MAKALAH
DINASTI-DINASTI
LAIN DI DUNIA ISLAM I
Disusun
Guna Memenuhi Tugas,
Mata
Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu : Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun
oleh:
Mu’minah
(2021113056)
Retno
Setiyasih (2021113060)
Tamimus Sholikha
(2021113071)
KELAS H
JURUSAN
TARBIYAH PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah peradaban Islam, memiliki dinasti-dinasti lain
didunia setelah masa kekuasaan Khulafaur rasyidin digantikan oleh para penguasa
yang membentuk kekuasaan dengan sistem kekeluargaan atau dinasti.
Dinasti-dinasti yang berkuasa setelah khulafaur rasyidin seperti dinasti
Umayah, dinasti Abbasiyah, dinasti Umayah di Andalusia, dan beberapa dinasti lain
yang berkuasa dibeberapa belahan dunia Islam, selain dinasti-dinasti yang
disebutkan diatas, juga terdapat beberapa dinasti lain yang juga memiliki peran
penting dalam pengembangan peradaban didunia Islam diantaranya dinasti
Fathimiyah di Mesir, dinasti Idrisiyah, dinasti Aghlabiyah, dinasti Samaniyah,
dinasti Safariyah, dinasti Tulun, dan dinasti Hamdaniyah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk
terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
a. Bagaimana
perkembangan islam pada masa dinasti Idrisiyah?
b. Bagaimana
perkembangan islam pada masa dinasti Aghlabiyah?
c. Bagaimana
perkembangan islam pada masa dinasti Samaniyah?
d. Bagaimana
perkembangan islam pada masa dinasti Safariyah?
e. Bagaimana
perkembangan islam pada masa dinasti Tulun?
f. Bagaimana
daulat pada masa dinasti Fathimiyah di Mesir?
BAB II
PEMBAHASAN
DINASTI-DINASTI LAIN DI DUNIA
ISLAM
A. DINASTI IDRISIYAH (172
H/789 M- 314 H/926 M)
Wilayah Kekuasaan Dinasti Idrisiyah adalah Magribi
(maroko). Dinasti ini didirikan Oleh Idris I bin Abdullah, cucu Hasan bin Ali
bin Abi Thalib, dan Merupakan dinasti pertama yang beraliran Syi’ah, terutama
di Maroko dan Afrika Utara. Sultan Idrisiyah Terbesar adalah Yahya IV (292
H/905 M-309 H/922 M) yang berhasil merestorasi Volubilis, Kota Romawi menjadi
Kota Fez. Dinasti Idrisiyah berperan dalam menyebarkan budaya dan agama islam
ke bangsa Barbar dan penduduk asli. Dinsati ini runtuh setelah ditaklukan oleh
Dinasti Fathimiyah pada tahun 374 H/985 M. Dinasti Idrisiyah antara lain
meninggalkan Masjid Karawiyyin dan Masjid Andalusia yang didirikan pada 244
H/859 M.
B. DINASTI AGHLABIYAH (184
H/800 M-269 H/909 M)
Pusat Pemerintahaan Dinasti Aghlabiyah terletak di
Qairawan, Tunisia. Wilayah Kekuasaan Dinasti Aghlabiyah meliputi Tunisia dan
Afrika Utara. Pemimipin pertama dinasti ini adalah Ibrahin bin Al-Aghlab,
seorang panglima dari Khurasan. Aghlabiyah berperan dalam mengganti bahasa
latin dengan bahasa Arab serta menjadikan Islam sebagai Agama mayoritas.
Dinasti ini berhasil menduduki Sicilia dan sebagian besar Italia
Selatan,Sardinia,Corsica bahkan Pesisir Alpen pada abad ke-9. Dinasti
Aghlabiyah berakhir setelah ditaklukan oleh dinasti Fathimiyah. Peninggalan
dinasti ini antara lain adalah Masjid Raya Qairawan dan Masjid Raya di Tunis.
C. DINASTI SAMANIYAH (203
H/819 M-395 H/1005 M)
Wilayah Kekuasaan Dinasti Samaniyah meliputi daerah
Khurasan (Irak) dan Transoxania (Uzbekistan) yang terletak disebelah timur
Baghdad. Ibu Kotanya adalah Bukhara. Dinasti Samaniyah didirikan oleh Ahmad bin
Asad bin Samankhudat, keturunan seorang bangsawan Baikh (Afghanistan Utara).
Puncak kejayaannya tercapai pada masa pemerintah Isma’il bin Ahmad (Ismail I),
penguasa ketiga dinari ini. Isma’il II Al-Muntasir,Khalifah
terakhir Samaniyah, tidak dapat mempertahankan wilayahnya dari serangan Dinasti
Qarakhan dan Dinasti Ghaznawi. Dinasti Samaniyah berakhir setelah Isma’il
terbunuh pada tahun 395 H/1005 M peninggalan Dinasti Samaniyah berupa Mausaleum
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, seorang ilmuwan muslim.
D. DINASTI SAFARIYAH (253
H/867 M-900 H/1495 M_
Dinasti Safariyah Merupakan sebuah dinasti islam
yang paling lama berkuasa didunia Islam. Wilayah Kekuasaan Dinasti
Safariyah meliputi kawasan Sijistan,
Iran. Pendiri dinasti ini adalah Ya’qub bin Lais As-Saffar, Seorang pemimpin
kelompok Khawarij di Provinsi Sistan (Iran). Dinasti Safariyah dibawah
kepemimpinan Amr bin Lais berhasil melebarkan wilayah kekuasannya sampai ke
Afghanistan Timur. Pada masa itulah kekuasaan Dinasti Safariyah mencapai
puncaknya. Dinasti ini semakin melemah karena pemberontakan dan kekacauan dalam
pemerintahan. Akhirnya Dinasti Ghaznawi mengambil alih kekuasaan Dinasti
Safariyah. Setelah Penguasa terakhir Dinasti Safariyah, Khalaf Meninggal dunia,
berakhir pula kekuasaan Dinasti Safariyah di Sijistan.
E. DINASTI TULUN (254
H/868 M-292 H/905 M)
Dinasti Tulun adalah sebuah dinasti islam yang masa
pemerintahannya paling cepat berakhir. Wilayah Kekuasaan Dinasti Tulun meliputi
Mesir dan Suriah. Pendirinya adalah Ahmad bin Tulun.
Dinasti Tulun yang memerintah sampai 38 tahun berakhir ketika dikalahkan oleh
pasukan Dinasti Abbasiyah dan setelah
Khalifah Syaiban bin Tulun terbunuh.
Dinasti Tulun mencatat berbagai prestasi, antara
lain sebagai berikut :
a. Mendirikan
bangunan-bangunan megah, seperti Rumah Sakit Fustat, Masjid Ibnu Tulun, dan
Istana khalifah yang kemudian hari menjadi peninggalan sejarah Islam yang
sangat bernilai.
b. Memperbaiki nilometer
(alat pengukur air) dipulau Raufah (dekat Kairo).
c. Berhasil membawa mesir
pada kemajuan.
F. DINASTI HAMDANIYAH (292
H/905 M-394 H/1004 M)
Dinasti
Hamdaniyah, wilayah kekuasaan meliputi Aleppo (Suriah) dan Mosul (Irak). Nama
dinasti ini dinisbahkan kepada pendirinya, Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abu
Al-Haija. Dinasti Hamdaniyah diMosul di pimpin oleh Hasan yang menggantikan
ayahnya, Abu Al-Haija. Dinasti Hamdaniyah diAleppo
didirikan oleh Ali Saifuddawlah merebut Aleppo dari Dinasi Ikhsyidiyah. Dinasti
Hamdaniyah di Mosul maupun Aleppo berakhir ketika pemimpinnya meninggal.[1]
G.
DINASTI FATHIMIAH
Diantara beberapa dinasti Syi’ah didalam islam,
dinasti fatimiahlah yang bisa disebut paling besar.kemelut dalam lingkungan dau;at
Fathimiyah (909-1171 M) di Mesir itu memuncak pada tahun 556 H/1161 M sampai
kepada tumbang pada tahun 567 H/1171M.[2] Dinasti
Fatimiah ini didirikan oleh kaum Syi’ah dari sekte Ismailiah.[3] Berdirinya dinasti Fathimiyah dilatarbelakangi melemahnya Dinasti
Abbasiyah. Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan Dinasti Fathimiyah yang lepas dari
kekuasaan Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa
kepemimpinan Al-Aziz. Kebudayaan Islam berkembang pesat pada masa Dinasti
Fathimiyah, yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar. Masjid ini
berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan ilmu pengetahuan.
Adapun para penguasa Dinasti Fathimiyah adalah sebagai berikut.
1.
Al-Mahdi
(909-934 M)
Al-Mahdi merupakan penguasa Fathimiyah yang cakap. Dua tahun
semenjak penobatannya, ia menghukum mati pimpinan propaganda yakni Abu Abdullah
Al-Husain karena terbukti bersekongkol dengan saudaranya yang bernama Abdul
Abbas untuk melancarkan perebutan jabatan Khalifah. Pada tahun 920 H, Khalifah
Al-Mahdi mendirikan kota baru di pantai Tunisia dan menjadikannya sebagai ibu
kota Fathimiyah. Kota ini dinamakan kota Mahdiniyah.
2.
Al-Qa’im
(934-949 M)
Al-Mahdi digantikan oleh puteranya yang tertua yang bernama Abdul Qasim dan bergelar
Al-Qa’im. Al-Qa’im merupakan prajurit pemberani, hampir setiap ekspedisi
militer dipimpinnya sendiri secara langsung. Ia merupakan khalifah pertama yang
menguasai lautan tengah. Al-Qaim meninggal pada tahun 946 M. Al-Qaim digantikan
oleh putranya yang bernama Al-Manshur.
3.
Mu’iz
Lidinillah (965-975 M)
Ketika Al-Manshur meninggal putranya yang bernama Abu Tamim Ma’ad
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah dengan bergelar Mu’iz Lidinillah.
Banyak keberhasilan yang dicapainya. Pertama kali ia menetapkan untuk
mengadakan peninjauan keseluruh penjuru wilayah kekuasaanya untuk mengetahui
kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya, Mu’iz menetapkan langkah-langkah yang
harus ditempuh demi tercapainya keadilan dan kemakmuran.
Pada tahun 969 M, Jauhar berhasil menduduki Fustat tanpa suatu
perlawanan. Jauhar segera membangun kota Fustat menjadi kota baru dengan nama
Qahirah (kairo). Semenjak tahun 973 M kota ini dijadikan sebagai ibu kota
pemerintahan dinasti Fathimiyah. Selanjutnya Mu’iz mendirikan masjid Al-Azhar.
Masjid ini oleh khalifah Al-Aziz dijadikan sebagai pendidikan tinggi Al-Azhar.
Khalifah Mu’iz meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selama 23 tahun,
ia merupakan khalifah yang terbesar. Ia adalah pendidiri dinasti Fathimiyah di
Mesir.
4.
Al-Aziz
(975-996 M)
Al-Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Mu’iz. Kemajuan imperium
Fathimiyah mencapai puncakanya pada masa pemerintahan ini. Pembangunan fisik
dan seni arsitektur merupakan lambang kemajuan pada masa ini. Bangunan megah
banyak didirikan dikota kairo. Al-Aziz meninggal pada tahun 996 M dan bersamaan
dengan ini berakhirlah kejayaan dinasti Fathimiyah.
5.
Al-Hakim
(996-1021 M)
Sepeninggal Al-Aziz, khalifah Fahimiyah oleh anaknya yang bernama
Abu Al-Mansyur Al-Hakim. Ketika naik tahta ia berusia sebelas tahun. Selama
bertahun-tahun Al-Hakim berada di bawah pengaruh seorang gubernurnya yang
Barjawan. Pada tahun 1306 M, ia menyelesaikan pembangunan Dar Al-Hikmah sebagai
sarana penyebaran teologi Syi’ah, sekaligus untuk kemajuan kemajuan kegiatan
pengajaran.
6.
Az-Zahir
(1021-1036 M)
Al-Hakim digantikan oleh putranya yang bernama Abu Hasyim Ali
dengan gelar Az-Zahir. Ia naik tahta pada usia enam belas tahun, sehingga pusat
kekuasaan dipegang oleh bibinya yang bernama Sitt Al-Mulk. Sepeninggal bibinya,
Az-Zahir menjadi raja boneka ditangan menterinya. Pada masa pemerintahan ini
rakyat menderita kekuragan bahan makanan harga barang tidak dapat terjangkau.
Kondisi ini disebabkan terjadinya musibah banjir terus menerus. Az-Zahir meninggal
pada 1036 M, setelah memerintah selama 16 tahun.
7.
Al-Muntasir
(1036-1095)
Az-Zahir digantikan oleh anaknaya yang bernama Abu Tamim Ma’ad yang
bergelar Al-Muntasir, pemerintahannya selama 61 tahun. Pada masa ini kekuasaan
Fathimiyah mengalami kemunduran secara drastis. Sepeninggal Al-Muntasir pada
tahun 1095 M, imperium Fathimiyah dilanda konflik dan permusuhan. Tidak ada
seorang pun khalifah sesudah Al-Mutasir mampu mengendalikan kemerosotan
imperium ini.
8.
Al-Musta’li
(1095-1101 M)
Putra termuda Al-Mustansir yang bergelar Al-Musta’li menduduki
tahta kekhalifahan sepeninggal sang ayah al-Mustansir. Setelah Al-Musta’li
meninggal, anaknya yang masih muda bernama Al-Amir Manshur dengan gelar Al-Amir
dinobatkan sebagai khalifah.
Setelah Al-Amir menjadi korban pembunuhan politik, kemenakan
Al-Hafiz memproklamirkan diri sebagai khalifah. Anaknya Abu Manshur Ismail,
dengan gelar Az-Zafir menggantikan kedudukan ayahnya setelah Al-Hafiz wafat.
Az-Zafir meninggal pada tahun 1154 M
Anak Az-Zafir yang masih kecil menggantikan kedudukan ayahnya
dengan gelar Al-Faiz, ia meninggal sebelum dewasa dan digantikan kemenekannya
Al-Azid. Al-Azid keras untuk menegakkan kedudukannya dari serangan raja
Yarusalem. Dalam keadaan yang kacau, datang sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pejuang
dalam perang salib. Sultan Shalahuddin menurunkan Al-Azid dari khalifah
Fathimiyah pada tahun 1171 M. Degan demikian, dinasti Fathimiyah ini sudah
berakhir.[4]
Kemajuan Peradaban pada Dinasti Masa Dinasti Fathimiyah
1. Bidang Politik
Keberhasilan Pemerintahan Fatimiah yang dapat
menaklukan mesir merupakan kesuksesan yang besar. secara politis
dinasti Fatimiah merupakan ancaman tersendiri bagi kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Kekuasaan Fatimiah yang demikian luas didukung oleh
kondisi politik yang stabil dan perekonomian yang bagus. Masjid al-Azhar yang
kemudian berkembang menjadi universitas al-Azhar dibangun pada masa awal
pendudukan orang-orang Fatimiah ke Mesir ini. Demikian juga Kota Kairo yang
dibangun megah dan dipercantik.[5]
b.
Bidang
Adminstrasi
Kementrian
negara terbagi menjadi dua yaitu ahli pedang dan ahli pena. Ahli pedang
menduduki urusan militer dan keamanan serta pengawal pribadi sang Khalifah.
Ahli pena menduduki beberapa jabatan: 1) Hakim, 2) pejabat atau Dar Al-Hikmah,
3) inspektur pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan, 4) pejabat
keuangan yang menangani segala urusan keuangan negara, 5) regu pembantu istana,
6) petugas pembaca Al-Qur’an. Tingkat terendah ahli pena adalah pegawai negeri
yaitu petugas penjaga dan juru tulis dalam berbagai departemen.
c.
Kondisi
sosial
Mayoritas
khalifah Fathimiyah bersikap moderat penuh perhatian kepada urusan agama
nonmuslim. Mayoritas khalifah Fathimiyah berpola hidup mewah dan santai.dinasti
Fathimiyah berhasil dalam mendirikan sebuah negara yang sangat luas dan
peradaban yang berlainan didunia timur. Hal ini sangat menarik perhatian karena
sistem administrasinya yang sangat baik sekali, aktivitas artistik, luasnya
toleransi relijiusa, efisiensi angkatan perang dan angkatan laut, kejujuran
pengadilan dan turutamannya perlindungannya terhadap ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.
d.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan kesustraan
Ibnu khilis
merupakan salah seorang wizir Fathimiyah yang sangat memperdulikan pengajaran.
Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan memberinya subsidi setiap bulan
Khalifah
Fathimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan tinggi, perpustakaan umum
dan lembaga ilmu pengetahuan. Para khalifah Fathimiyah yang umumnya mencintai
berbagai seni termasuk seni arsitektur. Khalifah juga mendatangkan sejumlah
arsitek Romawi untuk mebantu menyelesaikan tiga buah gerbang raksasa di Kairo
dan benteng-benteng perbatasan wilayah Bizantium.[6]
e.
Bidang
Ekonomi
Perekonomian pemerintahan Fatimiah dapat dibilang
cukup bagus. Kemajuan ini tidak bisa lepas dari luasnya wilayah yang dikuasai
dan stabilitas politik yang mapan. Kondisi ini berdampak majunya bidang ekonomi
termasuk didalamnya kemajuan bidang perdagangan dan sector industry.
KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
1.
Kemunduran
Para sejarawan menyimpulkan kemunduran dinasti Fatimiah disebabkan oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
1.
Figur khalifah yang lemah
Khalifah yang dianggap figur yang lemah disebabkan oleh beberapa hal.
Diantaranya adalah diangkat dalam usia muda. Terdapat beberapa nama khalifah
yang diangkat dalam usia muda, diantaranya adalah khalifah al-Hakim yang
diangkat dalam usia 11 tahun .al-Zahir juga menjadi khalifah pada usia 16
tahun, al-Muntashir usia 11 tahun.
Karena faktor usia khalifah masih muda terkadang muncul sikap
sewenang-wenang khalifah.
2.
Perebbutan kekuasaan di Tingkat
Istana
Sebagai akibat dari diangkatnya khalifah di usia muda mengakibatkan peranan
wazir menjsdi sangat penting dan kompetitif, sehingga perebutan kekuasaan
antara Wazir tak terhindarkan lagi. Konflik yang terjadi semakin hari semakin
melemahkan kekuasaan khalifah fatimiah.Demikian juga pada masa al-Adhid juga
terjadi pertentangan, terutama perebutanan wazir antara Syawar dan Dirgham. Dan
dari pertentangan inilah secara berangsur-angsur Dinasti fatimiah mengalami kehancurannya.
3.
Konflik di tubuh Militer
Pada masa khalifah al-Muntashir, di masa ini kekuasaan Dinasti Fatimiah
merosot tajam. Tentara profesional betul-betul tidak bisa dikendalikan sang
khalifah. Kelompok-kelompok militer yang yang terdiri dari orang turki,Sadan,
Barbar, dan Armenia bersaing sengit dan terkadang terjadi pertempuran diantara
mereka.
4.
Bencana alam berkepanjangan
Pada masa al-Muntashir, selama 7 tahun (1065-1072), Mesir ditimpa musibah
kelaparan akibat kekeringan. Sungai nil sebagai urat nadi wilayah Mesir saat
itu mengalami kekeringan menyebabkan pertanian mengalami kegagalan.
5.
Keterlibatan non-islam dalam
pemerintahan
Sebagian orang non-muslim dipercaya menjadi mentri,petugas pajak, dan
bahkan penasehat dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, juga
terdapat para dokter dan para pejabat yang mengendalikan kerja operasional
kekhalifahan.kenyataan ini secara berangsur-angsur dapat melemahkan dan
menggerogoti kondisi kekhalifahan Fatimiah,
2.
Kehancuran
Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad, kemudian khalifah
fathimiyah mengalami kehancuran, kehancuran ini terjadi pada masa kekhalifahan
al-Adhid. Kehancuran ini selain dari akumulasi berbagai faktor juga disebabkan
oleh adanya kekuatan kaum salajiqah dan pasukan salib yang banyak terlibat
dalam urusan-urusan kekhalifahan. Para wasir juga mempertahankan kekuasaannya
sehingga konflik-konflik kerap muncul dimasa khalifah al-Adhid.
Pada tahun 1171 M khalifah al-Adhid meninggal dunia, maka dengan demikian
hancurlah sudah kekuasaan khalifah fathimiyah setelah berkuasa sekitar 280
tahun. Kemudian kekuasaan dipimpim oleh Shalahuddin dengan dinasti keturunannya
yaitu dinasti Ayyubiyah.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dinasti Idrisiyah didirikan oleh Idris I bin
Abdullah, wilayah kekuasaanya adalah Magribi (Maroko). Sultan Idrisiyah
Terbesar adalah Yahya IV (292 H/905 M-309 H/922 M). Dinsati ini runtuh setelah
ditaklukan oleh Dinasti Fathimiyah pada tahun 374 H/985 M.
Dinasti Aghlabiyah pusat pemerintahannya terletak di
Qairawan, Tunisia. Wilayah Kekuasaan Dinasti Aghlabiyah meliputi Tunisia dan
Afrika Utara. Pemimipin pertama dinasti ini adalah Ibrahin bin Al-Aghlab.
Dinasti Aghlabiyah berakhir setelah ditaklukan oleh dinasti Fathimiyah.
Wilayah Kekuasaan Dinasti Samaniyah meliputi daerah
Khurasan (Irak) dan Transoxania (Uzbekistan). Dinasti Samaniyah didirikan oleh
Ahmad bin Asad bin Samankhudat. Dinasti samaniyah berakhir karena tidak mampu
mempertahankan wilayahnya dari serangan Dinasti Qarakhan dan Dinasti Ghaznawi.
Dinasti Safariyah didirikan oleh Ya’qub bin Lais
As-Saffar. Wilayah Kekuasaannya meliputi kawasan Sijistan, Iran. Dinasti
Safariyah dibawah kepemimpinan Amr bin Lais mengalami puncak kejayaan. Dinasti
ini semakin melemah karena pemberontakan dan kekacauan dalam pemerintahan.
Dinasti Tulun didirikan oleh Ahmad bin Tulun.
Wilayah Kekuasaannya meliputi Mesir dan Suriah. Dinasti Tulun memerintah sampai
38 tahun berakhir ketika dikalahkan oleh pasukan Dinasti Abbasiyah dan setelah Khalifah Syaiban bin Tulun terbunuh.
Dinasti Fathimiyah berdiri karena melemahnya Dinasti Abbasiyah. .
Adapun para penguasa Dinasti Fathimiyah adalah Al-Mahdi (909-934 M), Al-Qa’im
(934-949 M), Mu’iz Lidinillah (965-975 M), Al-Aziz (975-996 M), Al-Hakim
(996-1021 M), Az-Zahir (1021-1036 M), Al-Muntasir (1036-1095 M), Al-Musta’li
(1095-1101 M).
B.
Kritik dan Saran
Makalah yang kami tulis tidak lepas dari segala kekurangan dan
kesalahan. Dengan segala kerendahan hati, kami selalu mengharap kritik dan
saran yang membangun sekiranya sangat diperlukan untuk perbaikan dan
pembelajaran dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Amzah.
Fu’adi, Imam.2012. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:
Teras.
Sou’yb, Joesoef.1978. Sejarah Daulat
Abbasiah III. Jakarta: Bulan Bintang.
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam(Jakarta:AMZAH,2010), hlm.275-277
[2] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Abbasiah
III,(Jakarta:Bulan Bintang, 1978), hlm. 170
[3] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam,(Yogyakarta:Teras,2012),
hlm.1
[4] Samsul Munir Amin,op.cit.,hlm.254-263
[5] Imam Fu’adi, op.cit., hlm.4-5
[6] Samsul Munir Amin, op.cit.,hlm.
264-266
[7] Imam Fu’adi, op.cit.,hlm. 7-19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar