MANUSIA DAN POTENSI PENDIDIKANYA
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas :
Mata
Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu : M. Ghufron Dimyati,
M.S.I
Oleh:
1. Ahmad
Rifqun Niam (2021211105)
2. AhmadSukro (2021211122)
3. Dwi
Iraningsih (2021211186)
Kelas: N
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan Tentang manusia dan makna
filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna
dan sebaik-baik penciptaan dan dibekali akal dan pikiran, sehingga
dibutuhkannya pendidikan agar akal dan pikiran mereka dapat digunakan pada hal
yang baik, khususnya pendidikan islam. Akal dan fikiran menjadi bekal seseorang
untuk berfilsafat. Diciptakannya manusia didunia ini pasti ada maksud dan
sesuatu yang perlu diketahui agar kehidupan dapat berjalan sesuai dengan
kebaikan atau mengikuti aturan-aturan yang ada.
Pemikiran tentang hakikat manusia belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia dalam alam semesta merupakan bagian yang amat penting karena dengan uraian ini dapat diketahui dengan jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta peranan yang harus dilakukan.
Pemikiran tentang hakikat manusia belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia dalam alam semesta merupakan bagian yang amat penting karena dengan uraian ini dapat diketahui dengan jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta peranan yang harus dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Manusia
Pemikiran
tentang hakikat manusia belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir. Hakikat manusia berarti adanya
berbicara mengenai apa manusia itu,
ada empat aliran yang dikemukakan yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh,
aliran dualisme, aliran eksistensialisme.
1.
Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini
mengatakan yang sungguh-sungguh ada, itu hanyalah zat materi, alam ini adalah
zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah
zat atau materi. Manusia sebagai makhluk materi, maka pertumbuhannya
berproses dari materi juga. [1]
Oleh karena itu
manusia sebagai materi, maka keperluan-keperluannya juga bersifat materi, ia
mendapatkan kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya juga dari materi karena
materi itu adanya di dunia ini, maka terbentuklah suatu sikap pandangan yang
materialistis. Oleh karena materi itu adanya di dunia ini, maka pandangan
materialistis itu identik dengan pandangan hidup yang bersifat duniawi,
sedangkan hal-hal yang bersifat ukhrawi (akhirat) dianggap sebagai khayalan
belaka.
2.
Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpendapat
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat
manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh di atas
dunia ini. artinya. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah
hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
3.
Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada
hakikatnya terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua subtansi
ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama
lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari
badan. Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh yang
keduanya berintergrasi membentuk yang disebut manusia. Antara badan dan ruh
terjalin hubungan yang bersifat kausal, sebab akibat. Artinya antara keduanya
saling pengaruh mempengaruhi. Apa yang terjadi di satu pihak akan mempengaruhi
di pihak lain. Sebagai contoh, orang cacat jasmaninya akan berpengaruh pada
perkembangan jiwannya. Sebaliknya orang yang jiwanya cacat atau kacau akan
berpengaruh pada fisiknya.
4.
Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang
hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia.
Jadi intinya hakikat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara
menyeluruh. Di sini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh
atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi
manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri didunia ini.
B. Pandangan Filsafat
Pendidikan Islam tentang
Manusia
Dalam pandangan islam mengenai hakikat
manusia, islam memandang bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan
perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi
yang berdiri sendiri yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam
mengatakan secara tegas bahwa kedua substansi (substansi: unsur asal sesuatu
yang ada) dua-duanya adalah substansi alam. Sedang alam adalah makhluk. Maka
keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Dalam Al Qur’an Allah berfirman, yang artinya:
“Dan
sesungguhnya kami ciptakan manusia dari sari pati tanah kemudian kami jadikan
dari tanah itu air mani (terlatak) dalam tempat simpanan yang teguh (rahim)
kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal darah lalu segumpal darah itu
kami jadikan segumpal daging dan dari segumpal daging itu kami ciptakan
tulang-belulang. Kemudaian tulang-belulang itu kami tutup (baluti) dengan
daging. Sesudah itu kami jadikan dia makhluk yang baru yakni manusia yang
sempurna. Maka maha berkat (suci Allah) pencipta yang paling baik. (Q.S. Al Mukminun:12-14).
Jadi, manusia itu terdiri dari dua subtansi yaitu materi yang berasal dari
bumi dan ruh yang berasal dari Tuhan. Maka hakikat manusia adalah ruh itu, sedangkan jasad nya
hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh untuk menjalani kehidupan material di
alam yang material bersifat sekunder dan ruh adalah yang primer, karena ruh
saja tanpa jasad yang material, tidak dapat dinamakan manusia.
Dalam diri manusia, pada hakikatnya terdapat
sifat dan unsur-unsur ketuhanan karena dalam proses kejadiannya kepada manusia
telah ditiupkan ruh dari Tuhan. Sifat dan unsur ketuhanan dalam diri manusia
tersebut berupa potensi-potensi pembawaan yang dalam proses kehidupannya
manusia merealisir dan menjabarkannya dalam tingkah laku dan perbuatan nyata.
Dengan demikian hidup dan kehidupan manusia itu berkembang dan mengarah kepada
kesempurnaan.[2]
C. Berbagi Pandangan Tentang Proses Kependidikan
1.
Potensi Manusia Menurut
Al Qur’an
Mengenai potret potensi yang
dimiliki oleh manusia Al Qur’an telah mensinyalir dengan dua kata kunci yang
dapat di jadikan untuk memahami manusia secara komprehensif. Kedua kata kunci
tersebut adalah al insan dan al basyar. kata al insan yang bentuk jamaknya adalah al nas dari segi semantik
atau ilmu tentang akar kata, dapat dilihat dari akar kata anasa yang mempunyai arti melihat, mengetahui dan meminta izin.
Atas dasar kata ini mengandung petunjuk adanya kaitan subtansi antara manusia
dengan kemampuan penalaran. Dengan penalaran yang dimiliki oleh manusia, ia
dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, ia dapat pula mengetahui
dari apa yang benar dan apa yang salah dan terdorong untuk meminta izin
menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Adapun kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laiki maupun
perempuan, baik secara individual maupun kolektif. Kata basyar adalah bentuk jamak dari kata basyarah yang artinya permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh.
Semua kegiatan yang didasari dan dilakukan manusia (al insan) itu dasarnya adalah kegiatan yang didasari dan berkaitan
dengan kapasitas akalnya dan aktualisasi dalam kehidupanya yang konkret yaitu
perencanaan, tindakan dan akibat-akibatnya atau perolehan yang di timbulkan olah
perbuatan tersebut.
Pengertian basyar tak lain adalah manusia
dalam kehidupanya sehari-hari yang berkaitan dengan aktifitas lahiriyahnya,
yang di pengaruhi oleh dorongan kodrat alamiahnya, seperti makan, minum.
Manusia adalah makhluk yang memiliki
kelengkapan jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan yang dimilikinya ia dapat
melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan jasmani dan rohani tersebut.
Selanjutnya, agar kedua subtansi tersebut dapat berfungsi dengan baik dan
produktif, maka perlu di bina dan di kembangkan melalui pendidikan.[3]
2.
Hakikat Fitrah Manusia
dan Relasinya dengan Proses
Kependidikan
Fitrah menurut bahasa berarti ciptaan, sifat
pembawaan manusia (yang ada sejak lahir). Fitrah secara istilah berarti suatu
kekuatan atau kemampuan (potensi yang terpandam) yang menetap dalam diri
manusia sejak awal kejadianya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan
kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran (hanif)
dan potensi itu merupakaan ciptaan Allah.
Hakikat fitrah manusia adalah sebagian sifat-sifat
ketuhanan yang harus di tumbuh kembangkan secara terpadu oleh manusia dan di
aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam kehidupan individu
maupun sosialnya, karena kemuliaan seseorang di sisi Allah lebih di tentukan
oleh sejauh mana kualitas yang ada dalam diri manusia dikembangakan sesuai
dengan sifat-sifat ketuhanan tersebut, bukan dilihat dari segi materi, fisik
atau jasadnya.
Potensi dasar fitrah manusia harus ditumbuh kembangkan
optimal dan terpadu melaui proses pendidikan sepanjang hayat. Manusia diberi
kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan potensi-potensi dasar fitrah yang
dimilikinya. Namun dalam pertumbuhan dan perkembanganya tidak bisa dilepaskan
dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum tertentu yang
menguasai alam, hukum-hukum yang menguasai benda-benda maupun manusia, yang
tidak tunduk dan tidak tergantung pada kamauan manusia.
Disamping itu, pertumbuhan dan perkembangan
potensi dasar fitrah manusia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas, lingkungan
alam dan geografis, lingkungan sosial kultural dan sejarah. Oleh karena itu
maka minat, bakat dan kemampuan skill dan sikap manusia yang diwujudkan dalam
kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapainya bermacam-macam.
Selain itu, dari segi sosial psikologis
manusia dalam proses pendidikan sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan
berkembang dalam proses komunikasi antara individualitasnya dengan orang lain
atau lingkungan sekitarnya dan proses ini dapat membawanya ke arah pengembangan
sosial dan kemampuan moralitasnya.
Dalam proses tersebut terjadi suatu
pertumbuhan atau perkembangan secara dealektis atau interaksional antara individu
dan sosialitas serta lingkungan sekitarnya, sehingga terbentuklah proses
biologis, psikologis dan sosiologis sekaligus dalam waktu bersamaan dalam
rangka pengembangan terhadap kemampuan dasar atau bakat manusia.
Proses kependidikan yang terjadi pada manusia
menurut ajaran islam dipandang sebagai perkembangan alamiah pada diri manusia
yang sudah ditetapkan oleh Allah berdasarkan sunnatullah.[4]
BAB
III
KESIMPULAN
Hakikat manusia berarti adanya
berbicara menganai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu:
Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.
Dalam pandangan islam
mengenai hakikat manusia, islam memandang bahwa hakikat manusia ialah manusia
itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing
merupakan substansi yang berdiri sendiri yang tidak tergantung adanya oleh yang
lain. Islam mengatakan secara tegas bahwa kedua substansi (substansi: unsur
asal sesuatu yang ada) dua-duanya adalah substansi alam. Sedang alam adalah
makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Potensi
dasar fitrah manusia harus ditumbuh kembangkan optimal dan terpadu melaui
proses pendidikan sepanjang hayat. Manusia diberi kebebasan untuk berikhtiar
mengembangkan potensi-potensi dasar fatrah yang dimilikinya. Namun dalam
pertumbuhan dan perkembanganya tidak bisa dilepaskan dari adanya batas-batas
tertentu, yaitu adanya hukum-hukum tertentu yang menguasai alam, hukum-hukum
yang menguasai benda-benda maupun manusia, yang tidak tunduk dan tidak
tergantung pada kamauan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Gazalba,
Sidi. Sistimatika Filsafat, , 1973. Jakarta: Bulan Bintang.
Khobir,
Abdul.Filsafat Pendidikan Islam, .2007.Pekalongan:
STAIN Pekalongan press,.
Nata , Abuddin .Filsafat
Pendidikan Islam, cet IV . 2001. Jakarta: logos.
Zuhairini, dkk, Filsafat
Pendidikan Islam,1991. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar