MAKALAH
KONSEP DAN APLIKASI KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN
KONSEP DAN APLIKASI KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah: ilmu ahlak
Dosen pengampu: Ghufron Damyati, M.S.I
Dosen pengampu: Ghufron Damyati, M.S.I
disusun oleh:
Fathu Rohmah 2021 111 307
Jazilatur Rohmah 2021 111 308
Sudianto 2021 111 310
Anna Saatul Jannah 2021 111 329
Kelas G
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Karena pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia dan dalam proses pencapaian kebahagiaan hidup, maka Rosulullah SAW menyatakan bahwa ia diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak, agar setiap manusia dapat memiliki akhlak yang mulia.
BAB II
PEMBAHASAN
Kebaikan
Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak.
Secara umum kebaikan adalah suatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.
Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalan yang ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.
Tujuan baru ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Kalu tidak, manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.
Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir.
Seluruh manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan.
Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik bagi manusia.
Kesusilaan
Kebaikan atau keburukan perbuatan manusia
Objektif: keadaan perseorangan tidak dipandang
Subjektif: keadaan perseorangan diperhitungkan
Batiniah: berasal dari dalam perbuatan sendiri
Lahiriah: berasal dari perintah atau larangan
Unsur-unsur yang menentukan kesusilaan
Ada 3 unsur:
Perbuatan itu sendiri, dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut kesusilaan
Alasan (motif). Apa maksud yang dikehendaki pembuat dengan perbuatannya. Apa dorongan manusia melaksanakan perbuatannya.
Keadaan, gejala tambahan yang berhubungan dengan perbuatan itu.
Penggunaan praktis
Perbuatan yang dengan sendirinya jahat, tidak dapat menjadi baik atau netral karena alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubah sedikit, orang tak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasan dan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalu kejahatan itu sedikit, maka kebaikan perbuatan hanya akan dikurangi.
Perbuatan netral memperoleh kesusilaannya, karena alasan dan keadaanya. Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau netral, dipergunakan “Asas Akibat Rangkap”, yang tidak berlaku bagi alasan atau maksud, karena itu selamanya dikehendaki langsung.
Dalam praktek, tak mungkin ada perbuatan kemanusiaan netral, sebabnya perbuatan itu setidak-tidaknya secara implisit mempunyai tujuan. Kesusilaan tidak semata-mata hanya tergantung pada maksud dan kemauan baik, orang harus menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah, yang diperintahkan kemauan baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.
Kebajikan
Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga memudahkan pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan disebut “kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan, sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan-kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditemukan pada manusia, karena hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatannya.
Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue), sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice). Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia.
“kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang berbuat jahat dengan suka rela”. (Socrates)
“keinginan manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk kepada budi”. (Aristoteles)
Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan. Bagi budi praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan. Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
Kebajikan pokok, adalah kebajikan susila yang terpenting, meliputi:
Menuntut keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah (pertahanan/pengendalian hawa nafsu inderawi).
Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).
Kebahagiaan
Arti kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan sesuatu yang selalu dicari oleh manusia sejak zaman dahulu sampai sekarang. Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah terlaksana, disebut kebahagiaan. Tercapainya sesuatu yang diinginkan akan memuaskan hati pelakunya. Kepuasan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukaan suatu perbuatan merupakan salah satu unsur kebahagiaan.
Dalam kehidupan sehari-hari kebahagiaan dapat mempunyai pengertian kelezatan (pleasure), kegembiraan (joy), dan bahagia (happiness). Kelezatan berlangsung dalam waktu yang singkat, capat, hilang dan bersifat lahiriah. Kegembiraan waktunya lebih panjang dari kelezatan dan lebih bersifat kejiwaan sebab berkaitan erat dengan perasaan, dan kegembiraan tidak begitu terikat oleh ruang dan waktu sebagaimana kelezatan yang selalu membutuhkan sentuhan lahiriah. Sedangkan kebahagiaan yang sebenarnya dapat berlangsung lama atau bahkan dapat berlangsung sepanjang hidup manusia karena tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Kebahagiaan yang sempurna hanya bisa diraih oleh seseorang kalau ia dapat mengikuti semua petunjuk dan bimbingan dari dzat yang maha sermpurna. Dalam pandangan etika islam kebahagiaan mempunyai dua dimensi yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat.
Etika islam juga menggariskan bahwa kebahagiaan yang sebenarnya bukan bersifat material/jasmaniah tetapi bersifat rokhaniah/immaterial yaitu berupa ketenanngan jiwa. Dengan demikian kebahagiaan tidak memandang kaya/miskin, penguasa/buruh, pejabat/rakyat, orang pandai/orang awam, semuanya dapat memperoleh kebahagiaan asal mereka beriman dan shaleh dalam hidupnya.
Objek kebahagiaan
Sesuatu yang ada dibawah manusia
Objek kebahagiaan yang berada di bawah manusia bersifat relatif dan dapat berubah setiap saat. Tergolong pada benda-benda yang tak dapat memenuhi seluruh kepuasan manusia.berpengaruh pada sebagian kecil kehidipan manusia. Bahkan sering kali menimbulkan ketakutan dan kesusahan serta seluruhnya akan ditinggalkan apabila kita mati. Oleh sebab itu kekayaan, kekuasaan, tidak mingkin dapat merupakan tujuan akhir manusia, ia hanya sebagai alat.
Diri manusia itu sendiri
Kepuassan seseorang terhadap dirinya sendiri bersifat relatif dan kondisional. Objek kebahagiaan dalam kelompok ini sangat dipengaruhi oleh kodrat manusia sebagai makhluk yang ada kekurangan dan kelebihan dan tidak mungkin sempurna.
Sesuatu yang ada diatas manusia
Objek kebahagiaan diatas manusia adalah Allah SWT. Allah adalah sumber kebaikan, kesempurnaan dan sumber segalanya, agar manusia sampai kepada kebahagiaan yang sempurna maka manusia harus berhubungan dengan Yang Maha sempurna. Jadi kebahagiaan yang sempurna hanya dapat diperoleh apabila manusia mengenal Allah sebagai dzat Yang Maha sempurna dan selanjutnya mengikuti petunjuk dan bimbinagaNya dengan sepenuh hati.
Kebahagiaan yang abadi hanya akan diperoleh manusia melalui iman, kebahagiaan tertinggi adalah ketika manusia dapat bertemu dengan Allah di Surga karena pada waktu itu tiada takdir yang memisahkan manusia dengan Allah.
Al Ghozali membagi kebahagiaan menjadi 2 yaitu kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan ukhrowi. Ciri-ciri kebahagiaan ukhrowi adalah berkelanjutanya tanpa kesusahan, kegembiraan tanpa kesedihan, pengetahuan tanpa kejahilan dan kecukupan yang sudah memerlukan apapun. Selanjutnya ia membagi kebahagiaan duniawi menjadi 4 yaitu:
Kebaikan jiwa
Kebaikan jasmaniah
Kebahagiaaan eksternal
Kebahagiaan Tuhan
Hal-hal yang dapat menghilangkan kebahagiaan
Kebahagiaan sebagai suatu yang bersifat rokhaniah sebenarnya mudah di capai oleh setiap orang,selama jiwa orang tersebut bersih dan sehat. Caranya dengan menjaga jiwanya agar dapat terhindar dari sifat-sifat yang merusak kebersihan dan kesehatan jiwa.
Adapun sifat-sifat yang dapat merusak kebersihan dan kesehatan jiwa dan kemudian menghilangkan kebahagiaan yang telah dimiliki oleh seseorang antara lain:
Iri hati
Cemas
Dendam
Stress
Beberapa pandangan etika barat tentang kebahagiaan
Hedonisme
Kebahagiaan adalah kepuasan jasmani, yang dirasa lebih intensif dari kepuasan rokhaniah.
Epikurisme
Suasana kebahagiaan, ketentraman jiwa, ketenangan batin, sebanyak mungkin menikmati, sedikit mungkin menderita. Oleh sebab itu harus membatasi keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan yang tak dapat dicapai.
Utilitarisme
Kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat. Kebahagiaan adalah manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang banyak, baik dari kualitas maupun kuantitasnya.
Stoisisme
Kebahagiaan adalah melepaskan diri dari tiap keinginan, kebutuhan, kebiasaan atau ikatan. Kebahagiaan tidak terlepas pada hal tersebut. Tidak terdapat dalam kepuassan tetapi pada ”Orang merasa cukup dengan dirinya sendiri”
Evolusiolisme
Merupakan ajaran kemajuan, pertumbuhan, yang selalu dilakukan manusia, kendatipun tujuan terakhir tak dikenal.
Akhlak sebagai asas kebahagiaan
Dengan akhlak yang baik kehidupan individu dan masyarakat menjadi tertib, teratur sehingga akan melahirkan ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan.
Akhlak merupakan asas dalam mewujudkan kebahagiaan hidup. Karena kebahagiaan akan terwujud apabila dalam kehidupan sehari-hari dapat terjallin hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhanya dan antara manusia dengan manusia yang lain.
Agar seseorang dapat memiliki akhlak baik dan terhindar dari akhlak yang burik, maka ia harus mengadakan latihan yang sungguh-sungguh dan terus menerus.
Latihan-latihan tersebut biasanya dimulai dengan usaha membebaskan diri dari perbuatan yang tercela, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Selanjutnya berusaha mengisi hidupnya dengan perbuatan terpuji. Para ahli etika islam membagi tahap-tahap latihan menjadi 3 yaitu:
Takhalli
Tahalli
Tajalli
DAFTAR PUSTAKA
Charis Zubair, Ahmad. (1995). Kuliah Etika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Fakhry, Majid. (1996). Etika Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Suraji, Imam. (2006). Etika dalam Perspektif Al-Qurán dan Al-Hadits. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar