OBYEK PENDIDIKAN INDIRECT
"KERABAT SEBAGAI OBYEK PENGAJARAN"
QS. As Syuraa 26: 214
Isma Maelani
NIM. (2117288)
Kelas D
JURUSAN PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan
dan proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini harus bekerja sama dan saling
mendukung untuk hasil yang maksimal dalam membentuk kepribadian seorang anak
yang baik dan sholeh. Lingkungan pertama yang punya peran adalah lingkungan
keluarga, disinilah anak dilahirkan,di rawat dan dibesarkan. Disinilah proses
pendidikan berawal, orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Orang
tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak, kenapa demikian?
Karena orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazdkan adzan dan
iqomah ditelinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang yang pertama
kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan kata ayah,
ibu, nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua adalah orang yang
pertama mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan sekitarnya.
Orang
tua, ibu khususnya karena seorang ibu yang biasanya punya banyak waktu bersama
anak dirumah, bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya, jika seorang ibu
mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan fitrah dan potensi anak secara
maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana anak belum disentuh
oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.
Masa-masa
anak hanya berinteraksi dengan anggota keluarga, ini adalah saat yang tepat
bagi orang tua untuk membentuk karakter seorang anak. Orang tualah yang
mengarahkan kehidupan anak dengan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dirumah
yang merupakan teladan bagi anak. Disadari atau tidak oleh orang tua,
gerak-gerik dan tingkah laku mereka sehari-hari yang setiap waktu bahkan setiap
saat dilihat, dirasakan dan di dengar oleh anak adalah proses belajar bagi
mereka.
Rumusan Masalah
1.
Apa Hakikat kerabat?
2.
Bagaimana dalil tentang kerabat?
3.
Apa yang dimaksud kerabat sebagai pengajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat kerabat
Kerabat Kerabat memiliki 3 arti. Kerabat adalah sebuah
homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi
maknanya berbeda. Kerabat memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda
sehingga kerabat dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda
dan segala yang dibendakan.
KERABAT
/KE-RA-BAT/
Arti:
Kerabat berarti yang dekat (pertalian keluarga); sedarah sedaging: masih
kerabat dengan engkau
KERABAT
/KE-RA-BAT/
Arti:
Kerabat berarti keluarga; anak saudara: kaum kerabat
KERABAT
/KE-RA-BAT/
Arti: Kerabat berarti keturunan dari induk yang sama
yang dihasilkan dari gamet yang berbeda.
Yang dimaksud dengan kerabat
di sini adalah orang-orang yang memiliki kedekatan pada seseorang dari sisi
kekeluargaan atau nasab keturunan baik dari pihak bapak atau ibu, seperti
misalnya saudara,paman,bibi,sepupu, dan lainnya yang memilki hubungan nasab.
Dalam islam , mereka mendapatkan
kedudukan yang harus dijaga hak-haknya, sebagaimana Allah berfirman, “dan
berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya.”(al-isra:26)
B. Dalil Kerabat sebagai Pengajaran
Ø
Surat
Asy-Syu’ara’ : 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ
الْأَقْرَبِينَ. (الشعراء: 214)
Artinya:
“Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat.
(QS. Asy-Syu’ara’: 214 )
Ø
Mufrodat
Surat Asy-Syu’ara’ : 214
وَأَنذِرۡ =
Dan berilah
peringatan
عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ = kerabat-kerabatmu
yang terdekat
Ø
Asbaabun
Nuzul Surah Asy-Syu’ara’ : 214
Ketika
ayat ini turun, Rasul SAW naik ke puncak bukit Shafa, di Mekah, lalu menyeru
keluarga dekat beliau dari keluarga besar ‘Ady dan Fihr yang berinduk pada suku
Quraisy. Semua keluarga hadir atau mengirim utusan. Abu Lahab pun datang, Ialu
Nabi SAW bersabda: “bagaimana pendapat kalian, jika aku berkata bahwa:di
belakang lembah ini ada pasukan berkuda bermaksud menyerang kalian, apakah
kalian mempercayai aku?” mereka berkata: “Ya, kami belum pernah mendapatkan
darimu kecuali kebenaran”. Lalu Nabi bersabda: “Aku menyampaikan kepada kamu
semua sebuah peringatan, bahwa di hadapan sana (masa datang) ada siksa yang
pedih”. Abu Lahab yang mendengar sabda beliau itu, berteriak kepada Nabi SAW
berkata: “celakalah engkau sepanjang hari, apakah untuk maksud itu engkau
mengumpulkan kami? Maka turunlah surah Tabbat Yada Abi Lahab” (HR.Bukhori,
Muslim, ahmad, dan lain-lain melalui ibn abbas(. Demikianlah ayat ini
mengajarkan kepada rasul SAW dan umatnya agar tidak pilih kasih, atau memberi
kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan.Ini berarti Nabi
Muhammad SAW dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan dari
kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada
rasul SAW, karena semua adalah hamba Allah, tidak ada perbedaan antara keluarga
atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu
disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat kepada Allah dan menghiasi diri
dengan ilmu serta akhlak yang mulia.
Ø
Penafsiran Surat
Asy-Syu’ara’ : 214
Dalam
ayat ini, Allah s.w.t. memerintahkan Nabi Muhammad s.a.w. untuk member
peringatan kepada kaum kerabantnya yang terdekat dan agar bergaul dengan
orang-orang mukmin dengan lemah lembut. Imam Bukhari dan Imam Muslim
menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas r.a.,[1] bahwa ketika Allah menurunkan
ayat di atas, Nabi s.a.w. naik ke bukit Shafa lalu berseru, “Wahai orang-orang,
sudah pagi.” Lalu orang-orang berkumpul kepadanya, ada yang datang sendiri dan
ada yang mengutus utusannya. Kemudian Rasulullah s.a.w. berpidato, “Wahai Bani
Abdul Muththalib, wahai Bani Fihr, wahai Bani Lu’ay, apa pendapat kalian jika
aku memberitahu kalian bahwa di kaki bukit ini ada seekor kuda yang hendak
menyerang kalian, apakah kalian mempercayai aku?” Mereka menjawab, “Ya, kami
mempercayai anda.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku memperingatkan kalian
akan azab yang sangat keras.” Abu Lahab berkata, “Celakalah kamu untuk
selama-lamanya! Apakah hanya untuk ini kamu memanggil kami?” Maka Allah ta’ala
menurunkan surat Al-Lahab, di antaranya sebagai berikut:
“Binasalah kedua tangan
Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.”(Al-Lahab: 1)
Menurut
Al-Maraghi, pemberian peringatan dalam surat Asy-Syu’ara’: 214 di atas, sifatnya
adalah pemberian peringatan secara khusus, dan ini merupakan bagian dari
peringatan yang bersifat umum, yang untuk itulah Rasulullah s.a.w. diutus.
Sebagaimana firman Allah s.w.t.:[2]
“Dan agar kamu member
peringatan kepada (penduduk) Ummul qura (Makkah) dan orang-orang yang berada di
lingkungannya.” (QS. Al-An’am: 92)
Al-Maraghi
juga menambahkan, bahwa kedekatan nasab atau keturunan tidak memberi manfaat
sama sekali seandainya jalan keimanan yang ditempuh berbeda. Dalam kisah ayat
di atas terdapat dalil pembolehan interaksi antara mukmin dan kafir, serta
memberinya petunjuk dan nasehat.
Ø
Penjelasan
Surat Asy-Syu’ara’ : 214
Sesuai
dengan ayat sebelumnya (QS At Tahrim:6) bahwa terdapat perintah langsung dengan
fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaanya adalah tentang objeknya,
dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat. “Aq Alrobin” mereka adalah Bani
Hasyim dan Bani Muthalib, lalu Nabi SAW memberikan peringatan kepada mereka
secara terang-terangan. Demikianlah menurut keterangan Hadits yang telah
dikemukakan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Namun hal tersebut berarti
khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Mutholib, tetapi juga untuk
seluruh umat islam, karena dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat
ayat ke 215:” Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,
yaitu orang-orang yang beriman jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh
umat islam”
Ø
Pendapat
Ulama Surat Asy-Syu’ara’ : 214
At
Thobari meriwayatkan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi menyampaikan pesan suci
yang diterimanya kepada seluruh kerabat dan keluarga terdekatnya. Sementara Al
Bukhori meriwayatkan bahwa ketika ayat tersebut turun Nabi langsung menuju dan
naik bukit shofa seraya mengumpulkan sanak kerabat dan sahabatnya.
Ø
Aspek
Kandungan Pendidikan Surat Asy-Syu’ara’ : 214
Alquran
Surat Asy-syu’ara:214 berisi perintah menjadikan keluarga terlebih dahulu dalam
arti sebagai objek pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan
akhirnya seluruh manusia seperti yang dijelaskan dalam hadits tadi. Selain itu
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh
karena itu peranan keluarga(orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama
anak sangatlah dominan.
Ayat
As-syuaraa’ ayat 214 وَأَنْذِرْ
عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِين “Dan berilah peringatkan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”(Q.S As-syuaraa’ ayat 214).
Di
sini jelas, perintah menjadikan keluarga terdekat terlebih dahulu dalam arti
sebagai objek pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya
seluruh manusia.
Selain
itu Adapun dasar operasional pendidikan yang harus kita ketahui terdiri atas,
Dasar historis, Dasar social, Dasar ekonomi, Dasar politik dan administrative,
Dasar psikologis , Dasar filosofis. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga(orang tua) dalam
pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan, hal ini menunjukkan
orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak dalam
upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka.Maka dari itu keluarga adalah
sebagai objek pendidikan yang utama.
Al-Quran
Surat Asy-syu’ara:214 berisi perintah menjadikan keluarga terlebih dahulu dalam
arti sebagai objek pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan
akhirnya seluruh manusia seperti yang dijelaskan dalam hadits tadi. Selain itu
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh
karena itu peranan keluarga(orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama
anak sangatlah dominan.
Ayat
As-syuaraa’ ayat 214 وَأَنْذِرْ
عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِين “Dan berilah peringatkan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
Di
sini jelas, perintah menjadikan keluarga terdekat terlebih dahulu dalam arti
sebagai objek pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya
seluruh manusia. Selain itu Adapun dasar operasional pendidikan yang harus kita
ketahui terdiri atas, Dasar historis, Dasar social, Dasar ekonomi, Dasar
politik dan administrative, Dasar psikologis , Dasar filosofis. Lingkungan keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan
keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah
dominan, hal ini menunjukkan orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan
pendidikan kepada anak dalam upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka.
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah
langsung dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah
tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat.
”Al
Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw. Memberikan
peringatan kepada mereka secara terang-terangan; demikianlah menurut keterangan
hadis yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Namun
hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan
Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Jadi perintah ini juga berlaku
untuk seluruh umat Islam.
Dalam
QS. Asy Syu’araa Ayat 214 menunjukan yang menjadi obyek pendidikan dalam ayat
ini diutamakan adalah kerabat terdekat dari kita dan orang-orang yang dekat
kepada azab Allah Swt.
C.
Kerabat Sebagai Pengajaran
Prof. Habib Mufti, dalam sebuah tulisannyadalam the
Islamic jurnal, memulai tulisannya yang berjudul “impact of Modern Civikization
on Muslim Family”, dengan kalimat : “semua
itu, islam telah melakukannya atau membayar untuk kepentingan keluarga sebagai suatu pondasi
dan dasar untuk memulai poin-poin yang baik secara makro dan mikro untuk
membentuk kembali tingkatan masyarakat mudah-mudahan junjungan Nabi Muhammad
Saw akan selalu mendapatkan kedamaian, juga bagi kerabat dan sahabatnya.
Islam
memandang lembaga kelurga bukan sekedar wajah interaksi social semata, tetapi
lembaga ini merupakan pranata yang mengemban fungsi didik, dan hubungan-hubungan
interaksi dlam lingkungan anggota keluarga merupakan peritiwa pendidikan yang
besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian dan watak mereka.
Keluarga
merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang dan orang tua
sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam
pengembanghan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan
moral, serta keterampilan sederhana. Pendidikan dalam konteks ini mempunyai
arti pembudayaan, yaitu proses sosialisasi dan enkulturasi secara berkelanjutan
dengan tujuan untuk mengantar anak agar menjadi manusia yang beriman,
bertakwa, berakhlak luhur, tangguh mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja,
setia kawan, peduli akan lingkungan dan lain sebagainya.
Prof.
Wardiman Djojonegoro dalam kapasitasnya sebagai menteri pendidikan dan
kebudayaan pernah mengatakan, bahwa di Negara-negara maju (dimana peranan
keluarga mengalami demassifikasi) akhir-akhir ini ada kecenderungan dalam
masyarakat untuk menjadikan kembali kelurga sebagai basis pendidikan anak.
Dibawah semboyan “back to family” keluarga dihidupkan kembali peranannya
yang besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak serta pengembangan
nilai-nilai moral anak. Dengan demikian, kembali kepada keluarga merupakan
solusi yang praktis namun strategis terhadap berbagai persoalan yang tidak
mudah diatasi jika diserahkan sepenuhnya kepada institusi diluar keluarga.
Al-Ghozaly
dalam Muhammad Tholhah Hasan menilai dalam peranan keluarga yang terpenting
dalam fungsi didiknya, adalah sebagai jalur pengembangan “naluri beragama
secara mendasar” pada saat anak-anak usia balita, sebagai kesinambungan
dari bawaan fitrah mereka. Pembiasaan ibadah-ibadah ringan, seperti bacaan do’a
sebelum dan sesudah makan, setiap memulai pekerjaan dan permainan, menghormati
anggota keluarga yang lebih tua, dan lain sebagainya, akan merupakan
pembentukan private cultur yang kuat sekali pengaruhnya.
Dalam
hal fungsi atau peranan keluarga sebagai pranata pendidikan, apa yang
diamanatkkan oleh undang-undang RI Nomor: 2 Tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional, yakni kelurga berperan sebagai pranata:
1.
Yang
memberikan keyakinan agama
2.
Yang
memberikan nilai-nilai moral dan budaya
Ada
sejumlah hadist Nabi saw. Yang menjelaskan maslah ini, antara lain :
a.
Memberikan nama yang bagus
b.
Memberikan
makanan yang halal
c.
Mengajari
membaca Al-Qur’an
d.
Melatih
sopan santun
e.
Mencintai
Nabi Muhammad saw.
3. Yang
memberikan teladan
4. Yang
memberikan keterampilan dasar
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tanggung jawab terhadap pendidikan anak diisyaratkan dengan
kewajiban anak untuk berbakti kepada kedua orang tuannya, sebagai balas jasa
atas jerih payah dalam mendidiknya semenjak masih dalam kandungan.
Pendidikan disekolah tidak mungkin berhasil secara optimal
apabila tidak dimulai dari pendidikan diri dan keluarga. Pendidikan diri adalah
pendidikan terhadap pribadi-pribadi yang memikul tanggung jawab keluarga. Orang
pertama yang bertanggung jawab terhadap keluarga adalah ayah dan ibu. Dari
kedua orang inilah, pendidikan harus dimulai keberhasilan pendidikan tingkat
awal ini akan membawa pada keberhasilan pendidikan disekolah dan masyarakat.
Pada akhirnya, tujuan pendidikan akan menjadikan kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat bagi manusianya sendiri, selain itu pendidikan akan
mendorong manusia untuk semangat dalam beribadah kepada Allah. Pendidikan juga
bertujuan untuk pengembangan potensi manusia. Dengan demikian, diharapkan
pendidikan dalam keluarga dapat dilaksanakan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1986. Tafsir
Al-Maragi Juz XXVII. Semarang: PT. Karya toha putra.
Gojali, Nanang. 2013. Tafsir dan hadis
tentang pendidikan. Bandung. CV.Pustaka
setia.
Hamka. 1982. Tafsir Azhar Juz XIX.
Jakarta: PT. Pustaka panjimas
Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi Mengungkap
Pesan Al-qur’an tentang Pendidikan. 2008. Yogyakarta: Teras.Nata,
Abuddin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. 2002. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar