Laman

new post

zzz

Sabtu, 27 September 2014

ilmu akhlak - E - 4 : HUBUNGAN HATI NURANI DENGAN KESADARAN MORAL, MORALITAS, DAN PERILAKU


MAKALAH
HUBUNGAN HATI NURANI DENGAN KESADARAN MORAL, MORALITAS, DAN PERILAKU
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah                : Ilmu Akhlak
Dosen pengampu        : Ghufron Dimyati, M.Si

oleh:
1.      Iko Murrukibah (2021114236)
2.      Faridatunnisa’   (2021114237)
3.      Faridzil Athros  (2021114238)
4.      Lina Susyanti     (2021114239)
KELAS E

                 JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  PEKALONGAN
2014



KATA PENGANTAR


Alhamdulillah segala puji syukur bagi kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “Hubungan Hati Nurani dengan Kesadaran Moral, Moralitas, dan Perilaku”ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan baik dan benar. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini menjelaskan pengertian Kesadaran Moral, Moralitas, dan perilaku. Dan yang paling utama akan menjelaskan Hubungan Hati Nurani dengan Kesadaran Moral, Moralitas, dan Perilaku. Dengan demikian materi makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etika yang baik dan benar.
Penulis telah berupaya menyajikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, meskipun tidak komprehensif. Disamping itu, apabila dalam makalah ini didapati kekurangan dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya. Maka penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca guna penyempurnaan penulisan berikutnya. Semoga makalah yang sederhana ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi pembaca.

                                                                Pekalongan, 10 September 2014
                                                              
Penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB    I   PENDAHULUAN..............................................................................1
A.    Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B.     Rumusan Masalah...............................................................................2
C.     Metode Pemecahan Masalah..............................................................2
D.    Sistematika Penulisan Makalah..........................................................3

BAB   II   PEMBAHASAN................................................................................4
A.    Moral…………….............................................................................4
B.     Hati Nurani dan Kesadaran Moral....................................................5
C.     Moralitas...........................................................................................9
D.    Perilaku............................................................................................10
E.     Keterkaitan Hati Nurani Dengan Kesadaran Moral, Moralitas dan Perilaku............................................................................................10

BAB   III   PENUTUP......................................................................................12
A.    Kesimpulan.....................................................................................12
B.     Saran-saran......................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan mungkin pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai kenyataan. Sulit untuk menunjukan pengalaman lain yang dengan begitu terus terang menyingkapkan dimensi etis dalam hidup kita. Karena itu pengalaman tentang hati nurani itu merupakan jalan masuk yang tepat untuk studi mengenai etika. Kita mulai dengan memandang tiga contoh yang berbeda tentang pengalaman hati nurani yang dipilih dengan cara demikian, sehingga dapat dipakai dalam analisis selanjutnya. Mudah-mudahan contoh-contoh ini sesuai dengan pengalaman pribadi kita tentang hati nurani.
Seorang hakim telah menjatuhkan vonis dalam suatu perkara pengadilan yang penting. Malam sebelumnya ia didatangi oleh wakil dari pihak terdakwa. Orang itu menawarkan sejumlah besar uang, bila si hakim bersedia memenangkan pihaknya. Hakim yakin bahwa terdakwa itu bersalah. Bahan bukti yang telah dikumpulkan dengan jelas menujukan hal itu. Tapi ia tergiur oleh uang begitu banyak, sehinga tidak bisa lain daripada menerima penawaran itu. Ia telah memutuskan terdakwa tidak bersalah dan membebaskanya dari segala tuntutan hukum . Kejadian ini sangat menguntungkan untuk dia. Sekarang ia sanggup menyekolahkan anaknya ke luar negeri dan membeli rumah yang sudah lama diidam-idamkan oleh istrinya. Namun demikian ia tidak bahagia, dalam batinya ia merasa gelisah. Ia seolah-olah “malu” terhadap dirinya sendiri. Bukan karena ia takut kejadian itu akan diketahui oleh atasannya. Selain anggota keluarga terdekat tidak ada yang tahu. Prosedurnya begitu hati-hati dan teliti, sehingga kasus suap itu tidak akan pernah diketahui oleh orang lain. Namun kepastian ini tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud moral?
2.      Apa itu hati nurani dan kesadaran moral?
3.      Apa yang dimaksud moralitas?
4.      Apa yang dimaksud perilaku?
5.      Bagaimana hubungan hati nurani dengan kesadaran moral, moralitas, dan perilaku?

C.     Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian, penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari beberapa sumber, dan penyintesisan serta pengorganisasian jawaban.

D.    Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III bagian penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-saran.










BAB II

PEMBAHASAN

A.    Moral
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moral” memiliki arti:
v  Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila.
v  Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan isi hati atau keadaan persaaan.
Beranjak dari pengertian moral diatas, pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, pedoman, sekaligus alat kontrol yang paling ampuh dalam mengarahkan kehidupan manusia. Seorang manusia yang tidak memfungsikan dengan sempurna moral yang telah ada dalam diri manusia yang tepatnya berada dalam hati, maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang akan selalu melakukan perbuatan akan tindakan-tindakan yang sesat. Dengan demikian, manusia tersebut telah merendahkan martabatnya sendiri.
Sejalan dengan pengertian moral sebagaiman disebutkan di atas, Bartens Sebagaimana dikutip oleh Kadir Muhammad, mengatakan bahwa kata yang sangat dekat dengan “etika” adalah “moral”. Kata ini berasal dari bahasa latin “mos” jamaknya “mores” yang juga berarti adat kebiasaan. Perbedaanya hanya pada bahsa asalnya, etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin.[1]
B.     Hati Nurani dan Kesadaran Moral
a.       Hati Nurani
Dalam Bahasa Barat dikenal dengan istilah-istilah: conscience, conscienta, gewissen, geweten.
Conscienta (Latin) merupakan terjemahan dari Suneidesis (Yunani), yang arti umumnya “sama-sama mengetahui” dan biasanya “sama-sama mengetahui perbuatan orang lain”. Jadi “suneidesis” itu ditujukan kepada perbuatan sendiri, maka suneidesis dapat diterjemahkan dengan “sadar akan perbuatannya sendiri”. Dalam Bahasa Latin “conscienta” juga mempunyai arti umum, yaitu mengetahui dan sadar, belum menjurus ke suatu hubungan dengan baik buruknya manusia.
Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Untuk mengenal hal ini perlu kita bedakan antara pengenalan dan kesadaran. Kita mengenal bila kita melihat, mendengar atau merasakan sesuatu tapi pengenalan ini tidak merupakan monopoli manusia. Seekor binatang pun bisa mendengar bunyi atau mencium bau busuk dan karena itu bisa mengenal. Malah ada binatang yang dalam hal pengalaman indrawi lebih unggul daripada manusia. Tapi hanya manusia yang mempunyai kesadaran. Dengan kesadaran kita maksudkan kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya.[2]
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ فيِ الجَسَدِ مُضْغَةٌ فَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَ إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهُوَ القَلْبُ
“ Sesungguhnya didalam tubuh ada segumpal darah, jika segumpal darah tersebut baik, maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya. Adapun jika segumpal darah itu rusak, maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

b.      Kesadaran Moral
Kesadaran moral merupakan faktor penting untuk memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berperilaku susila. Lagipula tindakannya akan sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral didasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial dan fundamental.[3]
Memang harus diakui, bagaimanapun manusia itu pada umumnya tahu akan adanya baik dan buruk. Bukan selalu mengetahui dalam tindakannya tak tentu, bahwa ia menjalankan sesuatu yang baik atau yang buruk. Kami hanya mengatakan bahwa manusia pada suatu ketika dan pada umumnya tahu ada baik dan buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan buruk itu disebut kesadaran etis atau kesadaran moral.
Kesadaran moral ini tidak selalu ada pada manusia sama halnya dengan kesadaran pada umumnya. Yang kami maksud disini tidaklah kalau manusia karena sesuatu hal, misalnya pingsan, sakit, tidur atau kena pengaruh lain kebetulan tidak sadar akan dirinya, jadi tidak tahu akan yang diperbuat, melainkan adalah waktunya manusia tidak (belum) sadar akan tindakannya, yaitu waktu ia masih kecil. Waktu manusia dilahirkan memang mempunyai daya-daya yang walaupun ada, tetapi belum dapat dipergunakan, misalnya daya mengeluarkan pikirannya dengan kata, daya mengadakan putusan dan daya tahu yang sebenarnya. Ini semuanya memerlukan kesadaran, memang sadar dan tahu itu sama.[4]

Unsur Kesadaran Moral Van Magnis menyebut 3 unsur kesadaran moral, yaitu :
1.      Perasaan Wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada, dan terjadi di dalam setiap hati sanubari manusia, siapapun, dimana pun dan kapan pun. Kewajiban tersebut tidak dapat ditawar-tawar, karena sebagai kewajiban. Maka andaikata dalam pelaksanaannya tidak dipatuhi berarti suatu pelanggaran moral.
2.      Rasional, kesadaran moral dapat dikatakan rasional, karena berlaku umum, lagi pula terbuka bagi pembenaran atau penyangkalan. Dinyatakan pula sebagai hal yang objektif dapat diuniversalisasikan, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Dalam masalah rasionalitas kesadaran moral itu manusia menyakini bahwa akan sampai pada pendapat yang sama sebagai suatu masalah moral, asal manusia bebas dari paksaan dan tekanan, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak berpihak, bersedia untuk bertindak sesuai dengan kaidah yang berlaku umum, pengetahuan jernih dan mengetahui informasi.
3.       Kebebasan Atas kesadaran Moralnya seseorang bebas untuk menaatinya. Bebas dalam menentukan perilakunya dan di dalam penentuan itu sekaligus terpampang pula nilai manusia itu sendiri.

Prof. Notonegoro
1.      Sebelum melakukan tindakan, kata hati sudah memutuskan satu di antara 4 hal, yaitu : memerintahkan, melarang, menganjurkan, dan atau membiarkan.
2.      Sesudah melakukan tindakan, bila bermoral diberi penghargaan, bila tidak bermoral dicela, atau dihukum.[5]

C.     Moralitas
Banyak perbuatan manusia berkaitan dengan baik dan buruk, tapi tidak semua ada juga perbuatan yang netral dari segi etis. Ilmu-ilmu seperti antropologi, budaya, dan sejarah yang memberi tahukan kita bahwa pada semua bangsa dalam segala zaman ditemukan tentang baik dan buruk, tentang yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Dan sebaliknya, ada hal-hal yang di zaman dahulu sering dipraktikkan dan dianggap biasa saja, tapi akan ditolak sebagai tidak etis oleh hampir semua bangsa beradab sekarang ini. Sebagai contoh dapat disebut: Kolonialisme, Perbudakan, dan Diskriminasi terhadap wanita.
Moralitas hanya terdapat pada manusia dan tidak pada manusia dan tidak terdapat pada makhluk lain. Dan moralitas merupakan suatu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk di bawah tingkat manusiawi.[6]
Menurut Sumaryono ada 3 faktor penentu moralitas perbuatan manusia:
v  Motivasi
v  Tujuan Akhir
v  Lingkungan Perbuatan[7]

D.    Perilaku
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku di definisikan yaitu tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan luas, antara lain: berbicara, berjalan, bekerja, dll. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar.[8]
E.   Keterkaitan Antara Hati Nurani dengan Kesadaran Moral, Moralitas dan Perilaku
Hati nurani dengan kesadaran moral, moralitas, dan perilaku sangat berkaitan. Jika hati nurani kita sudah bisa menyadari mana yang baik dan mana yang buruk (kesadaran moral), maka ia akan melakukan perbuatan atau tindakan yang baik dan tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang buruk, dan perbuatan atau tindakan itu akan senantiasa dilakukan setiap hari yang kemudian akan menjadi kebiasaan dalam hidupnya (perilaku).
Contoh dari keterkaitan antara hati nurani dengan kesadaran moral, moralitas dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yaitu seseorang yang sudah mengerti dan sadar bahwa mencuri itu adalah perbuatan atau tindakan yang tidak baik, maka ia tidak akan mencuri dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hakikatnya meskipun manusia sudah mengerti dan sadar bahwa mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi manusia seringkali melakukan yang sebaliknya. Untuk membentuk manusia dengan moral yang baik memang harus diajarkan sejak usia dini. Tentunya ini menjadi tugas bagi kita semua, terutama mahasiswa prodi Pendidikan Agama Islam sebagai calon pengajar dan pendidik yang nantinya agar bisa mendidik dan mengajarkan moral yang baik kepada santri-santrinya atau murid-muridnya nanti. Amin.......




BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang hubungan hati nurani dengan kesadaran moral, moralitas dan perilaku pada bagian pembahasan dapat disimpulkan bahwa hati nurani merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kita dalam bertindak, berperilaku dan berbuat. Dengan hati nurani, kita dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka kita diharapkan mampu memiliki atau mempunyai moral yang baik.

B.  Saran-saran
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi STAIN PEKALONGAN. Penulis pula berharap pembaca bisa memberikan penilaian, saran dan kritik lebih lanjut terhadap makalah yang sederhana ini.





DAFTAR PUSTAKA


Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. 2007. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Jakarta: PT Darul Falah
Bertens, K. 1999. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Poedjawiyatna. 1982. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta : Rineke Cipta.
Supriadi. 2006. Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Zubair, Achmad Charis. 1987. Kuliah Etika. Jakarta : Rajawali Pers.




[1]Supriadi, Etika & tanggung jawab hukum di Indonesia(Jakarta: Sinar Grafika, 2006) hal. 12
[2] Ibid hal. 12
[3]Achmad Charis Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: Rajawali Pers, 1987) hal. 51
[4]Poedjawiyatna, Etika filsafat tingkah laku (Jakarta: Rineka Cipta, 1982) hal.26-27
[5]Achmad Charis Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: Rajawali Pers, 1987) hal. 54-55
[6]K. Bertens, Etika (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999) hal.11-12
[7]Supriadi, Etika &tanggung jawab hukum di Indonesia(Jakarta: Sinar Grafika, 2006) hal. 14
[8]Kamus Besar Bahasa Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar