Makalah
Disusun
untuk memenuhi tugas:
Mata
Kuliah :
Sejarah
Peradaban Islam
Dosen
Pengampu :
Ghufron Dimyati M.S.I
Disusun
oleh:
Nihlatus
Sofa (2021113268)
Anna
Khoiriyah (2021113279)
Kelas
PAI F
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban
Islam memang mengalami jatuh bangun, berbagai peristiwa telah menghiasi
perjalanannya. Meski demikian, orang tidak mudah untuk begitu melupakan
peradaban emas yang berhasil ditorehkannya untuk umat manusia ini.
Pencerahanpun terjadi di segala bidang dan di seluruh dunia. Andalusia yang
menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam, telah melahirkan ribuan
ilmuwan, dan menginspirasi para ilmuwan Barat untuk belajar dari kemajuan IPTEK yang dibangun oleh kaum
muslimin.
Sejarah
Islam membuktikan banyaknya para cendekiawan muslim yang banyak memberikan
konstribusi dalam pengembangan ilmu di percaturan ilmu pengetahuan dunia. Pada
Abad peretngahan hidup para pakar-pakar cendekiawan muslim seperti Ibnu Sina,
Al-Biruni, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Rusyd, dan lain-lain. Namun
kadang mereka jarang disebut dalam khazanah pendidikan kita.
Saat
ini banyak hal yang telah dapat dinikmati dan kita gunakan dari hasil pemikiran
para tokoh-tokoh muslim terdahulu, baik di bidang kesehatan, politik, sosial, keilmuan,
filsafat dan lain sebagainya. Hasil pemikiran mereka tidak kalah dengan apa
yang dihasilkan oleh para pemikir-pemikir barat, bahkan banyak ilmuan barat
yang justru mengambil hasil pikiran para pemikir-pemikir muslim dan dianggap
menjadi hasil produk pemikiran mereka.
Pada
makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang konstribusi Islam terhadap ilmu
pengetahuan dan filsafat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
filsafat seruan Islam?
2. Siapa
saja para ilmuwan dan cendekia muslim?
3. Apa
saja penemuan ilmu dan teknologi modern di kalangan intelektual muslim?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Seruan
Islam
Hal
pertama berkaitan dengan tema “Filsafat Islam”, yang telah disangsikan oleh
beberapa orientalis pada abad ke-19, yang menganggapnya sebagai contradictioin adjecto (bertentangan
dalam sifat). Mereka berpendapat bahwa filsafat bukan Islam dan Islam bertentangan
dengan filsafat. Maksimal yang bisa mereka katakan bahwa dalam Islam terdapat
teologi dogmatis (kalam) bukan filsafat. Kita dapat sependapat dengan ini,
dengan mengatakan bahwa istilah “Filsafat Islam”, seperti halnya inovasi modern
lainnya, memang pernah tidak eksis di kalangan Filsuf Muslim.[1]
Dalam
perkembangannya, filsafat Yunani dapat dipisahkan dari agama. Filsafat Timur,
di sisi lain, tidak dapat dipisahkan dari agama. Dengan demikian, tidak ada
pengertian filsafat dalam istilah yang sebenarnya di Timur, entah apakah itu
Persia, atau yang lainnya, sehingga hal ini menjadi pandangan yang merugikan
mengenai konsepsi filsafat. Timur merupakan tempat lahirnya agama-agama besar
dunia, agama dalam pengertian yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari
kebijaksanaan primordial (fitrah), tidak pula dari sophia dalam pengertiannya yang paling dalam. Konfusius dan
Zoroaster, yang dikenal sebagai pendiri agama, disebutan dalam sebuah buku teks
dan di buku yang lain sebagai pendiri madzhab filsafat. Di Timur, sebagaimana
halnya di Barat kuno dan di Yunani pra-Socrates, agama sangat dekat dan
berjalin berkelindan dengan esensi pengetahuan primordial yang dimiliki agama.
Dalam
studi filsafat dan tasawuf, posisi Iran sebagai ladang kelahiran para filsuf
dan ‘urafa semakin mencolok pasca
Ibnu Rusyd. Ketika filsafat redup dan lenyap di sebagian besar dunia Islam,
setelah kemenangan kaum teolog ortodoks yang memusuhi filsafat, Iran justru
terus bersinar melahirkan sejumlah pemikir dan pecinta ilmu dan hikmah yang
kian mengukuhkan autentisitas dan jati diri sebagai pemikir Islam.
Al-Thusi
berhasil menghidupkan kembali filsafat Peripatetik Ibn Sina yang mengandalkan
kekuatan analisis logis dan diskursif, sebuah ungkapan yang sangat berguna bagi
pengembangan tradisi dan budaya ilmiah. Syaikh Al-Isyraq Suhrawardi menyuguhkan
integrasi dua kebijaksanaan, yaitu Hikmah
bahtsiyyah (filsafat diskursif melalui pemikiran dan analisis logis) dan hikmah dzauqiyyah (filsafat intuitif
melalui penyucian jiwa). Filsafat Iluminasi ini dianggap lebih religius dan
dekat dengan spiritualitas karena penyucian jiwa menjadi metodologi yang
terintegrasi dalam memecahkan problem-problem filosofis, sedangkan filsafat
Mulla Shadra (al-hikmah al-muta’aliyyah),
yang menyintesiskan metode burhan
filsafat dan kasyf ‘irfan seraya menyimak makna Al-Qur’an
dan Hadits, merupakan lompatan besar dalam sejarah perkembangan filsafat Islam,
yang membuat filsafat Isslam semakin jauh berbeda dan jauh meninggalkan
filsafat Yunani.
Mungkin
perlu disebutkan di sini bahwa ketika mayoritas dunia Islam hari ini mengalami
krisis identitas menghadapi dominasi pemikiran dan budaya Barat modern
sedemikian rupa sehingga banyak kaum intelektual Muslim yang rendah diri di
hadapan filsafat dan pemikiran Barat, para ulama dan intelektual Iran justru
aktif menawarkan filsafat dan pemikiran Islam kaum sarjana dunia Islam dan
Barat. Kini telah banyak sarjana Barat yang tidak saja belajar filsafat Islam
di Qum, Masyhad, dan Teheran, tetapi mereka juga memperkenalkan pemikiran Ibn
Sina, Suhrawardi, Ibn Arabi, dan Mulla Shadra kepada dunia Barat sendiri.[2]
B. Para Ilmuan dan
Cendekia Muslim
Sejak
sekitar abad ke-8 M hingga abab ke-20 M, Islam telah melahirkan ribuan ilmuwan,
baik dalam bidang ilmu filsafat, kalam, tasawuf, sains, teknologi, dan seni.
Apa pun bidangnya, mereka adalah tokoh-tokoh langka yang telah memperkaya dunia
ilmu pengetahuan bahkan secara khusus menjadi simbol kemajuan peradaban
Islam. Ilmuwan-ilmuwan Muslim beserta
karya-karyanya yaitu sebagai berikut:
1. Ibnu
Musa Al-Khawarizmi (Astronom, penemu Algoritma dan Aljabar)
Nama
lengkap dari Ibnu Musa Al-Khawarizmi adalah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Musa
Al-Khawarizmi. Ia adalah ilmuwan Muslim penemu
Algoritma dan Aljabar. Di kalangan ilmuwan Barat ia lebih dikenal dengan
nama Algorizm. Ia lahir di Khawarizm (Kheva),
kota di selatan sungai Oxus (kini Uzbekistan) pada tahun 770 M. Kedua orang
tuanya kemudian pindah ke sebuah tempat di selatan kota Baghdad (Irak), ketika
ia masih kecil. Al-Khawarizmi hidup di masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, yakni
Al-Makmun, yang memerintah pada tahun 813-833 M.[3]
Nama
Aljabar sendiri diambil dari bukunya yang terkenal, yakni Al-Jabr wa Al-
Muqabilah. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi
sinus, kosinus, tangen, dan kotangen serta konsep diferensiasi. Tak hanya itu,
di bidang ilmu ukur, Al Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu ukur
dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Sayangnya beberapa
ilmuwan Barat seperti John Napier (1550-1620 M) dan Simon Stevin (1548-1620 M)
mengkalim bahwa penemuan tersebut merupakan hsil pemikiran mereka. Massih
berkaitan dengan masalah perhitungan, ternyata Al-Kharizmi juga seorang ahli
ilmu bumi. Bukunya Kitab Surat Al-Ard, menjadi dasar ilmu bumi Arab. Naskah itu
hingga sekarang masih disimpan di Strassburg, Jerman oleh Abdul Fida, Seorang
ahli ilmu bumi terkenal.[4]
Petualangan
dan pengabdian panjangnya itu baru berakhir pada tahun 840 M ketika Sang Khaliq
memanggilnya. Al-Khawarizmi meninggalkan warisan khazanah dalam ilmu
pengetahuan dunia.
2. Ibnu
Khaldun (Bapak Ilmu Sosiologi Politik)
Nama
lengkap dari Ibnu Khaldun yaitu Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin
Ibnu Khaldun. Moyangnya berasal dari
Hadramaut, Yaman yang berimigrasi ke Sevilla, Andalusia (Spanyol). Namun
keluarganya harus pindah ketika Sevilla dikuasai Kristen.[5]
Ia
dikenal sebagai bapak ilmu sosiologi dan politik melalui karyanya yaitu Al-Muqaddimah yang merupakan karya monumental
pertama yang memuat prinsip-prinsip politik, strata suatu masyarakat, dan teori
disintegrasi. Ia lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M.
Pendidikannya
dimulai di Tunisia dan di Fez (Maroko) dengan mempelajari berbagai bidang ilmu
seperti menghafal Al-Qur’an, mempelajari tata bahasa, hukum Islam (syari’ah), hadis, retorika, filologi,
dan puisi. Selain itu ia memepelajari sastra Arab, filsafat, matematika dan
astronomi. Khaldun sangat terlibat dengan politik. Kariernya di bidang politik
membawanya keluar masuk istana. Usia mudanya dihabiskan sebagai pendamping,
penasihat sultan serta menduduki beraneka jabatan.
Kariernya
menanjak saat ia membantu Sultan Abu Salem dalam menjatuhkan Al-Mansyur, musuh
politiknya. Ia diberi jabatan sekretaris selama lebih dari dua tahun, lalu ditugaskan
sebagai qadi (hakim). Sultan Abu Salim tidak lama kemudian dijatuhkan oleh
Wazir Omar. Gagal mendapatkan kedudukan di pemerintahan yang baru, Ibnu Khaldun
meninggalkan Fez dan pergi ke Andalusia.
Dalam
karyanya, Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun memetakan masyarakat dengan interaksi
sosial, politik, ekonomi dan geografi yang melingkupinya. Al-Muqaddimah juga
mengupas tentang asal muasal suatu masyarakat , lahirnya kota dan desa, dan
sebagainya.
Konstribusi
Ibnu Khaldun dalam ilmu pengetahuan memang tidak sedikit. Setidaknya berkat
berkatnyalah dasar-dasar ilmu sosiologi politik dan filsafat dibangun, tidak
heran jika karya emasnya hingga kini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia
3. Jabir
Ibnu Hayyan (Bapak Kimia)
Mungkin
tidak banyak orang yang tahu bahwa embrio persenjataan nuklir yang banyak
digunakan oleh ngara-negara maju bermula dari ilmu kimia. Sebenarnya ilmu kimia
sudah ada sejak puluhan abad silam. Memang belum pada bentuk modern seperti
sekarang yang telah diadopsi sedemikian canggihnya.
Nama
lengkap dari Jabir Ibnu Hayyan adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan. Ia adalah
ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia.
4. Ibnu
Sina
Nama
lengkapnya Abu Ali Al-Husain Ibnu Abdullah Ibnu Sina. Lahir pada 980 M di
Ifsyia Karmitan, Asia Tengah, dan wafat pada 1037 M. Pada usia 10 tahun, ia
sudah hafaal al-Qur’an. Ibnu Sina dikenal sebagai the father of doctors (bapak
kedokteran). Selain kedokteran, ia juga menguasai fisika, matematika,
astronomi, sejarah, dan filsafat.[6]
Sebagai
dokter, ia lebih suka tindakan preventif daripada kuratifan selalu menguatkan
aspek spiritual dan fisik pasien secara simultan dalam pengobatannya. Bahwa
temperatur, makanan, minuman, limbah, udara, keseimbngan gerak dan pikiran,
tidur an kerja mempengaruhi kesehatan, itu semua terbukti, dan sekarang menjadi
masalah lingkungan yang utama. Katanya, udara yang terkontaminasi uap dari
rawa, danau, saluran drainase, asap atau jelaga dapat membahayakan kesehatan.
Dari
sejumlah risalah kesehatannya, Ibnu Sina punya dua teori segitiga pengobatan.
Pertama, Triangular Theorynof Islamic Medicine Yang menyatakan kaitan antara
Allah, manusia, dan pengobatan. Teori kedua, adanya hubungan antara badan,
pikiran, dan semangat pada kesehatan manusia. Topik artikelnya yang lain adalah
tentang penyakit jantung yang ada di
dalam kitab Adwiyat al-Qalbiyah (risalah obat untuk sakit jantung). Kitab ini
diterjemahkan Arnold of Villanova dengan judul De Viribus Cordis di Spanyol.
Karya lainnya, Urjuzah fit Tibb, sebuah manual medis, dibahasalatinkan oleh
Armengaud Blasius (meninggal pada tahun 1312 M). Selain itu, karyanya tentang
risalah penyakit malaria juga
dibahasalatinkan oleh Prof. Wagner von Jauree dari Vienna.
5. Ibnu
Majid
Ibnu
Majid adalah seorang navigator Arab terbesar yang bergelar “singa laut”. Pada
usianya yang ke-15, Ibnu Majid sudah memimpin sebuah pelayaran. Navigator yang
lahir di Julfar, Mesir, tahun 1421 M ini memiliki nama lengkap Shihabud adain
Ahmad bin Majid bin Muhammad bin Amir bin Duwayk bin Yusuf bin Husain bin Abi
Ma’lak as-Sa’adi bin Abi ar-Raka’ib an-Najdi.
Ia
mempelajari ilmu navigator dari ayah dan kakeknya dengan cara menjalankan kapal
laut dan kapal terbang. Selain itu, ia juga menguasai ilmu geografi dan
astronomi sebagai syarat utama untuk menjadi navigator ulung. Karya Ibnu Majid
dintaranya adalah al-Hijaziah, Urjuza (melagukan syair dengan prosa raja-raja)
terdiri dari tiga jilid, Hawiyatul Ikhtisar fi Ushul Ilmil Bihar (ringkasan
ilmu navigator) yang ia tulis tahun 1490 M. Buku ini berisi tentang rute-rute
laut sepanjang pantai India hingga Sumatera, Cina, Taiwan, dan sepanjang pantai
Samudra Hindia, serta tanda-tanda dekatnya daratan.
6. Ibnu
Rusyd
Nama
lengkapnya adalah Abu Walid Muhammad bin Rusyd. Ibnu Rusyd lahir Kardoba
(Spanyol) pada tahun 520 H (1128 M). Ia adalah seorang filusuf dari Spanyol
(Andalusia).Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada
masaanya. Ibnu Rusyd adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan
talenta. Ia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan
filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja’far Harun dan Ibnu Baja.[7]
Masa
hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebgai qadi (hakim) dan
fisikawan. Di dunia Barat Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator
terbesar atas filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad
pertengahan.
Karya-karya
Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fiqh dalam bentuk karangan,
ulasan, essai, dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya
aslinya sudah tidak ada. Di antara karyanya adalah: Bidayat Al Mujtahid (kitab
ilmu fiqh), Kulliyaat fi At Tib (buku kedokteran), Fasl Al-Maqal fi Ma Bain
Al-Hikmat wa Asy-Syari’at (filsafat dlam Islam dan menolak segala paham yang
bertentangan dengan filsafat).[8]
Filsafat
Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang
Eropa pada abad pertengahan dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap
keberagamaannya.
7. Al
Farabi
Nama
lengkapnya yaitu Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlaq Al
Farabi. Ia lahir pada tahun 874 M (260 H) di Transoxia yang terletak dalam
wilayah Wasij di Turki. Bapaknya merupakan seorang anggota tentara yang miskin
tetapi semua itu tidak menghalanginya dari pada mendapat pendidikan di Baghdad.
Beliau telah mempelajari bahasa Arab di bawah pimpinan Ali Abu Bakar Muhammad
ibn al-Sariy.[9]
Selain
itu, dia juga merupakan seorang pemusik yang handal. Lau yang dihasilkan
meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai
kemampuan untuk bermain musik, ia juga telah menciptakan satu jenis alat musik
yang dikenal sebagai gambus.
Karya-karya
Al Farabi dapat dibagi menjadi dua, satu di antaranya mengenai logika dan yang
lainnya mengenai bidang lain. Krya-karya tentang logika menyangkut
bagian-bagian berbeda dari Organonnya Aristoteles, baik yang berbentuk komentar
maupun ulasan panjang. Sedangkan kelompok kedua menyangkut berbagai cabang
pengetahuan filsafat, fifika, matematika, metafisika, etika dan politik.[10]
8. Ibnu
Bajjah
Abu
Bakar Muhammad Ibn Yahya al-saigh atau lebih terkenal sebagai Ibnu Bajjah
terlahir di saragossa tahun 1082 M dan meninggal tahun 533H/1138 M. Para ahli
sejarah sama memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan mahir
dalam berbagai ilmu. Fatha ibn Khaqan, yang menuduh ibn Bajjah sebagai ahli
bid’ah dan mengancamnya dengan pedas dalam karyanya Qala’id al-‘Iqyan, Pun
mengakui keluasan dan pengetahuan dan tidak meragukan keamatpandaiannya. Karena
menguasai sastra, tatabahasa dan filsafat kuno, oleh tokoh-tokoh sezamannya dia
telah disejarahkan dengan al-syaikh al-Rais ibn Sina.[11]
selain
itu, Ibnu Bajjah juga ahli di bidang musik dan pemain gambus yang handal. Ia
juga seorang yang hafal Alquran. Dalam waktu yang sama, Ibnu Bajjah amat
terkenal dalam bidang perobatan dan merupakan salah seorang dokter terkenal
yang pernah dilahirkan di Andalusia.
Ibnu
Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul AL-Nafs yang membicarakan
persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembicara itu banyak dipengaruhi oleh
gagasan pemikiran filsafat yunani. oleh sebab itulah, Ibnu Bajjah banyak
membuat ulasan terhadap karya dan hasil tulisan Aristoteles, Galenos, al-Farabi,
dan al-Razi.
Ilmu
sains dn fisika digunakan oleh Ibnu Bajjah untuk menguraikan persoalan benda
dan rupa. Menurut Ibnu Bjjah, benda tidak mungkin terwujud tanpa rupa tetapi
rupa tanpa benda mungkin wujud. Oleh sebab itu, Kita boleh mengambarkan suatu
dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda.
9. Al-Razi
Nama
sebenarnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, lahir pada tahun 236
H bersamaan 850 M. Ada yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tanggal 1
Sya’ban 251 H bersamaan 865 M di Iran.
Ia
pada zaman mudanya menjadi pemain gambus (rebab atau rebana) sambil menyanyi,
kemudian dia meninggalkan pekerjaan itu dan mempelajari bidang falsafah dan
ilmu kedokteran. Ia belajar ilmu kedokteran dengan Ali ibn Rabban al-Thabari
dan belajar ilmu falsafah dengan al-Balkhi.
C. Penemuan Ilmu
dan Teknologi Modern Di Kalangan Intelektual Muslim
Penemuan-penemuan
ilmu dan teknologi itu sebagian besar berasal dari masa kejayaan Kekhalifahan
Islam, oleh para sarjana Muslim. Berikut ini adalah beberapa penemuan-penemuan ilmu dan teknologi
modern:
1. Matematika
Al-Khawarizmi dan para penerusnya menghasilkan
metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara arimetis
mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkat akar kwadrat dari satu
angka. Berbagai operasi yang dikenal oleh orang Yunani digarap dengan cara ini.[12]
Selanjutnya, seorang sarjana Iran, Lotfi A. Zadeh,
telah mengembangkan suatu logika baru tentang sebagaimana yang diperkenalkan
Aristoteles berabad-abad lalu. Zadeh
mengajukan teori baru apa yang disebut “fuzzy
set theory (teori himpunan fuzzy)”,
yang menjadi basis perumusan fuzzy logic
(logika fuzzy). Fuzzy logic bertujuan
untuk menyediakan sebuah model modus-modus penalaran yang bersifat aproksimasi
ketimbang eksak.[13]
Selain itu d dalam ilmu matematika juga telah
ditemukan Algoritma dan Ajjabar, penemunya adalah Muhammad Ibnu Musa
Al-Khawarizmi.
2. Ilmu
Astronomi
Melalui
eksperimen Ibnu al-Hytham menggunakan cermin-cermin sperik dan parabolik yang
berkenaan dengan refraksi atau pembiasan cahaya melalui medium yang transparan,
mampu memberikan suatu perhitungan tentang tingginya atmosfir bumi, dan hampir
menemukan prinsip pembesaran lensa.[14]
3. Ilmu
Kedokteran
Di
paparkan dalam laporan, bahwa salah satu prestasi ilmiah mutakhir Iran, yang
memperoleh perhatian dunia, adalah peluncuran satelite Kavoshgar-3 (Explorer-3)
ke ruang angkasa yang membawa hewan untuk percobaan, yaitu seekor tikus, dua
kura-kura dan berbagai cacing. Iran juga adalah negara Timur Tengah pertama yang
memproduksi hewan transgenik dan telah menjadi salah satu dari sedikit negara
di dunia yang menguasai teknologi kloning sebagai bagian dari riset kedokteran
dan penggunaan hewan klon untuk memproduksi antibodi manusia terhadap penyakit.
Iran telah sukses mengklon seekor kambing bernama Royana, seekor domba bernama
Hanna, dan dua ekor sapi dengan nama Bonyana dan Tamina.[15]
Ahli
Bedah Iran menemukan teknik pembedahan syaraf otak yang berhasil menurunkan
secara tajam resiko kematian para korban serangan kimia pasukan Saddam dan
teknik itu telah menjadi prosedur standar di dunia medis sekrang. Selai itu, transplantasi sejumlah organ vital,
seperti ginjal, jantung, liver, dan paru-paru, telah rutin dialkukan oleh para
dokter Iran sejak dasawarsa 1990. Pada tahun 2009, Iran berhasil mengembangkan
paru-paru buatan. [16]
4. Sains
Fisika dan Kimia
Dengan
usaha dan jerih payah sarjana Iran yeng
didukung oleh rakyat serta pemerintahan Iran, negeri Republik Islam ini
telah bisa melakukan sebuah proses penting dalam teknologi nuklir, yaitu
pengayaan uranium hingga 20 persen yang berguna untuk keperluan
riset-riset medis dan pembuatan isotop-isotop. Kini, Iran telah sepenuhnya
mennguasai siklus pembuatan bahan bakar nuklir.
Selain
itu, seorang saintis Iran, Ali Javan, berhasil menemukan laser gas pertama pada
tahun 1960 dengan meneruskan studi optik yang diwariskan oleh Ibn Al-Haitsam,
ilmuwan Muslim Iran abad 11 M lalu. Kini Iran telah memproduksi berbagai jenis
laser untuk memenuhi kebutuhan medis dan industri.
Iran
juga mengambangkan sains komputer dan robotika. Iran juga terlibat dalam
pengembangan komputer masa depan, yaitu komputer kuantum. Karena sistem
operasinya bekerja atas dasar koneksi antar atom dan partikel-partikel subatom,
maka komputer kuantum ini dapat bekerja jauh lebih cepat daripada superkomputer
tercepat sekarang.[17]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
perkembangannya, filsafat Yunani dapat dipisahkan dari agama. Filsafat Timur,
di sisi lain, tidak dapat dipisahkan dari agama. Dalam studi filsafat dan
tasawuf, posisi Iran sebagai ladang kelahiran para filsuf dan ‘urafa semakin mencolok pasca Ibnu Rusyd.
Ketika filsafat redup dan lenyap di sebagian besar dunia Islam, setelah
kemenangan kaum teolog ortodoks yang memusuhi filsafat, Iran justru terus
bersinar melahirkan sejumlah pemikir dan pecinta ilmu dan hikmah yang kian
mengukuhkan autentisitas dan jati diri sebagai pemikir Islam.
Al-Thusi berhasil menghidupkan
kembali filsafat Peripatetik Ibn Sina yang mengandalkan kekuatan analisis logis
dan diskursif, sebuah ungkapan yang sangat berguna bagi pengembangan tradisi
dan budaya ilmiah. Ketika mayoritas dunia Islam hari ini mengalami krisis
identitas menghadapi dominasi pemikiran dan budaya Barat modern sedemikian rupa
sehingga banyak kaum intelektual Muslim yang rendah diri di hadapan filsafat
dan pemikiran Barat, para ulama dan intelektual Iran justru aktif menawarkan
filsafat dan pemikiran Islam kaum sarjana dunia Islam dan Barat. Kini telah
banyak sarjana Barat yang tidak saja belajar filsafat Islam di Qum, Masyhad,
dan Teheran, tetapi mereka juga memperkenalkan pemikiran Ibn Sina, Suhrawardi,
Ibn Arabi, dan Mulla Shadra kepada dunia Barat sendiri.
Para
ilmuwan dan cendekiawan Muslim diantaranya adalah Ibnu Musa Al-Khawarizmi, Ibnu
Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Sina, Ibnu Majid, Ibnu Rusyd, Al-Farabi, dan
Ibnu Bajjah. Penemuan-penemuan ilmu dan teknologi itu sebagian besar berasal
dari masa kejayaan Kekhalifahan Islam, oleh para sarjana Muslim, seperti
penemuan Aljabar, penemuan teknologi kloning, penemuan teknologi nuklir,
penemuan leser, penemuan Algoritma, dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Awani, Ghulam Reza,
Andayani. 2012. Peradaban Islam Iran.
Yogyakarta: Rausyanfikr Institute.
Nasution, Harun. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
Sucipto, Hery. 2008. The Great Moslem Scientist. Jakarta:
Grafindo Khazanah Ilmu.
Syarif, M.M. 1996. Para filosof Muslim. Bandung: Mizan.
Watt, W. Monttgomery.
1995. Islam dan Peradaban Dunia. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
[1] Ghulam Reza Awani dan Andayani, Peradaban Islam Iran (Yogyakarta:
Rausyanfikr Institute, 2012), hlm. 287.
[2] Ibid., hlm. 339-340.
[3] Hery Sucipto, The Great Moslem Scientist (Jakarta:
Grafindo Khazanah Ilmu, 2008), hlm. 16.
[4] Ibid., hlm. 17-18.
[5] Ibid., hlm. 47.
[6] Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1973), hlm. 34.
[7] Ibid., hlm. 47.
[8] Ibid., hlm. 47-48.
[9] Ibid., hlm. 26
[10] M.M. Syarif, Para filosof Muslim (Bandung: Mizan,
1996), hlm. 58-59.
[11] Ibid., hlm. 144.
[12] W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 49.
[13] Ghulam Reza Awani dan Andayani, Op. Cit., hlm. 345-346.
[14] W. Montgomery Watt, Op. Cit., hlm. 50.
[15] Ghulam Reza Awani dan Andayani, Op. Cit., hlm. 342.
[16] Ibid., hlm. 346.
[17] Ibid., hlm. 344-345.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar