NUR AMIROH
2021 111 345
2021 111 345
KECURANGAN PADA WAKTU UJIAN AKHIR NASIONAL DAN MASUK UNIVERSITAS
Dugaan adannya penerimaan siswa siluman ini hanyalah salah satu bentuk pewarisan kecurangan yang dilakukan oleh insan pendidikan kepada anak didik. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana guru membocorkan jawaban soal pada muridnya pada waktu UAN, murid disuruh mengganti jawaban denagan uang. Itu hanya untuk meluluskan muridnya. Lulus dengan cara curang.
Saat ini, pola pendidikan kita tidak mengajarkan pada murid untuk mengenal dirinya, untuk jujur dan bertanggung jawab, dan untuk kesatria. Guru mendidik mereka untuk menjadi pecundang sejati.menyisipkan murid ke bangku yang seharusnya bukan tempat duduknya berarti mendudukkan mereka di atas fondasi kecurangan. Mereka tidak lagi mengenal dirinya. Meluluskan murid yang semestinya tidak lulus makin menjerumuskan ke lembah kecurangan. Pada orang tua pun ikut-ikutan latah. Mereka ikut-ikutan curang. Maka, makin lengkaplah pewarisan kecurangan.
Menerima siswa baru dengan cara sisipan atau meluluskan murid yang seharusnya tidak lulus adalah contoh bentuk penindasan akademik dalam dunia pendidikan. Padahal, kita tahu bahwa pendidikan adalah pembebas bukan penindas.
Pendidikan harus memerdekakan manusia, antara lain: dari kebodohan, kepicikan, kecurangan. Pendidikan terutama pendidikan karakter, terutama harus dimulai dari rumah. Orang tua harus mendidik anak untuk berlaku jujur, bertanggung jawab, memiliki rasa empati kepada sesamannya. Orang tua seharusnya tidak menyalurkan kasih sayang kepada anak dengan cara curang. Contohnya, memberikan jalan akhir dengan cara menyogok.
Kecurangan dan kebohongan sudah menjadi hal yang amat biasa di negeri kita, untuk masuk sekolah, itu di tempuh dengan cara curang. Setelah lulus sekolah SMA, cara curang berlanjut untuk masuk Universitas. Untuk masuk Universitas sudah banyak para calon mahasiswa melakukan aksi menyogok supaya dia bisa masuk ke Universitas yang dia inginkan. Biasanya yang paling tinggi nominal menyogok, maka kebanyakan akan diterima di universitas tsb. Aksi sogok-menyogok bukan sepenuhnya kesalahan anak, tetapi juga orang tua yang tidak mengarahkan anak kedalam lembah kecurangan. Orang tua menyetujui anaknya melakukan menyogok pada dosen ataupun karyawannya berapapun orang tua sanggupi, itu adalah jalan yang salah. Seorang dosen juga seharusnya tidak menerima sogoan itu, agar perilaku curang itu tidak terjadi.
Dugaan adannya penerimaan siswa siluman ini hanyalah salah satu bentuk pewarisan kecurangan yang dilakukan oleh insan pendidikan kepada anak didik. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana guru membocorkan jawaban soal pada muridnya pada waktu UAN, murid disuruh mengganti jawaban denagan uang. Itu hanya untuk meluluskan muridnya. Lulus dengan cara curang.
Saat ini, pola pendidikan kita tidak mengajarkan pada murid untuk mengenal dirinya, untuk jujur dan bertanggung jawab, dan untuk kesatria. Guru mendidik mereka untuk menjadi pecundang sejati.menyisipkan murid ke bangku yang seharusnya bukan tempat duduknya berarti mendudukkan mereka di atas fondasi kecurangan. Mereka tidak lagi mengenal dirinya. Meluluskan murid yang semestinya tidak lulus makin menjerumuskan ke lembah kecurangan. Pada orang tua pun ikut-ikutan latah. Mereka ikut-ikutan curang. Maka, makin lengkaplah pewarisan kecurangan.
Menerima siswa baru dengan cara sisipan atau meluluskan murid yang seharusnya tidak lulus adalah contoh bentuk penindasan akademik dalam dunia pendidikan. Padahal, kita tahu bahwa pendidikan adalah pembebas bukan penindas.
Pendidikan harus memerdekakan manusia, antara lain: dari kebodohan, kepicikan, kecurangan. Pendidikan terutama pendidikan karakter, terutama harus dimulai dari rumah. Orang tua harus mendidik anak untuk berlaku jujur, bertanggung jawab, memiliki rasa empati kepada sesamannya. Orang tua seharusnya tidak menyalurkan kasih sayang kepada anak dengan cara curang. Contohnya, memberikan jalan akhir dengan cara menyogok.
Kecurangan dan kebohongan sudah menjadi hal yang amat biasa di negeri kita, untuk masuk sekolah, itu di tempuh dengan cara curang. Setelah lulus sekolah SMA, cara curang berlanjut untuk masuk Universitas. Untuk masuk Universitas sudah banyak para calon mahasiswa melakukan aksi menyogok supaya dia bisa masuk ke Universitas yang dia inginkan. Biasanya yang paling tinggi nominal menyogok, maka kebanyakan akan diterima di universitas tsb. Aksi sogok-menyogok bukan sepenuhnya kesalahan anak, tetapi juga orang tua yang tidak mengarahkan anak kedalam lembah kecurangan. Orang tua menyetujui anaknya melakukan menyogok pada dosen ataupun karyawannya berapapun orang tua sanggupi, itu adalah jalan yang salah. Seorang dosen juga seharusnya tidak menerima sogoan itu, agar perilaku curang itu tidak terjadi.
Kecurangan seolah olah menjadi satu-satunya cara. Kalau hal ini berlangsung terus, jadilah bangsa ini diurus oleh makhluk jelmaan siluman kecurangan.
Komentar dari saya: Petinggi Negara harusnya memberikan pengarahan kepada semua rakyat Indonesia terkait adanya kecurangan tersebut, baik pemerintah maupun masyarakat umum. Dan kita sebagai penerus harus menyadari kekeliruan itu, dan bisa memperbaikinya ke jalan yang benar, agar pendidikan di Negara kita menjadi benar dan anak didik bisa berlaku jujur, tanggung jawab, mempunyai rasa empati kepada sesamanya. Dan agar terbentuknya keadilan dalam pihak kebenaran. Apabila dugaan atas kecurangan itu benar-benar sering terjadi, saya sebagai anak didik,hal tsb amatlah menyedihkan. Betapa tidak guru sebagai pendidik yang setiap hari mengajar kebajikan kepada murid, telah berubah menjadi pewaris kecurangan. Mohon maaf pada para guru yang masih setia kpada profesi luhurnya. Agar tidak terjadi apa yang tidak kita inginkan mari bersama-sama membangun kebenaran dan memberantas kecurangan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar