RUMAH TANGGA
PENUH KASIH SAYANG
Mata
Kuliah : Hadits Tarbawi II
Disusun oleh :
Arina Manasikana (202 111 3064)
PAI E
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik,
hidayah dan inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “KELUARGA PENUH KASIH SAYANG” dengan lancar. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang
telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
seperti sekarang ini.
Makalah
ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai berkeluarga yang baik
dan penuh kasih sayang, serta sebagai bahan materi dalam diskusi mata kuliah
Hadits Tarbawi II STAIN Pekalongan.
Apabila
dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan
dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran
dari pembaca.
Akhirnya
kepada Allah SWT penulis berserah diri. Semoga apa yang telah dilakukan ini
mendapat ridloNya dan dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca. Amin
ya rabbal alamin.
Pekalongan,
11 Februari 2015
Penulis
PENDAHULUAN
Sejarah
menjadi saksi bahwa semua kaum Arab sepakat memberi gelar kepada Nabi Muhammad
saw. “Al-Amin”, yang artinya orang terpercaya, sebelum beliau diangkat menjadi
seorang rasul. Hal tersebut menjadi bukti bahwa Nabi Muhammad itu berbeda
dengan makhluk yang lain, beliau memiliki akhlak yang mulia, istimewa dan
sempurna baik itu dalam rumah tangga maupun masyarakat.
Nabi
Muhammad saw. merupakan teladan bagi seluruh umat manusia, beliau mempunyai
budi pekerti yang baik. Beliau adalah sosok yang penuh cinta dan kasih sayang
terhadap semua makhluk.
Salah
satu dari sekian banyaknya keinginan manusia entah itu laki-laki atau perempuan
dalam dunia ini adalah membangun rumah tangga dengan adanya sebuah akad
pernikahan. Menjalin ikatan pernikahan tentunya harus berlandaskan rasa cinta
dan kasih sayang agar di dalam rumah tangga tersebuut tercipta rasa aman,
tentram, nyaman dan selalu diselimuti kebahagiaan.
Maka
dari itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai hadits tentang rumah tangga
penuh kasih sayang. Yang diharapkan dari kandungan hadits tersebut dapat
memberi suatu aspek pendidikan dan pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.
PEMBAHASAN
A.
Rumah
Tangga Penuh Kasih Sayang
Rumah tangga atau bisa
dikatakan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
beberapa anggota yang bertempat tinggal satu atap dan mempunyai ketergantungan
antara satu sama lain. Kasih sayang adalah suatu sikap saling menghormati dan
mengasihi semua ciptaan Tuhan. Kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu,
kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Kasih tidak melakukan yang tidak
sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, kasih tidak pemarah dan tidak
menyimpan kesalahan orang lain.
Sebuah keluarga lebih
dari sekedar himpunan beberapa anggotanya, suami, istri, anak laki-laki, anak
perempuan, kakek, paman, bibi, cucu, dan lain-lain. Setiap anggota keluarga
memiliki pandangan dan kebutuhan tertentu, tanggung jawab dan tugas terhadap unit
keluarga yang lebih besar. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan,
perilaku dan kepribadian individual tersendiri. [1]
Di dalam rumah tangga
biasanya tidak selalu satu-padu, banyak persoalan-persoalan yang menghampiri
rumah tangga. Persoalan itu bisa berupa perbedaan pendapat, kekecewaan,
kesalahpahaman dan lain sebagainya. Akan tetapi, semua persoalan-persoalan
tersebut dapat terselesaikan dengan baik jika rumah tangga tersebut memiliki
rasa cinta dan penuh kasih sayang, seperti saling percaya dan saling
menghormati satu sama lain. Tidak lain halnya dalam kehidupan rumah tangga
Rasulullah. Rasulullah saw. merupakan teladan dalam menjalani kehidupan berumah
tangga, beliau tidak mendudukkan dirinya bak penguasa, dan para anggota
keluarganya sebagai hamba. Ia menjadikan semua sebagai bagian yang sama penting
dari satu tubuh.
Rumah tangga penuh
kasih sayang, adalah keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Dalam membina
rumah tangga yang penuh kasih sayang diantaranya tidak terlepas dari beberapa
syarat, diantaranya harus memperbanyak mempelajari ilmu-ilmu agama, akhlak dan
kesopanan, etika pergaulan, hemat dan hidup sederhana, serta menyadari cacat
diri sendiri masing-masing anggota keluarga.
B.
Hadits
Rumah Tangga Penuh Kasih Sayang
1.
Hadits
dan terjemahan
قَالَ أَبُو عَبْدِاللهِ الْجَدَلِي قُلْتُ
لِعَائِشَةَ كَيْفَ كَانَ خُلُقُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فى
أَهْلِهِ قَالَتْ :{كَانَ
أَحْسَنَ النَّاسِ
خُلُقًا لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا سَخَابًا
بِالْأَسْوَاقِ وَلَا يُجْزِئُ بِالسَّــيِّـــئَةِ
مِثْلَهَا وَلَكِنْ عَفُوٌّو وَ يَصْفَحُ} (رواه أحمد فى
المسند, باقى مسند الأنصارى)
Abu
Abdullah Al-Jadali r.a. berkata, Suatu hari aku bertanya kepada Aisyah r.a.
tentang akhlak Nabi Muhammad saw. Ia
menjawab. “Bagus-bagusnya manusia adalah nabi Muhammad saw. beliau tidak pernah
bersikap kasar dan tidak pernah berteriak dipasar dan tidak pernah membalas
keburukan dengan keburukan akan tetapi beliau selalu memaafkan dan tidak
mengungkitnya.” (HR. Imam Ahmad).
2.
Mufrodat
Akhlak
: خُلُقُ
Bagus : أَحْسَنَ
Kasar : فَاحِشًا
Berteriak : مُتَفَحِّشًا
Memaafkan : عَفُوٌّو
3.
Biografi
Perawi Hadits
a. Abu
Abdullah al-Jadali
Nama aslinya adalah
‘Abdun ibn ‘Abdun. Adapula yang mengatakan nama aslinya adalah ‘Abdurrahman ibn
Abdun. Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Tahzib berkata: “Ibn Abu Haytsumah
menceritakan dari Ibn Mu’in menyebutnya di dalam kitab Ats-Tsiqat, Ajli
memandang dia sebagai seorang tabi’in kelahiran Basrah yang Tsiqat.
b. Aisyah
Asidiqiyah
Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq,
salah seorang istri Rasulullah saw. Ibunda beliau bernama Ummu Ruman binti Amr
ibn Umair Al-Kinayah, Aisyah dilahirkan sesudah Rasulullah diangkat menjadi
Rasul. Rasul menikahinya pada bulan Syawal sesudah Nabi berhijrah ke Madinah,
ketika itu Aisyah berusia 9 tahun. Aisyah adalah orang ke empat yang paling
banyak meriwayatkan hadits, beliau wafat pada bulan Ramadhan sesudah melakukan
Shalat witir pada tahun 57 atau 58 H (668 M).[2]
4.
Keterangan
Hadits
(كان احسن) : orang yang baik budi pekertinya, adalah (الناس خاق) manusia yang
paling sempurna dan sifat-sifatnya dan kebagusannya dan meliputi keseluruhannya
dan Allah memuji kepada-Nya (keterangan dari Al-Quran). Keterangan dalam kitab
Al-Madhah bahwa keagungan dikenal dengan makhluk yang agung dengan tidak ada
bandingan dengan makhluk yang lainnya, dan kemuliaan budi pekerti itu tidak
akan muncul dari kesempurnaan akal.[3]
Dalam hadits tersebut telah
dijelaskan bahwa nabi Muhammad mempunyai beberapa akhlak yang dapat dijadikan
panutan bagi umat manusia yang diantaranya adalah beliau tidak pernah bersikap
kasar, tidak pernah berteriak dipasar dan tidak pernah membalas keburukan
dengan keburukan akan tetapi beliau selalu memaafkan serta tidak pernah
mengungkitnya kembali.
Nabi Muhammad dikisahkan bahwa sejak
masih muda, sudah menunjukkan budi pekerti yang sempurna. Beliau berperangai
mulia dan sopan santun. Dalam kitab suci Al-Quran pun terdapat keagungannya,
yaitu terdapat dalam surat Al-Qalam ayat 4.
“Sesungguhnya
engkau (Muhammad) benar-benar mempunyai budi pekerti yang agung”
Rasulullah
saw. adalah teladan yang baik. Sisi kemanusiaannya terungkap indah. Rasulullah
membuktikan tindakan tersebut melalui perilakunya di dalam keluarga maupun
masyarakat.[4]
Budi
pekerti yang baik atau akhlak mulia merupakan foundasi untuk berdirinya rumah
tangga yang penuh dengan cinta dan kasih sayang.
C.
Refleksi
Hadits Dalam Kehidupan
Hidup berumah tangga
merupakan suatu lembaga pendidikan pertama kali dalam rangka pembentukan akhlak
yang sesuai dengan agama dan nilai kemanusiaan. Pendidikan keluarga itu sangat
mempengaruhi anak, karena anak kecenderungan akan meniru perilaku orang tuanya.
Di
dalam rumah tangga, tidak selamanya berjalan mulus-mulus saja, banyak hal
rintangan yang menghadang ditengah jalan seperti ketegangan maupun konflik
merupakan hal yang biasa. Perselisihan pendapat, perdebatan, pertengkaran,
saling mengejek atau bahkan memaki lumrah terjadi.
Interaksi
antara anggota keluarga itu bisa memunculkan pertentangan, masalah dan
tekanan-tekanan, disaat yang sama interaksi mereka bisa menghasilkan
kebahagiaan, kepuasan dan kesenangan bagi setiap anggota keluarga.[5].
Di
era globalisasi ini, rumah tangga yang seharusnya menjadi pusat perlindungan,
penuh kasih sayang dan saling melindungi, pusat pendidikan, kini rumah tangga
sering menjadi pusat tindak kekerasan atau yang sekarang dikenal dengan KDRT
(Kekerasan dalam Rumah Tangga). KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Adapun
sebab-sebab terjadinya KDRT adalah fakta bahwa laki-laki dan perempuan tidak
diposisikan setara dalam masyarakat, masyarakat masih membesarkan anak
laki-laki dengan mendidiknya agar mereka yakin bahwa mereka harus kuat dan
berani serta tanpa ampun, kebudayaan kita mendorong perempuan atau istri
bergantung kepada suami, khususnya secara ekonomi, masyarakat tidak menganggap
KDRT sebagai persoalan social tetapi persoalan pribadi suami istri, dan
pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama yang menganggap bahwa laki-laki
boleh menguasai perempuan.[6]
Dampak
buruk dari KDRT ini adalah dampak
terhadap kesehatan khususnya pada korban seorang perempuan mencakup:
·
Gangguan
kesakitan fisik, termasuk luka/cedera, gangguan fungsional, kaluhan fisik,
cacat permanent
·
Gangguan
kesehatan mental (jiwa), termasuk kecemasan, rasa rendah diri, fobia dan
depresi
·
Gangguan
kesehatan reproduksi, termasuk kehamilan tak dikehendaki, infeksi saluran
reproduksi dan gangguan seksualitas.
Selain
itu, KDRT akan berdampak pada anak-anak. Anak-anak bisa mengalami penganiayaan
secara langsung atau merasakan penderitaan akibat menyaksikan penganiayaan yang
dialami ibunya. Menyaksikan kekerasan merupakan pengalaman yang sangat
traumatis bagi anak-anak. Akibat kekerasan tidak sama pada semua anak. Diantara
ciri-ciri anak yang menyaksikan atau mengalami KDRT adalah, sering gugup, suka
menyendiri, cemas, gelisah, ketika bermain meniru bahasa dan perilaku kejam dan
suka memukul teman. KDRT ternyata merupakan pelajaran bagi aank bahwa kekejaman
dalam bentuk penganiayaan adalah bagian wajar dari sebuah kehidupan.
Dalam
pencegahannya tindak kekerasan tersebut, minimal ada tiga kegiatan yang dapat
membantu mengurangi tindak kekerasan:
1. Kegiatan
moralitas untuk menumbuhkan imunitas di bidang keteguhan iman dan mental
individu.
2. Kegiatan
penelitian-penelitian ilmiah menggali faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejahatan dalam masyarakat
3. Tindakan
unsur-unsur penegakan hokum dalam rangka law Enforcement, melalui pembinaan
aparatur penegakan hukum dan koordinasi aparat serta partisipasi masyarakat.[7]
Selain
ketiga point di atas masih banyak lainnya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
adanya KDRT, seperti mendirikan berbagai pusat pelayanan korban kekerasan dan
disahkannya UU no.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Ketika
isi kandungan hadits diatas ditarik ke dalam kehidupan, sudah tentu terlihat
jelas bahwa untuk mengurangi adanya KDRT, contohlah akhlak Nabi Muhammad saw.
dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Beliau adalah seorang pemimpin rumah
tangga yang tidak pernah menggunakan cara kekerasan. Kehidupan rumah tangga
yang penuh dengan cinta, saling memberi dan menerima, menghormati yang tua,
menyayangi yang muda, adanya hak dan kewajiban bersama suami istri, seperti
saling menjaga amanah, kerja sama membina rumah tangga, sikap sabar mengatasi
emosi, saling menghargai.[8]
Adanya kepercayaan serta keluarga bahagia dan penuh kasih sayang itu keluarga
yang tidak lalai akan hidayah
dan petunjuk-petunjuk dari Allah swt.
D.
Aspek
Tarbawi
Dari pembahasan hadits
tersebut dapat ditarik suatu pembelajaran atau aspek pendidikan, diantaranya
adalah:
1. Menanamkan
akhlak yang baik dirasa sangat penting dalam membangun rumah tangga yang penuh
kasih sayang.
2. Orang
yang berakhlak mulia adalah orang yang tidak melakukan perbuatan keji, tidak
berkata kasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, dan selalu memberi
atau meminta maaf terhadap orang lain.
3. Dalam
membangun maghligai rumah tangga harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan
agama yang berlaku agar mendapat ridla Allah swt., supaya dapat memberi
ketenangan dan kebahagiaan serta menjadi lembaga pendidikan yang baik untuk
anggota keluarga.
PENUTUP
Kesimpulan
Rumah tangga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari beberapa anggota yang bertempat
tinggal satu atap dan mempunyai ketergantungan antara satu sama lain. Kasih
sayang adalah suatu sikap saling menghormati dan mengasihi semua ciptaan Tuhan.
Dalam rumah tangga
penuh kasih sayang, tidak lain halnya adalah keluarga yang sakinah, mawadah wa
rahmah. Hidup berumah tangga merupakan suatu lembaga pendidikan pertama kali
dalam rangka pembentukan akhlak yang sesuai dengan agama dan nilai kemanusiaan.
Di dalam rumah tangga,
tidak selamanya berjalan mulus-mulus saja, banyak hal rintangan yang menghadang
ditengah jalan seperti ketegangan maupun konflik merupakan hal yang biasa,
seperti kasus KDRT dan sebagainya. Untuk meminimalisasi adanya persoalan rumah
tangga, setidaknya harus memiliki akhlak yang baik, seperti panutan kita Nabi
Muhammad saw. beliau tidak pernah berkata dan bertidak kasar, selalu memaafkan,
dan tidak membalas keburukan dengan keburukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Batra, Promod. Vijay
Batra. Divya Batra. 2002. Merakit Dan
Membina Keluarga Bahagia. terj. Dedy Ahimsa. Bandung: Nuansa.
Ciciek, Farha. 1999. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah
Tangga (Belajar dari Kehidupan Rasulullah saw). Jakarta: Lembaga kajian
Agama dan Jender.
Manawy, Al. 2003. فيض القدير Beirut: مكنبه مصر.
Masiani dan Ratu Sunitah. 2010. Ikhtisan Ulumul hadis, cet.1. Bandung:
sega Arsy.
Salim, Abdullah. 1986. Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga dan
Masyarakat. Jakarta: Media Da’wah.
Samadani, Adil. 2013. Kompetensi Pengadilan Agama terhadap Tindak
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
TENTANG PENULIS
Arina
Manasikana Khodlori lahir di Batang pada tanggal 9 Maret 1995. Sekarang tinggal
di desa Toso kecamatan Bandar kabupaten Batang. Tamatan SD N Toso 01 Bandar
Batang dan MTs. As-Sa’id Cokro Blado Batang. Lulusan SMA N 1 Bandar Batang,
pada tahun 2013. Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Saat
ini, sejak tahun ajaran 2013/2014 menjadi mahasiswi STAIN Pekalongan S.1
jurusan Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), semester genap
(4), berkat bantuan beasiswa BIDIK MISI STAIN Pekalongan.
Sekarang
aktif dalam kegiatan extra kampus, yaitu Forum Komunikasi Mahasiswa Batang
Indonesia (FORKOMBI) sebagai anggota. Dan mengikuti extra kampus lainnya.
“Berusaha
dan berdo’a adalah kunci kesuksesan”
[1] Promod Batra, Vijay Batra, Divya
Batra, Merakit Dan Membina Keluarga
Bahagia, terj. Dedy Ahimsa (Bandung: Nuansa, 2002), hlm. 13.
[2] Masiani dan Ratu Sunitah,
Ikhtisan Ulumul hadis, cet.1, (Bandung: sega Arsy, 2010), hlm.136.
[4] Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah
Tangga (Belajar dari Kehidupan Rasulullah saw), (Jakarta: Lembaga kajian
Agama dan Jender, 1999), hlm. 5.
[5] Promod Batra, Vijay Batra, Divya
Batra, Merakit Dan Membina Keluarga
Bahagia, terj. Dedy Ahimsa (Bandung: Nuansa, 2002), hlm. 13.
[6] Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah
Tangga (Belajar dari Kehidupan Rasulullah saw), (Jakarta: Lembaga kajian
Agama dan Jender, 1999), hlm. 25-27.
[7] Adil Samadani, Kompetensi Pengadilan Agama terhadap Tindak
Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 37-38.
[8] Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga dan
Masyarakat, (Jakarta: Media Da’wah, 1986), hlm.100-104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar