Laman

new post

zzz

Selasa, 09 Oktober 2012

PA B5 : ciri-ciri perilaku penganut agama

PA B5 : ciri-ciri perilaku penganut agama - word

PA B5 : ciri-ciri perilaku penganut agama - ppt





MAKALAH
Ciri-Ciri Perilaku Penganut Beragama
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah                 : Psikologi Agama
Dosen pengampu        : M. Ghufron Dimyati, M.Si

 





                                                                          
                                                                Disusun oleh :
1.   Erlin Vitaningrum                   2022 111 087
2.   Siti Munawiroh                       2022 111 088
3.   Ahmad Duril Kais Albar         2022 111 089
4.   Nihayatul Azizah                    2022 111 090

Kelas B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas  tertentu bagi perkembangan rohani disebut dengan istilah kematangan.
Ruang atau tempat pertumbuhan anak itu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangannya. Apabila ruang tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikis si anak, hal itu akan memberikan pengaruh yang nyata bagi tingkah lakunya, tetapi jika si anak harus menghadapi situasi-situasi yang tidak menguntungkan dan tidak kondusif yang semakin lama semakin parah sehingga kepribadian anak mengalami kekacauan dan pertentangan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sikap keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Dalam pengertian umum sikap dipandang sebagai perbuatan yang berdasarkan pada pendirian, hasil penalaran, pemahaman dan pengahayatan individu.[1] Dengan demikian sikap berbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan pengaruh pembawaan seseorang. Hubungan sikap dan pola tingkah laku terdapat tiga komponen yaitu kognisi, afeksi dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu obyek baik berbentuk kongkret maupun obyek yang abstrak.
Hubungan antara sikap dan tingkah laku terjalin dengan hubungan factor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata pada diri seseorang atau kelompok. Sedangkan motif yang dengan pertimbangan-perimbangan tertentu dapat diperkuat oleh komponen afeksi biasanya akan menjadi lebih stabil.
Para ahli didik melihat adanya peran sentral para orang tua sebagai pemberi dasar jiwa keagamaan itu. Pengenalan ajaran agama kepada sejak anak usia dini bagaimanapun akan berpengaruh dalam membentuk kesadaran dan pengalaman agama pada diri anak. Karena Rasul menempatkan peran orang tua pada posisi sebagai penentu bagi pembentukan sikap dan pola tingkah laku keagamaan seorang anak. Setiap anak dilahirkan atas fitrah dan tanggung jawab kedua orangtuanya lah untuk menjadikan anak itu nasrani.
Psikologi dan psikologi agama tampaknya sudah mulai menyadari  potensi-potensi dan daya psikis manusia yang berkaitan dengan kehidupan spiritual kemudian menempatkan potensi dan daya psikis tersebut dengan sikap dan pola tingkah laku manusia.
Menurut Gordon Allport, manusia memiliki sifat-sifat dasar atau tabiat yang sama. Sifat dasar ini ditampilkan dalam sikap secara totalitas terlihat sebagai ciri-ciri kepribadian individu dan terangkum dalam sikap kelompok. Adanya perbedaan individu pada dasrnya disebabkan oleh adanya perbedaan situasi lingkungan yang dihadapi maisng-masing.

B.     Ciri-ciri dan sikap keberagamaan

Latar belakang psikologi baik diperoleh berdasarkan factor intern maupun hasil pengaruh lingkungan member cirri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. Pola seperti itu member bekas terhadap sikap seseorang terhadap agama William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimiliknya.
Dalam bukunya The Varieties of Religius Experience[2] William James menilai secara gari besarnya sikap dan perilaku keagamaan dikelompokan menjadi 2 tipe (1) tipe orang yang sakit jiwa (2) tipe orang yang sehat jiwa:
1.   Tipe orang yang sakit jiwa (The Sick Soul)
Menurut William James sikap keberagamaan orang yang sekit jiwa ini ditemukan pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga usia dewasa.
Latar belakang itulah yang menyebabkan perubahan sikap yang mendadak terhadap keyakinan beragama. Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka alami sebelumnya, mereka yang pernah mengalami penderitaan ini terkadang secara mendadak dapat menunjukan sikap yang taat hingga ke sikap yang fanatic terhadap agama yang diyakininya. William Starbuck berpendapat bahwa penderitaan yang dialami disebabkan oleh dua faktor  (1) faktor intern (2) faktor ekstern
a.       Faktor intern yang diperkirakan menjadi penyebab timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim seperti :
·         Tempramen
Merupakan salah satu unsure dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan kejiwaan seseorang.
·         Gangguan jiwa
Orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
·         Konflik dan keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keberagamaannya.
·         Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mengalami kelainan kejiwaan cenderung menampilkan sikap:
·         Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung untuuk berpasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima.
·         Introvert
Sifat pesimis membawa mereka bersikap  obyektif.segala mara bahaya dan penderitaan selalu dihubungkan dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuatnya.
·         Menyenangi paham ortodoks
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif.
·         Mengelami proses keagamaan secara nogradusi
Proses timbulnya keyakinan terhadap ajaran agama umumnya berlangsung  melalui prosedur yang biasa, yaitu dari yang tidak tahu menjadi tahu dan kemudian mengamalkannya dalam bentuk amalan yang wajar.
b.      Faktor ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan yang mendadak
·         Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan jiwa seseorang. Keguncangan ini sering menimbulkan kesadaran pada diri manusia .
·         Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung kejahatan umumnya akan mengalami keguncangan bathin dan rasa berdosa.
2.      Tipe orang yang sehat jiwa (Healthy-minded-ness)
Cirri sikap agama pada orang yang sehat jiwa menurut W.Starbuck yang dikemukakan W.Houston Clark dalam bukunya Religion Psikologi[3] adalah :
a.       Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis.
b.      Ekstrovet
Sikap optimis dan terbuka yang dmiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores akibat dari tindakannya.
c.       Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung :
·         Menyenangi teologi yang lues dan tidak kaku
·         Menunjukan tingkah laku keagamaan yang bebas.
·         Menekankan ajaran cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
·         Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara social.
·         Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
·         Bersifat liberal dan menafsirkan pengertian ajaran agama.
·         Selalu berpandangan positif.
·         Berkembang secara graduasi (meyakini ajaran agama melalui proses yang wajar dan tidak melalui pendadakan).
Walaupun keberagamaan orang dewasa ditandai dengan teguhan di dalam pendirian, ketetapan dalam keprcayaan baik dalam bentuk positif atau negatif, namun dalam kenyataan yang ditemui masih banyak juga orang dewasa yang berubah keyakinan dan kepercayaan.
C.    Faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yang menyimpang

Sikap berfungsi untuk menggugah motif untuk bertingkah laku, baik dalam bentuk tingkah laku nyata (over behavior) maupun tingkah laku tertutup (cover behavior). Dengan demikian sikap mempengaruhi dua bentuk reaksi seseorang terhadap obyek, yaitu dalam bentuk nyata dan terselubung, karena sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap dapat diubah walaupun sulit.
Terjadinya sikap keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan sikap. Beberapa teori psikologis mengungkapkan mengenai perubahan sikap yaitu :
1.    Teori Stimulus dan Respon
Teori ini memandang manusia sebagai organism menyamakan perubahan sikap dengan proses belajar. Menurut teori ini ada tiga variable yang mempengaruhi terjadinya perubahan sikap, yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan. Jika seorang atau kelompok memiliki perhatian terhadap suau obyek dimaksud serta menerimanya maka akan terjadi perubahan sikap.
2.     Teori Pertimbangan Social
Teori ini melihat perubahan sikap dari pendekatan psikologi social. Menurut teori ini perubahan sikap ditentukan oleh factor internal dan factor eksternal. Faktor internal mempengaruhi yang mempengaruhi perubahan sikap adalah persepsi social, posisi social dan proses belajar social, sedangkan factor eksternal terdiri dari yaitu factor penguatan, komunikasi persuasive, harapan yang diinginkan. Perubahan menurut teori ini ditentukan oleh keputusan-keputusan social sebagai hasil interaksi fakor internal dan eksternal.
3.    Teori Kosistensi
Menurut teori ini perubahan sikap lebih ditentukan oleh faktor intern yang bertujuan untuk menyeimbangkan sikap dan perbuatan, oleh karena itu teori ini menurut Fritz Heider disebut balance theory Osgood dan Tannenbaum menyebutnya dengan conguity (keharmonisan), Festinger menyebutnya cognitive dissonance serta Brohm menamakannya reactance.
Dalam kehidupan keagamaan seringkali perubahan sikap ini berhubungan dengan konversi agama. Seseorang yang merasa bahwa apa yang dilakukan sebelumnya adalah keliru, berupaya untuk mempertimbangkan sikapnya. Pertimbangan tersebut melalui proses dari munculnya proses hingga tercapainya keseimbangan. Keempat fase dalam proses terjadinya perubahan sikap itu adalah :
·         Munculnya persoalan yang dihadapi
·         Munculnya beberapa pengertian yang harus dipilih
·         Mengambil keputusan berdasarkan salah sau pengertian yang dipilih.
·         Terjadinya keseimbangan.
Perubahan sikap seperti ini menurut Heider dilatarbelakangi oleh perasaan senang, sedangkan Osgood dan Tannenbaum menekankan pada penyamaan persepsi, Festinger lebih menekankan pada peran kognitif seperti halnya Brhom.
4.    Teori Fungsi
Menurut teori fungsi perubahan sikap seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang. Sikap memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya. Katz berpendapat bahwa sikap memiliki enmpat fungsi yaitu
·         Sikap Instrumental
·         Fungsi pertahana diri
·         Fungsi penerima dan pemberi arti
·         Fungsi nilai ekspresif
Berdasarkan fungsi instrumental, manusia dapat membentuk sikap positif maupun negatif terhadap objek yang dihadapi. Adapun fungsi pertahanan diri berperan untuk melindungi diri dari ancaman luar. Kemudian fungsi penerima dan pemberi arti berperan dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan. Selanjutnya fungsi nilai ekspresif terlihat dalam pernyataan sikap sehingga tergambar bagaimana sikap seseorang atau kelompok terhadap sesuatu.









BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri-ciru dari kematangan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.















DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. 1998. Psikologi Agama. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka


[1] KBBI tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa departemen pendidikan dan kebudayaan balai pustaka Jakarta 1995 hal. 938
[2] Jalaludin, Psikologi Agama. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada) hal. 110
[3] Ibid hal.115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar