“Pendidikan Etika-Global”
Santuni Anak Yatim dan Peduli Fakir Miskin
(QS. Al-Maa’uun: 1-3)
Siti Haryati (2021115366)
Kelas
: A
JURUSAN PEDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUTE AGAMA
ISLAM NEGRI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur kehadirat Allah SWT.
Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II
Makalah ini menjelaskan tentang peringatan bagi
manusia untuk selalu ingat dan menyayangi fakir msikin dan menyantuni mereka
dan jangan pernah sekali-kali menghardik mereka.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa.
Kami sadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen
pembimbing kami meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan
makalah kami di
masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Pekalongan, Mei 2017
Siti Haryati
2021115366
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah....................................................................
1
B.
Nash dan Terjemah............................................................................
1
C.
Arti Penting.......................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................
3
A. Teori..........................................................................................................
3
B. Tafsir.........................................................................................................
4
C. Aplikasi
dalam Kehidupan.......................................................................
8
D. Aspek
Tarbawi..........................................................................................
9
BAB III
PENUTUP..................................................................................
11
A. KESIMPULAN.....................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................
12
PROFIL PENULIS.................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah memberikan
peringatan kepada umat islam agar menjauhi perbuatan-perbuatan orang yang
mendustakan agama, karena sesungguhnya Allah Swt sangat melarang perbuatan
tersebut, sebab perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tergolong dosa
besar yang dapat membawa dirinya kedalam neraka.
Surat Al-Ma’un ayat1-3
menjelaskan tentang perilaku orang-orang yang mendustakan agama, yaitu orang
yang tidak mengasihi anak yatim, padahal mereka berhak mendapat kasih sayang
dari kita, dan sebagian dari harta kita terdapat hak atas mereka.
Berbuat baik kepada anak yatim tidak
hanya diperintahkan kepada orang-orang tertentu, akan tetapi setiap muslim
diperintahkan untuk itu sebagaimana ia diperintahkan untuk melaksanakan semua
amal yang baik dan sholih. Jika Allah ta’ala mengetahui ketulusan niat seorang
hamba, niscaya Dia akan membantunya dalam melaksanakan perbuatan baik. Maka,
hendaklah engkau berkeinginan kuat untuk melasanakan amal-amal shalih, walaupun
baru sekedar berniat di hati sampai suatu saat Allah memberikan kesempatan anda
untuk melakukan amal solih. Sungguh, tidak ada orang yang lebih lemah daripada
orang yang tidak mampu menyelinapkan niat di hatinya untuk melasanakan
amal-amal sholih.
B. Nash dan terjemah Surat Al-Maa’uun ayat 1-3
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيمِ
۱. أَرَأَيْتَ الَّذِي
يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
٢. فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ
الْيَتِيمَ
٣.وَلا يَحُضُّ عَلَى
طَعَامِ الْمِسْكِينِ
Artinya :
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama?.
2. Itulah orang yang menghardik anak
yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin.
C.
Arti Penting
Dengan ayat ini jelaslah bahwa kita sesama
muslim, terutama yang sekeluarga dan
yang sejiran, ajak mengajak, galak menggalakkan supaya menolong anak yatim dan
fakir miskin itu menjadi perasaan bersama, menjadi budipekerti yang umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Surat Al-Ma’un ayat1-3 menjelaskan tentang perilaku orang-orang yang
mendustakan agama, yaitu orang yang tidak mengasihi anak yatim, padahal mereka
berhak mendapat kasih sayang dari kita, dan sebagian dari harta kita terdapat
hak atas mereka.
Berbuat baik kepada anak yatim tidak
hanya diperintahkan kepada orang-orang tertentu, akan tetapi setiap muslim
diperintahkan untuk itu sebagaimana ia diperintahkan untuk melaksanakan semua
amal yang baik dan sholih. Jika Allah ta’ala mengetahui ketulusan niat seorang
hamba, niscaya Dia akan membantunya dalam melaksanakan perbuatan baik. Maka,
hendaklah engkau berkeinginan kuat untuk melasanakan amal-amal shalih, walaupun
baru sekedar berniat di hati sampai suatu saat Allah memberikan kesempatan anda
untuk melakukan amal solih. Sungguh, tidak ada orang yang lebih lemah daripada
orang yang tidak mampu menyelinapkan niat di hatinya untuk melasanakan
amal-amal sholih.
Manusia
itu sangat kikir. Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia keluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan
ia amat kikir, kecuali orang yang mengerjakan shalat, orang-orang yang tetap mengerjakan
shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya ada bagian tertentu bagi orang
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang mereka itu tidak mau meminta)
dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan dan orang-orang yang takut terhadap
adzab Rabbnya tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukariyu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat
atau orang miskin yang sangat fakir. Adapun terhadap anak yatim maka janganlah
kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang meminta-minta maka janganlah kamu
menghardiknya.[1]
B. Tafsir
1. Tafsir Al-Maragi
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِTahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?.
Kata “ ara’ayta” , pada umumnya ulama tafsir memahaminya
dengan arti “ tahukah kamu ?”. pada mulanya ayat ini ditujukan kepada Nabi
Muhammad Saw, tapi karena al-Qur’an berdialog dengan semua orang, maka disini
ia dipahami sebagai ditujukan kepada setiap orang.
Disisi lain, dapat
dipertanyakan, apakah yang dimaksud dengan pertanyaan Tuhan ini ? bukankah
Allah Maha Mengetahui ?
Pertanyaan yang diajukan Allah ini
bukannya bertujuan memperoleh jawaban, karena Allah Maha Mengetahui ,
pertanyaan ini dimaksudkan untuk menggugah hati dan pikiran mitra bicara, agar
memperhtikan kandungan pembicaraan berikut. Seperti misalnya “ maukah engkau
mengetahui kejadian yang sebenarnya ?” pertanyaan semacam ini tidaak menanti
jawaban mitra bicara, tetapi mengharapkan perhatiannya untuk mendengar pembicara.
Dengan pertanyaan
tersebut, ayat pertama ini mengajak manusia untuk menyadari salah satu bukti
utama kesadaran beragama yang tanpa itu, keberagamaannya dinilai sangat lemah.
Kata “ yukadzdzibu”, bisa diterjemahkan
dengan “mendustakan” atau “mengingkari”,
yang berati disini adalah bahwa mendustakan atau mengingkari itu berupa sikap
batin dan dapat juga dalam sikap lahir yang terwujud dalam bentuk perbuatan.
Kata “addin” berarti
pembalasan, arti ini sesuai dengan sikap mereka yang digambarkan oleh asbabun
nuzul surat tersebut, dimana terlihat bawa mereka memberi bantuan pangan (
menyembelih unta untuk dibagi-bagikan) tetapi tidak memberi kepada seorang anak
yatim karena merasa bahwa pemberian kepadanya tidak menghasilkan sesuatu.
Mereka yang bersikap demikian, pada hakikatnya mengingkari bahwa ada hari
dimana Allah akan memberi balasan (ganjaran) bagi setiap amal perbuatan. Dengan
demikian yukadzdzibu biddin dapat pula berarti “ mengingkari hari kiamat”
Mereka yang mengingkari
ad-din sikapnya antara lain tercermin pada ayat berikutnya :
فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَItulah orang yang menghardik anak yatim,
Orang yang mendustakan agama ialah orang
yang menolak anak yatim dan menghardiknya secara kasar ketika anak yatim itu
datang meminta sesuatu daripadanya, karena memandang hina kepada anak yatim itu
dan ketakaburan yang ada pada dirinya.
Karena kematian ayah,
bagi seorang yang belum dewasa menjadikannya kehilangan pelindung, ia
seakan-akan menjadi sendirian, sebatang kara, karena itu ia dinamakan yatim,walaupun
ayat ini berbicara mengenai anak yatim, namun maknanya dapat diperluas sehingga
mencakup semua orang yang lemah dan membutuhkan pertolongan, selain orang yang
menghardik anak yatim, sikap orang yang mendustakan agama juga tercermin dalam
ayat berikut :
وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِdan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Paling tidak ada dua hal yang baik untuk disimak dari
redaksi ayat diatas, serta kumpulan ayat-ayat yang berbicara tentang anjuran
memberi pangan, pertama, ayat-ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban
memberi makanan , tetapi ia berbicara tentang kewajiban menganjurkan
memberi makan. Ini berarti bahwa mereka
yang tidak memiliki kelebihan apapun, dituntut pula oleh ayat-ayat tersebut,
paling sedikit berperan sebagai “penganjur pemberian makanan”.
Hal ini mengandung
pengarahan bagi kita bahwa sekiranya kita tidak mampu menolong orang miskin
maka kita wajib meminta kepada orang lain untuk menolongnya, sebagaimana
dilakukan oleh yayasan-yayasan sosial.
Ringkasnya, pendusta
agama itu mempunyai 2 sifat : pertama, meremehkan orang-orang lemah dan
bersikap sombong dihadapan mereka. Kedua, kikir dengan hartanya terhadap
orang-orang fakir dan orang-orang yang memerlukannya, atau kikir mengajak orang
kaya untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan ysng benar-benar tidak
mampu bekerja dengan sesuatu yang
menyelamatkannya dsri kebinasaan dan sekedar mempertahankan hidup.[2]
Sama halnya dalam hal
ini apakah peremeh hak orang lain, kikir harta, dan tak mau meminta orang lain
untuk menolong , itu orang yang shalat maupun tidak, ia termasuk pembohong
agama. Ibadah shalatnya tidak sanggup mengeluarkannya dari barisan
tersebut, sebab orang yang membenarkan
sesuatu pasti tidak diikuti ketundukan hati meninggalkan yang dibenarkan itu.
Sekiranya orang tersebut membenarkan agama dengan sebenar-benarnya, pastilah ia
menjadi orang yang lembut hatinya, tidak mungkin sombong di hadapan orang-orang
fakir, tidak akan menghardik dan mengusir orang-orang miskin.
Dapatlah disimpulkan bahwa
seorang pendusta agama adalah yang melecehkan hak-hak kaum dhu’afa’ disebabkan
kesombongannya, dan yang bersikap bakhil dengan hartanya terhadap kaum fakir
miskin, dan bersikap bakhil dengan tenaganya untuk mengajak kaum hartawan agar
menyisihkan sebagian harta mereka untuk kaum yang memerlukan pertolongan.
Terutama mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi keperluan hidup
mereka sehari-hari, atau keterampilan yang dapat menghasilkan kecukupan untuk
keluarganya. Sama aja apakah yang melecehkan
hak-hak orang lain dan yang bakhil dengan hartanya itu, seseorang yang
melakukan shalat ataupun tidak. Sebab shalat orang
yang seperti itu perilakunya, tidak akan bermanfaat baginya dan tidak
mengeluarkannya dari barisan orang-orang yang mendustakan agama. Jiwa seorang
yang membenarkan sesuatu, tidak akan terdorong untuk keluar dari batas apa yang
dibenarkannya itu. Maka sekiranya ia membenarkan agama, niscaya ia akan
menyadari bahwa shalatnya hanyalah simbol dari ketundukannya di hadapan sang
Maha Perkasa, yang tak ada siapapun berhak atau layak dipersukutukan denganNya
dalam keagungan-Nya. Dan yang telah mencipta semua makhluk dan menetapkan
batas-batas kebenaran, dan mewajibkan atas kalangan orang-orang kuat dalam
masyarakat agar melaksanakan kasih sayang dan keadilan bagi kaum dhu’afa :
karenanya, siapa saja yang shalatnya tidak mampu mengingatkannya akan
kewajibannya ini, maka sesungguhnya ia telah berbohong dalam ucapannya (dalam
shalatnya) dan bersikap riya’ dalam gerakan-gerakan didalamnya.[3]
2. Tafsir Al-Azhar
“Tahukah engkau,”hai utusan kami” siapakah orang yang mendustakan agama?”
(ayat 1) mendustakan agama ialah, “itulah orang yang menolakkan anakyatim.”
(ayat 2). Di dalam ayat tertuli syadu’-‘u (dengan tasydid), artinya ialah
menolak.Yang menolakkannya dengan tangan bila dia mendekat. Pemakaian kata
yadu’-‘u yang kita artikan dengan menolakkan itu adalah membayangkan kebencian
yang sangat. Rasa tidak senang, rasa jijik, dan tidak boleh mendekat. Kalau dia
mencoba mendekat ditolakkan, biar dia terjatuh tersungkur. Nampaklah maksud ayat
bahwa orang yang membenci anak yatim adalah yang mendustakan agama.“Dan tidak mengajak
atas memberi makan orang miskin.”(ayat 3). Dalam bahasa melayu disebut
“menggalakkan”. Dan tidak mau menggalakkan orang supaya memberi makan orang
miskin. Dilahapnya sendiri saja, dengan tidak memberikan orang miskin.
Az-Zamkhsyari menulis dalam tafsirnya, tentang apa sebab orang-orang yang
menolakkan anak yatim dan tidak mengajak memberi makan fakir miskin dikatakan mendustakan
agama. Karena dalam sikap dan laku peranginya dia mempertunjukkan bahwa dia tidak
percaya inti agama yang sejati, yaitu bahwa orang yang menolong sesamanya yang
lemah akan diberi pahala dan ganjaran mulia oleh Allah. Sebab itu dia tidak mau
berbuat ma’ruf dan sampai hati menyakiti orang yang lemah.[4]
3. Tafsir Al-Misbah
Kata (ذَلِكَ) dzalika/ itu digunakan untuk menunjuk
kepada sesuatu yang jauh. Hal ini memberi kesan betapa jauh tempat dan kedudukan
yang ditunjuk oleh Allah swt. Kata (يُكَذِّبُ) yukadzdzibu/mendustakan
atau mengingkari dapat berupa sikap batin dan dapat juga dalam bentuk sikap lahir,
yang wujud dalam bentuk perbuatan. Kata (دِّينِ) ad-din dari segi bahasa
berarti agama, kepatuhan, dan pembalasan. Seseorang yang kehidupannya dikuasai oleh
kekinian dan kedisinian tidak akan memandang kehari kemudian yang berada jauh
di depan sana. Sikap demikian merupakan pengingkaran serta pendustaan ad-Din, baik dalam arti agama lebih-lebih lagi dalam arti hari kemudian. Kata (يَدُعُّ) yadu’-‘u berarti mendorong dengan keras.
Ayat ini melarang untuk membiarkan dan meninggalkan mereka. Kata (يَتِيم) yatim yang berarti kesendirian. Maksudnya ialah orang yang
lemah dan membutuhkan pertolongan. Kata (يَحُضُّ) yahudhdhu/menganjurkan mengisyaratkan bahwa mereka
yang tidak memiliki kelebihan apa pun tetap dituntut sebagai “penganjur pemberi
pangan”. Kata (طَعَامِ) tha’am berarti makanan atau pangan.[5]
4. Tafsir Al-Qur’an
Al-Karim
(أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ) Ayat pertama ini mengajak manusia
untuk menyadari salah satu bukti utama kesadaran beragama yang tanpa itu,
keberagamaannya dinilai sangat lemah, kalau enggan berkata keberagamaannya nihil.
Bahwa orang yang mendustakan atau mengingkari itu dapat berupa sikap batin dan dapat
juga dalam bentuk sikap lahir yang terwujud dalam bentuk perbuatan. (فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ) Pada ayat kedua ini mengesankan
kedudukan dan tempatnya yang begitu jauh dari Allah swt. Untuk memberi kesan bahwa
mereka yang ditunjuk itu sangat jauh dari Allah swt dan rahmat-Nya. (وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ) Ayat ketiga ini berbicara tentang
mereka yang akan masuk neraka, karena tidak percaya kepada Allah dan tidak pula
mendorong (orang lain) memberi makan orang miskin.[6]
C. Aplikasi dalam kehidupan
Anak yatim adalah anak yang kehilangan ayahnya.
Berbuat baik kepada anak yatim merupakan salah satu bentuk akhlak yang mulia,
sebaliknya berbuat aniaya terhadap anak yatim diancam oleh Allah dengan neraka
dan tidak diterimanya amal ibadah shalat,naudzubillahi min dzalik.
Selain janji Allah di atas, ada banyak keutamaan menyantuni anak yatim
Beberapa cara menyantuni anak yatim adalah sebagai
berikut :
1. Memberinya
makan dan pakaian, serta menanggung kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Di atas telah
disampaikan kepada anda keutamaannya.
2. Mengusap
kepalanya serta menunjukkan kasih sayang kepadanya. Tindakan ini akan mempunyai
pengaruh besar terhadap kejiwaan anak yatim. Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhu jika
melihat anak yatim, beliau mengusap kepalanya dan memberinya sesuatu.
3. Membiayai
sekolahnya, sebagaimana seseoang ingin menyekolahkan anaknya.
4. Mendidiknya
dengan ikhlas, sebagaimana keikhlasanya dalam mendidik anak kandungnya sendiri.
5. Jika ia
melakukan perbuatan yang mengharuskan di beri hukuman maka bersikap
lemah-lembut dalam mendidiknya.
6. Bertakwa
kepada Alloh dalam mengelola harta anak yatim, jika anak yatim itu mempunyai
harta kekayaan. Jangan sampai hartanya di habiskan karena menginginkan agar
anak yatim itu kelak tidak meminta hartanya kembali. Sebaliknya, hartanya harus
di jaga, sehinga ketika ia telah dewasa, harta tersebut dikembalikan kepadanya.
7. Mengembangkan
harta anak yatim dan bersikap ikhlas di dalamnya, sehingga hartanya tidak habis
oleh zakat.
8. Berbuat baik
kepada anak yatim tidak hanya diperintahkan kepada orang-orang tertentu, akan
tetapi setiap muslim diperintahkan untuk itu sebagaimana ia diperintahkan untuk
melaksanakan semua amal yang baik dan sholih. Jika Alloh ta’ala mengetahui
ketulusan niat seorang hamba, niscaya Dia akan membantunya dalam melaksanakan
perbuatan baik. Maka, hendaklah engkau berkeinginan kuat untuk melasanakan
amal-amal shalih, walaupun baru sekedar berniat di hati sampai suatu saat Alloh
memberikan kesempatan anda untuk melakukan amal solih. Sungguh, tidak ada orang
yang lebih lemah daripada orag yang tidak mampu menyelinapkan niat di hatinya
untuk melasanakan amal-amal sholih.
9. Atau
misalkan kita tidak mampu memberi makan anak yatim, paling tidak menganjurkan
tetangga-tetangga kita yang lebih mampu dari kita untuk memberi makan anak
yatim tersebut.[7]
D. Aspek Tarbawi
a.
Kita harus berbuat baik
pada fair miskin dan membantu mereka
b.
Kita juga harus
memberikan hak mereka dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita, maka akan menjadikan diri kita mendapatkan keridhaan dari Allah dan
mendapatkan balasan berupa pahala
c.
Kalau kita tidak bisa
membantu memberi makan orang miskin, setidaknya kita berpartisipasi paling
sedikit dalam bentuk anjuran kepada yang mampu untuk memberikan bantuan kepada
mereka.
d.
Kita tidak boleh
bersikap kikir terhadap fakir miskin, dan harus menyayangi mereka
e.
Kita juga tidak boleh
menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, kita menolaknya
dengan sekeras-kerasnya atau meremehkannya, karena itu merupakan dosa besar.
f.
Memberikan harta anak
yatim dengan adil dan menafkahkan harta untuk anak yatim.
g.
Jangan mendekati harta
anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik dan muliakanlah anak yatim
h.
Janganlah berbuat
sewenang-wenang terhadap anak yatim dan fakir miskin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kandungan surat Al-Ma’un
ayat1-3 menjelaskan tentang perilaku orang-orng yang mendustakan agama, pada
surat ini Allah memberikan peringatan kepada umat islam agar menjauhi
perbuatan-perbuatan orang yang mendustakan agama, karena sesungguhnya Allah Swt
sangat melarang perbuatan tersebut, sebab perbuatan tersebut merupakan
perbuatan yang tergolong dosa besar yang dapat membawa dirinya kedalam neraka.
Diantara perbuatan
yang dilarang dalam surat ini yaitu :
1.
Tidak punya kasih
sayang pada anak yatim. Padahal mereka itu orang yang patut dikasihi. Perlu
diketahui, yatim adalah yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh
(dewasa). Dialah yang patut dikasihi karena mereka tidak lagi memiliki orang
tua yang mengasihinya. Akan tetapi yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang
yang menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, mereka
menolaknya dengan sekeras-kerasnya atau meremehkannya.
2.
Tidak mendorong untuk
mengasihi yang lain, di antaranya fakir miskin. Padahal fakir dan miskin sangat
butuh pada makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak mendorong untuk
memberikan makan pada orang miskin karena hatinya memang telah keras. Jadi
intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat di atas, hatinya benar-benar
keras.
DAFTAR PUSTAKA
Hadhiri,
Choiruddin. 2002. Klasifikasi Kandungan
Al-Qur’an, Jakarta : GEMA INSANI PRESS
Hamka. 1982. Tafsir
Al-Azhar, Jakarta : PUSTAKA PANJIMAS
Mustofa Al-Maragi, Ahmad. 1993. Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT.KARYA TOHA
PUTRA SEMARANG
Shihab, M.Quraish. 2011. Tafsir
Al-Mishbah, Jakarta : LENTERA HATI
Shihab,
M.Quraish. 2000. Tafsir Al-Qur’an
Al-Karim, Bandung : PUSTAKA HIDAYAH
https://ihuzaimah.wordpress.com/2012/09/08/menyantuni-anak-yatim/ ( diakses pada tanggal 30 April 2017)
Biodata Penulis
Nama
: Siti Haryati
Nim
: 2021115366
Jurusan / Prodi : Tarbiyah / PAI
TTL
: Pekalongan, 25 April 1997
Alamat
: Dusun wonokeri Rt 02/Rw 01, Desa Wonorejo, Kec.wonopringgo, Kab. Pekalongan.
[1] Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi
Kandungan Al-Qur’an, (Jakarta : GEMA INSANI PRESS, 2002). Hlm.,252
[2] Ahmad
Mustofa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT.KARYA TOHA PUTRA SEMARANG,
1993).Hlm.,435
[7] https://ihuzaimah.wordpress.com/2012/09/08/menyantuni-anak-yatim/ ( diakses pada tanggal 30 April 2017)
[8]Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan
Al-Qur’an, (Jakarta : GEMA INSANI PRESS, 2002).Hlm.,269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar