PRINSIP ETOS KERJA
“MINTALAH KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT”
(Q.S AL-BAQARAH, 2: 201)
Reni Pretiani (2021115120)
Kelas A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / JURUSAN PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “PRINSIP ETOS KERJA
(MEMINTA KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT) dalam QS. Al-Baqarah ayat 201”. Sholawat beserta salam tak lupa pula saya
haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad saw yang telah membawa kita
semua dari alam kejahiliaan ke alam yang terang benderang yang di sinari oleh
ilmu pengetahuan, iman dan islam. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Allah swt yang telah
memberikan kemudahan bagi saya untuk mengerjakan makalah ini.
2.
Kedua Orang Tua yang selalu mendukung saya
untuk semangat dalam belajar.
3.
Dosen Pengampu mata kuliah tafsir tarbawi yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
4.
Saya juga mengucapakn terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu
saya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “PRINSIP ETOS KERJA (MEMINTA
KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT) dalam QS. Al-Baqarah ayat 201” ini.
Saya sadar dalam penulisan
makalah ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun.
Pekalongan, 17 Maret 2017
Reni Pretiani
2021115120
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia
harus melalui dua macam kehidupan, kehidupan di alam dunia (Fana) dan kehidupan
di Alam akhirat (Baqa). Pintu gerbangnya adalah kematian. Kebanyakan manusia
mementingkan kehidupan di alam fana dengan melupakan kehidupan di alam baqa.
Keadaan yang serupa itu, mungkin mereka tidak mengerti, bagaimana sebaiknya
yang akan dipilih, apakah kehidupan dunia saja, atau akhirat saja.
Kehidupan di
dunia ini adalah suatu kehidupan yang sangat singkat dibandingkan dengan
kehidupan di akhirat kelak, sehingga segala gerak langkah dan perbuatan kita di
dunia ini sesungguhnya ibarat orang yang sedang menanam pohon yang hasilnya
baru akan diperoleh kelak diakhirat.
Dengan menyeimbangkan kesibukan di dunia dan akhirat merupakan
salah satu kewajiban muslim. Sibuk mencari rezeki di dunia memng menjadi suatu
keharusan. Akan tetapi, perasaan cinta dan ambisi dengan kebahagiaan dunia
tidak boleh menguasai hati.
Sebab, dengan
sibuk fokus dengan keduniaan ini bisa membuat kita melupakan masalah akhirat,
padahal, orang yang menjadikan akhirat sebagai obsesi tertinggi telah
dijanjikan oleh Allah kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,
kita harus senantiasa menyeimbangkan kedua hal ini dengan melakukan
amalan-amalan kebaikan.
B.
Judul
PRINSIP ETOS KERJA “MINTALAH KEBAIKAN DUNIA-AKHIRAT”
C.
Nash
وَ مِنْهُمْ مَّنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى اادُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى الْأَ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (٢٠١)
Artinya: “Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa neraka”.
D.
Arti Penting untuk Dikaji
Dalam surat
Al-Baqarah ayat 201 di atas dapat kita pahami bahwa kebaikan di dunia maupun
kebaikan di akhirat haruslah seimbang, kebaikan dunia bukanlah memiliki harta
yang berlimpah, anak yang banyak, dan lain sebagainya, melainkan kebaikan
adalah jika kita memiliki amal yang banyak, pengetahuan yang luas, dan tidak
sombong kepada orang lain. Kebaikan akhirat adalah tujuan akhir kita, dan
kebaikan di akhirat adalah surga. Dengan mendekatkan diri kepada Allah untuk
mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kita dianjurkan untuk
senantiasa berdoa agar kita dapat memperoleh keuntungan di dunia dan di akhirat
dan agar kita terhindar dari siksa neraka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian Dunia dan Akhirat
Dunia akhirat adalah dua dunia yang tidak dapat dipisahkan dari
orientasi kehidupan seorang muslim. Dunia fana sebagai tempat dan ladang
beramal dan berjuang, sedangkan akhirat yang baqa adalah tempat dan ladang
memetik hasilnya. Disadari atau tidak, semua gerak-gerik dan perbuatan di dunia
ini merupakan tanaman setiap orang yang akan dipetik hasilnya dalam kehidupan
diakhirat kelak.[1]
Menurut Al-Maraghi, sifat dari kehidupan dunia, yang diantaranya
adalah mudah sirna, sebagaimana halnya hujan yang turun membelah bumi yang
tandus, kemudian beraneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan
petani atau orang yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua,
layu dan kering kemudian mati. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang
mencari dan menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak
terpedaya hanya mementingkan kehidupan di dunia, maka yang akan ia dapati hanya
kehidupan dunia itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat,
maka ia akan mendapatkan keduanya yaitu dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai
kebahagiaan hidup diakhirat ia harus mencapai kehidupan dunia.[2]
2.
Kehidupan Dunia dan Akhirat
Ada
beberapa kehidupan di dunia dan di akhirat antara lain:
a)
Kehidupan dunia bersifat fana (sementara), sedangkan akhirat
bersifat baqa (selamanya)
b)
Dunia tempat beramal dan berjuang, sedangkan akhirat tempat memetik
hasil.
c)
Dunia sebagai tempat ujian dan cobaan, sedangkan akhirat tempat
pahala dan ganjaran.
d)
Kehidupan dunia bersifat semu sedangkan kehidupan akhirat bersifat
hakiki.
Di dalam islam, usaha dan doa merupakan dua hal yang tidak dapat
dispisahkan untuk mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat diperlukan dua bentuk
usaha tersebut, dan pendidikan sebagai usaha sadar dari para pelaku pendidikan
merupakan salah satunya. Akan tetapi berusaha melalui kegiatan pendidikan saja
tidaklah cukup, harus pula dibarengi dengan selalu memohon kepada Tuhan, dan
keterampilan berdoa ini dapat dimiliki oleh seorang peserta didik berkat
pendidikan pula.[3]
B.
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 201
1.
Tafsir Al Mishbah
Dalam surah Al-Baqarah : 201, “Dan diantara mereka” yakni manusia
yang telah melaksanakan haji atau semua manusia yang sudah, belum, atau tidak
melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji atau seluruh aktivitas
nya mengarah kepada Allah dan selalu meningat-Nya, sehingga ia berdoa, “Tuhan
kami! Demi kasih syang dan bimbingan-Mu, anugerahilah kami hasanah di dunia dan
hasanah di akhirat”.
Anda baca, yang mereka mohonkan
bukan segala kesenangandunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang baik,
bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat. Dan karena
perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari keburukan, atau karena bisa
jadi hasanah itu diperoleh setelah mengalami siksa, maka mereka menambahkan
permohonan mereka dengan berkata “Dan peliharalah lkami dari siksa neraka”.
Bermacam-macam
penafsiran ulama tentang makna hasanah di dunia dan hasanah diakhirat. Adalah
bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman yang kukuh,
kesehatan, afiat dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal, tetapi segala
yang menyenangkan di hari kemudian. Serta bukan pula hanya keterbebasan dan
rasa takut diakhirat, hisab (perhitungan) yang mudah, masuk ke surga dan
mendapat ridha-Nya, tetapi lebih dari itu, karena anugerah Allah tidak
terbatas.[4]
2.
Tafsir Al-Maraghi
وَ مِنْهُمْ
مَّنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى اادُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْأَ خِرَةِ
حَسَنَةً
“Dan diantara
mereka terdapat pula golongan lain yang mengatakan: “Ya Tuhan kami,
anugerahilah kami kehidupan yang baik dan bahagia di dunia serta kehidupan yang
direstui dan diridhoi di akhirat kelak”. (QS. Al-Baqarah : 201)
Menghendaki
kehidupan yang baik adalah dengan cara meniti sebab musabab yang telah
dibuktikan oleh pengalaman akan kemanfaatannya dalam hal berusaha dan mengatur
tatanan kehidupan, pergaulan dengan masyarakat, menghias diri dengan akhlak
yang luhur dan memegang teguh syariat agama serta berpegangan teguh syariat
agama serta berpegangan kepada sifat-sifat keutamaan yang diakui dalam hidup
bermasyarakat. Sedang menghendaki kehiduan akhirat yang baik adalah melalui
iman yang ikhlas, beramal shaleh serta menghiasi diri dengan akhlak yang mulia
dan budi luhur.
وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ
peliharalah
kami dari dorongan hawa nafsu dan perbuatan dosa yang bisa memasukkan kami ke
neraka. Adapun caranya adalah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat,
menjauhi perbuatan yang rendah dan kotor serta menjauhi kemauan syahwat yang
diharamkan dengan melaksanakan semua kewajiban yang telah diperintahkan oleh
Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ini
mengandung pengertian bahwa berlebih-lebihan dalam masalah agama dan terlalu
keras/kaku adalah suatu hal yang tercela serta keluar dari fitrah manusiawi.
Allah telah melarang para ahli kitab melakukan hal ini dan secara tegas Ia
mencela mereka, sebagaimana Nabi saw pun melarang perbuatan ini. Imam Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits yang beliau terima dari sahabat Anas Ibnu Malik ra,
bahwa Rasulullah saw memanggil seseorang yang keadaan nya persis seperti anak
ayam yang dicabuti bulunya. Kemudian beliau bertanya kepadanya: “Apakah kamu
berdoa sesuatu kepada Allah?” si lelski menjawab: “Ya, saya sedang berdoa: Ya
Allah saya tidak ingin menyiksa duriku di akhirat, maka dari itu percepatlah
siksaanku di dunia saja. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: “Subhanallah
(Maha Suci Allah)! Jika demikian maka anda tidak akan kuat menahannya dan tidak
akan bisa. Mengapa anada tidak mengatakan: Ya Allah, anugerahilah kami dari
siksa neraka”. Kemudian Rasulullah berdoa untuk nya, sehingga sembuhlah ia
berkat doa Nabi dan pertolongan Allah”.
Mereka adalah
orang-orang yang menghendaki kebahagian di dua tempat, yakni kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui
usaha mereka. Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab
musababnya sebagaimana mereka mengehendaki kebahaian akhirat, mereka
sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka
memperoleh dari hasil usahanya ini kebahagiaan di dunia dan akhirat.[5]
3.
Tafsir Al-Azhar
Mereka ini bersama-sama naik haji, bersama wukuf, mabit dan bersama
di mina dengan golongan pertama yang tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian
ihram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan didunia saja. Minta
perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak
turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil yang berganda.
Tetapi golongan yang kedua bukan hanya saja meminta kebaikan didunia, melainkan
memohon oula kebaikan ukhrowi, hari akhirat. Dan kebaikan akhirat itu hendaknya
dibangunkan dari sekarang. Mereka pun memohon hujan turun, suoaya sawah ladang
subur. Dan kalau hasil setahin keluat berlipat ganda, mereka pun akan dapat
berkah lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat
bahagialah mereka diakhirat dengan memakai kebaikan yang abadi didunia. Maka
kebaikan didunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang
sehat dan sebagainya. Lantaran keinsyafan mereka bergama, maka kesehatan badan,
kekayaan, dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal dihari
akhirat kelak. Tetapi kalau mereka hanya mencari kebahaiaan disunia saja, harta
itu akan habis percuma untuk perkara yang kurang berfaidah. Kesehatan badan
akan hilang didalam sendaugurau yang tidak menentu. Penyakit baghil akan
menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggung jawabkan diakhirat kelak, sudah
terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bencana dan azab jika diakhirat.
Itulah sebabnya diujung permohonan mereka kepada Allah SWT, mereka memohon agar
terhindar kiranya dari pada azab api neraka di akhirat.
Doa yang kedua inilah yang baik. Niat mengerjakan haji dengan sikap
jiwa yang kedua inilah yang akan diterima Allah SWT. Sebab itu, walaupun sampai
kepada zaman kita sekarang ini, masihlah akan didapati kedua golongan itu
didalam masyarakat kita.[6]
4.
Tafsir Al-Qurthubi
Dan diantara
mereka yakni manusia yang telah melaksanakan Haji atau semua manusia yang
sudah, belum, atau tidak melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji
atau seluruh aktivitasnya mengarah kepada Allah dan selalu mengingat-Nya,
sehingga ia berdoa, “ Tuhan kami! Demi kasih sayang dan bimbingan-Mu,
anugrahilah kami hasanah didunia dan hasanah diakhirat.”
Anda baca, yang
mereka mohonkan bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah,
yaitu yang baik, bahkan bukan hanya didunia tetapi juga memohon hasanah di
akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari
keburukan, atau karena bisa jadi khasanah itu diperoleh setelah mengalami
siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata, “dan
periharalah pula kami dari siksa neraka”.
Bermacam-macam
penafsiran ulama tentang makna hasanah didunia dan hasanah diakhirat. Adalah
bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman yang kukuh,
kesehatan, afiat, dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal, dan anak-anak
yang shaleh , tetapi segala yang menyenangkan didunia dan berakibat
menyenangkan dihari kemudian. Serta bukan pula hanya keterbatasan dari rasa
takut diakhirat, hisab (perhitungan) yang mudah, masuk kesurga dan mendapat
ridho-N ya, tetapi lebih dari itu, karena anugrah Allah tidak terbatas.[7]
C.
Aplikasi Dalam Kehidupan
Dengan adanya hidup dan mati adalah untuk memberi kesempatan kepada
manusia agar melakukan perbuatan yang baik yang nantinya harus kita pertanggung
jawabkan di hadirat Allah Swt, dikemudian hari. Mengertilah bahwa kita hidup di
dunia ini, manusia seolah-olah tamu, yang tamu itu takkan lama tinggalnya
ditempat ia bertamu. Masjid adalah tempat bersujud dan mengabdi kepada Allah
SWT, itulah yang harus kita datangi setiap hari. Dimana tempat jiwa kita
menerima nasihat-nasihat yang sangat berguna untuk kehidupan di dunia maupun
diakhirat nanti, di situ selalu berkumandang ayat-ayat Allah selaku obat
penyakit jiwa, petunjuk dan pelajaran yang akan kita perdapat.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Pada semua yang diperintahkan Allah, didalamnya pasti terdapat
kebaikan, baik untuk kehidupan di dunia maupun diakhirat.
2.
Segala sesuatu yang merupakan kebaikan, pasti termasuk dalam
kategori yang diperintahkan dan diridhai Allah. Sebaliknya, segala sesuatu yang
mengandung kerusakan, kebinasaan, kemudaratan, dan kejahatan, pastilah termasuk
dalam kategoriyang dilarang dan dibenci Allah.
3.
Manusia wajib berusaha melakukan kebaikan dan yang terbaik dalam
batas-batas kemampuannya.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dunia akhirat
adalah dua dunia yang tidak dapat dipisahkan dari orientasi kehidupan seorang
muslim. Dunia fana sebagai tempat dan ladang beramal dan berjuang, sedangkan
akhirat yang baqa adalah tempat dan ladang memetik hasilnya. Disadari atau
tidak, semua gerak-gerik dan perbuatan di dunia ini merupakan tanaman setiap
orang yang akan dipetik hasilnya dalam kehidupan diakhirat kelak.
Dengan
menyeimbangkan kesibukan di dunia dan akhirat merupakan salah satu kewajiban
muslim. Sibuk mencari rezeki di dunia memng menjadi suatu keharusan. Akan
tetapi, perasaan cinta dan ambisi dengan kebahagiaan dunia tidak boleh
menguasai hati.
Dan dengan
menambah keimanan kita dengan adanya hari akhirat, kita dapat memanfaatkan
kehidupan di dunia ini dengan sebaik mungkin dengan melakukan ibadah dan amal
kebaikan yang sebanyak-banyaknya, sebab amal ibadah dan perbuatan kebaiakan
yang kita lakukan tersebut yang akan dipetik hasilnya di akhirat kelak.
[1] Nanang
Ghojali, Tafsir Hadits Tentang Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2013), hlm. 176
[2] Abuddin Nata, Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 122
[3] Nanang
Ghojali, op. cit., hlm. 177
[4] M. Quarish
Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 440
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2,
(Semarang: Cv. Toha Putra, 1993), hlm. 196-198
[6] Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juz II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 186-188
[8] Abd. Rahman
Dahlan, Kaidah-kaidah Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 9-10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2. Semarang:
Cv. Toha Putra.
Al-Qurtubi, Syaikh Imam. 2007. Tafsir AL-Qurthubi cet.1. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Ghojali, Nanang. 2013. Tafsir Hadits Tentang Pendidikan. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar
Juz II. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Shihab, M. Quarish. 2002. Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Dahlan, Abd. Rahman. 2014. Kaidah-kaidah
Tafsir. Jakarta: Amzah.
BIODATA DIRI
Nama : Reni Pretiani
TTL : Pemalang, 25
November 1996
Alamat
: Karangasem,
Petarukan Pemalang
Riwayat
Pendidikan :
1.
SDN 03 Karangasem
2.
SMP N 3 Petarukan
3.
SMK Satya Praja 1 Petarukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar