Laman

new post

zzz

Minggu, 27 November 2011

psikologi agama (10) Kelas B


MAKALAH
PSIKOLOGI AGAMA DAN TANTANGAN PROBLEMATIKA MORAL DALAM ERA GLOBALISASI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah           :  Psikologi Agama
Dosen Pengampu  :  Muhammad Ghufron Dimyati, M. SI.

Disusun oleh :

1.        Kholishotun Nisa’    2002211063
2.        Erna Widyawati       2022110064
3.        Syam Ghofur           2022110065
  

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
( STAIN ) PEKALONGAN
TAHUN 2011


BAB l
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang
Pada umumnya, orang membicarakan psikologi agama dan tantangan problematika moral dalam era globalisasi. Belum banyak ditemukan sebuah uraian yang mencoba mencari titik temu atau titik singgung antara kajian tersebut. Oleh karena itu, uraian ini ditulis dengan harapan menjadi acuan perihal itu.
2.      Rumusan Permasalahan
a.       Bagaimana menjelaskan tentang psikologi agama?
b.      Bagaimana menjelaskan tentang problematika moral?
c.       Bagaimana menjelaskan tentang peran penting psikologi agama dalam era global?
d.      Bagaimana menjelaskan tentang Arti penting psikologi agama dalm problem moral?
3.      Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui tentangp agama.
b.      Untuk mengetahui tentang problematika moral.
c.       Untuk mengetahui tentang peran penting psikologi agama dalam era global.
d.      Untuk mengetahui tentang arti penting pdikologi agama dalam problem moral.







BAB ll
PEMBAHASAN
Psikologi Agama dan Tantangan Problematika Moral
Dalam Era Globalisasi
A.     Psikolgi Agama
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan, sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.
Psikologi agama dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan, tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan, pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tentang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan.
Psikologi Agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya dengan manifestasi keagamaannya, yaitu kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Kesadaran agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan introspeksi. Pengalaman agama adalah perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi, obyek studinya dapat berupa: (1) Gejala-gejala psikis manusia berkaitan dengan tingkah laku keagamaan
(2)  Proses hubungan antara psikis manusia dan tingkah laku keagamaannya.
Objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat- akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.

B.     Problematika Moral
Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukan bahwa sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.
Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Pada garis besarnya, teori mengungkapkan bahwa jiwa keagamaan berasal dari faktor intern dan dari faktor ekstern manusia. Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religius (makhluk beragama) karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Faktor tersebut merupakan sumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak.
Sebaliknya, teori kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber dari faktor ektern. Manusia terdorong untuk beragama karena faktor dari luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah (sense of guilty).[1]
a.       Gaya hidup /Personal
Masa remaja (remaja awal dan remaja akhir) adalah masa yang penuh emosi, secara psikologis, masa ini ditandai dengan kondisi jiwa yang labil, tidak menentu dan biasanya susah mengendalikan diri sehingga pengaruh-pengaruh negatif seperti perilaku-perilaku menyimpang akibat dari pergeseran nilai mudah mempengaruhi jiwa remaja dan menimbulkan gejala baru berupa krisis akhlak.
Krisis akhlak yang melanda sebagian remaja saat ini, merupakan salah satu akibat dari perkembangan global dan kemajuan IPTEK yang tidak diimbangi dengan kemajuan moral akhlak. Perilaku remaja yang cenderung lekas marah, kurang hormat terhadap orang tua, bersikap kasar, kurang disiplin dalam beribadah, menjadi pemakai obat-obatan, terjerumus dalam perilaku sex bebas serta perilaku yang menyimpang lainnya telah melanda sebagian besar kalangan remaja.
Kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak seimbang dengan kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis akhlak terutama terjadi dikalangan remaja yang memiliki kondisi jiwa yang labil, penuh gejolak dan gelombang serta emosi yang meledak-ledak ini cenderung mengalami peningkatan karena mudah dipengaruhi.
Gejala akhlak remaja yang cenderung kurang hormat terhadap orang tua, melawan orang tua, terjerumus dalam perilaku sex bebas, kurang disiplin dalam beribadah, mudah terpengaruh aliran sesat, pendendam, menjadi pemakai obat-obatan, berkata tidak sopan, pendusta, tidak bertanggungjawab dan perilaku lainnya yang menyimpang telah melanda sebagian besar kalangan remaja.
b.      Lintas teknolgi
Dalam era global seperti sekarang ini, berbagai penemuan alat teknologi seperti penemuan teknologi komunikasi, handphone, televisi, tansportasi, komputer, teknologi internet dan sebagainya telah memberikan manfaat dan dampak positif yang cukup banyak. Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi atau media elektronik utamanya internet tersebut telah membuat dunia menjadi semakin dekat dan seolah tanpa batas.
Informasi apapun mulai dari pendidikan, hiburan, dan info penting lainnya dapat kita unduh dari teknologi internet hanya dengan meng-klik mouse di depan layar monitor komputer. Canggihnya lagi, informasi di internet pun sekarang juga dapat di akses melalui handphone. Berbagai lapisan masyarakat mulai dari orang tua, pegawai, mahasiswa, pelajar dan bahkan anak-anak pun banyak yang sudah mahir serta akrab memanfaatkan teknologi internet tersebut.[2]
 Meskipun demikian, teknologi internet bak pisau bermata dua. Walaupun di satu sisi punya banyak positifnya, tapi di sisi yang lain juga punya efek negatifnya. Hal itu sangat tergantung dari pemakainya.
Anggapan semakin banyaknya masyarakat yang cenderung menyalahgunakan kecangihan teknologi internet dengan melakukan akses situs-situs tertentu yang bernuansa pornografi, info kriminalitas, seks, serta gambar atau video tidak mendidik lainnya merupakan salah satu efek dari zaman globalisasi.
Parahnya, di negara ini masalah bencana moral lainnya pun seolah selalu rutin terjadi dan saling berkesinambungan. Jika kita cermati di berbagai media, baik media cetak maupun elektronik, hampir setiap hari kita disuguhi berita mengenai perbuatan moral seperti pelecehan seksual, korupsi, pembunuhan, penganiayaan, pesta miras, narkoba, pencurian, pacaran di luar batas kewajaran, kasus hamil di luar nikah, rekaman video mesum pelajar dan sebagainya. Hal itu jelas menjadi masalah moralitas bangsa yang seolah tiada henti.[3]
c.       Westernisasi
Kebangkitan islam global ini dilatari oleh ketersentakan umat islam melihat umat islam lain (barat) memperoleh kemajuan yang luar biasa. Meski harus diakui bahwa kemajuan yang diperoleh dunia barat akan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) itu pada mulanya adalah jasa yang diberikan umat islam mendidikan rohaniawan Barat. Lalu berbagai penemuan yang diajarkan oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim itu ditransfer oleh Barat, yang pada gilirannya melahirkan revolusi industri di sana. Sayangnya, dan bedanya dengan dunia Islam, karena kemaujuan Iptek di Barat itu tidak dilandasi oleh komitmen moral, maka perkembangannya mengarah kepada penegasian (nihilisme) sesuatu yang bersifat sipritual, yakni agama. Semua preposisi yang dihasilkan agama, memenuhi kriteria ilmiah karena tidak dapat diobservasi, diukur, dan diprediksi. Lalu, pada berikutnya muncullah pahama sekularisme yang memisahkan agama dari Iptek[4].
Dengan meningkatnya penetrasi Barat ke Timur melalui gerakan kolonialisme. Kolonialisme ini masuk ke Timur dengan tiga strategi, yaitu penguasaan ekonomi, supremasi Barat atas kulit berwarna, dan agama. Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan politik penggabungan (asosiasi), antara budaya Barat dan budaya Timur. Sehingga Timur dengan mudah dimasuki oleh Barat. Lebih-lebih justru Timur mempromosikan budaya Barat ke rekan-rekannya sebagai budaya alternatif menuju kemajuan di berbagai bidang kehidupan mereka. Menurut Fred R. Von den Mehden, strategi itu ternyata tidak dengan mudah dapat melunturkan semangat elit Indonesia  yang pernah memperoleh pendidikan Barat, dengan begitu mereka menggerakan umat Islam untuk melawan Barat.[5]
Upaya melumpuhkan dinamika Islam oleh kolonial ini tidak hanya melalui politik, tetapi juga dengan membelokkan pengertian Islam yang rasional mengenai entri-entri penting dalam kehidupan manusia seperti sabar, zuhud, tawakal, ridha, qana’ah.

C.     Peran Psikologi agama dalam era global
Menurut bahasa, global ialah seluruhnya, menyeluruh. Sedangkan globalisasi ialah pengglobalan secara keseluruhan aspek kehidupan, perwujudan (peningkatan / perubahan) secara menyeluruh di segala aspek kehidupan. Kemudian membaca pengertian secara luas globalisasi adalah proses pertumbuhan negara-negara maju (Amerika, Eropa dan Jepang) melakukan ekspansi besar-besaran. Kemudian berusaha mendominasi dunia dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik, budaya, militer dan ekonomi.
Bila dipelajari lebih jauh, globalisasi membawa pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun negative. Pengaruh positif dari globalisasi yaitu membantu / mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara material. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah munculnya teknokrasi dan tirani yang sangat berkuasa, didukung oleh alat-alat teknik modern dan persenjataan yang canggih. Mengapa alat-alat dan teknik yang modern serta persenjataan menjadi pengaruh negative ? Karena seringkali bagi Negara yang berkuasa, mereka menyalahgunakan teknologi tersebut, seperti halnya ilmu pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hyper modern yang digunakan / dijadikan mekanisme operasionalistik yang menghancurkan.
Sebagaimana fenomena yang kita saksikan dan kita rasakan saat sekarang ini, teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas Negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan dipedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit diperkotaan, melalui audio (radio) dan melalui visual (televise, internet dll). Fenomena modern yang terjadi di awal millennium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi.[6]
Sebagai akibatnya, media ini, khususnya televisi dapat dijadikan alat sangat ampuh di tangan sekelompok orang-orang atau golongan untuk menanamkan atau sebaliknya merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola pikir seseorang oleh mereka yang mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut. Persoalan yang sebenarnya terletak pada mereka yang menguasai komunikasi global tersebut yang memiliki perbedaan perspektif yang ekstrim dengan Islam dalam memberikan krteria nilai-nilai moral. Antara nilai baik dan buruk, antara kebenaran sejati dengan yang artificial. Disisi lain, era kontemporer identik dengan era sains dan teknologi. Dengan semangat yang tak pernah padam, para saintis telah memberikan kontribusi yang besar kepada kesejahteraan umat manusia. Akan tetapi, sekali lagi dengan perbedaan perspektif terhadap nilai-nilai etika moralitas agama. Jargon saintis sebagai pencari kebenaran tampaknya perlu dipertanyakan. sebagaimana data berikut
Perlu kita catat sejak munculnya televisi dibarengi dengan timbulnya berpuluh-puluh channel dengan menawarkan beragam acara yang menarik, kita hanya berperan sebagai konsumen. Orang Baratlah yang pada hakikatnya memegang kendali semua teknologi modern. Dari sini terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh pendidikan nilai
Dengan demikian melihat dari fenomena yang terjadi di Era Globalisasi yang menimbulkan banyaknya permasalahan karena adanya perbedaan perspektif ekstrim dalam hal moral, maka dituntut bagaimana peranan pendidikan nilai untuk mengatasi gejala-gejala permasalahan tersebut.
Globalisasi berarti sebuah proses saling keterhubungan antar negara dan masyarakat. Globalisasi yang menimbulkan krisis multidimensional telah mampengaruhi perkembangan kepribadian manusia berupa krisis identitas dalam diri individu, kelompok dan masyarakat. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka diperlukan upaya-upaya pembinaan kepribadian yang merupakan pemberdayaan diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang muncul akibat globalisasi. Keluarga dan masyarakat harus mempunyai identitas diri yang kuat dan memiliki antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi.[7]

D.     Arti Penting Psikologi agama dalam mengalami problem moral
Penanaman nilai-nilai moral sangat tepat dilakukan melalui keluarga, dan dimulai dari keluarga. Karena dalam keluarga tersebut, pembinaan sudah mulai terjadi sejak anak belum lahir, yaitu saat masih berbentuk janin dalam kandungan. Hal seperti ini tidak terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan formal, dimana pendidikan dimulai pada usia yang telah ditentukan. Apabila keluarga mampu merawat, membangun, dan menumbuhkan moral kepada seluruh anggotanya, akan menjadi pondasi yang kokoh dalam memperbaiki moral bangsa dan negara Indonesia. Sebaliknya, apabila keluarga tidak melakukan penanaman moral kepada seluruh anggotanya, maka akan melahirkan generasi bermasalah yang justru menjadi beban bagi masyarakat, bangsa dan negara.[8]
Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan, pendidikan sudah harus dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Berbagai usaha dilakukan agar dapat dikomunikasikan kepada si calon bayi hal-hal yang menjadikannya nanti manusia yang baik dan bermutu. Dalam kebudayaan lokal di Indonesia, seperti di Jawa, ada tradisi berupa macam-macam upacara untuk melakukan komunikasi itu. Setelah lahir bayi perlu diurus dengan sebaik-baiknya agar tetap hidup. Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan hal yang penting dan diakui manfaatnya oleh ilmu pengetahuan.[9]





BAB lll
PENUTUP
           
            Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama. Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
     Di Era Globalisasi banyak permasalahan karena adanya perbedaan perspektif ekstrim dalam hal moral, maka dituntut bagaimana peranan pendidikan nilai untuk mengatasi gejala-gejala permasalahan tersebut.
Sedangkan penanaman nilai-nilai moral sangat tepat dilakukan melalui keluarga, dan dimulai dari keluarga. Karena dalam keluarga tersebut, pembinaan sudah mulai terjadi sejak anak belum lahir, yaitu saat masih berbentuk janin dalam kandungan.




DAFTAR PUSTAKA

-         Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
-         Lubis, Ridwan. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005.
pendidikan-agama-dan- multikulturalisme&catid=159:artikel-kontributor




[1] Jalaludin, Psikologi Agama,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2003)hal.63


[5] Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran beragama,(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama. 2005) hal. 85
pendidikan-agama-dan- multikulturalisme&catid=159:artikel-kontributor


Tidak ada komentar:

Posting Komentar