Laman

new post

zzz

Rabu, 07 November 2018

TT C J1 Objek Pendidikan Tidak Langsung “Masyarakat Sebagai Obyek Pendidikan”


Objek Pendidikan Tidak Langsung
“Masyarakat Sebagai Obyek Pendidikan”
QS. Al-Mu’minun: 96
Ayu Nafidzatu Millatina
NIM. (2117223)
Kelas  C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas ini.
            Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Pekalongan, November 2018

Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL1
KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang Masalah4
B.     Rumusan Masalah4
C.     Tujuan Masalah4
D.    Manfaat  Masalah4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hakikat Manusia6
B.     Dalil Masyarakat Sebagai Obyek Pendidikan9
C.     Membentuk Masyarakat Madani13
D.    Aplikasi dalam Kehidupan15
E.     Aspek Tarbawi15
BAB III PENUTUP
A.  Simpulan16
B.  Daftar Pustaka 17
Biografi Penulis 18




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu  proses bantuan yang diberikan  kepada peserta didik guna menumbuhkan dan  mengembangkan jasmani maupun rohani secara optimal untuk mencapai tingkat kedewasaan. Pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal yaitu suatu pendidikan yang menganjarkan pengetahuan umum dan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat terprogram, tersruktur dan berlangsung di persekolahan dalam rangka mempersiapkan anak untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Sedangkan pendidikan informal yaitu pendidikan yang bersifat tidak terprogram, tidak terstruktur dan berlangsung kapanpun dan dimana pun dalam rangka mempersiapkan anak untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Selain sebagai makhluk individual, manusia juga sebagai  makhluk sosial. Sebagai makluk sosial, manusia membutuhkan teman untuk bergaul untuk menyatakan suka dan duka, dan memenuhi berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif. Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan dimana ia berada. Ia menginginkan adanya lingkungan sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak manusia dan lain sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai aktifitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai hal yang dapat merugikan dirinya.
Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang demikian itu mendorong  perlunya membina masyarakat yang berpendidikan, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan. Karena di dalam masyarakat yang demikian itulah akan tercipta lingkungan dimana berbagai aturan dan perundang-undangan dapat ditegakkan. Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlunya pembinaan masyarakat.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.    Apa hakikat masyarakat?
2.    Apa dalil masyarakat sebagai obyek pendidikan?
3.    Bagaimana membangun masyarakat madani (civil society)?
C.  Tujuan Penulisan Makalah
1.    Untuk mengetahui hakikat masyarakat
2.    Untuk mengetahui dalil masyarakat sebagai obyek pendidikan
3.    Untuk mengetahui bagaimana membangun masyarakat madani
D.  Manfaat Penulisan Makalah
Menambah khazanah Ilmu Pengetahuan kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia baik itu secara umum maupun khusus.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakikat Masyarakat
Secara bahasa, kata ’’masyarakat’’berasal dari bahasa Arab ’’syarikat’’ yaitu pembentukan suatu kelompok atau golongan atau kumpulan. Dalam bahasa Inggris, pergaulan hidup disebut ’’social’’ (sosial), hal ini ditujukan dalam pergaulan hidup kelompok manusia terutama dalam kelompok kehidupan masyarakat teratur.
Dalam al-Qur’an ada beberapa istilah yang digunakan dalam menjelaskan makna masyarakat, yaitu kata ummah dan qaum. Di dalam al-Qur’an terdapat 49 kata ummah yang memiliki makna, yaitu:[1]
1.    Kelompok yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran (QS. Ali Imran: 104)
2.     Kaum (QS. Hud: 8)
3.     Jalan, cara atau gaya hidup (QS. Az-zukhruf: 22)
Secara umum, masyarakat adalah sekelompok orang atau manusia yang hidup bersama yang mempunyai tempat atau daerah tertentu untuk jangka waktu yang lama dimana masing-masing anggotanya saling berinteraksi. Interaksi yang dimaksudkan berkaitan dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan. Segala tingkah laku dan perbuatan tersebut diatur dalam suatu tata tertib atau undang-undang atau peraturan tertentu yang disebut hukum adat.[2]
Menurut Murthadha Muthahhari, masyarakat adalah kelompok-kelompok manusia yang terkait oleh sistem-sistem, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum khas, dan yang hidup bersama-sama dalam wilayah tertentu, iklim dan bahan makanan yang sama.[3]
Menurut Selo Sumardjan dikutip oleh Soerjono Soekanto, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama-sama yang menghasilkan sebuah kebudayaan.[4]
Maka dapat kami simpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama tinggal di suatu tempat atau didaerah tertentu dengan mempunyai aturan tertentu tentang tata cara hidup mereka menuju satu tujuan yang sama dengan menghasilkan sebuah kebudayaan. Dengan demikian rumusan tentang masyarakat yaitu:
1.    Adanya sekelompok manusia.
2.    Adanya peraturan atau undang-undang yang mengatur mereka.
3.    Bertempat tinggal di daerah tertentu dan telah berjalan cukup lama.
4.    Adanya kebudayaan atau adat istiadat setempat.
Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang bersepakat untuk hidup bersama, entah atas dasar kepentingan-kepentingan bersama atau dasar faktor-faktor ideologi. Masyarakat islam ialah suatu masyarakat yang universal, yakni tidak rasial, tidak nasional dan tidak pual terbatas di dalam lingkungan batas-batas geografis. Terbuka untuk seluruh anak manusia tanpa memandang jenis atau warna kulit atau bahasa, bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan atau aqidah.
Perbedaan warna kulit dan bahasa tidaklah mengandung arti keistimewaan atau kelebihan. Yang dikehendaki hanyalah saling berhubungan dengan baik dan bukan saling mencari perbedaan. Hanya ada satu ukuran untuk mendapatkan tempat utama, yaitu takwa kepada Allah, taat kepada-Nya  dan berbuat baik kepada hamba-hambaNya. Semua itu adalah urudan masing-masing orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan jenis dan warna kulit.
Ada yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu bahwa tugas yang dibebankan Allah kepada umat islam tidaklah terbatas pada memimpin manusia kepada kebajikan seperti yang dibawakan islam, dan pada membela aqidah islam dan penganutnya. Selanjutnya Allah menugaskan untuk membela kaum yang lemah dari kesewenangan pihak yang berkuasa, menolak kedholiman untuk semua manusia dan mencegah kejahatan diatas bumi. Semua itu merupakan amanat yang mesti dilaksanakan oleh umat islam.
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya pendapat bahwa lapangan pendidikan yang mempengaruhi pendidikan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan, dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka.
Selanjutnya, karena asuhan terdapat pertumbuhan anak harus berlangsung secara teratur terus- menerus. Oleh karena itu lingkungan masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan fisik akan berhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Dalam kaitan ini pula terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi  dalam pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai hanya dengan mengenal saja. Menurut Emenson, norma norma kesopanan pula pada orang lain.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.
Di lingkungan masyarakat santri barangkali akan lebih memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki ikatan yang longgar tetapi norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri. Kami lebih mengetahui dari siapapun apa yang mereka sifat kan terhadap diri kami, agama yang kami syariatkan terhadap dirimu.[5]

B.  Dalil Masyarakat Sebagai Obyek Pendidikan
ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ٱلسَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ
 Artinya: Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. (QS.Al-Mu’minun, 23:96)
Tafsir:
1.    Tafsir Jalalayn
(Tolaklah dengan menampilkan hal yang lebih baik) yaitu budi pekerti yang baik, bersikap lapang dada dan berpaling dari mereka yang kafir (hal yang buruk itu) perlakuan mereka yang menyakitkan terhadap dirimu. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk berperang. (Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan) kedustaan dan buat-buatan mereka, maka kelak Kami akan membalasnya kepada mereka.[6]
2.    Tafsir Al-Misbah
Disini Allah berfirman: Hendaklah engkau melanjutkan dakwah dan menghadapi para pendurhaka itu dengan tabah dan simpatik. Tolaklah dengan cara, ucapan,  perbuatan dan sikap yang lebih baik keburukan mereka itu antara lain dengan berbuat baik semampumu kepeda mereka, atau kalau tidak, maka memaafkan kesalahan mereka yang berkaitan dengan pribadimu, atau dengan tidak menaggapai ejekan dan cemooh mereka. Kami lebih mengetahui dari siapa pun apa yang mereka sifatkan terhadap diri kami, agama yang kami syariatkan terhadap dirimu. Kalau kami berkehendak, niscaya kami berkehendak, niscaya kami langsung menjatuhkan sanksi terhadap mereka, tetapi itu kami tidak lakukan. Kendati demikian, penganiayaan mereka tidak akan kami biarkan, karena itu pula jangan dan jangan juga risau.[7]
3.    Tafsir Muhammad Quraish Shihab
Lanjutkanlah dakwahmu. Hadapilah perlakuan buruk mereka dengan tindakan yang lebik baik seperti memaafkan dan sebagainya. Kami pun sungguh sangat mengetahui keburukan-keburukan yang mereka katakan tentang dirimu dan tentang dakwahmu. Kami akan membalas mereka atas perbuatannya.
4.    Tafsir Al-Lubab
Untuk menghadapi para pendurhaka dan pengganggu, antara lain yang Allah swt., tunda siksanya, ayat 96 memberi tuntunan bahwa: “ Hendaklah engkau melanjutkan dakwah dan menghadapi para pendurhaka itu dengan tabah dan simpatik. Tolaklah keburukan mereka dengan ucapan, perbuatan, cara, dan sikap yang terbaik! Antara lain dengan berbuat baik semampumu kepada mereka, atau kalau tidak, dengan memaafkan kesalahan mereka yang berkaitan dengan pribadimu atau dengan tidak menanggapi ejekan dan cemoohan mereka. Kami lebih menetaui dari siapapun apa yang mereka sifatkan terhadap diri dan agama yang kami syari’atkan. Demikian juga penyifatan mereka yang buruk terhadap kamu.
5.    Tafsir Ibnu Katsir
Allah swt dalam firmanNya ini memberi pedoman kepada Muhammad RasulNya bagaimana hendaknya menghadapi lawannya kaum musyrikin dan orang-orang kafir, agar menolak perbuatan dan ucapan-ucapan buruk mereka dengan cara yang lebih baik, umpamanya dengan memaafkan atau mengembalikannya dengan ucapan-ucapan yang baik, lebih sopan, asalkan saja cara yang demikian itu tidak akan membawa kelemahan  atau mengakibatkan kemunduran dakwah.
Allah berfirman dalam surat “Fushshilat” yang artinya “Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang di antaramu dan di antara dia ada permusuhan, seolah-olah teman yang sangat erat. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang sabar.
6.    Tafsir Al-Maraghi
Tolaklah kejahatan darimu dengan perbuatan yang lebih baik, dengan memaafkan kejahilan mereka, bersabar atas penganiayaan dan pendustaan mereka terhadap ajaran yang kamu bawa kepada mereka dari sisi Tuhanmu, sesungguhnya Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka sifatkan, kedustaan yang mereka ada-adakan terhadap kami, dan perkataan buruk yang mereka lontarkan tentang dirimu, kemudian Kami akan memberi balasan kepada mereka atas semua yang mereka katakana itu. Oleh sebab itu hendaklah perkataan mereka itu tidak membuatmu bersedih hati dan bersabarlah dengan kesabaran yang baik.
Diriwayatkan, bhawa Anas ra. Berkata tentang ayat ini: seseorang berkata kepada saudaranya tentang sesuatu yang tidak ada padanya, maka saudaranya itu berkata, “jika kamu berdusta maka aku memohon agar Allah mengampunimu,tetapi jika kamu benar maka kau memohon agar Allah mengampuniku”.
Setelah mendidik Rasul-Nya ., untuk menolak kejahatan dengan cara yang lebih baik, selanjutnya Allah membimbingnya kepada sesuatu yang menguatkan perbuatan baik itu: Katakanlah: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kedatangan setan-setan kepadaku dengan bisikan mereka atau dengan mengutus musuh-musuhMu kepadaku untuk menganiaya aku.
Demikianlah hendaknya kaum mu’min berdoa, karena setan tidak akan sampai kepada mereka kecuali dengan salah satu diantara kedua jalan ini. Jika hamba kembali dan berserah diri kepada Tuhannya, serta memohon agar Dia melindunginya dari setan-setan, niscaya hatinya akan selalu tanggap dan ingat kepada Tuhannya dalam segala perbuatan yang dia kerjakan atau tinggalkan, kemudian hal itu akan mendorongnya untuk selalu taat dan meninggalkan maksiat.
Rasulullah saw., telah memohon perlindungan kepada Allah agar tidak kedatangan setan-setan dalam perbuatan apa pun yang dia kerjakan, terutama ketika mengerjakan shalat, membaca Al-Qur’an dan kedatangan ajal.[8]

7.    Tafsir Kementrian Agama RI
Kemudian Allah memberikan tuntunan kepada Nabi Muhammad ﷺ bagaimana cara yang sebaik-baiknya menghadapi sikap kaum musyrikin itu. Allah menunjuki supaya dia tetap bersikap lemah lembut terhadap mereka dan jangan sekali-kali membalas kejahatan dengan kejahatan, kekerasan dengan kekerasan karena memang belum waktunya bersikap demikian.
Bila mereka mencemooh dan mencaci maki hendaklah Nabi memaafkan ucapan-ucapan mereka yang tidak pada tempatnya itu, karena ucapan itu tidak mengenai sasarannya dan hendaknya dibalas dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan ajaran dengan mengemukakan dalil-dalil dan hujah yang masuk akal.
Bila mereka hendak melakukan tindakan penganiayaan, hindarilah mereka sedapat mungkin dan jauhilah sedapat mungkin kesempatan yang membawa kepada tindakan seperti itu dan hendaklah dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan dan tunjukkanlah kepada mereka bahwa engkau memang seorang kesatria yang tidak ada niat sedikitpun untuk mencelakakan mereka.
Dengan sikap lemah lembut dan kebijaksanaan itu mereka tidak akan merajalela terhadap kaum Muslimin dan siapa tahu hati mereka yang keras seperti batu itu akan menjadi lembut dan mereka akan menyadari sendiri kesalahan dan keterlaluan mereka.
Hendaklah engkau camkan dalam hati bahwa Allah mengetahui semua ucapan dan tindakan mereka. Kami lebih mengetahui apa saja yang mereka lakukan dan apa saja yang tersembunyi dalam dada mereka. Sesuai dengan petunjuk ini Allah berfirman dalam ayat yang lain:
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Q.S.As Sajdah: 34)
Anas bin Malik pernah berkata mengomentari ayat ini, "Seorang laki-laki mengatakan terhadap saudaranya hal yang tidak-tidak". Maka dia menjawab, "Jika ucapanmu itu bohong maka saya memohon kepada Allah supaya Dia mengampuni atas kebohonganmu itu. Jika ucapanmu itu benar maka saya memohon kepada Allah supaya mengampuniku"
8.    Tafsir al-Muyassar
Oleh tim Mujamma’ Raja Fahd arahan Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu asy-Syaikh:
Wahai Rasul!! Jika sekiranya musuh-musuhmu berbuat buruk terhadap dirimu, baik dengan ucapan maupun perbuatan, janganlah engkau membalasnya dengan keburukan. Namun tolaklah perbuatan buruk mereka dengan berbuat baik kepada mereka. Kami lebih mengetahui apa yang disifatkan orang-orang musyrik itu berupa kesyirikan dan pendustaan. Kami akan membalas mereka dengan balasan yang paling buruk.

C.  Membangun Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga  perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujudkan. Hal ini terjadi karena konsep masyarakat madani memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda. Apabila konsep ini akan diaktualisasikan maka diperlukan suatu perubahan kehidupan. Langkah yang kontinyu dan sistematis yang dapat merubah paradigma kebiasaan dan pola hidup masyarakat, untuk itu diperlukan berbagai terobosan dan penyusunan konsep serta paradigma baru dalam menghadapi tuntutan baru.
Ketika Islam sebagai sebuah agama yang akan memadukan diri dengan masyarakat yang didalamnya beraneka ragam agama maka Islam harus memposisikan diri dengan masyarakat tersebut yang dijadikannya sebagai media untuk memupublikasikannya dengan arti lain umat Islam tidak sekedar menjadi ma’mum dalam pembentukan masyarakat tersebut baik dalam segi peradaban, menghormati HAM dan penguasaan IPTEK.
Masyarakat madani yang digambarkan dalam Islam yaitu masyarakat yang mandiri, SDM mampu mengolah SDA dan menyadari adanya karunia dari sang pencipta sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Saba’ : 15 yang artinya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
Kecakapan, ulet tanpa harus kufur merupakan tuntutan utama bagi umat Islam jika konsep masyarakat madani ini dipublikasikan baik dalam tingkat individu maupun kelompok kecil dalam rumah tangga hingga kelompok besar dalam kesatuan negara.
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antarakebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Secara harfiah, civil society itu sendiri adalah terjemahan dari istilah latin, civilis societis yang pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat.  Civil Society disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup.
Secara historis, bangunan masyarakat madani atau civil society di kalangan umat Islam Indonesia telah terbentuk dalam wujudnya yang paling primer, yaitu dalam bentuk pengelompokan sosial yang kaut, yang dilandasi rasa saling memiliki yang kokoh sehingga mampu menciptakan solidaritas sosialnya sendiri.[9]


D.  Aplikasi dalam kehidupan
Tidak seorang pun yang tidak di upayakan oleh setan untuk dirayu dan di ganggunya, karena itu semua manusia,termasuk Nabi Muhammad saw,dianjurkan untuk berlindung kepada allah swt. Keterpeliharaan para nabi dri melakukan pelanggaran tidak mengurungkan niat setan untuk menggangu, walaupun dia selalu gagal, karena pemeliharaan Allah swt. Dan kuatnya pertahanan mereka. Begitu juga kepada manusia,setan selalu berupaya menggangu manusia untuk melakukan perbuatan yang tercela,bermaksiat,berbohong, dan lain sebagainya agar setan merasa senang. Akan tetapi jika keimanan seseorng kuat maka upaya apa saja yang dilakukan setan untuk merayau manusia akan gagal, karena terpeliharanya keimanan seseorang tersebut.
E.    Aspek Tarbawi
1.    Perintah membalas keburukan dengan kebaik merupakan akhlak terpuji yang diperintahkan. Perintah membalas keburukan dengan kebaikan ini dapat mengantarkan pelakunya (Orang yang memusuhi) menjadi sahabat dekatnya.
2.    Kita harus senantiasa taat dan berserah diri kepada Allah saw., karena Allah maha mengetahui atas segala hal.
3.    Senantiasa mendoakan untuk kebaikan orang lain.
4.    Dalam surat ini Allah memberi petunjuk bagaimana menghadapi orang-orang yang berlaku menganiaya kita, yaitu dengan jalan kebaikan.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang bersepakat untuk hidup bersama, entah atas dasar kepentingan-kepentingan bersama atau dasar faktor-faktor ideology.
Masyarakat islam ialah suatu masyarakat yang universal, yakni tidak rasial, tidak nasional dan tidak pula terbatas didalam lingkaran batas-batas geografis. Terbuka untuk seluruh anak manusia, tanpa memandang jenis, atau warna kulit atau bahasa, bahkan juga tidak memandang agama dan kenyakinan atau aqidah.
Perbedaan warna kulit dan bahasa tidaklah mengandung arti keistemewaan atau kelebihan. Yang dikehendaki hanyalah saling berhubungan dengan baik dan bukan saling mencari perbedaan. Hanya ada satu ukuran untuk mendapatkan tempat utama, yaitu takwa kepada Allah.
Pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai_nilai yang berkaitan dengan aspek-aspek spritual akan lebih efektif jika seseorang berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Seperti halnya didalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam sehingga dapat membentuk karakter anak sesuai dengan nilai religius. Selain itu didalam pendidikan masyarakat,anak belajar untuk memiliki rasa tanggung jawab dan toleransi terhadap norma-norma yang berada di lingkungan masyarakat yang ditinggalinya, sehingga anak tidak bersikap seenaknya sendiri. Anak belajar bahwa dia tidak hidup sendiri dilingkungan tersebut, tetapi juga dia harus bisa berbagi dan tolong menolong terhadap sesama ciptaan Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1985. Tafsir Al-maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang)


Idi,Abdullah. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Imam Jalalud-din As-Suyuthi, Imam Jalalud-din Al-Mahalliy. 1990Tafsir Jalalain,(Bandung:Sinar Baru)

Jalaluddin. 2001. Psikologi Agama, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada)

Muthahhari, Murthadha. 1986. Masyarakat dan Sejarah, terj. M. Hashem, judul asli Society and History. Bandung: Mizan
Nata,Abuddin. 2008.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta:Lentera Hati)

Soekanto, Soerjono. 1966. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press



BIODATA
Nama               : Ayu Nafidzatu Millatina
Tempat Lahir : Pekalongan
Tanggal Lahir : 11 Oktober 1999
Alamat             Kel.Kedungpatangewu, Kec. Kedungwuni, Kab. Pekalongan
Riwayat Pendidikan
TK                   : MUSLIMAT NU Kademangan
SD                   : SDN Kedungpatangewu
SMP                : SMP Islam YMI Wonopringgo
SMA               : MA Salafiyah Simbangkulon, Buaran
KULIAH        : IAIN PEKALONGAN (Masih dalam proses)



[1]Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 234
[2]Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo), hal. 38
[3]Murthadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, terj. M. Hashem, judul asli Society and History, (Bandung: Mizan, 1986), hal. 15
[4]Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: UI Press, 1966), hal. 91

[5]Prof.Dr.H.Jalaluddin,Psikologi Agama,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2001), hlm.222-223
[6]Imam Jalalud-din Al-Mahalliy Imam Jalalud-din As-Suyuthi,Tafsir Jalalain,(Bandung:Sinar Baru,1990),h.1440-1441
[7]Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta:Lentera Hati,2002),hlm.246
[8] Ahmad Mushtahfa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi,(Semarang:PT Karya Toha Putra,1985),hlm.98-99
[9]http://www.academia.edu/17631294/ ( diakses tanggal 3 november 2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar