin dicapai oleh akal manusia.
Maka, hendaklah kaum Ūlul Albāb mencurahkan segenap potensi mereka untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi beserta isinya dengan seluruh keteraturan dan ketelitian penciptaannya, sehingga Allāh SWT akan menunjukkan kepada mereka suatu kesimpulan bahwa penciptaan keduanya adalah untuk suatu hikmah, bukan untuk kesia–siaan.[16]

2.   Ajakan untuk ber–tadzakkur
Ber–tadzakkur adalah salah satu hal penting dalam terciptanya kedamaian dalam hati manusia. Karena dengan melalukan hal tersebut, hidup kita terasa senang, karena Allāh SWT yang selalu kita sebut, baik dalam hati, lisan, pikiran, maupun alat indera yang lain. Dan kita akan selalu merasa diawasi oleh Allāh SWT, sehingga untuk berbuat sesuatu yang diharamkan oleh Allāh SWT kita menjadi malu, karena diawal melakukan aktivitas kita mengingat Allāh SWT, dalam melalukan aktivitas kita mengingat Allāh SWT dan setelah selesai melakukan aktivitaspun kita mengingat Allāh SWT.

3.   Belajar melalui alam
Alam ini menyediakan bahan pelajaran yang sangat dapat dilihat oleh indera manusia. Belajar melalui alam ini sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran yang bersifat umum, karena Allāh SWT telah menyediakannya melalui alam ini.

Ayat–ayat yang menunjukkan Ūlul Albāb mempunyai 16 ciri sesuai dengan urutan penyebutan dalam surat. Keenam belas ciri Ūlul Albāb ini dapat dijadikan sebagai aspek tarbawi, adalah sebagai berikut :
1.       (QS. Al Baqarah [002] : 179) Bertakwa dan menegakkan hak asasi manusia
2.       (QS. Al Baqarah [002] :197) Menjalankan ibadah haji dan menyiapkan bekal takwa dalam kehidupannya
3.       (QS. Al Baqarah [002] : 269) Mengambil pelajaran dan hikmah (pemikiran filosofis) dalam mencari kebaikan yang banyak
4.       (QS. 'Āli `Imrān [003] : 007) Mengimani Al Qur’ān dan memahami ayat–ayatnya, baik yang muhkamat maupun yang mutasyabihat
5.       (QS. 'Āli `Imrān [003] : 190) Memiliki pengetahuan tentang ruang angkasa, geografi, meteorologi dan geofisika
6.       (QS. Al Mā'idah [005] : 100) Dapat membedakan antara kebenaran dan keburukan, tidak tergoda oleh keburukan dan selalu bertakwa dalam mencari keberuntungan
7.       (QS. Surah Yūsuf [012] : 111) Mengimani dan mengambil pelajaran dari kisah para Nabi dan Rasūl–Nya
8.       (QS. Ar Ra`d [013] : 019) Memahami kebenaran mutlak yang datang dari Allāh SWT
9.       (QS. 'Ibrāĥīm [014] : 052) Menyakini ke–Esa–an Allāh SWT dan memberi peringatan kepada umat manusia dengan dasar Al Qur’ān
10.    (QS. Şād [038] : 029) Mendalami kandungan Al Qur’ān untuk mengambil nilai kebaikan yang banyak (berkah)
11.    (QS. Şād [038] : 043) Mengambil pelajaran dari kisah Nabi Zakariyyā as dan Nabi Yunūs as (mengkaji sejarah)
12.    (QS. Az Zumar [039] : 009) Mensyukuri ilmu dengan sujud dan shalat pada waktu malam dalam upaya mendapatkan rahmat Allāh SWT serta merasa takut terhadap adzab–Nya
13.    (QS. Az Zumar [039] : 018) Menyeleksi informasi terbaik dengan tolok ukur hidayah dan norma agama Allāh SWT
14.    (QS. Az Zumar [039] : 021) Memiliki pengetahuan tentang flora dan fauna (zoologi dan botani)
15.    (QS. Al Ghāfir [040] : 54) Mengambil pelajaran dari kitab Taurāt yang dibawa oleh Nabi Mūsā as yang diwariskan kepada orang Israil (Yahudi)
16.    (QS. Aţ Ţalāq [065] : 10)  Beriman dan bertakwa kepada Allāh SWT, memiliki kesadaran tinggi serta takut terhadap siksaan–Nya yang dahsyat[17]



BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
QS. 'Āli `Imrān [003] mengandung dalil–dalil dan alasan–alasan untuk membantah kaum Nashara/Nasrani yang memper–Tuhankan Nabi ‘Isā as., menerangkan peperangan Badar dan Uhud, agar kemenangan di peperangan Badar dan kekalahan di peperangan Uhud yang dialami kaum Muslimin itu, dapat dijadikan pelajaran.

Ayat 190–191 merupakan awal ayat–ayat penutup QS. 'Āli `Imrān [003], dimana ayat tersebut Allāh SWT memerintahkan kita untuk melihat, merenung dan mengambil kesimpulan pada tanda–tanda ke–Esa–an Allāh SWT. Karena tanda–tanda tersebut hanya diciptakan oleh Yang Maha Pencipta, Yang Maha Suci. Dengan menyakini hal tersebut maka keimanan mereka berdasarkan atas keyakinan yang benar dan bukan hanya sekedar ikut–ikutan.

Pada ayat 190, inilah salah satu fungsi akal yang diberikan kepada seluruh manusia yaitu agar mereka dapat menggunakan akal tersebut untuk merenungkan tanda–tanda yang telah diberikan oleh Allāh SWT. Kemudian Allāh SWT menyebut mereka dengan sebutan Ūlul Albāb.

Kemudian di ayat 191, Ūlul Albāb itu ditegaskan dengan mengingat Allāh SWT dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Sehingga mereka (Ūlul Albāb) memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, dan berkesimpulan tidak ada yang sia–sia apa yang diciptakan oleh Allāh SWT dan mensucikan–Nya dan meminta perlindungan dari azab Neraka. Satu hal yang pasti, bahwa kaum Ūlul Albāb itu senantiasa mengingat Allāh SWT dalam keadaan apapun. Allāh SWT yang diingatnya, hingga menggantungkan semua hanya kepada Allāh SWT. Bertasbih, memuji–Nya tanpa kenal lelah, sungguh beruntung sekali orang–orang yang memuji Allāh SWT.
B.  SARAN
Alhamdulillāh, berkat rahmat Allāh SWT pemakalah telah menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi I ini tepat pada waktunya. Namun perjuangan untuk menuntut ilmu belum berakhir masih terus berlanjut, hingga nafas terakhir.
Maka dari itu, pemakalah mengingatkan kepada para pembaca untuk selalu mengingat dan memikirkan tentang penciptaan ini sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allāh SWT.
Pemakalah juga mengharapkan adanya kritik dan saran dalam makalah ini guna memperbaiki kesalahan–kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Tetaplah ingat Allāh SWT dalam keadaan apapun, karena dengan begitu kita akan dekat dengan–Nya. Semoga Allāh SWT meridhoi langkah kita dalam beramal shalih. Aamiin.


DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’ānul Karīm
As Sunnah
Asy–Syuyuthi, Jalaluddin. 2008. Sebab Turunnya Ayat Al Qur’ān. Diterjemahkan oleh Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani Press
Asy–Syuyuthi, Jalaluddin & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al–Mahalliy. 2009. Tafsir Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Jilid I. Diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensido
Isawi, Muhammad Ahmad. 2009. Tafsir Ibnu Mas’ud (Studi tentang Ibnu Mas’ud dan Tafsirnya). Diterjemahkan oleh Ali Murthado Syahudi. Jakarta: Pustaka Azzam
Ishaq Al–Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin. 2003. Lubaabut Tafsiir Min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 4, Diterjemahkan oleh Tim Abdul Ghoffar. Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’i
Muhammad, Su’aib H. 2013. Tafsir Tematik, Konsep, Alat Bantu dan Contoh Penerapannya. Malang: UIN Maliki Press
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat–Ayat Pendidikan (Tafsir Al–Ayat Al–Tarbawiy). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Qardhawi, Yusuf. 1996. Al Qur’ān berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Al–‘Aqlu wal–‘Ilmu fil Qur’ānil–Karīm). Cet I. Diterjemahkan oleh Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani Press
Quthb, Syahid Sayyid. 2001. Tafsir Fi Zhilalil Qur’ān (dibawah Naungan Al Qur’ān) Jilid 2. Cet. 1. Diterjemahkan oleh Tim As’ad Yasin. Jakarta: Gema Insani Press
Sambas, Syukriadi. 2012. Mantik (Kaidah Berpikir Islam). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Shihab, M. Quraish. 2012. Al Lubāb, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah–Surah Al Qur’ān, Cet. I. Tanggerang: Lentera Hati



CURICULUM VITAE
 








A.  Biodata Pribadi
Nama Lengkap                  :    Muḥammad Son Ḥaji
Tempat, Tanggal Lahir     :    Pekalongan, 27 Februari 1995
Jenis Kelamin                   :    Laki – Laki
Agama                               :    Islām
Kebangsaan                       :    Indonesia
Status                                :    Belum Menikah
Alamat                              :    Jl. Jlamprang, Krapyak Lor Gg. 2 / 39, Rt.5 Rw.2
Kec. Pekalongan Utara, Kota Pekalongan
No Hp                                :    +62 857 4255 1179
Email / Facebook              :    sonhajisayangkamu@gmail.com

B.  Riwayat Pendidikan
TK/RA                               :    RA Masyithoh 13                               1999 – 2001
SD/MI                               :    MSI 11 Nurul Islam                            2001 – 2007
SMP/MTs                          :    MTs Nurul Islam                                2007 – 2010
SMA/SMK/MA                :    Kejar Paket C                                      2012 – 2015
Perguruan Tinggi              :    STAIN/IAIN Pekalongan             2015 – sekarang





[1]     QS. Al Baqarah ini termasuk dalam golongan surah Madaniyah yang terdiri dari 286 ayat dan surah nomor 2 dalam urutan surah di Mushaf Al Qur’ān
[2]     QS. 'Āli `Imrān [003] : 019
[3]     Pemakalah hanya menemukan Asbābun Nuzūl yang terdapat dalam QS. 'Āli `Imrān [003] : 190 sedangkan ayat 191, pemakalah belum menemukannya
[4]     Jalaluddin Asy–Syuyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al Qur’ān, penj., Tim Abdul Hayyie, Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 148–149
[5]     HR. Ibnu Hibban
[6]     Syahid Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’ān (dibawah Naungan Al Qur’ān) Jilid 2, penj. Tim As’ad Yasin, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) hlm. 245
[7]     Su’aib H. Muhammad, Tafsir Tematik, Konsep, Alat Bantu dan Contoh Penerapannya, (Malang: UIN–Maliki Press, 2013), hlm. 74–75
[8]     Abuddin Nata, Tafsir Ayat–Ayat Pendidikan (Tafsir Al–Ayat Al–Tarbawiy), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009) hlm. 131–132
[9]     Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibnu Mas’ud (Studi tentang Ibnu Mas’ud dan Tafsirnya), penj., Ali Murthado Syahudi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 376
[10]   Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al–Sheikh, Lubaabut Tafsiir Min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 4, penj. Tim Abdul Ghoffar, (Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’i, 2003) hlm.210–211
[11]   Imam Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy & Imam Jalaluddin Asy Syuyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Jilid I, penj., Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2009) hlm. 286–287
[12]   M. Quraish Shihab, Al Lubāb, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah–Surah Al Qur’ān, Cet. I, (Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 156
[13]   Shahih Bukhari dan Muslim (diriwayatkan oleh ‘Umar ibn Khaththab ra)
[14]   Shahih Muslim, Kitab : Haid, Bab : Dzikir kepada Allāh SWT saat junub dan selainnya (Shahih Muslim no. 373 versi Syarh Shahih Muslim)
[15]   QS. 'Ibrāĥīm [014] : 7
[16]   Yusuf Qardhawi, Al Qur’ān berbicara dengan Akal dan Ilmu Pengetahuan (Al–‘Aqlu wal–‘Ilmu fil–Qur’ānil–Karīm, Tim Abdul Hayyie, Cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 42–43
[17]   Syukriadi Sambas, Mantik (Kaidah Berpikir Islam), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 21–22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar