Laman

new post

zzz

Jumat, 27 Februari 2015

G-3-10 : Dewi Marwah Kumalasari



MASJID SEBAGAI MADRASAH

Mata Kuliah: Hadits Tarbawi II


Disusun Oleh:
Dewi Marwah Kumalasari   (2021113001)
KELAS: G

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015






BAB I
PENDAHULUAN

Masjid merupakan suatu bangunan atau tempat yang diperuntukkan keberadaannya untuk beribadah kepada Allah dan bersujud kepada-Nya ditempat itu walaupun sebenarnya, islam membolehkan sholat diseluruh bagian bumi, kecuali pada tempat yang sudah jelas-jelas ada najisnya.
Pada zaman Rasulullah SAW. Masjid mempunyai banyak fungsi salah satunya yaitu sebagai tempat penyelenggara ilmu. Bisa dikatakan masjid dikala itu selain sebagai tempat ibadah juga sebagai madrasah. Melalui makalah ini penulis memaparkan hadis yang bekaitan dengan lembaga pendidikan islam yaitu masjid sebagai madrasah.
Selain itu, dalam makalah ini juga disebutkan bahwa seorang ahli ilmu ketika mendapatkan kesempatan berbicara berdasarkan nash dan ia tidak berhak berbicara berdasarkan pendapat pribadinya dan analogi.


                                                             
















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Masjid
Secara akar katanya masjid berasal dari bahasa Arab Sajada – Yasjudu yang artinya sujud. Dalam konteks yang lebih luas sujud merupakan sebuah ekspresi dari kepatuhan dan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya.
Istilah sujud ini kemudian memiliki kontkes yang lebih khusus sebagai salah satu gerakan dalam sholat. Dalam sholat sujud dipahami sebagai meletakkan dahi, kedua tangan, lutut dan kaki ke permukaan bumi (Ismail, 2003 : 1). Hal inilah yang kemudian melahirkan istilah masjid yang berarti tempat sujud atau dalam konteks yang lebih luas sebagai tempat sholat. Masjid juga disebut sebagai Baitullah atau Rumah Alllah untuk menunjukkan kesucian dan peranan bangunan ini sebagai tempat beribadat.
Pada masa Rasulullah masjid adalah pusat dari berbagai kegiatan masyarakat Muslim, ia menjadi pusat dari berbagai kegiatan politik, sosial masyarakat, pendidikan bahkan kebudayaan sebagaimana dapat dilihat pada berbagai aktivitas.[1]
                                   
2.      Teori Pendukung
Madrasah berhasil mendapatkan statusnya yang sekarang hanya setelah mulai perjuangan yang cukup panjang. Perjuangan ini di awali oleh terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negri pada tanggal 24 Maret 1975 yang menegaskan bahwa kedudukan madrasah adalah sama dan sejajar dengan sekolah formal lain. Dengan demikian, siswa lulusan madrasah dapat memaski jenjang sekolah umum lain yang lebih tinggi, atau bisa pindah ke sekolah formal dan begitu juga sebaliknya.Puncaknya adalah lahirnya kebijakan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
      Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. A. Malik Fadjar, M.Sc., penulis buku ini, madrasah (terutama ibtidaiyah) hanya akan berdaya guna bagi masyarakatnya apabila madrasah mampu mengakomodasikan pertimbangan-pertimbangan masyarakat modern dalam memilih jenis lembaga pendidikan.
Hanya dengan ini madrasah akan mampu menjadi pendidikan alternative. Kalau tidak, justru munculnya taman pendidikan Al-Quran (TPA) dan madrasah-madrasah dininya atau les-les privat agama bisa menjadi alternatif pendidikan agama dimasa depan.
      Banyaknya persoalan madrasah sebagai salah satu jenis lembaga pendidikan bagi masyarakat modern tersebut mengharuskan adanya keseriusan berbagai pihak untuk terlibat langsung dalam upaya penanganan madrasah.[2]
      Madrasah mengandung arti tempat atau wahana anak mengenyam proses pembelajaran .maksudnya, di madrasah itulah anak menjalani proses belajar secara terarah, terpimpin, dan terkendali. Dengan demikian, secara teknis madrasah mengambarkan proses pembelajaran secara formal yang tidak berbeda dengan sekolah.[3]

3.      Materi hadist
a.      Hadits tentang Masjid Sebagai Madrasah
                                       
 عن أبي سعيد: جائت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلّم فقالت : يا رسول الله، ذهب الرّجل بحديثك، فاجعل لنا من نفسك يوما نأتيك فيه تعلّمن ممّا علّمك الله فقال:    اجتمعن في يوم كذا وكذافي مكان كذا وكذا فاجتمعن فأتاهنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم فعلّمهنّ ممّا علّمه الله ثمّ قال :  { ما منكنّ إمرأة تقدّم بين يديها من ولدها ثلاثة إلاّ كان لها حجابا من النّار } فقالت امرأة منهنّ : يارسول الله اثنين؟ قال: فأدتهامرتين ثم قال: واثنين، واثنين،واثنين . (رواه البخاري في الصحيح, كتاب إلاعتصام بالكتاب والسنة, باب تعليم النبي صلى الله عليه وسلم أمته من الرجال والنساء مماعلمه الله ليس برأي ولاتمثيل)

Artinya:

’Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah pergi dengan hadismu. Tetapkanlah untuk kami atas kemauanmu suatu hari yang kami datang padamu di hari itu, agar engkau mengajarkan kepada kami apa yang diajarkan Allah kepadmu’. Beliau bersabda’Berkumpullah pada hari ini dan itu, di tempat ini dan itu,. Maka merekapun berkumpul. Lalu Rasulullah SAW datang menemui mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang diajarkan Allah kepadanya. Setelah itu beliau bersabda. Tidak ada dari seorang perempuanpun dari diantara kalian yang ditinggal mati tiga orang anaknya, melainkan anaknya itu menjadi penghalang bagi ibunya dari neraka’. Seorang perempuan diantara mereka berkata, ’wahai Rasulullah, bagaimana dengan dua orang?’Beliau bersabda, ‘Dan dua orang, dan dua orang, dan dua orang’.” (HR. Al-Bukhori)[4]

b.      Keterangan Hadits
      
Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi SAW mengajarkan umatnya, baik laki-laki maupun perempuan, tentang apa yang diajarkan Allah kepadanya, tidak berdasarkan pendapat pribadi dan perumpamaan. Al-Muhallab berkata, “maksudnya, apabila seorang ahli ilmu mendapat kesempatan untuk berbicara berdasarkan nash, maka dia hendaknya tidak berbicara berdasarkan pendapat pribadinya dan analogi.” Maksud “perumpamaan” adalah qiyas, yaitu menetapkan hukum serupa yang diketahui, pada perkara lain karena kesamaan keduanya dalam illat (sebab) suatu hukum.

4.      Refleksi Hadits dalam Kehidupan

Pendidikan yang paling sederhana, seluruhnya dipusatkan pada Al – Qur’an dan disebut pengajian Al – Qur’an. Pada dasarnya pendidikan ini berupa pelajaran membaca beberapa bagian dari Al – Qur’an. Untuk permulaan, diajarkan surat Al – Fatihah dan kemudian surat – surat pendek dalam Juz Amma (terdiri dari surat 78 sampai dengan 114), yang penting untuk melaksanakan ibadah.[5]
Sekarang ini yang penting adalah keberanian kita sendiri untuk menciptakan sesuatu yang terus menerus up to date dan melakukan antisipasi terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Ini mesti dilihat dari segala dimensi, baik dimensi vetikal maupun dimensi horisontal, terutama dengan kaitannya ketenagakerjaan. Selanjutnya, efisiensi. Dulu orang suka berguru lama-lama, semakin lama semakin baik. Sekarang sikap seperti itu sudah ditinggalkan. Orang tidak ingin belajar lama-lama lagi. Semuanya menuntut efisiensi. Saya kira atas dasar inilah kemudian lahir “sekolah terbuka”, ”sekolah unggul”dan sebagainya.
Perlu juga diingat bahwa setiap lembaga pendidikan yang diselenggarakan umat islam, baik dalam bentuk sekolah atau madrasah, tidak bisa lepas dari paham keagamaan yang disahkan para pemiliknya atau para pengelolanya, baik berupa visi organisasi, perorangan, maupun yayasan. Sekolah yang dikelola Muhamadiyah punya corak sendiri, NU punya corak sendiri, saya kira ini tidak apa-apa.dan harus dibiarkan demikian. Tugas kita adalah mengakuinya, bahkan kalau perlu kita samakan.[6]

5.      Aspek Tarbawi
                   
Ø  Bahwa masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat beribadah dan mengingat Allah, namun masjid juga dapat dijadikan sebagai madrasah tempat untuk belajar mengajar dan mengkaji ilmu pengetahuan atau yang berkaitan dengan lembaga pendidikan.
Ø  Meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah dan pondok pesantren sehingga mampu menghasilkan lulusan yang berkemampuan memadai.
Ø  Mengembangkan program pendidikan dan meningkatkan kemampuan madrasah dalam melaksanakan perannya sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam.
Ø  Meningkatkan kemampuan kualitatif dan memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan terutama guru, dalam rangka meningkatkan efektivitas dan mutu pendidikan di madrasah.
Ø  Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana serta serta mengembangkan organisasi dan tata kerja untuk mendukung tercapainya efesiensi kerja dalam rangka menetapkan fungsi perguruan agama Islam.
Ø  Meningkatkan kemampuan madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah dalam melaksanakan fungsinya sebagai bagian dari pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.[7]





























BAB III
KESIMPULAN

Masjid adalah tempat yang digunakan untuk beribadah kepada Allah dan bersujud kepada-Nya. Selain untuk beribadah dan bersujud kepada Allah, masjid juga dapat dijadikan sebagai lembaga pendidikan seperti halnya madrasah yang dimanfaatkan untuk proses  belajar mengajar. Hal tersebut telah dilakukan sejak zaman Rasulullah saw dimasjid nabawi dimadinah, yang mana masjid tersebut mempunyai peranan yang beraneka ragam yaitu sebagai tempat beribadah, sebagai tempat bermusyawarah, sebagai pusat pendidikan, dan lain sebagainya.
Adapun seorang pendidik dalam menyampaikan materi haruslah berlandaskan pada nash yaitu Al-Qur’an dan hadits serta hasil ijtihad para imam madzhab bukan berdasarkan pendapat pribadi dan analogi.





















DAFTAR PUSTAKA

Handryant, Aisyah N. 2010. Masjid Sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat. Bandung: Malang: UIN Maliki Press.
Fadjar Malik, A. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan
Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafiz. 2009. Fathul Baari 36 penjelasan Shahih Bukhari, (edisi terjemahan oleh Amruddin). Jakarta: Pustaka Azzam
Steenbrink, A Karel. 1986. Pesantren Madrasah Sekolah. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia


























Tentang Penulis
Description: DSCN1119.JPG

Nama saya Dewi Marwah Kumalasari. Saya anak ke-8 dari 9 bersaudara. Anak ibu bapak saya semuanya perempuan tak ada laki-laki satupun. Tapi tak apa karena semuanya harus disyukuri. Saya kelahiran di pekalongan pada tanggal 10 juni 1994. Cita-cita saya ingin menjadi manusia yang bermanfat bagi semua orang, serta membanggakan kedua orang tua.
Berharap sekali saya kelak akan menjadi orang yang sukses dunia akhirat Amin YaALLAH



[1] Aisyah N. Handryant, Masjid Sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat, (Malang : UIN Maliki Press), hlm. 18-19.
[2] A. Malik Fadjar, Madrasah Dan Tantangan Modernitas, (Bandung : Mizan, 1998), hlm. Viii-X
[3] Ibid., hlm. 18-19.
[4] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafizh, Fathul Baari Penjelasan Sahih Bukhari 36, Penerjemah Amruddin (Jakarta : Pustaka Azzam,2009), hlm. 168-169.
[5] Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta : PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1986), hlm. 10.
[6] A. Malik Fadjar, op. cit., hlm 56-57
[7] Ibid., hlm. 95-97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar