PA B7 : Konversi dalam dan antar Agama - word
PA B7 : Konversi dalam dan antar Agama - ppt
PA B7 : Konversi dalam dan antar Agama - ppt
MAKALAH
KONVERSI
DALAM DAN ANTAR AGAMA
Disusun
guna untuk memenuhi tugas:
Mata
Kuliah: Psikologi Agama
Dosen
Pengampu: M. Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun
oleh :
Ida
Khanipah (2022111047)
Khusni
Musytamil (2022111048)
Miftakhul
Huda (2022111050)
Laela
Prahesti (2022111051)
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Manusia hidup di dunia ini tidak lepas dari masalah
kehidupan. Ada yang bahagia maupun menderita, dari perbedaan masalah tersebut
terkadang menyebabkan seseorang mengalami kegoncangan batin. Bahkan terkadang
merasa putus asa, untuk itu manusia akan mencoba atau berusaha mencari pegangan
atau ide baru,dimana ia bisa merasakan ketenangan jiwa.
Mereka
yang telah menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memiliki suatu keyakinan yang
baru. Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti. Hidup
yang bertujuan, yaitu kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau
konversi. Dalam bahasa agama disebut pertaubatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Konversi berasal
dari kata conversion yang berarti, tobat, pindah, berubah. Sehingga converstion
berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change
from one state, or from one religius to another). Konversi agama berarti
terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan
semula.[1]
Tidak terdapat
pengertian yang sama dikalangan parra ahli psikologi tentang konversi. Max
Henrich, misalnya, mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan di
mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau bripindah pada suatu sistem
kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
Sementara, W.H
Clark mendefinisikan konversi agama sebagai berikut: Type of spiritual growt
or development which involved an appreciable change of direction concerning
religious ideas and behavior. Most clearly and typically it denotes an
emotional episode of illuminating suddennes, which may be deep or superficial
though in may also come about by a more gradual process.
Dari pengertian
di atas memuat pengetian sebagai berikut:
1. Adanya perubahan arah pandangan dan
keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2. Perubahan yang terjadi dipengaruhi
kondisi kejiwaan, sehingga perubahan tersebut dapat terjadi secara berproses
atau secara mendadak.
3. Perubahan tersebut tidak hanya berlaku
bagi pemindahan kepercayaan dari satu agama ke agama lain, akan tetapi juga termasuk
perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
4. Selain faktor kejiwaan dan kondisi
lingkungan, maka perubahan itu pun disebabkan oleh faktor petunjuk dari Yang
Maha Kuasa.[2]
A. Faktor-faktor yang menyebabkan konversi
agama
Sesungguhnya
untuk menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan menyebabkan mungkin
terjadinya konversi agama itu, memang tidak mudah, namun demikian ada beberapa
faktor yang tampaknya teerjadi dan terdapat dalam setiap peristiwa konversi
agama, antara lain:[3]
a. Pertentangan batin (konflik jiwa) dan
ketegangan perasaan.
Terkadang
orang merasa tidak berdaya menghadapi
persoalan atau problema itu mudah mengalami konversi agama. Diantaranya
ketegangan batin yang dirasakan orang, ialah tidak mampunya ia mematuhi
nilai-nilai moral dan agama dalam hidupnya. Ia tahu bahwa yang salah itu salah,
akan tetapi ia tidak mampu untuk menghindarkan dirinya dari berbuat salah itu,
dan ia tahu mana yang benar, akan tetapi tidak mampu berbuat benar. Itulah
sebabnya maka kadang-kadang kita mendengar seorang penjahat besar, pencuri,
perampok, dan pelanggar susila, memberi nasihat seolah-olah ia orang yang
betul-betul baik.
b. Pengaruh hubungan dengan tradisi.
Konversi
agama bisa terjadi dalam sekejap mata, namun tak ada peristiwa konversi agama yang
tidak mempunyai riwayat. Di antara faktor-faktor penting dalam riwayat konversi
itu, adalah pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi, sehingga terjadi konversi
tersebut. Di antara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan orang tua di
waktu kecil.
c. Ajakan, seruan atau sugesti.
Banyak
pula terbukti, bahwa diantara peristiwa konversi agama, terjadi karena sugesti
dan bujukkan dari luar. Kendatipun pengaruh sugesti dan bujukan itu pada
mulanya dangkal saja, atau tidak mendalam, tidak sampai kepada perubahan
kepribadian, namun jika orang mengalami konversi itu dapat merasakan kelegaan
dan ketentraman batin dan keyakinan yang baru, maka lama kelamaan akan masuklah
keyakianan itu ke dalam pribadinya.
d. Faktor-faktor emosi
Konversi
agama lebih banyak terjadi pada oranng-orang yang di kuasai oleh emosinya,
karena orang yang emosi itu sangat tajam atau ekstrim apabila melihat sesuatu
yang menyenangkan perasaanya, sesuatu itu akan dipujinya setinggi langit, tapi
sebaliknya akan menghantam habis-habisan orang yang berbeda pendapat tentang
itu.
Tedapat berbagai
pendapat berkenaan dengan faktor penyebab terjadinya konversi. Masing-masing
bidang dari disiplin ilmu menawarkan faktor-faktor terjadinya konversi, dan itu
secara tidak langsung akan terbiasa oleh lapangan kajian yang ditelitinya.
Para ahli agama
melihat pengaruh supernatural yang dominan dalam proses terjadinya konversi
agama pada diri seseorang atau kelompok. Sehingga faktor yang mendukung
terjadinya konversi adalah petunjuk illahi (mendapat hidayah dari Allah). Namun
demikian, terasa sulit untuk membuktikan secara empiris tentang faktor ini,
walau kita mempercayai bahwa petunjuk illahi memegang peranan penting dalam perubahan
perilaku keagamaan seseorang. Oleh karena itu, perlu ditelusuri faktor-faktor
lain, baik itu dilihat dari latar belakang sosiologis, faktor kejiwaan maupun
pendidikan yang didapatkan.
Sedangkan para
ahli sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh
pengaruh sosial. Dijelaskan oleh Clark, pengaruh-pengaruh tersebut antara lain:
a. Hubungan antar pribadi, baik pergaulan
yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat nonagama.
b. Kebiasaan yang rutin. Sebagai contoh
adalah menghadiri upacara keagamaan atau pertemuan-pertemuan yang bersifat
keagamaan, baik pada lembaga formal maupun nonformal.
c. Anjuran atau propaganda dan orang-orang
yang dekat, seperti keluarga, sahabat karib dan sebagainya.
d. Pengaruh pemimpin agama.
e. Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
f. Pengaruh kekuasaan pemimpin.
Dalam redaksi
yang hampir senada, Zakiah Daradjat mengungkapkan faktor-faktor konversi agama,
sebagai berikut:
a. Adanya pertentangan batin (konflik jiwa)
dan ketegangan perasaan.
b. Pengaruh dari tradisi agama.
c. Ajakan (seruan) atau sugesti.
d. Faktor-faktor emosi.
e. Kemauan.
Pada bagian
lain, para ahli psikologi menyebutkan faktor psikologi yang menyebabkan
terjadinya konversi. Sebagi contoh adalah adanya tekanan batin, maka akan
mendorong seseorang untuk mencari jalan keluar, yaitu ketenangan batin, atau
jiwa yang kosong dan tidak berdaya kemudian mencari perlindungan pada kekuatan
lain yang mampu memberikan kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. Dengan
demikian, terjadinya konversi tidak hanya didorong oleh faktor luar saja, tapi
juga disebabkan oleh faktor intern.
v Yang dapat dikatakan faktor intern
antara lain:
·
Kepribadian
Secara
psikologi tipe keprinadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang.
Dalam penelitian William James ditemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki
kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi dalam
dirinya.
·
Pembawaan
Menurut
penelitian Guy E. Swanson ditemukan semacam kecenderungan urutan kelahiran yang
mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak
mengalami tekanan batin. Sementara anak yang dilahirkan pada urutan tengah atau
antara sulung dan bungsu sering mengalami stres jiwa.
v Sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstern
antara lain:
·
Faktor
keluarga
Di
antara yang termasuk dalam faktor ekstern antara lain:
a.
Keretakan
keluarga
b.
Ketidakserasian
c.
Berlainan
agama
d.
Kesepian
e.
Kurang
mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan sebagainya.
Kondisi
demikian menyebabkan batinseseorang akan mengalami tekanan batin sehingga
sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang
menimpa dirinya.
·
Faktor
lingkungan tempat tinggal
Yang
termasuk dari faktor ini adalah keterasingan dari tempat tinggal atau
tersingkir dari kehidupan di suatu tempat yang menyebabkan seseorang hidupnya
sebatang kara. Keadaan demikian akan menyebabkan seseorang mendambakan
ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung guna untuk menenangkan jiwanya.
Dengan demikian kegelisahan yang menggelayutinya akan hilang.
·
Perubahan
status
Perubahan
status yang dimaksud bisa disebabkan oleh berbagai macam persoalan, seperti:
perceraian, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang yang berlainan agama, dan
sebagainya.
·
Kemiskinan
Seringkali
terjadi masyarakat awam awam yang miskin terpengaruh untuk memeluk agama yang
menjanjikan dunia yang lebih baik, seperti kebutuhan sandang dan pangan yang
mendesak.[4]
B. Proses konversi agama
Proses konversi menurut M.T.L. Penido
mengandung dua unsur, yaitu:[5]
1.
Unsur
dari dalam
Yang
dimaksud dengan proses dari dalam adalah proses perubahan yang terjadi dalam
diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk
suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang
terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi.
Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk
hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut
muncul pada struktur psikologis baru yang dipilih.
2.
Unsur
dari luar
Yaitu
proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu
menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang datang
dari luar kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa
tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh dirinya.
Dalam membahas
proses konversi, Zakiyan Daradjat banyak menampilkan contoh-contoh konversi agama,
baik yang dialami oleh para tokoh agama maupun yang dialami orang kebanyakan.
Selanjutnya, terdapat lima tahap dalam konversi yang diungkapkan oleh Zakiyah
Daradjat, yaitu:[6]
1. Masa tenang pertama, masa tenang sebelum
mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh
tak acuh menentang agama. Masa tenang
tersebut adalah di saat kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan
tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadinya semacam
sikap apriori terhadap agama. Keadaan demikian tidak akan menganggu
keseimbangan batinnya, sehingga ia dalam
keadaan batin yang tenang dan tentram.
2. Masa ketidaktenangan, konflik dan
pertentangan batin berkecamuk dalam dirinya, gelisah, putus asa, tegang, panik,
dan sebagainya. Dalam kondisi demikian, biasanya orang mudah perasa, cepat
tersinggung dan hampir-hampir putus asa dalam hidupnya dan mudah terkena
sugesti. Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya.
Mungkin dikarenakan oleh suatu krisis, musibah atau perasaan berdosa yang
dialaminya. Hal demikian menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan
batinnya, sehingga muncul kegoncangan dalam bentuk ketidak tenangan.
3. Setelah mengalami masa goncang, maka
terjadilah masa konversi itu sendiri. Tahap ketiga ini terjadi setelah konflik
batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa
kemampuan untuk menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun
timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan
batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan
untuk menerima kondisi yang dialaminya
sebagai petunjuk illahi.
4. Keadaan tentram dan tenang, muncul
perasaan jiwa yang baru, rasa aman dan damai dalam hati, dada menjadi lapang,
dengan sikap penuh kesabaran yang menyenangkan. Ia berubah menjadi pemaaf dan
mudah memaafkan kesalahan orang lain. Masa ketentraman dan ketentangan ini
berbeda dengan masa ketenangan sebelumnya.
Jika ketenangan pertama keadaan tersebut dialami karena sikap yang
acuhtak acuh, maka ketenangan tahap ini ditimbulkan oleh kepuasan oleh
keputusan yang telah diambilnya. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana
batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
5. Ekspresi konversi dalam hidup. Segala
sisi kehidupannya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agama. Konversi
yang diiringi tindakan dan ungkapan yang konkret dalam kehidupan sehari-hari
inilah yang membawa tetap dan mantapnya perubahan keyakinan tersebut.
Proses konversi
diatas lebih menitikberatkan pada bentuk
konversi secara tiba-tiba atau secara mendadak. Memang banyak ditemui kasus,
bahwa seseorang tidak begitu saja langsung mengalami konversi, meski pada
akhirnya akan bermuara pada kehendak Allah atau mendapatkan petunjuk dari
Allah.
Dalam prose
konversi tersebut, diawali dengan disintegrasi atau konflik dalam diri
seseorang. Kasus demikian biasanya banyak dialami oleh seseorang pada masa
dewasa, di mana seseorang membutuhkan pegangan hidup yang abadi, yang akan
menentramkan jiwanya. Ia berusaha mencari makna hidup yang hakiki.
Setelah
seseorang mengalami konversi agama, ia akan mengalami kesadaran yang tinggi,
kalau boleh disebut, ia akan sampai pada kematangan beragama.[7]
BAB III
KESIMPULAN
Konversi agama
berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan
keyakinan semula. Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau
perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yamg cukup berarti, dalam
sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi,
konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah
mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat
mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara
berangsur-angsur.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah. 1996. Ilmu
Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jalaluddin. 2010.
Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
[1] Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang,
1996), hlm. 137.
[2] Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
2004), hlm. 103-104.
[3] Zakiyah Daradjat, Op.cit, hlm. 159-163.
[4] Sururin, Op.cit, hlm. 106-109
[5] Ibid, Hlm. 110.
[6] Ibid, hlm. 111-112.
[7] Ibid, hlm. 113.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar