TUJUAN
PENDIDIKAN (GENERAL)
“Kebaikan
Dunia Akhirat” ( QS. Al-Baqarah : 201)
Ainul Indah
2021216019
KELAS
: L
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (
IAIN ) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang hingga saat ini masih melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ‘Tujuan
Pendidikan Islam” dengan subtema “ Mencari Kebahagiaan di dunia dan akhirat” dengan
tepat waktu.
Makalah ini
mengulas tentang tafsir tarbawi dari Surat al-Baqarah ayat 201 tetntang tujuan
pendidikan yang di dalamnya mencakup mencarai kebahagiaan hidup di dunia
akhirat.
Kami sadar
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau kesalahan ,oleh karena
itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih
baik lagi.
Akhir kata dari
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita,Amin.
Pekalongan, 13
Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Depan ...................................................................................... 1
Kata Pengantar ....................................................................................... 2
Daftar isi ................................................................................................. 3
BAB I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masalah ............................................................. 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan
Penulisan Makalah .......................................................... 4
BAB
II. Pembahasan
A.
QS. Al-Baqarah : 201 ................................................................. 5
B.
Mufrodat .................................................................................... 5
C.
Penjelasan Tafsir ......................................................................... 5
D.
Aspek Tarbawi ........................................................................... 11
BAB
III. Penutup
A.
Simpulan ..................................................................................... 13
B.
Kritik dan Saran ......................................................................... 13
Daftar Pustaka ........................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan suatu hal yang harus dicari oleh manusia. Begitu juga dalam Agama
Islam. Agama Islam mewajibakan setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan
untuk menuntut ilmu, yang dimulai dari saat manusia itu lahir sampai pada
akhirnya manusia tersebut meninggal.
Dalam
menunutut ilmu, harus seimbang antara mencari ilmu dunia dan mencari ilmu
akhirat. Keduanya harus dilaksanakan seimbang tanpa mementingkan salah satu
saja dari keduanya. Karena pada dasarnya, pendidikan juga mempunyai tujuan
yaitu untuk dapat mencapai kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat.
B.
Rumusan Masalah
Makalah
ini di dalamnya membahas mengenai QS. Al-Baqarah ayat 201 “Mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat” berikut
penjelasan dan tafsirnya serta hubungannya dengan pendidikan.
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan ditulisnya
makalah ini adalah untuk menambah wawasan bagi mahasiswa dalam rangka
memperdalam ilmu dalam mata kuliah Tafsir tarbawi yang membahas QS. Al-Bqarah
ayat 201 tentang mencari kebahagiaan di dunia maupun akhirat beserta tafsir dan
penjelasan serta hubungannya dengan pendidian
BAB II
PEMBAHASAN
A. QS. Al-Baqarah : 201
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dan di antara mereka ada orang yang
berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
B.
Mufrodat
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً : Ya
Tuhan kami, Berilah kami di dunia kebaikan (nikmat).
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً : Di
akhirat kebaikan (Surga).
C.
Penjelasan Tafsir
1.
Tafsir al Maraghi.
a.
Ayat 201.a Dan diantara mereka ada yang berdo’a, “Hai Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di kahirat.!”
Ada
sebagian kaum muslimin yang berdo’a, “Hai Tuhan kami, berilah kami kehidupan
yang baik dan bahagia di dunia juga kehidupn yang baik dan diridhai di
akhirat!”.
Minta
kehidupan yang baik di dunia tentu dengan melakukan sebab-sebabnya yang
sepanjang pengalaman memang memberikan manfaat pada usaha, penghidupan yang
teratur, pergaulan yang baik dan berbudi pekerti sesuai dengan ajaran Agama dan
adat istiadat yang baik.
Dan
minta kehidupan yang baik di akhirat adalah dengan iman yang bersih, amal
sholeh dan berakhlak luhur.[2]
Membahas
tentang iman amal shaleh dan berakhlak luhur dapt dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan. Iman sangat berkaitan erat
dengan ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Karena Iman dibangun atas dasar
ilmu pengetahuan, maka bertambahnya ilmu identik dengan bertambahnya iman.
Al-Qur’an
menafikan kesamaan antara orang berilmu dengan ora yang tidak berilmu.
Penafikan itu tidak hanya berarti keluasan wawasan dan kompetensi serta keterampilan,
tetapi yang lebih penting lagi adalah ketidaksamaan antara orang yang berilmu dengan
orang yang tidak berilmu mengenai kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan dan
kemestian menyembah-Nya. Orang yang berilmu menyadari benar bahwa dirinya dan
semua yang ada ini mempunyai ketergantungan terhadap Allah. Kesadaran tersebut
membuatnya taat dan patuh serta tunduk terhadap Allah, sehingga lahirlah akhlak
mulia dan perilaku terpuji. Dengan demikian ilmu mesti melahirkan amal shaleh.[3]
b.
Ayat 201.b Dan periharalah kami dari siksa neraka
Periharalah
kami dari golongan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan dosa yang menyebabkan ke
neraka. Dan hal-hal ini bisa diwujudkan dengan meninggalkan perbuatan maksiat,
menjauhi budi yang rendah dan kesenangan-kesenangan yang haram sekaligus
melaksanakan segala kewajiban yang ditentukan oleh Allah.
Dalam
ayat ini mengandung isyarat, bahwa berlebih-lebihan dalam Agama itu tercela dan
menyalahi fitrah. Allah telah melarang ahli kitab mencela mereka.[4]
Seorang
ahli ilmu diharapkan dapat membuatnya takut terhadap azab akhirat. Dia sangat
berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini, setiap aktivitas yang dialakukannya
selalu dinilai dan diukur dengan kepentingan kehidupan akhirat nantinya. Jika
suatu kegiatan yang sedang dihdapinya itu dapat merugikan atau mengorbankan
kebahagiaan alhiratnya, maka kegiatan itu langsung ditinggalkan, demikian pula
sebaliknya.
Ia
akan menjadi orang yang amat taat kepada Allah, besujud dan berdiri
menyembah-Nya kapan dan di mana saja walaupun ditengah malam buta. Ia taat
melaksanakan ibadah apa saja yang diperintah oleh Allah dan Rasul.[5]
2.
Tafsir Al-Misbah
Dan di antara
mereka yakni manusia yang telah melaksanakan haji atau semua manusia yang
sudah, belum, atau tidak melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji
atau seluruh aktifitasnya mengarah kepada Allah dan selalu mengingat-Nya,
sehingga ia berdo’a, Tuhan kami! Demi kasih sayang dan bimbingan-Mu,
anugerahilah kami hasanah si dunia dan hasanah di akhirat.
Yang dimohonkan mereka bukan segla kesenangan dunia, tetapi yang
sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia, tetapi juga
memohon hasanah di akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk
keterhindaran dari keburukan, atau karena bisa jadi hasanah itudiperoleh
setelah mengalami siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata, dan pelihara pulalah kami
dari siksa neraka.[6]
3.
Tafsir Al-Azhar
Orang-orang jahiliyah bersama-sama naik haji, wukuf, mubit, dan
berhenti di Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan
pakaian ihram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja, minta
perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak
turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda. Tetapi
golongan yang kedua bukan saja meminta kebaikan duniawi, melainkan memohonkan
pula kebaikan ukhrawi, hari akhirat. Dan kebaikan hari akhirat itu hendaklah
dibangunkan dari sekarang. Merekapun memohonkan hujan turun, supaya sawah
ladang subur. Dan kalau hasil setahun keluar berlipat ganda, merekapun akan
dapat berkat lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat,
mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di
dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah
harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya.
Lantaran keinsafan mereka beragama, maka kesehatan badan, kekayaan dan
kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di akhirat kelak. Tetapi
kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma
untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda
gurau yang tidak menentu. Penyakit bakhil akan datang menimpa jiwa. kalau tidak
dapat mempertanggung jawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan
dunia itu akan menjadi bala bencana dan adzab jika di akhirat. Itulah sebabnya
diujung permohonan mereka kepada Tuhan, mereka memohonkan agar terhindar
kiranya dari dari pada adzab api neraka di akhirat.
Do’a yang kedua inilah yang baik, niat mengerjakan haji dengan
sikap jiwa yang kedua inilah yang akan diterima Tuhan. Sebab itu, walaupun
sampai kepada zaman kita sekarang ini masihlah akan didapati kedua golongan
itu.[7]
Pada
intinya, QS. Al-Baqarah ayat 201 ini merupakan lukisan tentang keadaan
orang-orang musyrik dan keadaan orang-orang beriman, yang tujuannya ialah
supaya kita mencari dua macam kebaikan dunia dan akhirat.[8] Juga ketika kita berdo’a, janganlah kita
berdoa hanya untuk kenikmatan dunia semata, berdo’alah untuk memperoleh
kenikmatan yang baik di dunia dan di akhirat, dalam doa itu hendaknya tercermin
juga rasa takut kepada Allah dan siksa-Nya.[9]
Mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat adalah salah
satu rumusan dari tujuan pendidikan.
Islam mempunyai pandangan khusus mengenai pendidikan. Pandangan
tersebut meliputi paradigma mengenai ilmu pengetahuan, proses, materi, dan
tujuan pembelajaran. Hal itu merupakan ciri khas pendidikan Islam, yang tidak
dimiliki oleh pendidikan lainya. Alam dan segala isinya dalam pandangan Islam
termasuk hukum alam itu sendiri adalah ciptaan Allah. Maka seluruh sistem dan
interaksi yang berlaku padanya terkait atau tidak dapat dilepaskan dari
Kemahabesaran Tuhan.[10]
Mohammad al-Taoumy al-syaibani berpendapat bahwa persiapan untuk
kehidupan dunia dan akhirat sebagai tujuan tertinggi dalam pendidikan.
Diantara orang yang pertama-tama mengambil tujuan ini adalah
pendidik-pendidik muslim yang sadar akan hakikat seagamanya, tujuan-tujuan yang
luhur, prinsip-prinsipnya yang toleran diantara mewajibkan memelihara urusn
Agama dan dunia bersama. Begitu juga mewajibkan perseimbangan anatar kemestian
kehidupan dunia dan kemestian kehidupan akhirat, diantaranya tidak melebihu
ynag lain. Diantara ciri yang menonjol bagi Agama Islam adalah ia menggabungkan
anatar akidah dan syari’ah, antara jasmani dan rohani, antara dunia dan
akhirat. Ia mengharamkan sifat kependetaan, tidak menyetujui seseorang
mengasingkan diir hanya untuk beribadah dan memencilkan diri dari masyarakat,
berbuat zuhud dan memisahkan daripadanya. Ia juga mengajak manusia untuk
bekerja dan menghasilkan, menganggap manusia semulia dengan kerjanya. Ia
mengingkari pengangguran dan tidak berusaha untuk mencari nafkah hidup. Ajaran
Islam tertumpu pada pememliharaan dan penyiapan individu untuk kedua kehidupan,
yakni dunia dan akhirat. Pendidikan Islam dalam masyarakat menaruh perhatian
untuk mendidik kanak-kanak dan pemuda untuk mengetahui Agama, akhlak yang baik,
tidak melupakan mendirikan syiar-syiar Agama termasuk puasa, sholat, zakat,
haji, dan menguatkan tali persaudaraan dan hubungan-hubungan yang baik antara
seseorang dan orang lain. Begitu juga menghormati orang dan kerja-kerjanya dan
tidak menyakiti mereka baik dengan perbuatan dan perkataan, dan lain-lain lagi
yang memenuhi Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.
Di samping aspek-aspek Agama dan akhlak, orang-orang Islam
memfokuskan perhatian untuk berkhidamat kepada Ilmu penegtahuan dan
penyeliidkan ilmiah. Berapa banyak ahli dan ulama Islam menghabiskan umurnya
untuk belajar, meneliti dan menghadapi segala kesulitan, sebab menganggap
amalnya itu sebagai pengorbanan di jalan Allah dan ilmu penegtahuan. Islam
tidak hanya terbatas pada segi-segi yang mudah maju itu saja, tetapi termasuk
dalam tujuan-tujuan pendidikannya dalam mencari manfaat kebendaan, pendidikan jasmani,
menegajarkan keterampilan dan pertukangan. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya : Carilah pada apa yang telah diberikan Allah untuk
akhirat, tetapi jangan lupakan bagian kamu di dunia dan berbuat baiklah
sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu, dan janganlah membuat kerusakan di
muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya apa saja yang kamu
infakkan di jalan Allah niscaya akan dibahas dengan cukup kepadamu/ dan kamu
tidak akan dizalimi/ dirugikan (QS. al-Qasas : 77)
Rasulullah Saw juga bersabda :
اعمل لدنياك
كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
Artinya : Bekerjalah untuk urusan duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok. (HR. Ibn Mubarak)
Tujuan hidup yang seimbang antara urusan dunia dan akhirat
sebagaimana tersebut juga diakui oleh Athiyah al-Abrasyi. Ia mengatakan bahwa
persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat merupakan tujuan
pendidikan Islam. Menurutnya bahwa pendidikan Islam tidak hanya menaruh
perhatian pada segi keagamaan dan tidak hanya segi keduniaan, tetapi juga
menaruh perhatian pada keduanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk
kedua kehidupan itu sebagai tujuan diantara tujuan-tujuan yang asasi, kalau
bukan tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan.[11]
D.
Aspek Tarbawi
Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk bisa menyeimbangkan antara kepentingan dunia
dan akhirat. Kebahagiaan di dunia maupun di akhirat harus bisa dicapai oleh
setiap manusia. Kebahagiaan di dunia itu amatlah penting, karena kita semua
sekarang masih berada di alam dunia. Kita tidak boleh hanya mengasingkan diri
hanya untuk beribadah dan memencilkan diri dari masyarakat, namun harus bisa
bersosialisasi dengan orang lain.Namun bukan berarti kita hanya mementingkan
kehidupan di dunia saja, melainkan kita harus mementingkan kehidupan di akhirat
juga, karena dunia ini hanyalah kehidupan sementara sedangkan akhirat adalah
tempat yang kekal selamanya. Mencari kebahagiaan di akhirat dapat diperoleh
dengan cara taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi
segala larangannya.
Sebagai
penuntut ilmu, jadikan ilmu yang kita peroleh itu sebagai bekal dalam kehidupan
di dunia maupun kehidupan di akhirat. Itu merupakan salah satu tujuan dari
pendidikan. Dalam mencari ilmu, kita diharapkan untuk mencapai ilmu dunia untuk
bekal kita hidup di dunia dan juga ilmu akhirat sebagai bekal kita hidup di
akhirat kelak. Antara kehidupan dunia maupun akhirat harus seimbang agar
mencapai kebahgiaan hidup di dunia maupun kebahagiaan di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dalam kehidupan kita, tidak selamanya yang dicari hanya untuk
tujuan dunia saja, seperti bekerja terus bekerja tanpa memikirkan akhirat yang
nantinya menjadi tempat kekal bagi kehidupan manusia. Jika yang dipentingkan
hanya kehidupan dunia saja, berarti kita termasuk orang yang merugi. Begitu
pula sebaliknya, kita tidak boleh hanya terus-terusan beribadah tanpa
memikirkan urusan dunia kita. Sebagai manusia juga harus mengurusi urusan dunia
kita, karena bagaimanapun kita sekarang masih hidup di dunia.
Menyeimbangkan
kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat adalah suatu hal yang harus
dilakukan oleh manusia. Dengan menyeimbangkan antara kehidupan di dunia dan di
akhirat kita akan memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dalam
mencari ilmu, jadikan kebagiaan dunia maupun akhirat sebagai tujuan kita dalam
mencari ilmu agar kita dapat memperoleh keduanyaa.
B.
Kritik dan Saran
Dengan disusunnya
makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan serta wawasan pembaca.Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami
sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin dan Imam Jalaludiin As-Suyuti. 2008. Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul Jilid 1. Bnadung : Sinar Biru Algensindo.
Al-Maraghi,
Syekh Ahmad Musthafa. 1986. Tarjamah Tafsir Al-Maraghi. Yogyakarta :
Sumber Ilmu.
Hamka.
1965 .Tafsir Al-Azhar. Jakarta : Panji Masyrakat.
M,
Kadar dan Yusuf. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta : Amzah.
Nata,
Abudin. 2016. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an Edisi Pertama.
Jakarta : PranadaMedia Group.
Shihab,
M. Quraisy. 2012. Al-Lubab. Tangerang : Lentera Hati.
Shihab,
M. Quraisy. 2000. Tafsir Al-Misbah. Ciputat : Lentera Hati.
MAKALAH
TUJUAN
PENDIDIKAN (GENERAL)
QS.
Al-Baqarah : 201
“Kebaikan
Dunia Akhirat”
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir Tarbawi
DosenPengampu: M. Hufron, M.S.I
Disusun Oleh :
Ainul Indah
2021216019
KELAS
: L (Reguler Sore)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(
IAIN ) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang hingga saat ini masih melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ‘Tujuan
Pendidikan Islam” dengan subtema “ Mencari Kebahagiaan di dunia dan akhirat” dengan
tepat waktu.
Makalah ini
mengulas tentang tafsir tarbawi dari Surat al-Baqarah ayat 201 tetntang tujuan
pendidikan yang di dalamnya mencakup mencarai kebahagiaan hidup di dunia
akhirat.
Kami sadar
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau kesalahan ,oleh karena
itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih
baik lagi.
Akhir kata dari
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita,Amin.
Pekalongan, 13
Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Depan ...................................................................................... 1
Kata Pengantar ....................................................................................... 2
Daftar isi ................................................................................................. 3
BAB I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masalah ............................................................. 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan
Penulisan Makalah .......................................................... 4
BAB
II. Pembahasan
A.
QS. Al-Baqarah : 201 ................................................................. 5
B.
Mufrodat .................................................................................... 5
C.
Penjelasan Tafsir ......................................................................... 5
D.
Aspek Tarbawi ........................................................................... 11
BAB
III. Penutup
A.
Simpulan ..................................................................................... 13
B.
Kritik dan Saran ......................................................................... 13
Daftar Pustaka ........................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan suatu hal yang harus dicari oleh manusia. Begitu juga dalam Agama
Islam. Agama Islam mewajibakan setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan
untuk menuntut ilmu, yang dimulai dari saat manusia itu lahir sampai pada
akhirnya manusia tersebut meninggal.
Dalam
menunutut ilmu, harus seimbang antara mencari ilmu dunia dan mencari ilmu
akhirat. Keduanya harus dilaksanakan seimbang tanpa mementingkan salah satu
saja dari keduanya. Karena pada dasarnya, pendidikan juga mempunyai tujuan
yaitu untuk dapat mencapai kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat.
B.
Rumusan Masalah
Makalah
ini di dalamnya membahas mengenai QS. Al-Baqarah ayat 201 “Mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat” berikut
penjelasan dan tafsirnya serta hubungannya dengan pendidikan.
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan ditulisnya
makalah ini adalah untuk menambah wawasan bagi mahasiswa dalam rangka
memperdalam ilmu dalam mata kuliah Tafsir tarbawi yang membahas QS. Al-Bqarah
ayat 201 tentang mencari kebahagiaan di dunia maupun akhirat beserta tafsir dan
penjelasan serta hubungannya dengan pendidian
BAB II
PEMBAHASAN
A. QS. Al-Baqarah : 201
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dan di antara mereka ada orang yang
berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
B.
Mufrodat
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً : Ya
Tuhan kami, Berilah kami di dunia kebaikan (nikmat).
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً : Di
akhirat kebaikan (Surga).
C.
Penjelasan Tafsir
1.
Tafsir al Maraghi.
a.
Ayat 201.a Dan diantara mereka ada yang berdo’a, “Hai Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di kahirat.!”
Ada
sebagian kaum muslimin yang berdo’a, “Hai Tuhan kami, berilah kami kehidupan
yang baik dan bahagia di dunia juga kehidupn yang baik dan diridhai di
akhirat!”.
Minta
kehidupan yang baik di dunia tentu dengan melakukan sebab-sebabnya yang
sepanjang pengalaman memang memberikan manfaat pada usaha, penghidupan yang
teratur, pergaulan yang baik dan berbudi pekerti sesuai dengan ajaran Agama dan
adat istiadat yang baik.
Dan
minta kehidupan yang baik di akhirat adalah dengan iman yang bersih, amal
sholeh dan berakhlak luhur.[2]
Membahas
tentang iman amal shaleh dan berakhlak luhur dapt dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan. Iman sangat berkaitan erat
dengan ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Karena Iman dibangun atas dasar
ilmu pengetahuan, maka bertambahnya ilmu identik dengan bertambahnya iman.
Al-Qur’an
menafikan kesamaan antara orang berilmu dengan ora yang tidak berilmu.
Penafikan itu tidak hanya berarti keluasan wawasan dan kompetensi serta keterampilan,
tetapi yang lebih penting lagi adalah ketidaksamaan antara orang yang berilmu dengan
orang yang tidak berilmu mengenai kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan dan
kemestian menyembah-Nya. Orang yang berilmu menyadari benar bahwa dirinya dan
semua yang ada ini mempunyai ketergantungan terhadap Allah. Kesadaran tersebut
membuatnya taat dan patuh serta tunduk terhadap Allah, sehingga lahirlah akhlak
mulia dan perilaku terpuji. Dengan demikian ilmu mesti melahirkan amal shaleh.[3]
b.
Ayat 201.b Dan periharalah kami dari siksa neraka
Periharalah
kami dari golongan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan dosa yang menyebabkan ke
neraka. Dan hal-hal ini bisa diwujudkan dengan meninggalkan perbuatan maksiat,
menjauhi budi yang rendah dan kesenangan-kesenangan yang haram sekaligus
melaksanakan segala kewajiban yang ditentukan oleh Allah.
Dalam
ayat ini mengandung isyarat, bahwa berlebih-lebihan dalam Agama itu tercela dan
menyalahi fitrah. Allah telah melarang ahli kitab mencela mereka.[4]
Seorang
ahli ilmu diharapkan dapat membuatnya takut terhadap azab akhirat. Dia sangat
berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini, setiap aktivitas yang dialakukannya
selalu dinilai dan diukur dengan kepentingan kehidupan akhirat nantinya. Jika
suatu kegiatan yang sedang dihdapinya itu dapat merugikan atau mengorbankan
kebahagiaan alhiratnya, maka kegiatan itu langsung ditinggalkan, demikian pula
sebaliknya.
Ia
akan menjadi orang yang amat taat kepada Allah, besujud dan berdiri
menyembah-Nya kapan dan di mana saja walaupun ditengah malam buta. Ia taat
melaksanakan ibadah apa saja yang diperintah oleh Allah dan Rasul.[5]
2.
Tafsir Al-Misbah
Dan di antara
mereka yakni manusia yang telah melaksanakan haji atau semua manusia yang
sudah, belum, atau tidak melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji
atau seluruh aktifitasnya mengarah kepada Allah dan selalu mengingat-Nya,
sehingga ia berdo’a, Tuhan kami! Demi kasih sayang dan bimbingan-Mu,
anugerahilah kami hasanah si dunia dan hasanah di akhirat.
Yang dimohonkan mereka bukan segla kesenangan dunia, tetapi yang
sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia, tetapi juga
memohon hasanah di akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk
keterhindaran dari keburukan, atau karena bisa jadi hasanah itudiperoleh
setelah mengalami siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata, dan pelihara pulalah kami
dari siksa neraka.[6]
3.
Tafsir Al-Azhar
Orang-orang jahiliyah bersama-sama naik haji, wukuf, mubit, dan
berhenti di Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan
pakaian ihram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja, minta
perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak
turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda. Tetapi
golongan yang kedua bukan saja meminta kebaikan duniawi, melainkan memohonkan
pula kebaikan ukhrawi, hari akhirat. Dan kebaikan hari akhirat itu hendaklah
dibangunkan dari sekarang. Merekapun memohonkan hujan turun, supaya sawah
ladang subur. Dan kalau hasil setahun keluar berlipat ganda, merekapun akan
dapat berkat lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat,
mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di
dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah
harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya.
Lantaran keinsafan mereka beragama, maka kesehatan badan, kekayaan dan
kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di akhirat kelak. Tetapi
kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma
untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda
gurau yang tidak menentu. Penyakit bakhil akan datang menimpa jiwa. kalau tidak
dapat mempertanggung jawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan
dunia itu akan menjadi bala bencana dan adzab jika di akhirat. Itulah sebabnya
diujung permohonan mereka kepada Tuhan, mereka memohonkan agar terhindar
kiranya dari dari pada adzab api neraka di akhirat.
Do’a yang kedua inilah yang baik, niat mengerjakan haji dengan
sikap jiwa yang kedua inilah yang akan diterima Tuhan. Sebab itu, walaupun
sampai kepada zaman kita sekarang ini masihlah akan didapati kedua golongan
itu.[7]
Pada
intinya, QS. Al-Baqarah ayat 201 ini merupakan lukisan tentang keadaan
orang-orang musyrik dan keadaan orang-orang beriman, yang tujuannya ialah
supaya kita mencari dua macam kebaikan dunia dan akhirat.[8] Juga ketika kita berdo’a, janganlah kita
berdoa hanya untuk kenikmatan dunia semata, berdo’alah untuk memperoleh
kenikmatan yang baik di dunia dan di akhirat, dalam doa itu hendaknya tercermin
juga rasa takut kepada Allah dan siksa-Nya.[9]
Mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat adalah salah
satu rumusan dari tujuan pendidikan.
Islam mempunyai pandangan khusus mengenai pendidikan. Pandangan
tersebut meliputi paradigma mengenai ilmu pengetahuan, proses, materi, dan
tujuan pembelajaran. Hal itu merupakan ciri khas pendidikan Islam, yang tidak
dimiliki oleh pendidikan lainya. Alam dan segala isinya dalam pandangan Islam
termasuk hukum alam itu sendiri adalah ciptaan Allah. Maka seluruh sistem dan
interaksi yang berlaku padanya terkait atau tidak dapat dilepaskan dari
Kemahabesaran Tuhan.[10]
Mohammad al-Taoumy al-syaibani berpendapat bahwa persiapan untuk
kehidupan dunia dan akhirat sebagai tujuan tertinggi dalam pendidikan.
Diantara orang yang pertama-tama mengambil tujuan ini adalah
pendidik-pendidik muslim yang sadar akan hakikat seagamanya, tujuan-tujuan yang
luhur, prinsip-prinsipnya yang toleran diantara mewajibkan memelihara urusn
Agama dan dunia bersama. Begitu juga mewajibkan perseimbangan anatar kemestian
kehidupan dunia dan kemestian kehidupan akhirat, diantaranya tidak melebihu
ynag lain. Diantara ciri yang menonjol bagi Agama Islam adalah ia menggabungkan
anatar akidah dan syari’ah, antara jasmani dan rohani, antara dunia dan
akhirat. Ia mengharamkan sifat kependetaan, tidak menyetujui seseorang
mengasingkan diir hanya untuk beribadah dan memencilkan diri dari masyarakat,
berbuat zuhud dan memisahkan daripadanya. Ia juga mengajak manusia untuk
bekerja dan menghasilkan, menganggap manusia semulia dengan kerjanya. Ia
mengingkari pengangguran dan tidak berusaha untuk mencari nafkah hidup. Ajaran
Islam tertumpu pada pememliharaan dan penyiapan individu untuk kedua kehidupan,
yakni dunia dan akhirat. Pendidikan Islam dalam masyarakat menaruh perhatian
untuk mendidik kanak-kanak dan pemuda untuk mengetahui Agama, akhlak yang baik,
tidak melupakan mendirikan syiar-syiar Agama termasuk puasa, sholat, zakat,
haji, dan menguatkan tali persaudaraan dan hubungan-hubungan yang baik antara
seseorang dan orang lain. Begitu juga menghormati orang dan kerja-kerjanya dan
tidak menyakiti mereka baik dengan perbuatan dan perkataan, dan lain-lain lagi
yang memenuhi Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.
Di samping aspek-aspek Agama dan akhlak, orang-orang Islam
memfokuskan perhatian untuk berkhidamat kepada Ilmu penegtahuan dan
penyeliidkan ilmiah. Berapa banyak ahli dan ulama Islam menghabiskan umurnya
untuk belajar, meneliti dan menghadapi segala kesulitan, sebab menganggap
amalnya itu sebagai pengorbanan di jalan Allah dan ilmu penegtahuan. Islam
tidak hanya terbatas pada segi-segi yang mudah maju itu saja, tetapi termasuk
dalam tujuan-tujuan pendidikannya dalam mencari manfaat kebendaan, pendidikan jasmani,
menegajarkan keterampilan dan pertukangan. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya : Carilah pada apa yang telah diberikan Allah untuk
akhirat, tetapi jangan lupakan bagian kamu di dunia dan berbuat baiklah
sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu, dan janganlah membuat kerusakan di
muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan
yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya apa saja yang kamu
infakkan di jalan Allah niscaya akan dibahas dengan cukup kepadamu/ dan kamu
tidak akan dizalimi/ dirugikan (QS. al-Qasas : 77)
Rasulullah Saw juga bersabda :
اعمل لدنياك
كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
Artinya : Bekerjalah untuk urusan duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok. (HR. Ibn Mubarak)
Tujuan hidup yang seimbang antara urusan dunia dan akhirat
sebagaimana tersebut juga diakui oleh Athiyah al-Abrasyi. Ia mengatakan bahwa
persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat merupakan tujuan
pendidikan Islam. Menurutnya bahwa pendidikan Islam tidak hanya menaruh
perhatian pada segi keagamaan dan tidak hanya segi keduniaan, tetapi juga
menaruh perhatian pada keduanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk
kedua kehidupan itu sebagai tujuan diantara tujuan-tujuan yang asasi, kalau
bukan tujuan tertinggi dan terakhir bagi pendidikan.[11]
D.
Aspek Tarbawi
Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk bisa menyeimbangkan antara kepentingan dunia
dan akhirat. Kebahagiaan di dunia maupun di akhirat harus bisa dicapai oleh
setiap manusia. Kebahagiaan di dunia itu amatlah penting, karena kita semua
sekarang masih berada di alam dunia. Kita tidak boleh hanya mengasingkan diri
hanya untuk beribadah dan memencilkan diri dari masyarakat, namun harus bisa
bersosialisasi dengan orang lain.Namun bukan berarti kita hanya mementingkan
kehidupan di dunia saja, melainkan kita harus mementingkan kehidupan di akhirat
juga, karena dunia ini hanyalah kehidupan sementara sedangkan akhirat adalah
tempat yang kekal selamanya. Mencari kebahagiaan di akhirat dapat diperoleh
dengan cara taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi
segala larangannya.
Sebagai
penuntut ilmu, jadikan ilmu yang kita peroleh itu sebagai bekal dalam kehidupan
di dunia maupun kehidupan di akhirat. Itu merupakan salah satu tujuan dari
pendidikan. Dalam mencari ilmu, kita diharapkan untuk mencapai ilmu dunia untuk
bekal kita hidup di dunia dan juga ilmu akhirat sebagai bekal kita hidup di
akhirat kelak. Antara kehidupan dunia maupun akhirat harus seimbang agar
mencapai kebahgiaan hidup di dunia maupun kebahagiaan di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dalam kehidupan kita, tidak selamanya yang dicari hanya untuk
tujuan dunia saja, seperti bekerja terus bekerja tanpa memikirkan akhirat yang
nantinya menjadi tempat kekal bagi kehidupan manusia. Jika yang dipentingkan
hanya kehidupan dunia saja, berarti kita termasuk orang yang merugi. Begitu
pula sebaliknya, kita tidak boleh hanya terus-terusan beribadah tanpa
memikirkan urusan dunia kita. Sebagai manusia juga harus mengurusi urusan dunia
kita, karena bagaimanapun kita sekarang masih hidup di dunia.
Menyeimbangkan
kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat adalah suatu hal yang harus
dilakukan oleh manusia. Dengan menyeimbangkan antara kehidupan di dunia dan di
akhirat kita akan memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dalam
mencari ilmu, jadikan kebagiaan dunia maupun akhirat sebagai tujuan kita dalam
mencari ilmu agar kita dapat memperoleh keduanyaa.
B.
Kritik dan Saran
Dengan disusunnya
makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan serta wawasan pembaca.Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami
sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin dan Imam Jalaludiin As-Suyuti. 2008. Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul Jilid 1. Bnadung : Sinar Biru Algensindo.
Al-Maraghi,
Syekh Ahmad Musthafa. 1986. Tarjamah Tafsir Al-Maraghi. Yogyakarta :
Sumber Ilmu.
Hamka.
1965 .Tafsir Al-Azhar. Jakarta : Panji Masyrakat.
M,
Kadar dan Yusuf. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta : Amzah.
Nata,
Abudin. 2016. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an Edisi Pertama.
Jakarta : PranadaMedia Group.
Shihab,
M. Quraisy. 2012. Al-Lubab. Tangerang : Lentera Hati.
Shihab,
M. Quraisy. 2000. Tafsir Al-Misbah. Ciputat : Lentera Hati.
Profil Penulis
Nama : Ainul Indah
NIM : 2021216019
Tempat tgl lahir : Pekalongan, 19 juli 1997
Alamat : Banyurip Ageng gang 4 Rt 05 Rw 06
Kecamatan Pekalongan Selatan
Kota Pekalongan
Alamat Email : ainulindah@yahoo.com
[1]Imam Jalaluddun
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut
Asbabun Nuzul Jilid 1 (Bandung : Sinar Baru Algensindo 2008), hlm. 107
[2]Syekh Ahmad
Musthafa Al-Maraghi, Tarjamah Tafsir Al-Maraghi, (Yogyakarta : Sumber
Ilmu, 1986), hlm. 135
[3]Kadar M. dan
Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 84-85
[4]Syekh Ahmad
Musthafa Al-Maraghi, Loc.Cit., hlm. 135
[5]Kadar M. dan
Yusuf, Op.Cit., hlm.86
[6] M. Quraisy
Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), hlm. 412
[7] Hamka, Tafsir
l-Azhar, (Jakarta : Panji Masyarakat, 1965), hlm. 198-199
[8]Imam Jalaluddun
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti,Loc.Cit., hlm. 107
[9] M. Quraisy
Shihab, AL-LUBAB, ( Tangerang : Lenetra Hati, 2012), hlm. 65-66
[10]Kadar M. dan
Yusuf, Op.Cit., hlm. 80-81
[11]Abudin Nata, Pendidikan
dalam Perspektif Al-Qur’an Edisi Pertama, ( Jakarta : PrenadaMedia Group,
2016), hlm. 155-157
Nama : Ainul Indah
NIM : 2021216019
Tempat tgl lahir : Pekalongan, 19 juli 1997
Alamat : Banyurip Ageng gang 4 Rt 05 Rw 06
Kecamatan Pekalongan Selatan
Kota Pekalongan
Alamat Email : ainulindah@yahoo.com
[1]Imam Jalaluddun
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut
Asbabun Nuzul Jilid 1 (Bandung : Sinar Baru Algensindo 2008), hlm. 107
[2]Syekh Ahmad
Musthafa Al-Maraghi, Tarjamah Tafsir Al-Maraghi, (Yogyakarta : Sumber
Ilmu, 1986), hlm. 135
[3]Kadar M. dan
Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 84-85
[4]Syekh Ahmad
Musthafa Al-Maraghi, Loc.Cit., hlm. 135
[5]Kadar M. dan
Yusuf, Op.Cit., hlm.86
[6] M. Quraisy
Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), hlm. 412
[7] Hamka, Tafsir
l-Azhar, (Jakarta : Panji Masyarakat, 1965), hlm. 198-199
[8]Imam Jalaluddun
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti,Loc.Cit., hlm. 107
[9] M. Quraisy
Shihab, AL-LUBAB, ( Tangerang : Lenetra Hati, 2012), hlm. 65-66
[10]Kadar M. dan
Yusuf, Op.Cit., hlm. 80-81
[11]Abudin Nata, Pendidikan
dalam Perspektif Al-Qur’an Edisi Pertama, ( Jakarta : PrenadaMedia Group,
2016), hlm. 155-157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar