MAKALAH
DINASTI-DINASTI LAIN DI DUNIA ISLAM
Disusun guna memenuhu tugas::
Mata Kuliah :
Sejarah Peradaban Is:lam
Dosen Pengampu :
Ghufron Dimyati, M.Si
Disusun Oleh :
Defi Septiana (2021112186)
Maria Ulfa
(2021112262)
Nailis Sa’adah (2021112268)
Kelas
G
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Puncak Sejarah peradaban Islam sudah muncul sejak
lima abad pertama, yaitu sejak munculnya Islam. Setelah abad itu tampak adanya
cuitural decline (kemunduran peradaban), yakni sewaktu fenomena dikotomi Islam
knowlege dan non-Islamic knowledge mulai menghinggapi umat Islam.
Didalam
bab-bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa dinasti yang muncul pada peradaban
Islam di dunia seperti pada masa khulafaur rasyidin hingga peradaban Islam pada
masa Bani Abbasiyah.
Selain
itu masih banyak lagi dinasti-dinasti
yang berkuasa setelah Khulafaur Rasyidin. Dalam bab ini akan dibahas lebih
jelas lagi mengenai dinasti-dinasti lain yang berada di dunia Islam
diantaranya: Dinasti Idrisiyah, Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Samaniyah, Dinasti Safariyah,Dinasti
Tuluniyah, Dinasti Hamdaniyah, dan Dinasti Fathimiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
DINASTI-DINASTI LAIN DI DUNIA ISLAM
Dalam
perkembangan peradaban di dunia Islam, tepatnya dibagian barat kota Baghdad pada
masa daulah Abbasiyah banyak dinasti-dinasti
kecil yang keberadaanya semakin menambah hasanah pengetahuan tentang
perkembangan peradaban Islam di dunia Timur. Adapun beberapa Dinasti tersebut diantaranya :
1.
Dinasti Idrisiyah (172H/789M-314H/926M)
a.
Sejarah pembentukan
Kesuksesan dan
kejayaan bani Abbasiyah dalam menumbangkan bani Umayah didukung dan dibantu
oleh beberapa kelompok yang memiliki andil besar untuk menggulingkan
pemerintahan bani Umayah yaitu kelompok alawiyun. Mereka berharap jika
Abbasiyah telah berkuasa, mereka akan mendapatkan yang selama ini hilang dan
dirampas Umayyah. Namun ketika usaha itu telah berhasil, mereka merasa
dikhianati oleh bani abasiyah, akhirnya kelompok alawiyun ini melakukan
pemberontakan yang dilakukan oleh dua orang bersaudara keturunan Ali ibn Abi
Thalib, yaitu Muhammad yang bergelar al-Nafs al Zakakiyyah dan Ibrahim yang
keduanya adalah putra Abdullah ibn Hasan ibn Ali. Akan tetapi, lagi-lagi
pemberontakan mereka dapat dilumpuhkan oleh penguasa Abbasiyah yang semasa itu
masih sangat kuat.
Ketika kekhalifahan ditangan al-Hadi, kelompok Alawiyun kembali melakukan
pemberontakan yang dipimpin oleh al-Husain ibnu Ali ibn Hasan disuatu tempat
berjarak ± 6 mil antara Makkah dan Madinah. Al- Hasan gugur dalam pemberontakan
bersama keluarga Alawiyun, dan dua orang keluarga Alawiyun berhasil meloloskan
diri dari peristiwa tersebut, yaitu Idris ibnu Abdillah dan saudaranya Yahya
ibnu Abdillah. Idris ibn Abdilah inilah yang kemudian dikenal sebagai perintis
berdirinya dinasti Idrisiyah. Dinasti ini berkuasa dikawasan al-Maghrib
(Maroko) antara akhir abad ke-8 hingga seperempat abad 10.[1]
b.
Kemajuan yang dicapai
Pada saat
dinasti Idrisiyah dipimpin oleh Idris II sampai Yahya IV, pemerintahan
Idrisiyah mampu melebarkan sayapnya dengan bagus. Idris kemudian menjadikan
kota Fez sebagai ibu kota pemerintahan pada tahun 808 M. Dinasti Idrisiyah
memiliki saham dan andil besar dalam perkembangan kultur masyarakat Barbar, selain
itu peradaban luar biasa yang diukir oleh dinasti ini adalah pendirian
Universitas Qairawan yang megah dan terkenal.
c.
Kemunduran dan kehancuran
Ketika dinasti
ini dipimpin oleh Muhammad al-Muntashir, beberapa wilayah kekuasaan dinasti
mengalami perpecahan. Kondisi yang demikian inilah yang rentan akan serangan
dari luar, seperti ancaman serius yang datang dari kelompok khawarij Rustamiyah
di Aljazair bagian barat, meskipun pada akhirnya dapat dikalahkan. Dan bahaya
lain dari dinasti baru yang lebih besar yaitu Fathimiyah. Akhirnya melemahnya
kekuatan Idrisiyah inilah mengakibatkan kekalahan dan kehilangan kekuasaannya
di tangan dinasti Fathimiyah pada tahun 985 M.
2.
Dinasti
Aghlabiyah (184H/800M-296H/909M)
a.
Sejarah Pembentukan
Dinasti
Aghlabiyah merupakan sebuah dinasti yang berpusat di Tunisia yang berlangsung
sekitar satu abad, nama dinasti diambil dari nama Ibrahim ibn al-Aghlab,
seorang Khurasan yang menjadi perwira dalam barisan tentara Abbasiyah. Dalam
rangka mempertahankan pemerintahan Abbasiyah, Harun al-Rasyid mengirim bala
tentara ke Ifriqiyah dibawah pimpinan Ibrahim ibn al-Aghlab yang berhasil
menumpas kelompok khawarij, dengan keberhasilan tersebut, ia mengusulkan agar
wilayah Ifriqiyah beserta keturunanya di hadiahkan untuknya. Tidak hanya itu,
bila usulannya nanti diterima, ia akan mengirimkan upeti ke Baghdad sejumlah
40.000 dinar pertahun. Akhirnya secara resmi ia diangkat sebagai gubernur Tunis
tahun 184H/800M. Dengan demikian Ibrahim ibn Aghlab memerintah wilayah ini
dengan keturunannya, yang kemudian dikenal dengan dinasti Aghlabiyah.
b.
Kemajuan yang dicapai
Beberapa
kemajuan yang dicapai dalam pemerintahan Aghlabiyah diantaranya dalam bidang politik,
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan ekonomi.
Dalam dalam bidang politik ialah perluasan wilayah, yang sebelumnya hanya wilayah kegubernuran, saat itu meluas hingga daratan Eropa, Sisilia dan pulau-pulau yang berdekatan dengan Tunisia, kota Pantai Italia dan kota Roma serta pantai Yugoslavia. Dalam bidang kebudayan terdapat pembangunan masjid Qairawan dan 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara, sedangkan kemajuan dalam bidang ekonomi ialah pengembangan dalam sektor pertanian, perdagangan dan industri. Dinasti ini membangun bendungan untuk irigasi, selain itu juga mengembangkan perkebunan anggur dan kurma sebagai usaha pengembangan dalam pertanian. Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan, angkutan, serta lalu lintas perdagangan. Di sektor industri, mendirikan manufaktur alat-alat pertanian, pengolahan emas, perak dll.
Dalam dalam bidang politik ialah perluasan wilayah, yang sebelumnya hanya wilayah kegubernuran, saat itu meluas hingga daratan Eropa, Sisilia dan pulau-pulau yang berdekatan dengan Tunisia, kota Pantai Italia dan kota Roma serta pantai Yugoslavia. Dalam bidang kebudayan terdapat pembangunan masjid Qairawan dan 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara, sedangkan kemajuan dalam bidang ekonomi ialah pengembangan dalam sektor pertanian, perdagangan dan industri. Dinasti ini membangun bendungan untuk irigasi, selain itu juga mengembangkan perkebunan anggur dan kurma sebagai usaha pengembangan dalam pertanian. Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan, angkutan, serta lalu lintas perdagangan. Di sektor industri, mendirikan manufaktur alat-alat pertanian, pengolahan emas, perak dll.
c.
Kemunduran dan kehancuran
Dinasti
Aghlabiyah mulai mengalami kemunduran disebabkan oleh propaganda dari golongan
Syi’ah yang dipelopori oleh Abu Abdullah al-Syi’i atas perintah Ubaidillah
al-Mahdi, pendiri dinasti Fatimiyah. Propaganda Syi’ah ini berpengaruh kuat
dikalangan orang-orang Barbar yang kemudian menjadi kekuatan militer tangguh
dan siap mengalahkan dinasti-dinasti disekitarnya. Kuatnya pasukan Syi’ah dari
sekte Ismailiah ini kemudian mampu menggulingkan dinasti Aghlabiyah pada tahun
909M.[2]
3.
Dinasti Samaniyah (203H/819M - 395H/1005M)
a.
Sejarah pembentukan
Dinasti
Samaniyah di dirikan oleh Ahmad bin Asad
bin Samankhudat, keturunan seorang bangsawan Balkh (Afganistan Utara). Wilayah
kekuasaan Dinasti Samaniyah meliputi daerah Khurasan (Irak) dan Transoxania (Uzbekistan)
terletak disebelah timur Baghdad, dengan ibu kota Bukhara. Nama Ahmad ibn Asad
cukup terkenal karena ia pemimpin yang adil dan bijaksana, namun kemudian
diganti oleh Nashr sepeninggalnya. Ditanganya dinasti ini mampu merebut wilayah
yang berada dibawah kekuasaan dinasti Thahiriyah, akhirnya ia pun memindahkan
ibu kota wilayah dari Bukhara ke Samarkand pada tahun 873M.
Dinasti ini
tidak selalu berjalan lancar. Perselisihan antar saudarapun pernah terjadi,
yaitu antara Nashr ibn Ahmad (Penguasa Transoxania) dengan saudaranya Ismail ibn
Ahmad (Penguasa wilayah Bukhara). Dimana ketika Ismail berkuasa, Nashr
meragukan kejujuranya dalam pengelolaan wilayah. Dari ketidak percayaan itulah
maka terjadi peperangan diantara keduanya, yang mengakibatkan terbunuhnya Nashr
pada tahun 279H dan kepemimpinan di lanjutkan oleh Ismail ibn Ahmad.
b.
Kemajuan yang dicapai
Dinasti Samaniyah ini berkuasa dalam
kemajuannya yaitu dalam bidang politik, memelihara pusat yang strategis bagi
daulat Islam ditimur, dan mengembangkan kekuasaan Islam sampai kewilayah Turki,
sedangkan dalam bidang kebudayaan, menjadikan Bukhara sebagai tempat menetapnya
ulama serta sebagai kiblatnya para pujangga, memiliki perpustakaan yang di
dalamnya kitab-kitab masyhur dari berbagai disiplin ilmu yang tidak terdapat
ditempat lainya, selain itu perkembangan ilmiah dan kesustraan serta filsafat
memuncak di era Samaniyah. Hal ini ditandai dengan banyaknya kemunculan para
pemikir Islam, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Razi, al-Firdausi.
c.
Kemunduran dan kehancuran
Dinasti Samaniyah
mulai mengalami kemunduran setelah sepeninggal Ismail, kemudian kepemimpinanya
dilanjutkan oleh Ismail II Al-Muntasir khalifah terakhir Samaniyah, namun dimasa
kepemimpinanya tersebut, Ismail II Al-Muntasir tidak mampu mempertahankan
wilayahnya dari serangan dinasti Qarakhan dan dinasti Ghaznawi. Akhirnya masa
daulah Samaniyah berakhir setelah Ismail terbunuh dalam pelariannya pada tahun
395H/1005M.[3]
4.
Dinasti Shaffariyah (253H/867M-900H/1495M)
a.
Sejarah pembentukan
Dinasti Safariyah
merupakan dinasti paling lama berkuasa di dunia Islam. Pendiri dinasti adalah
Ya’qub bin Lais As-Saffar, seorang pemimpin kelompok Khawarij di propinsi
Sistan (Iran). Ya’qub kecil hidup bersama dengan adiknya Amr ibn al-Lais dengan
bekerja sebagai tukang barang-barang kuningan/tembaga. Namun usaha ini tidak
berlangsung lama dan mulai mengalami kemrosotan semenjak ayahnya meninggal.
Akhirnya ia dan adiknya memutuskan untuk masuk ke kelompok penyamun
(perampok/tukang begal). Masuknya Ya’qub dan adiknya ke dalam salah satu
kelompok tersebut dianggap sebagai hal
yang wajar, sekalipun ia orang penyamun, tetapi ia dermawan dan sering membantu
orang-orang yang tertindas. Lambat laun kelompoknya menjadi pasukan yang besar,
teratur serta mempunyai kedisiplinan yang tinggi, dan ketika Ya’qub sudah mulai
kuat, ia memulai gerakannya untuk melakukan perluasan wilayah dan
memproklamasikan dirinya sebagai penguasa ke Sijistan dan Punjab pada tahun
253H/867M.
b.
Kemajuan yang dicapai
Setelah Ya’qub
memproklamasikan dirinya sebagai penguasa baru, ia melanjutkan ekspansi
kewilayah-wilayah disekitarnya, seperti penguasaan atas kota Kabul dan kota
bentang Balkh. Ia juga merebut Khurasan pada tahun 260H/873M, meskipun kesuksesan
telah banyak dicapai oleh Ya’qub tapi hubungannya dengan pemerintahan
Abbasiyyah masih baik. Hal inilah yang seolah menjadi penguat dinasti, karena
pemerintahan Abbasiyyah semakin mengukuhkan pemberian khalifah atas beberapa
kota penting padanya, seperti Balkh, Thurkhanistaan, Kirman, Sijistan dan
daerah lainya. Kegemilangan Ya’qub dalam perluasan wilayah ini menjadiKanya
berkeiinginan menguasai Baghdad, namun upayaini tidak berhasil.
c.
Kemunduran dan Kehancuran
Kemunduran dan keruntuhan disebabkan karena ketamakan para penguasa
yang selalu berkeinginan memperluas wilayah kekuasaan. Seperti halnya dinasti
Saffariyah ditangan Amr, ia tetap bersih kukuh ingin menguasai dan memperluas
kekuasaan hingga wilayah Transoxania, yang saat itu secara formal berada
dibawah kekuasan Bani Samaniyyah, yang mana dinasti ini lebih kuat dari pada
Shaffariyah. Akhirnya pasukan Amr dapat dikalahkan oleh pasukan Ismail ibn
Ahmad dari Bani Samaniyyah, dan Amr sendiripun berhasil ditangkap. Sehingga
semua hasil penaklukan terlepas kembali dan hanya Sijistan yang masih berada
dalam kekuasaan dinasti Saffariyah .
5.
Dinasti Thuluniya (254H/868M-292H/905 M)
a.
Sejarah pembentukan
Awal pendirian
dinasti ini tidak terlepas dari kisah seorang tawanan perang Turki yang
kemudian dijadikan sebagai pegawai istana al-Musta’in, namanya Bayakbek, yang
juga ayah dari ibn Thulun. Bayakbek diangkat sebagai seorang gubernur Mesir oleh
al-Mu’taz, oleh Bayakbek sendiri jabatan itu tidak dipegangnya, tetapi
diberikan kepada anaknya Ibn Thulun, yang pada tahap berikutnya menjadi pendiri dinasti Thuluniyah pada abad 9M.
Pada tahun 263M Ibn Thulun secara resmi diangkat sebagai gubernur
di Mesir tahun 254H. Dalam sejarah selanjutnya, Ibn Thulun melepaskan diri dari
Abbasiyah, bahkan ia mampu menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo dan
Antiokia.
b.
Kemajuan yang dicapai
Sebagaimana
dinasti-dinasti lain yang mengalami masa keemasan, dinasti ini juga banyak
mengalami kemajuan dalam beberapa bidang kehidupan, seperti segi keamananan : ibn
Thulun membangun armada laut yang tangguh dengan berpangkalan di Akka (Acre),
segi ekonomi : -pengembangan sektor pertanian dengan cara memperbaiki nilometer
(perbaikan sungai Nil), bendungan, irigasi, - pengmbangan sektor perdagangan dengan
cara membangun jembatan, terusan dan armada perhubungan darat, sungai dan laut,
- pengmbangan sektor industri dengan cara mendirikan industri senjata, sabun,
gula dll, segi kebudayaan dan ilmu pengetahuan : pembangunan masjid yang
dikenal dengan sebutan Jami’ Ibnu Thulun yang berukuran ± 1/17 dari seluruh
ayat suci al-Qur’an dengan gaya Arab Kufi. Kemajuan bidang budaya ini juga
semakin disempurnakan oleh Khumarawaih, putra dan pengganti Ibn Thulun yang
mendirikan gedung –gedung dengan golden hall, kolam renang berlapis emas didepan
istana serta berbagai ragam tanaman bunga.
c.
Kemunduran dan Kehancuran
Dinasti Thuluniyah mulai mengalami kemunduran setelah
sepeninggal Khumawaraih dan digantikan oleh Abu Asakir al-Jaisy yang ternyata
ia terkait dengan peristiwa pembunuhanya terhadap pamannya yaitu Mudhar Ibn
Ahmad Ibnu Thulun. Hal ini berakibat gencar-gencarnya perlawanan antara
pihaknya dengan fuqaha’dan ‘qadhi yang pada akhirnya ke-amiran Jaisy
dibatalkan. Dan diangkatlah Abu Musa Harun sebagai amir baru dalam usia 14
tahun. Tampaknya dengan usia yang relatif belia untuk memimpin pemerintahan
menjadikan Harun kurang cakap dalam mengendalikan suasana yang semakin kacau
itu, sementara di Syam sendiri telah terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh
Qara mitha yang juga tidak berhasil dikendalikan. Akhirnya khalifah
al-Muktafipun mengambil alih kembali pemerintahan Thulniyah ketangan
kekhalifahanya.
6.
Dinasti Hamdaniyah (292H/905M-394H/1004M)
a.
Sejarah Pembentukan
Dinasti ini
didirikan oleh Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abu Al-Haija’. Wilayah kekuasaanya
meliputi Aleppo (Suriah) dan Mosul (Irak). Dianasti Hamdaniyah di Mosul
dipimpin oleh Hasan yang menggantikan ayahnya, Abu Al-Haija’, sedangkan dinasti
Hamdaniayah di Aleppo didirikan oleh Ali Saifuddawlah yang berhasil merebut Aleppo
dari dinasti Ikhsydiyah.
b.
Kemajuan yang dicapai
Prestasi
gemilang yang diukir oleh dinasti Hamdaniyah terutama lebih tampak pada wilayah
politiknya. Dinasti ini mampu memainkan peran pentiing sebagai pagar betis
untuk mempertahankan kekuasaan dinasti Abbasiyah, bahkan dinasti Hamdani ini
sebagai suatu kekuatan yang mampu menahan pasukan Romawi untuk merebut seluruh
wilayah Suriah. Selain kemajuan dibidang kemiliteran juga mengalami beberapa
kemajuan di berbagai bidang, seperti didunia intelektual yang ditandai dengan
kemunculan beberapa nama seperti al-Farabi, al-Isfahani dan al-Firas. Sehingga
meskipun dinasti ini bukan terbialng dinasti besar tetapi capaiannya jelas
tampak.
c.
Kemunduran dan Kehancuran
Kemunduran sudah mulai terasa semenjak meninggalnya Saif al-Daulat
pada tahun 967M, kepemimpinan selanjutnya digantikan oleh putranya Sa’ad
al-Daulat Syarif I, kemudian oleh Sa’d Daulat Sa’d, Ali II dan Syarif II. Para
penggantinya ini kurang memiliki kemampuan untuk mengimbangi kekuatan-kekuatan
asing yang besar saat itu yaitu Buwaihi, Romawi, dan Fathimiyah. Dinasti
Fathimiyah yang sudah ada sejak 1004M, akhirnya dapat menguasai dinasti
Hamdaniyah.
7.
Dinasti Fathimiyah (297-567H/909-1171M)
a.
Sejarah Pembentukan
Berdirinya Dinasti Fathimiyah di latar belakangi oleh melemahnya
Dinasti Abbasiyah. Kemudian Ubaidillah Mahdi mendirikan Dinasti Fathimiyah yang
lepas dari kekuasaan Abbasiyah.
Kebudayaan berkembang pesat pada masa Dinasti Fathimiyah yang di tandai dengan
berdirinya Masjid Al-Azhar yang berfungsi sebgai pusat pengkajian Islam dan
ilmu pengetahuan. Dinasti ini berakhir setelah Al-Adid, khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah yang jatuh sakit.
b.
Kemajuan yang dicapai
-
Bidang Administrasi
Administrasi kepemerintahan
Dinasti Fathimiyah secara garis besar tidak
berbeda dengan administrasi Dinasti Abbasuyah. Khalifah menjabat sebagai
kepala negara baik keduniaan maupun spiritual. Khalifah berwenang mengangkat
dan sekaligus menghentikan jabatan-jabatan dibawahnya. Dalam bidang kemiliteran
terdapat tiga jabatan pokok, yaitu : (1) Amir yang terdiri dari pejabat tinggi
militer dan pegawai khalifah, (2) petugas keamanan, dan (3) berbagai resimen
yang mana tugas mereka ialah mendirikan dan mengelola pusat-pusat armada laut di
Alexandria, Damika, Ascaton dan di beberapa pelabuahn Syiria.
-Kondisi Sosial
Mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat dan penuh perhatian
kepada urusan agama non muslim. selama masa ini pemeluk Kristen Mesir di
perlakukan secara bijaksana, hanya Khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras
terhadap mereka. Orang-orang Kristen tidak pernah merasakan kemurahan dan keramahan melebihi sikap
pemerintahan muslim.
-
Ilmu pengetahuan dan kesusastraan
Khalifah Fathimiyah mendirikan beberapa lembaga ilmu pengetahuan
seperti Dar Al-Hikmah (pusat penelitian astronomi) dan beberapa karya sastra
terkait keislaman, syair, astrologi. Selain itu pada masa dinasti ini juga
sangat banyak ditemui berbagai seni arsitetur, ini dibuktikan dengan banyaknya
bangunan masjid dimasanya sangat megah dan menjadikan ciri khas masjid di zaman
Fathimiyah seperti masjid agung Al-Azhar dan masjid agung Al-Hakim menandai
kemajuan arsitektur zaman Fathimiyah.[4]
c.
Kemunduran dan Kehancuran
Keruntuhan
Dinasti Fatimiyah disebabkan oleh beberapa kelemahan yang ada pada masa
pemerintahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain:
1.
Sistem
pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer.
2.
Terjadinya persaingan perebutan
wazir.
3.
Adanya resistensi dari orang-orang
Sunni dan Nasrani di Mesir.
4.
Terjadinya perebutan kekuasaan
antara bangsa Barbar dan bangsa Turki terutama dalam bidang militer.
5.
Adanya pemaksaan ideologi syi’ah
kepada rakyat yang mayoritas sunni.
6.
Datangnya serbuan dari tentara
salib.
7.
Lemahnya para khilafah.
8.
Para penguasanya selalu tenggelam
dalam kehidupan yang mewah.
9.
Kondisi al-‘Adhid (sakit) yang
dimanfaatkan oleh Nur ad-Din
BAB III
PENUTUP
Dapat di
simpulkan bahwa Dinasti-dinasti lain yang ada di dunia meliputi sebagai berikut
:
1.
Dinasti Idrisiyah;
2.
Dinasti Aghlabiyah;
3.
Dinasti Samaniyah;
4.
Dinasti Safariyah;
5.
Dinasti Tuluniyah;
6.
Dinasti Hamdaniyah;
7.
Dinasti Fathimiyah.
Dalam masa memerintah, masing-masing Dinasti memiliki masa kemajuan
& masa kemunduran tersendiri dan berbeda-beda, yang mana telah di paparkan
dalam isi makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:
Teras.
Munir Amin,
Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah
Dari dinasti-dinasti diatas dinasti manakah yang paling berpengaruh dalam peradaban islam.
BalasHapusismawati. 3217