SUBYEK PENDIDIKAN MAJAZI
"NABI SEBAGAI
PENDIDIK"
(Surah An-Nahl
ayat 43-44)
Muhammad Ali Kahfi
NIM. (2117267)
Kelas : E
JURUSAN PAI
FAKULTAS TARBIYAH
DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Tuhan yang Mahapengasih
lagi Mahapenyayang. Shalawat serta
salam mudah-mudahan selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad
Saw. dan kepada keluarga, sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Alhamdulillahirabbil’alamin
makalah ini berhasil kami buat walaupun dengan penuh kesadaran bahwa dalam
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Namun, kami berharap kepada
dosen pembimbing untuk bersedia menerima dan mengoreksi makalah ini agar
kiranya akan lebih baik lagi kedepannya dalam pembuatan makalah ini.
Melalui
kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman isi makalah ini kalau ada kekurangan dan ada
tulisan yang kami buat kurang tepat.
Dengan
ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfa’at kepada
siapa saja yang membacanya dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Pekalongan,25 Oktober 2018
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Alquran
adalah kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
Saw., sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (way of life). Alquran mengandung
beberapa aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia
ke jalan yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dari beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan
belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen-komponen
pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Pendidik
dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran
penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik maka pendidik tidak
akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran
tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan.antara pendidik
dan peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
B.
Rumusan
masalah
1. Bagaimana hakikat Nabi sebagai pendidik?
2. Bagaimana dalil Nabi sebagau pendidik?
3. Bagaimana Nabi muhammad Mengajarkan Syariat?
C.
Tujuan Masalah
1.
Agar mengetahui hakikat Nabi sebagai pendidik?
2.
Agar mengetahuiNabi sebagau pendidik?
3.
Agar mengetahui Nabi muhammad Mengajarkan
Syariat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Nabi
Bila kita sepakat bahwa pendidik
yaitu orang yang sengaja mengantarkan murid untuk menjadikannya manusia
terdidik yang mampu menjalankan tugas kemanusiaan dan tugas ketuhanan.[1]
Sedangkan pendidikan diartikan
sebagai sebuah ilmu yang membahas tentang tujuan pengembaraan individu dari
segi jasmaniah, pikiran, moral, metode-metode, dan media lainnya yang digunakan
untuk merealisasikan tersebut.[2]
Maka dalam konteks pengertian ini
Nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai sosok pendidik agung bagi umat manusia.
Meskipun pendidik pertama diyakini dalam umat Islam langsung dari Allah SWT.
sedangkan para rasul merupakan manusia sempurna, insan kamil, yang dipilih
Allah SWT. menyampikan wahyu melalui bimbngan dan pendidikan.
Praktik kehidupan Nabi Muhammad saw. sarat dengan muatan
pendidikan, karena pada dasarnya diutusnya Nabi Muhammad saw. Untuk membimbing
manusia yang ini berarti beliau berperan sebagai pendidik.
Nabi Muhammad saw. memberikan dorongan kepada para sahabat dalam
menuntut ilmu. Beliau juga menjelaskan keutamaan mengembangkan ilmu, Muhammad
telah mengangkat kelas derajat ilmu ke tingkat yang tertinggi dan menjadikannya
sebagai kewajiban pertama bagi kaum muslimin untuk memilikinya.
Nabi Muhammad
saw. bangkit dari tengah-tengah kaumnya dan mengajarkan mereka supaya manuntut
ilmu yang pada hakikatnya adalah merupakan tolok ukur peradaban dan kemajuan. Beliau
menanamkan semangat supaya mereka, termasuk keluarga dan para sahabat menuntut
ilmu dalam berbagai aspeknya sesuai kemampuan yang dimiliki.
Anjuran Nabi Muhammad terhadap ilmu pengetahuan, khususnya tulis
menulis menjadi penting pada saat itu. Ini dikarenakan wahyu yang diturunkan
Allah tidak hanya dihapalkan saja, tetapi perlu ditulis agar dapat dipelajari
oleh generasi dan umat berikutnya.
Allah SWT.
memang memberi kemampuan yang sempurna kepada Rasul-Nya untuk mengajarkan
kepada kaumnya seluruh pengetahuan yang diajarkan Allah kepadanya, meskipun dia
seorang ummi, tidak bisa membaca dan menulis.
Athiyah
al-Abrasyi menyebut Nabi Muhammad saw. sebagai guru pertama dan pendidik umat
manusia yang mengajarkan kebenaran dan keadilan sejati[3]yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin,
pendidik dan utusan Allah sebagai tugas utamanya. Dalam
segala hal Nabi Muhammad saw. merupakan seorang guru, pemberi nasihat, penunjuk
jalan kebenaran dan pengajar.
Bahkan Nabi memandang bahwa pelajar dan pengajar di dalam masjid
digolongkan seperti orang yang jihad di jalan Allah.[4]
Bagi Nabi Muhammad saw. masjid merupakan madrasah dan sekaligus kampus tempat
beliau duduk di kelilingi sahabat dalam khalaqah menyampaikan pelajaran membaca
al-Quran, dzikir, dan aktivitas lain.
Pendidikan al-Quran menjadi prioritas utama pendidikan yang
diberikan Nabi kepada para sahabat di masjid. Pendidikan al-Quran mencakup
bacaan, pemahaman, dan penafsiran. Sedangkan pendidikan membaca al-Quran bagi
anak-anak, oleh Nabi menyediakan tempat khusus yang disebut Kuttab. Bahkan Nabi
mensyaratkan kepada orang-orang Badui setelah masuk Islam untuk membaca
al-Quran.[5]
Meskipun di dalam khalaqah Nabi mengajarkan ilmu-ilmu lain, pengajaran al-Quran
tetap menempati posisi terpentng karena sumber ilmu pengetahuan yaitu al-Quran.
Tradisi tulis-menulis juga menjadi perhatian lain dari Nabi. Beliau
memerintahkan Abdullah ibn Sa’id ibn Ash untuk mengajar keterampilan menulis
kepada penduduk Madinah. Ubadah ibn Shamit telah mendidik para penghuni Suffah
(emperan masjid Nabawi) tulis-menulis dan membaca.
Nabi juga menjadikan pengajaran tulis menulis dan membaca sebagai
persyaratan tebusan tawanan perang Badar. Kiranya dari gambaran di atas
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. merupakan sosok pendidik, guru dan
pemimpin umatnya.
B.
Lafal dan Terjemah QS. An-Nahl/16 : 43-44
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً
نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
-٤٣-
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ -٤٤-
43. Dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada
mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[6] jika
kamu tidak mengetahui.
44. Dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab.
dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka[7] dan
supaya mereka memikirkan.
C. Tafsir Surat An- Nahl ayat 43-44
1.
Tafsir
Ibnu Kasir
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ
إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ
“dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri
wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui”[8]
Maksudnya, bertanyalah kepada ahli kitab terdahulu,
apakah Rasul yang di utus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh
mengingkarinya. Jika para rasul itu manusia, maka janganlah kalian mengingkari
bila nabi Muhammad saw adalah seorang Rasul.
Didalam penafsiran Ibnu Katsir disini telah menjelaskan
beberapa hal. Pertama, ahlu zikr dalam penafsiran ini adalah ahli kitab.
Peneliti menilai bahwa ahlu kitab yang dimaksud adalah nabi Muhammad, karena
pada waktu itu beliaulah yang diutus dengan membawa mu‟jizat berupa al- Qur‟an.
Kedua, jika dalam persoalan agama tidak mengetahui hukum yang pasti, maka
disuruh untuk melihat pada kitab-kitab (az-Zubur). Dan kitab yang diturunkan
untuk umat nabi Muhammad disini berupa az-Zikr yaitu al-Qur‟an.
2.
Tafsir
al-maraghi
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ
إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ
Tidaklah kami mengutus para Rasul sebelummu kepada
umat-umat, untuk mengajak mereka agar mentauhidkan Aku dan melaksanakan
perintah-Ku, kecuali mereka itu adalah anak laki-laki dari bani Adam yang kami
wahyukan kepada mereka bukan para Malaikat.[9]
Ringkasan: Sesungguhnya kami tidak mengutus kepada
kaummu, kecuali seperti orang-orang yang pernah kami utus kepada umat-umat
sebelum mereka, yakni para Rasul dari jenis mereka dan berbuat seperti mereka
berbuat. Adh-Dhahhak meriwayatkan ketika Allah mengutus Muhammad saw,
orang-orang arab mengingkari pengutusan itu dan berkata, “Allah maha agung dari
menjadikan utusan-Nya seorang manusia” maka Allah menurunkan ayat:
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا
أَنْ أَوْحَيْنَآ إِلَى رَجُلٍ مِّنْهُم أَنْ أَنذِرِ النَّاسِ
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami
mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: Berilah peringatan kepada
manusia.”.
Dalam tafsir al-maraghi ini lebih fokus terhadap pengingkaran
orang musyrik terhadap nabi Muhammad yang diutus sebagai rasul. Mereka menilai
bahwa, Allah tidak akan mengutus manusia sebagai rasul, sebab Allah maha tinggi
sedangkan manusia hanya makhluk kecil dan mereka menganggap bahwa yang pantas
jadi rasul adalah malikat.
3.
Tafsir
al-Misbah
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ
إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-
orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
Thabathaba‟i berpendapat bahwa ayat ini menginformasikan
bahwa dakwah keagamaan dan risalah kenabian adalah dakwah yang disampaikan oleh
manusia biasa yang mendapat wahyu dan bertugas mengajak manusia menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak seorang Rasul pun, tidak juga kitab suci
yang menyatakan bahwa risalah keagamaan berarti nampaknya kekuasaan Allah yang
goib lagi mutlak atas segala sesuatu. Tidak pernah ada pernyataan semacam itu,
sehingga kaum musyrikin tidak wajar berkata: jika Allah menghendaki, niscaya
kami tidak menyembah sesuatu apapun selain Dia.
D.
Nabi Muhammad saw mengajarkan syariat
Mengenai
risalah islam semua sepakat bahwa akidah adalah pondasi yang membangun
amal-amal ibadah lainnya. Umat Islam tidak pernah berselisih bahwa yang menjadi
seruan pertama kali dalam berdakwah adalah ajakan tauhid, yaitu mengajak umat
untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata. Dakwah tauhid ini juga
merupakan inti dari dakwah yang diserukan oleh para nabi dan rasul. Allah
ta’ala berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul
yang mengajak; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)
Karena itu, dalam menyampaikan risalah islam, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam selalu berpesan kepada para sahabatnya untuk menyerukan umat kepada
tauhid terlebih dahulu. Setelah nilai-nilai tauhid tersebut diterima, baru
kemudian diajak untuk mengamalkan ajaran Islam secara pelan-pelan. Hal ini
sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi kepada Muadz bin Jabbal sebelum
mengutusnya ke Yaman.
Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah
mereka kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain
Allah. Jika mereka
mentaatimu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan
kepada mereka shalat lima waktu setiap siang dan malam…” (HR. Bukhari-Muslim)
Selama dua puluh tiga tahun Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah
mengajak umatnya untuk memurnikan tauhid kepada Allah. Kesantunan
dan kelembutan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengundang simpati dari
banyak kalangan. Namun demikian permusuhan dari kafir Quraisy pun cukup keras.
Beragam cara disusun untuk menghadang dakwah yang mulai bersinar itu. Mulai
dari bentuk ancaman, intimidasi, siksaan, hingga diembargo bertahun-tahun
lamanya.
Di sela-sela
dakwah tauhid yang terus mengalami tekanan tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mulai mengatur sejumlah strategi agar entitas Islam tidak lenyap di
tengah-tengah umat manusia. Langkah beliau tidak kaku, namun selalu dinamis
sesuai dengan problematika yang sedang dihadapi.
Menanamkan
prinsip tauhid hanya sebagai langkah awal sebagai dasar untuk menegakkan
syariat secara kaffah. Ketika prinsip tersebut berhasil ditanamkan dalam diri
para sahabat, maka beliau memerintahkan mereka untuk menyampaikan Islam secara
bertahap.
Lalu ketika kondisi kaum muslimin mengalami tekanan dari kafir Quraisy,
Rasulullah perintahkan untuk bersabar,
tidak melawan, hingga berhijrah untuk mencari perlindungan di tempat yang lebih
aman. Diawali
dengan perintah hijrah ke negeri Habasyah hingga akhirnya berhasil menegakkan
syariat di bawah negara Islam di Madinah.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari surat An-Nahl ayat : 43
dan 44 antara lain:
1.
Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita
tidak tahu.
2.
Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan
kepada yang belum tahu.
3.
Dalam mendidik sebaiknya menyesuaikan dengan
tingkat kecerdasan dan pemahaman peserta didik.
4.
Pendidik sebaiknya menggunakan bahasa yang
jelas dan mudah dipahani.
5.
Pendidikan
dilakukan secara bertahab.
6.
Pendidik
atau guru sebaiknya menguasai bahan ajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Mahmud,Ali.2000. Pendidikan Ruhani, Jakarta: Gema Insani
Press.
Departemen Agama RI.2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta:
Bina Ilmu.
https://m.kiblat.net/2017/04/20/dakwah-tauhid-dan-upaya-penegakkan-syariat-islam/
Ibnu Rusn,Abidin.1998. Pemikiran Al-Ghazali
Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zuhairini dkk.,1995. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
BIODATA
Nama : Muhammad
Ali Kahfi
Tempat, tanggal
lahir : Jakarta, 14 November 1998
Alamat: Jl.
Garuda 5 proyonanggan selatan Batang
Hobby : Futsal
Riwayat
pendidikan:
1.
SD Serang 11
2.
Smp Cokro Aminoto Batang
3.
SMk Muhammadiyah Batang
[1] Abidin Ibnu
Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998), hlm. 64
[2] Ali
Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hm.
20
[10]
https://m.kiblat.net/2017/04/20/dakwah-tauhid-dan-upaya-penegakkan-syariat-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar