Laman

new post

zzz

Jumat, 09 Maret 2012

B54. Dewi Fantihana, 27. AL – QURAN, SUNNAH dan TANTANGAN PEMIKIRAN MODERN PENAFSIRAN dan PEMAHAMAN KELIRU


MAKALAH
AL – QURAN, SUNNAH dan TANTANGAN PEMIKIRAN MODERN PENAFSIRAN dan PEMAHAMAN KELIRU

Disusun guna memenuhi tugas :
Mata kuliah                  : Hadits Tarbawi II
Dosen pengampu         : Muhammad Hufron, M.S.I



Disusun oleh :
DEWI FANTIHANA
202110071
Kelas : B



JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Secara tekstual hadits bisa berarti jelas, nyata, terang dan meberi penjelasan. Sedangkan kaitannya dengan al – quran tafsir diartikan sebagai penjelasan maksud yang sukar dari suatu lafadh atau ayat al –quran.
Al –quran sebagai petunjuk dalam mengikiti doktrin islam, harus diyakini ( kebenarannya ), dipahami ( isinya ), dan diamalkan ( ajarannya ).
Tidak semua penafsiran Nabi saw tentang ayat – ayat al – quran dapat diketahui, mungkin karena penulisan hadits yang jauh setelah Nabi saw meninggal dunia atau karena memang Nabi saw tidak menjelaskan seluruh isi Al – quran. Sehingga para pakar tafsir sepakat untuk menjadikan setiap hasil penafsiran bersifat zhanni ad- dilalah. Yakni penafsiran memiliki kebenaran yang relatif lebih besar dengan tetap memegang asumsi tentang masih adanya kekeliruan yang mungkin saja terjadi akibat keterbatasan wawasan sang mufassir.
Dalam makalah ini akan dijelaskan salah satu hadits tentang penafsiran dan pemahaman keliru al – quran, sunnah. Agar tidak terjadi banyak penyimpangan dalam penafsiran al – quran dan sunnah.








PEMBAHASAN
HADITS NO. 27
PENAFSIRAN DAN PEMAHAMAN KELIRU

A.    MATERI HADITS
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْعَذَرِي قَالَ قَالَ رَسَوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (يَرِثُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفَوْنَ عَنْهُ تَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَتَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ)
(رواه البيهقى فى السنن الكبرى)

B.     TERJEMAHAN
Dari Abdirrahman al – aszari berkata, Rasulullah saw bersabda : akan mewarisi ilmu ini dari setiap generasi, orang – orang yang terpercaya dari padanya. Mereka itu melakukan upaya membantah segala penafsiran orang – orang bodoh, dan kebohongan orang – orang sesat, serta mambantah penyimpangan orang – orang yang melampaui batas. ( HR.. Baihaqi ).[1]

C.    MUFRODAT
-       Orang – orang bodoh : الْجَاهِلِيْنَ                  - Mewarisi            : يَرِثُ
-       Kebohongan               :  وَانْتِحَالَ                 - ilmu                   : الْعِلْمَ        
-       Orang – orang sesat    : الْمُبْطِلِيْنَ                  - ganerasi             :  خَلَفٍ
-       Penyimpangan / membantah : وَتَحْرِيْفَ         - terpercaya          : عُدُوْلُهُ
-       Orang – orang yang    : الْغَالِيْنَ                     - membantah        : يَنْفَوْنَ
     melampaui batas                                         - Penafsiran          : تَأْوِيْلَ
D.    BIOGRAFI PERAWI HADITS
Abdirrahman al – adzari adalah ayah dari ibrahim yang termasuk golongan dari tabi’in yang menyendiri ( terakhir ) saya ( mualik ) tidak melihat beliau seorang yang lemah. Beliau memursalkan hadits yang berbunyi :
يجمل هذا العلم من كل خلق عدوله
“Akan membawa ilmu ini dari setiap orang akhir zaman “ tidak hanya satu orang yang meriwayatkan hadits tersebut diantaranya mu’an ibn Rifa’ah. Dan tidaklah tergolong utama, apalagi saya tidak melihat atau mengetahui sebagian dari mereka.[2]

E.     HADITS PENDUKUNG
 مَنْ يُرِدِ الله ُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَالله ُ يُعْطِيْ وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ اْلأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ فَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ (رواه اْلاَرْبَعَةُ)
Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya Dia memberikannya pengertian dalam masalah agama. Sesungguhnya aku hanyalah orang yang membagi dan Allah-lah yang memberi. Umat ini masih tetap akan menegakkan perintah Alah, tiada yang dapat menimpakan kemudaratan (bahaya) kepada mereka, ornag-orang yang menentang-Nya hingga perintah Allah datang. (HR. Arba’ah)
Keterangan:
Sesungguhnya aku hanyalah ornag yang membagikan syariat diantara kalian, dan aku menjelaskan syariat itu kepada kalian tanpa pengecualian. Dan Allahlah yang memberikan pemahaman kepada setiap orang dari kalian sebagaimana yang dikehendakinya. Perbedaan pemahaman berasal dari pemberian Allah Swt. Disebutkan bahwa sebagian sahabat mendengar hadits langsung dari nabi Saw, tetapi ia tidak dapat memahaminya kecuali hanya makna lahiriahnya saja, sedangkan sebagian yang lain mendengarkan hadits dari mereka (para sahabat), atau dari orang-orang yang sesudah mereka, sekalipun demikian ia dapat menyimpulkan banyak hukum dari hadits tersebut, sehubungan dengan hal ini Allah Swt telah berfirman:
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$#  
Allah menganugerahkan Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (QS. Al-Baqarah: 269)

Yang dimaksud dengan umat ini ialah sebagian dari mereka, mereka adalah golongan ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih.[3]

F.     ASPEK TARBAWI
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw mewariskan ilmunya kepada orang – orang terpercaya seperti para sahabat, tabi’in dan lain-lain. Tetapi ada yang menyalahgunakan penafsiran itu sehingga mengakibatkan orang – orang bodoh, orang – orang yang bathil dan orang – orang yang berlebih – lebihan.
Penafsiran terhadap al –quran pada dasarnya merupakan otoritas Nabi saw karena hanya Nabi – lah yang memahami apa yang dimaksudkan oleh wahyu, akan tetapi karena Nabi saw tidak menjelaskan seluruh ayat yang ada dalam al –quran, maka setelah Nabi saw meninggal. Para sahabat memahami al – quran dengan cara bertanya pada para sahabat yang terkenal sebagai ahli tafsir. Artinya pada masa sahabat ini sudah ada penafsiran al –quran sekalipun masih berdifat riwayat, yakni belum dikodifikasi atau tertulis dalam sebuah kitab tafsir.
Dalam menafsiran al – quran dan hadits masih banyak para mufassir yang kurang memahami makna dari al – quran dan hadits tersebut seperti al – quran itu menggunakan bahasa arab tidak jarang kata yang dipergunakan al –quran berbeda dengan makna yang dipahami bangsa arab ketika itu, misalnya kata “ shalat “ yang menurut orang arab adalah do’a, oleh al –quran dimaknai sebagai ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sebab itulah, maka sekalipun para sahabat adalah orang arab, maka masih memerlukan penjelasan secara langsung dari Nabi saw sebagai pemegang otoritas pertama dalam menafsirkan al –quran,. Berbalik dari realitas al – quran, hadits yang realitasnya menggunakan bahasa nabi saw ( Arab ), menurut pandangan mayoritas – mayoritas ulama secara teologis diyakini sebagai bahasa Tuhan yang termetaforkan dalam bahada Nabi saw. Bahkan, kosa kata yang dipergunakan hadits cenderung mengikuti perkembangan makna yang di maksudkan al – quran, seperti hadits yang menjelaskan arti kata “ al – kautsar” dalan surah al –kautsar (108) : 1.orang – orang arab menggunakan Al – kautsar untuk menamai segala sesuatu yang banyak bilangannya atau tinggi nilainya, nahkan orang yang mempunyai jasa yang banyak terhadap masyarakat disebut dengan Al – kautsar. Akan tetapi, Nabi saw menjelaskan bahwa maksud al – kautsar dalam surat al – kautsar ( 108 ) : 1 tersebut adalah sebuah sungai yang diberikan oleh Allah SWT. Kepada beliau dalam pengertian ini arti al – kautsar yang diberikan Nabi saw berbeda dengan pengertian yang dipahami orang Aeab ketika itu dan menyesuaiakan dengan makna yang dikehendaki al – quran.[4]
Semua corak penafsiran yang berkembang pada masa ini mengganakan metode tahlil, yakni penafsiran ayat – ayat al –quran sesuai dengan urutan mushaf. Tujuan penafsiran al – quran bukan hanya sekedar mengucap makna, tetapi bagaimana ia mampu menjadi petunjuk dan menjadi pedoman hidup bagi menusia.
Agar tidak terjadi adanya kekeliruan dalam penafsiran, maka bagi setiap mufassir dituntut berpegang pada adab atau etika persyaratan dalam penafsiran al – quran.
·         Adab atau etika penafsiran Al –quran :
1)      Memiliki niat dan perilaku yang baik.
2)      Berperilaku jujur.
3)      Bersikap independen.
4)      Mempersiapkan dan menempuh langkah – langkah penafsiran secara sistematis, baik dan benar.
·         Persyaratan dalam penafsiran Al –quran :
1)      Meyakini kebenaran teks Al –quranyang sedang ditafsirkannya dan terlepas dari keinginan subjektiivitas pribadi atau golongan.
2)      Mendahulukan penafsiran bi al – matsur, yaitu menafsirkan Al –quran dengan ra’yu yang didasari oleh dalil Al quran hadits ( sunnah Nabi ), pendapat sahabat, dan pendapat tabi’in.
3)      Memiliki kapabilitas keilmuan yang memadai.[5]







PENUTUP

Penafsiran Terhadap Al –quran pada dasarnya merupakan otoritas Nabi saw karena hanya Nabi – lah yang memahami apa yang dimaksudkan oleh wahyu, akan tetapi Nabi tidak menjelaskan seluruh ayat yang ada dalam Al – quran. Sehingga setelah Nabi meninggal para sahabat dalam memahami Al -0quran dengan cara bertanya dengan ahli tafsir.
Agar tidak terjadi adanya kekeliruan dalam penafsiran, maka bagi setipa mufassir dituntut berpegang pada adab atau etika pesyaratan dalam menafsirkan Al –quran.




















DAFTAR PUSTAKA

http/ermansyah. Swaramuslim.net /diary 5. Htm.

Muhammad, Al – Imam Hafidz Syamsuddin bin Ahmad Adh Dhihahi. 1995. Mizanul ‘Itidal. Juz awal. Bairut Lebanon : Dai al-Kotob al-Ilmiyah.

Ali Nashif, Syekh Manshur. 1993. Mahkota Pokok-pokok Hadits Tasulullah Saw, Jilid I. Bandung: CV. Sinar Baru.

Zenrif. M.F. 2006. Sintesis Peradigma Studi Al –Quran. Malang: Malang Press.

Rasadisastra, Andi. 2007. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta : Amzah.






















[1] http/ermansyah. Swaramuslim.net /diary 5. Htm.
[2] AL – Imam Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Adh Dhihahi.. Mizanul ‘itidal. Juz awal. ( Bairut lebanon : Dai al – kotob al – ilmiyah, 1995 ) Hlm. 166 - 167
[3] Syekh Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadits Tasulullah Saw, Jilid I (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm. 140-141
[4] M.F. Zenrif. Sintesis . Peradigma Studi Al –quran.( Malang : Malang Press : 2008 ), hal. 24 – 26.
[5] Andi Rasadisastra. Metode Tafsir Ayat – ayat Sains danb Sosial. Jakarta : Amzah, ,. 2007) hal. 49 -43.

24 komentar:

  1. bagaimana menurut anda.etika dalam penafsiran alqur.an yang bersifat independen?

    BalasHapus
    Balasan
    1. etika penafsiran alquran yang bersifat independen itu adalah tidak melakukan penafsiran karena berdasarkan pesanan golongan tertentu atau penguasa sekalipun.
      maksudnya dalam satu golongan tidak boleh menyuruh orang untuk menafsirkan alquran, apabila ia tidak ahli tafsir, karena dapat mengakibatkan penafsiran yang keliru.sehingga menurut ahli tafsir salah , tapi menurut suatu golongan tersebut di benarkan..

      Hapus
  2. assalamualaikum. .
    tri istiani (2021110057) mau bertanya kepada mb dewi, sebagai orang awam, bagaimana caranya kita mengetahui bahwa tafsiran-tafsiran alquran yang kita baca itu mendekati kebenaran atau telah memenuhi persyaratan dan adab dalam menafsirkan alquran seperti yang telah disebutkan diatas agar ktia tidak terjebak dalam kekeliruan.
    terimakasih. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. muhammad fachmi hidayat (2021110051).
      menurut Aa Fachmi begini dek tri... kita selaku orang awam manut saja kaidah penafsiran quran yang udah ditentukan para ulama ahlussunnah... seperti ibnu katsir....
      cara menafsirkan alquran dengan benar sudah ditentukan sebuah kaidah dalam penafsiranya oleh para ulama ahlussunah. menurut ulama ahlussunnah yaitu imam ibnu katsir. cara menafsirkan quran dengan baik yaitu menafsirkan quran dengan ayat quran lainya, karena bisa jadi ayat satu dengan yang lain masih berkaitan.(munasabah). yang kedua yaitu menfsirkan quran dengan hadits. itu karen yang paling faham ayat adalah nabi SAW. banyak quran dijelaskan dengan hadits, sebagaimana ayat tentang diwajibkannya sholat.sholat secara rinci tidak disebutkan dalam quran tata caranya, maka lewat hadits lah kita tahu secara rinci cara shalat. kemudian yaitu menafsirkan dengan pendapat para sahabat. karena para sahabatlah yang paling paham mengenai ayat-ayat al quran karena mereka ada di zaman masa penurunan ayat-ayat quran. inilah 3 kaidah menafsirkn quran yang paling baik menurut Ibnu Katsir as Syafii....adapun bila ia menafsirkan quran diluar qaidah-qaidah penafsiran quran yang sudah ditentukan maka itu kemungkinan besar penafsiran yang liar dan salah..sebagaimana yang dilakukan kaum liberal dengan tafsir hermeneutikanya...dan penafsiran dengan akalnya...yang jelas selama kita mematuhi kaidah penafsiran yang sudah ditetapkan oleh para ulama ahlussunah.insyaAllah kita akan memahami quran dengan baik dan benar Allahu alam

      Hapus
    2. walaikumsalam.........
      pada zaman rasul , para sahabat memahami alquran dengan cara bertanya kepada para sahabat yang terkenal sebagai ahli tafsir,apalagi zaman sekarang seandainya ada orang awam yang ingin tahu penafsiran-penafsiran yang benar, ya harus mengetahui atau mencocokkan apakah hadis dan tafsirannya itu sama atau tidak. dan apabila terjadi kesulitan atau kurangnya pengetahuan atau kurang paham , maka bisa bertanya kepada ahli tafsir, supaya tidak terjadi kekeliruan.

      Hapus
  3. Assalamualaikum,,
    Saiful Bahri
    2021110052
    B

    Mb Dewi, saya mau tanya..
    pertama, yang dimaksud penafsiran salah itu bagaimana?
    kemudian, sekarang banyak mufassir yang berbeda dalam menafsirkan Al quran, ada yang menafsirkan secara rasional dan ada yang secara tekstual.
    Bagaimana kita sebagai orang awam menanggapi hal tersebut agar kita tidak ikut dalam golongan mufassir yang salah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. (2021110051) muhammad fachmi hidayat menjawab....
      cara menafsirkan alquran dengan benar sudah ditentukan sebuah kaidah dalam penafsiranya oleh para ulama ahlussunah. menurut ulama ahlussunnah yaitu imam ibnu katsir. cara menafsirkan quran dengan baik yaitu menafsirkan quran dengan ayat quran lainya, karena bisa jadi ayat satu dengan yang lain masih berkaitan.(munasabah). yang kedua yaitu menfsirkan quran dengan hadits. itu karen yang paling faham ayat adalah nabi SAW. banyak quran dijelaskan dengan hadits, sebagaimana ayat tentang diwajibkannya sholat.sholat secara rinci tidak disebutkan dalam quran tata caranya, maka lewat hadits lah kita tahu secara rinci cara shalat. kemudian yaitu menafsirkan dengan pendapat para sahabat. karena para sahabatlah yang paling paham mengenai ayat-ayat al quran karena mereka ada di zaman masa penurunan ayat-ayat quran. inilah 3 kaidah menafsirkn quran yang paling baik menurut Ibnu Katsir as Syafii....adapun bila ia menafsirkan quran diluar qaidah-qaidah penafsiran quran yang sudah ditentukan maka itu kemungkinan besar penafsiran yang liar dan salah..sebagaimana yang dilakukan kaum liberal dengan tafsir hermeneutikanya...dan penafsiran dengan akalnya...yang jelas selama kita mematuhi kaidah penafsiran yang sudah ditetapkan oleh para ulama ahlussunah.insyaAllah kita akan memahami quran dengan baik dan benar Allahu alam

      Hapus
    2. penafsiran yang salah itu antara tujuan makna hadis dan tafsirannya itu tidak sama atau tidak cocok.
      agar kita tidak ikut dalam penafsiran yang salah , ya harus dengan cara belajar dan bertanya kepada orang yang ahli tafsir agar kita tidak terjerumus dalam penafsiran yang keliru..

      Hapus
  4. dina rina
    2021110064
    bagaimana cara kita untuk antisipasi dan mengetahui orang-orang yang penafsirannya itu tidak sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah dan menyikapi para penafsir modern agar kita tidak salah dalam menyakini suatu ayat yang telah ditafsirinya tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. cara menafsirkan alquran dengan benar sudah ditentukan sebuah kaidah dalam penafsiranya oleh para ulama ahlussunah. menurut ulama ahlussunnah yaitu imam ibnu katsir. cara menafsirkan quran dengan baik yaitu menafsirkan quran dengan ayat quran lainya, karena bisa jadi ayat satu dengan yang lain masih berkaitan.(munasabah). yang kedua yaitu menfsirkan quran dengan hadits. itu karen yang paling faham ayat adalah nabi SAW. banyak quran dijelaskan dengan hadits, sebagaimana ayat tentang diwajibkannya sholat.sholat secara rinci tidak disebutkan dalam quran tata caranya, maka lewat hadits lah kita tahu secara rinci cara shalat. kemudian yaitu menafsirkan dengan pendapat para sahabat. karena para sahabatlah yang paling paham mengenai ayat-ayat al quran karena mereka ada di zaman masa penurunan ayat-ayat quran. inilah 3 kaidah menafsirkn quran yang paling baik menurut Ibnu Katsir as Syafii....adapun bila ia menafsirkan quran diluar qaidah-qaidah penafsiran quran yang sudah ditentukan maka itu kemungkinan besar penafsiran yang liar dan salah..sebagaimana yang dilakukan kaum liberal dengan tafsir hermeneutikanya...dan penafsiran dengan akalnya...yang jelas selama kita mematuhi kaidah penafsiran yang sudah ditetapkan oleh para ulama ahlussunah.insyaAllah kita akan memahami quran dengan baik dan benar Allahu alam

      Hapus
    2. kita harus selalu berhati-hati terhadap orang-orang yang penfsirannya itu tidak sesuai dengan alquran dan as- sunnah. kita harus teliti dan mengetahui atau mengerti apakah tafsirannya itu salah atau benar. dan mengetahui apakah hadis itu dhoif atau shohih..

      Hapus
  5. feri siswanto
    2021110050
    B
    apabila kita sudah memenuhi syarat2 diatas sebagai ahli tafsir serta tidak bertentngn dgn dalil lain
    apakah kita boleh mentafsiri Al-Qur an secara luas dan apakah kita bisa disebut mufassir?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya silahkan kalo memang bisa dan mampu penuhi syaratnya.... selama berada diatas kaidah penafsiran yang benar. hehehehehe

      Hapus
    2. yea tidak apa-apa selagi tidak melannggar etika dan adab yang sudah di jelaskan di atas. dan telah memenuhi syarat- syaratnya .
      y orang itu bisa disebut mufassir apabila orang itu menafsirkan alquran sesuai dengan syarat-syaratnya..

      Hapus
  6. nadia ulfa.
    kelas B
    (2021110073)
    hari ini ada istilah tafsir hermenetika. apakah tafsir hermenetika itu bersesuaian dengan penafsiran yang bai atau sudah sesuai dengan kaidah tafsir yang benar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. muhammad fachmi hidayat.
      (2021110051).kelas B
      masalah hermeneutika ini para ulama suadah mengeluarkan fatwa keharamanya. haram hukumnya menafsirkan quran dengan metode hemeunetika. adapun lebaga resmi yang sudah mengeluarkan fatwa haram ini adalah fatawa lajnah dhoimah saudi arabia. dimana alasan para ulama ini sehingga mengharamkan hermenutika adalah:
      1. bertentangan dengan kaidah tafsir yang sudah ditentukan oleh para mufasirin.
      2.hermenetika adalah metode paham bibel yang berasal dari nasrani dan yahudi dalam merusak dan memelencengkan kitab suci.
      3.hermeneutika adalah jenis penafsiran dengan akal/ arra'yi yang dimna cenderung kepada kesalahan dan kesesatan bila diterapkan dalam menafsirkan al quran. dimana akal ini warisan para filusuf yang jauh dari bimbingan dan tuntuna islam.
      4.awal mula sesatnya nasrani dari injil adalah karena mereka memahami bibel dengan hermeneutika ini....allahualam (sumber.fatwa lajnah dhoimah.www.alislamu.com)

      Hapus
  7. nama: shilfiana
    nim: 2021110054
    kelas: B

    - apakah yang harus kita lakukan sebagai orang awam agar kita bisa membedakan antara suatu penafsiran Alquran yang sesuai dengan kaidah penafsiran dan yang tidak?

    - apa yang harus kita lakukan dengan adanya ahli-ahli tafsir yang menafsirkan Alquran dengan beragam konteks (tekstual/kontekstual), mana yang harus diikuti?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebagai orang awam yang ingin mengetahui bahwa penafsiran itu sesuai kaidah penafsiran yang benar harus mengetahui atau mencocokkan apakah hadis dan tafsirannya itu sama atau tidak. dan apabila terjadi kesulitan ataeu kurangnya pengethuan maka bisa bertanya kepada ahli tafsir. supaya tidak melanggar kaidah penafsiran yang benar.

      kita harus mengikuti mufassir yang benar - benar menafsirkan alquran sesuai adab atau etika yang benar dan telah memenuhi syarat- syarat yang sudah di sebutkan di atas. yang penting orang itu tahu antara makna alquran dan tafsirannya.

      Hapus
  8. ini pendapat teman-teman buat mas FAHMI HIDAYAT..

    Begini lho mas fahmi, tolong kalau mau menjawab pertanyaan dari teman-teman menunggu pemakalah menjawab dulu baru mas fahmi menaambahkan jawaban,,kalau dijawab mas fahmi semua kesannya tidak menghargai jawaban dari pemakalah..Terima kasih


    TTD

    teman-teman kelas B

    BalasHapus
  9. nama : tika permatasari
    nim :2021110084
    kelas :B

    pertanyaan saya..
    salah satu adab dari penafsiran al-qurán yaitu mempersiapkan dan menenmpuh langkah-langkah penafsiran secara sistematis baik dan benar disisni yang saya tanyakan sistematis yang bagaimana ?tolong jelaskan juga apakah ada kriteria tertentu tentang baik dan benar penafsiran diatas??

    terimakasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. penafsiran secara sistematis baik dan benar itu memulai itu seperti memulai dengan menyebutkan asbab an nuzul, menerangkan susunan kalimat, kosa kata ( baik dari segi balaghah nya atau i'rabnya), kemudian menjelaskan makna umum dan menghubungkannya dengan kapabilitas ilmu yang dimiliki dan kehidupan realitas di masyarakat baik sekarang atau yang akan datang..
      ya ada kriteria penafsiran yang baik dan benar yaitu harus meyakini kebenaran teks alquran yang sedang di tafsirkannya dan terlepas dari keinginan subyektivitas pribadi atau golongan..

      Hapus
  10. nama : aini lailatul munawaroh
    nim : 2021110060
    kelas :B

    pertanyaan saya
    kapabilitas keilmuan apa saja yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menafsirkan al-qurán??

    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang harus dimiliki oleh seorang mufassir itu adalah;
      -harus mengetahui makna alquran
      -harus mengetahi sejarah -sejarah islam, seperti yang sudah d jelaskan di alquran .
      -harus mengetahui ilmu pengetahuan.
      - dan harus memenuhi syarat- syarat dan adab atau etika dalam menfsirkan alquran.

      Hapus
  11. Tolong mbak dewi berikan contoh menafsirkan Al –quran dengan ra’yu yang didasari oleh dalil Al quran hadits ( sunnah Nabi ), pendapat sahabat, dan pendapat tabi’in.


    Mohammad Syukron

    BalasHapus