JATI DIRI
MANUSIA
PROSES PEMBENTUKAN MANUSIA
Al Mu'minun ayat 12 – 14
AMRIZAL.
M 2021114169
Kelas: PAI B
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
Tuhan semesta alam. Sholawat serta salam tidak lupa kami ucapkan untuk
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang Malaikat sebagai
Pendidik.
Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II pada semester 6
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan tahun akademik 2017.
Kami menyadari bahwa
tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan
terwujud. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami bermaksud mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Orang tua kami tercinta
yang telah banyak berdoa untuk kami, dan dukungan moril maupun materil
2.
Muhammad Ghufron, M.S.I
sebagai dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II
3.
Bapak dan Ibu dosen IAIN Pekalongan yang telah
memberikan dukungan dan motivasi.
4.
Teman-teman khususnya
kelas PAI - B yang kami hormati.
5.
Dan semua pihak yang
telah memberikan dukungan moral dan material.
Demikian
makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna dan menambah ilmu pengetahuan
untuk kita semua. Amin
Pekalongan, 13 Februari 2017
Pemakalah
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Judul garis
besar makalah ini adalah “Jati Diri Manusia” , dan sub pembahasannya adalah “Proses penciptaan manusia”
B. Al Mu'minun ayat 12 – 14
1.
Ayat dan
Terjemahan
Artinya :
“Dan sungguh, kami telah menciptakan manusia dari
sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
menjadikan air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh. Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu
sesuatu yang melekat itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal
daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, kami menjadikannya makhluk
yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, pencipta yang paling baik” (Q.S.
Al-Mu’minun: 12-14)
2.
Mufrodat
C.
Arti Penting.
Proses pembentukan bayi dari sejak pembuahan sampai lahir tidak
dapat di amati secara lansung oleh manusia. para ahlikedokteran mempergunakan
berbagai kesempatan, cara dan alat untuk mendapat keterangan-keterangan tentang
proses pertumbuhan sejak pembuahan itu terjadi. walaupun pada akhirnya mereka
berhasil mengungkap misteri tersebut. Akan tetapi teori-teori mereka agak
terlambat karena sebelumnya Al-quran telah terlebih dahulu menjelasakannya
secara detail dan jelas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tafsir
1.
Tafir Al-Mishbah.
Disini dikemukakan tujuh tahap proses kejadian manusia sehingga ia
lahir di pentas bumi ini. Seakan-akan ayat ini menyatakan bahwa engkau berhasil
keluar dan berada di pentas bumi ini setelah melalui tujuh fase, dan engkau pun
perlu menghiasi diri dengan tujuh hal supaya berhasil dalam kehidupan setelah
kehidupan ini. Demikiam uraian abu Ja’far Ibn az-Zubair tetang hubungan ayt
ini, yang selanjutnya menulis bahwa agaknya yang menguatkan keterangan diatas
adalah disebutnya tujuh jalan di atas manusia (ayat 17) sesudah uraian tentang
ketujuh fase kejadian manusia itu.
Al-Biqa’i menguraikan hubungan
ayat-ayat di atas dengan menyatakan bahwa, akhir ayat yang lalu berbicara
tentang pewarisan surga di hari kemudian, mengandung makna seakan-akan Allah berfirman
: Kami telah menetapkan adanya kebangkitan bagi seluruh hamba Kami setelah
kematian mereka. Ada sekelompok manusia surga yang penuh kenikmatan dan ada
sekelompok yang menuju neraka. Kami kuasa membangkitkan kamu kembali, walau
jazad kamu telah kuyak dan telahj menjadi tanah. Karena tanah pernah menjadi
sumber kehidupan. Sebagaimana kami kuasa memulai – dengan menciptkan orang tua
kamu, adam, dari tanah yang ketika itu belum menjadi sumber kehidupan, maka
kini kami mampu menghidupkan kamu semua kembali setelah kamu menjadi tanah yang
sudah pernah hidup demikian lebih kurang Al-Biqa’i.
Apapun hubungan yang Anda pilih atau
kemukakan, yang jelas ayat ini lebih kurang menytkan : Dan sesungguhnya
Kami bersumpah bahwa Kami telah menciptakan manusia , yakni jenis
manusia yang kamu saksikan, bermula dari suatu saripati yang
bersal dari tanah. Kemudian kami menjadikannya yakni sari pati
itu nuthfah yang disimpan dalam tempat yang kokoh, yakni rahim
ibu. Kemudia kami ciptkan yakni jadikan nuthfah itu ‘alaqah, lalu
kami ciptakan yakni jadikan ;’alaqah itu mudhghah yang merupakan
yang merupakan sesuatu yang kecil sekerat daging, lalu kami ciptakan
yakni jadikan mudhghah itu tulang-belulang, lalu Kami bungkus tulang
belulang itu dengan daging. Kemudian Kami mewujudkannya yakni tulang
belulang yang dibungkus dengan daging itu menjadi – setalah Kami meniupkan ruh
ciptaan kami kepadanya – makhluk lain daripada yang lain yang sepenuhnya
berbeda dengan unsur-unsur kejadiannya yang tersebut diatas bahkan beda dengan
makhluk-makhluk yang lain. Maka Maha banyak lagi mantap keberkahan yang
tercurah dari Allah, Pencipta Yang Terbaik.
Berbeda-beda pendapat ulama tentang siapa yang dimaksud dengan al-insan|
manusia pada ayat 12 diatas, banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah
Adam. Memang ayat selanjutnya menyatakan kami menjadikannya nuthfah, bukan Kami
menjadikannya keturunannya nuthfah. Ini – menurut penganut pendapat diatas –
tidak menjadi halangan , karena sudah demikian populer bahwa anak keturunan
Adam melalui proses nuthfah.
Bagi yng menerima pendapat di atas, ada yang menyatakan bahwa kata
al-Insan dimaksud adalah jenis manusia. Al-Biqa’i misalnya menulis bahwa
sulaalah min thii | saripati dari tanah, merupakan tanah yang menjadi bahan penciptaan
Adam. Thabthaba’i juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-insan tidak
mungkin Adam as.
Thohir Ibn Asyhur, walaupun membuka
kemungkinan memahami kata al-insan
dalam arti Adam, cenderung berpendapat al-insan
yang dimaksud adalah putra – putrid Adam as. Sari pati dari tanah itu
menurutnya adalah apa yang diproduksi oleh alat pencernaan dari bahan makanan
yang kemudian menjadi darah, yang kemudian berproses sehingga menjadi sperma
ketika terjadi hubungan seks.
Kata nuthfah
dalam bahasa Arab berarti setetes yang
dapat membasahi. Ada juga yang memahami kata itu dalam arti hasil pertemuan
antara sperma dan ovum. Penggunaan kata ini menyangkut proses kejadian manusia
sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang
menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih
manusia sedang yang bias bertemu dengan indung telur wanita adalahy hanya satu
saja.
Kata ‘alaqah
terambil dari kata ‘alaq . dalam
kamus-kamus kata itu diartikan (a) segumpal darah yang membeku, (b) sesuatu
yang seperti cacing, berwarna hitam, terdapat dalam air, yang bila air itu
diminum cacing itu menyangkut dikerongkongan, dan (c) sesuatu yang bergantung
atau berdempet.
Kata Mudhghah
terambil dari kata mudgagha yang berarti mengunyah. Mudhghah adalah sesuatu yang kadarnya kecil sehi8ngga
dapat dikunyah.
Kata kasauna
terambil dari kata kasa yang
berarti membungkus. Daging
diibaratkan pakaian yang membungkus tulang.]
Kata
ansya’amengandung makna mewujudkan
sesuatu serta memelihara serta mendidikny, Penggunaan kata tersebut dalam
menjelaskan proses terakhir dari kejadian manusia mengisyaratkan bahwa proses
terakhir itu berbeda sepenuhnya dengan sifat, cirri dan keadaannya dengan apa
yang ditemukan dalam proses sebelumnya.
Kata tabaaraka
terambil dari kata barakah yang
berarti “sesuatu yang mantab”. Ia juga berarti “kebajikan yang melimpah dan
beraneka ragam serta bersinambung.”
Kata al-khaaliqiinadalah
bentuk jamak dari kata khaliq bentuk jamak itu mengisyaratkan bahwa ada khaliq
selain Allah, tetapi Allah adalah yang terbaik. Jika kata tersebut dipahami
dalam arti mengukur, maka cukup jelas penggunaan bentuk jamak itu, karena harus
diakui sekian banyak orang yang mengukur, katakanlah mengukur kain, atau tanah.
Allah adalah sebaik-baik khaliq. Karena dia yang mengukur kadar-kadar dengan
sangat teliti, rapi dan serasi, sehingga semua makhluk antara lain manusia yang
merupakan makhluk Allah yang untuknya diciptakan segala yang di langit dan di
bumi dapat hidup nyaman[1]
2. Tafsir Ibn Katsir
“Kemudian kami menjadikan nuthfah” dhamir
“hu” merujuk kepada jenis manusia seperti yang terjadi pada firman Allah
Ta’ala. “Dan Dia memulai pwnciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia
menjjadikan keturunannya dari sari pati, dari air yang hina”(as-Sajdah : 7-8),
yakni lemah.
Firman Allah Allah Ta’ala, “Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah,“ yakni Kami menjadikan nuthfah itu, yaitu
air yang memancar yang keluar dari tulang punggung laki-laki dan tulang rusuk
perempuan yang terletak antara dada dan pusar. Kemudian air mani itu menjadi
segumpal darah merah yang berbentuk ‘alaqah yang lonkong. “Lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging,” yaitu sebentuk daging yang kira-kira sebesar
satu suapan. Daging ini tidak berbentuk dan berpola. “Dan segumpal daging itu
kami jadikan tulang belulang.” Yakni Kami membentuknya menjadi bentuk yang
memiliki kepala dua tangan dan dua kaki dengan tulang, saraf, dan urat-uratnya.
“Lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging”, yakni kami menjadikan
daging itu sebagai pembungkus, penguat dan pengokoh tulang. “kemudian Kami
jadikan makhluk yang berbentuk lain,” yakni kami tiupkan kepadanya ruh sehingga
ia bergerak dan menjadi makhluk lain yang memiliki pendengaran, penglihatan,
penciuman, gerakan, dan dinamika.
Firman Allah Ta’ala, “Maka mahasuci Allah
pencipta yang paling baik.” Yakni ketika Allah menurunkan kekuasaan dan
kelembutan-Nya dalam menciptakan setetes mani ini dari satu kondisi lain dan
dari satu bentuk ke bentuk lain sehingga terciptalah sisik manusia yang lengkap
dan sempurna posturnya, maka Allah Ta’ala berfirman, “Maka Mahasuci Allah,
Pencipta yang paling baik.[2]
B.
Aplikasi dalam Kehidupan
1.
Pendidikan Harus Mempunyai
Tahapan-tahapan.
Hal ini dapat disimpulkan dari
proses kejadian manusia yang bertahap-tahap. Hal ini dapat dijadikan rujukan
bagi kita, baik sebagai pendidik maupun peserta didik agar senantiasa belajar
dengan tahap-tahap dari tingkat rendah ke yang lebih tinggi, dari mudah kemudian yang
sukar, dan lain sebagainya. Allah saja yang mampu manjadikannya sekaligus tidak
melakukan demikian, apalagi kita sebagai manusia biasa yang ilmunya dibandigkan
dengan Allah adalah setetes tinta yang dicelupkan ke dalam samudra yang luas.
2.
Manusia Dilarang Berlaku Sombong
Banyak pelajaran yang dapat ditarik
dari air yang merupakan asal kejadian manusia itu, antara lain adalah kelemahan
manusia. Seakan-akan ayat
ini menyatakan kepada manusia.
“Hai manusia, engkau lemah tidak memiliki
kekuasaan. Air yang terdapat pada dirimu sendiri engkau tidak mampu menahan pancarannya,
itulah kejadianmu”
Sayyidina Ali berkata: “Hai manusia
mengapa engkau angkuh? Engkau diciptakan dari air yang hina, engkau berjalan
membawa kotoran dalam perutmu, dan badanmu kelak jika engkau mati akan menjadi
bangkai yang menjijikkan”[3]
3.
Manusia adalah makhluk pertama yang
disebut dalam Al-Qur’an
Dalam memperkenalkan
perbuatan-perbuatannya, penciptaan merupakan hal pertama yang dipertegas karena
ia merupakan persyaratan bagi terlaksana perbuatan-perbuatan lain. Dalam hal
ini adalah penciptaan manusia.
Manusia adalah makhluk pertama yang
disebut Allah dalam Al-Qur’an melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia
diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya atau karena segala sesuatu dalam
alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi kepentingan manusia, tetapi
juga karena kitab suci Al-Qur’an ditunjukkan kepada manusia guna menjadi pelita
hidupnya[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang surat Al Mu'minun ayat 12 – 15 , penulis menyimpulkan:
1. Manusia diciptakan Allah dari tanah.
2. Manusia diciptakan melalui tiga
tahapan dalam rahim ibunya.
3. Manusia tidak diciptakan dari mani
yang lengkap
B. Saran
Karena manusia diciptakan oleh Allah dari tanah, maka manusia sepatutnya
selalu bertaqwa kepada Allah SWT. dan manusia hendaknya tidak berlaku sombong
karena manusia hanya diciptakan dari air yang hina yaitu air mani.
DAFTAR
PUSTAKA
ar-Rifa’I,
M. Nasib , 1989, Taisiru Al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 Riyadh, Maktabah Ma’arif,
Shihab, M.
Quraish, 2006, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, vol. 15,cetakan
V, Jakarta: Lentera Hati
Shihab, M.Quraish ,2002, Tafsir Al-Mishbah Jakarta,
Lentera Hati
NAMA : AMRIZAL MUTTAQIN
NIM : 2021114111
TTL : PEKALONGAN 30 AGUSTUS
1996
ALAMAT : KRATON LOR GANG 1B. NOMER 3 PEKALONGAN
PENDIDIKAN : SDN KANDANG PANJANG 01
SMPN 03 PEKALONGAN
SMA AL-IRSYAD PEKALONGAN
SMA AL-IRSYAD PEKALONGAN
IAIN PEKALONGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar