KELUARGA
SEBAGAI MADRASAH
Mata
Kuliah : Hadis Tarbawi II
Di
susun oleh:
Ratih
kartikawati (2021213059)
(KELAS
M)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAIN PEKALONGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas
kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya kita masih di beri
kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan kepada Dosen
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas
makalah ini
Kami sangat menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan maupun kekeliruan, oleh sebab itu
kami sangat mengharapkan kritik, saran serta bimbingannya guna memperbaiki.
Mudah-mudahan apa yang telah kami
susun Dalam makalah ini dapat memeberi pelajaran dan pengetahuan yang lebih
luas kepada kita semua mengenai Hadis Tarbawi
II khususnya. Aminn
A.
Pendahuluan
Perlu
diketahui bahwa keluarga merupakan sebagai madrasah utama bagi anak karena
keluarga merupakan tempat pendidikan utama dan pertama bagi anak, serta penting
dalam perkembangan dan pertumbuhan serta menjadikan anak supaya atau agar
menjadi pribadi atau mempunyai karakter yang baik didalam diri sang anak, maka
dengan adanya tema tersebut diharapkan kepada pembaca agar lebih mengetahui dan
memahami tentang “Keluarga sebagai Madrasah” serta bisa menerapkan dengan baik
dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai orangtua agar bisa mendidik anak
lebih baik dan menjadikannya pribadi yang baik pula, karena keluarga merupakan
factor paling utama di dalam pendidikan selain di lembaga pendidikan
(Madrasah).
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Keluarga dan Madrasah
Di
tinjau dari aspek kebahasaan di dalam bahasa Inggris menurut HW Fowler kata
“keluarga” adalah “family” yang berasal
dari kata “familier” yang berarti dikenal dengan baik atau terkenal.
Selanjutnya kata family tidak terbatas pada keluarga manusia saja akan tetapi
membentang dan meluas sehingga meliputi
setiap anggotanya untuk saling mengenal. Terkadang pula makna keluarga
meluas sehingga ia benar-bener keluarga dalam arti luas, yaitu sekumpul umat
dan Negara yang berdekatan. Sementara itu, kata keluarga dalam bahasa Arab
adalah “al-usrah” yang merupakan kata jadian dari “al-asru”. Secara etimologis
berarti ikatan (al-qa’id). [1]
Keluarga
merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang. Pendidikan dalam
keluarga sangat berperan dalam mengembangkan watak, karakter, dan kepribadian
seseorang. Oleh karena itu, pendidikan karakter dalam keluarga perlu
diberdayakan secara serius.
Adapun
Istilah Madrasah merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti tempat untuk belajar. Istilah Madrasah kini telah
menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan islam).[2]
Kata
“madrasah” secara terminologis menurut terminologi kata “madrasah” mempunyai
pengertian, “lembaga pendidikan yang memberikan berasal dari bahasa Arab,
dengan kata dasar darasa, artinya: belajar. Sedangkan kata “madrasah”
adalah bentuk isim makan-nya (Isim yang menunjukkan tempat kejadian
atau perbuatan) , artinya: tempat belajar atau sekolah. Akan tetapi di
Indonesia, pemakaian kata madrasah mempunyai konotasi khusus, yaitu sekolah
agama Islam. Sedangkan pendidikan, pengajaran dan ilmu agama Islam menjadi
pengajaran pokoknya”.
2.
Teori
Dalam
upaya menghasilkan generasi penerus yang tangguh dan berkualitas, diperlukan
adanya usaha yang konsisten dan kontinu dari orang tua di dalam melaksanakan
tugas memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anak mereka baik lahir maupun
batin sampai anak tersebut dewasa dan atau mampu berdiri sendiri, dimana tugas
ini merupakan kewajiban orang tua.
Dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi proses imitasi dan identifikasi
anak terhadap kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya orang tua
mengetahui beberapa aspek pengetahuan dasar yang penting sehubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tumbuh kembang anak memerlukan dua jenis
makanan dan kebutuhan yang bergizi, yakni makanan lahir, dan makanan mental,
berupa: kasih sayang, perhatian, pendidikan, dan pembinaan yang bersifat
kejiwaan (nonfisik) yang dapat diberikan orang tua dalam kehidupan sehari-hari.
Tumbuh
kembang anak akan terganggu, apabila orang tua tidak mampu memberikan 2 (dua)
jenis makanan dan kebutuhan tersebut. Factor psiko-edukatif ini prosesnya akan
mengalami gangguan bilamana dalam keluarga mengalami disfungsi keluarga. Anak
yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi ini mempunyai risiko
lebih besar untuk terganggu tumbuh kembang jiwanya, daripada anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan utuh (keluarga sakinah). Dengan
demikian bentuk pertama pendidikan terdapat dalam keluarga yakni orang tua.
John
Lock (1985) mengemukakan, posisi pertama di dalam mendidik seorang individu
terletak pada keluarga. Melalui konsep “tabula rasa”, john lock menjelaskan,
bahwa individu adalah ibarat sebuah kertas yang bentuk dan coraknya tergantung
kepada orang tua (keluarga) bagaimana mengisi kertas kosong tersebut sejak
bayi. Melalui pengasuhan, perawatan, dan pengawasan yang terus menerus, diri
serta kepribadian anak di bentuk. Disini juga jelaskan pola asuh anak dalam
keluarga dimana orang tua sebagai pendidik memiliki tanggung jawab yag sangat
besar dalam pengasuhan, pembinaan dan pendidikan, dan ini merupakan tanggung
jawab yang primer[3].
Pada
pendidikan formal (sekolah), materi pendidikan karakter dimuat dan disusun
berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan. Sementara pada pendidikan informal
(keluarga), materi pendidikan karakter yang diajarkan pada umumnya tidak pernah
disebut secara eksplisit. Jika mengacu pada pedoman pelaksanaan pendidikan
karakter yang dikeluarkan kemendiknas, materi pendidikan karakter di lembaga
pendidikan formal (sekolah), setidaknya memuat 18 nilai karakter sedangkan
dalam keluarga, materi pendidikan karakter pada garis besarnya ialah materi
untuk pengembangkan karakter atau akhlak anak. Orang tua harus memperhatikan
perkembangan karakter anaknya. Karakter tersebut lebih diutamakan pada praktik
berperilaku, bertutur kata yang baik, tidak mengucapkan kata-kata kotor atau
kasar, berjalan dengan sopan dan tidak sombong, patuh dan hormat kepada orang
tua dsb.[4]
3.
Hadist
عثمان بن الأرقم أنه كان يقول : أنا
ابن سبع الإسلام أسلم أبي سابع سبعة و
كانت داره على الصفا و هي الدار التي كان النبي
صلى الله عليه و سلم يكون فيها في الإسلام و فيها دعا الناس إلى الإسلام
(رواه الحاكم فى المستدرك, باب ذكر الأر قم
بن أبي الأرقم المخزومي رضي الله عنه)
“Ustman bin Arqam berkata: saya masuk Islam usia tujuh
tahun, ayah saya orang yang ke
tujuh masuk Islam. Rumahnya di tanah safa dan rumah itu
pernah di tempati oleh Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah dan berdo’a kepada
manusia untuk masuk Islam. (HR. Al- Hakim)
Mufradat (Kata-Kata Penting)
ابن
سبع الإسلام : masuk Islam usia tujuh tahun.
أسلم
أبي سابع سبعة : orang yang ke tujuh masuk Islam
داره :
rumah
دعا : berdo’a
Biografi Perawi
Abu Abdillah
al-Arqam bin Abi al-Arqam
Adalah seorang pengusaha
yang berpengaruh dari suku Makhzum dari kota Mekkah. Dalam sejarah Islam, dia orang ketujuh dari As-Sabiqun al-Awwalun. Rumahnya berlokasi di bukit Safa, di tempat inilah para pengikut Muhammad
belajar tentang Islam. Sebelumnya rumah al-Arqam ini disebut Dar al-Arqam
(rumah Al-Arqam) dan setelah dia memeluk Islam akhirnya disebut Dar al-Islam
(Rumah Islam). Dari rumah inilah madrasah pertama kali ada.
Al-Arqam juga ikut hijrah bersama dengan Muhammad ke Madinah.
4. Refleksi dalam Kehidupan
Bahwa
Dalam hal ini rumah juga dapat dikatakan sebagai madrasah pertama bagi anak, selain tempat
berkumpulnya sanak saudara, didalam rumah tersebut anak bisa mendapatkan
bimbingan serta pendidikan dari keluarganya atau orang tua, mendidik anak dalam membaca Al-Quran misalnya,
tidak hanya di madrasah anak mendapat pendidikan (belajar membaca Al-Quran)
tersebut, namun rumah juga bisa dijadikan sebagai tempat mendidik yaitu orang
tua dalam mendidik anaknya missal dengan membaca Al-Qur’an dsb.
5. Aspek Tarbawi
Keluarga juga merupakan sarana
pendidikan utama dan pertama bagi anak selain lembaga pendidikan (madrasah),
karena di dalam pendidikan hal yang paling pertama diikuti atau dicontoh atau diamati oleh anak adalah keluarganya
atau orang tuanya.
Disini keluarga atau orangtua dituntut
untuk bisa mendidik anak dengan baik dalam perkembangan atau karakter anak
tersebut, untuk itu orang tua atau keluarga sebagai pendidik pada anak, maka
orang tua hendaknya menanamkan dasar pendidikan moral, memberikan dasar
pendidikan social, peletakan dasar-dasar keagamaan. Begitu pula madrasah sebagai
sarana pendidikan dalam membentukan karakter anak, memberikan anak pada
ilmu-ilmu pendidikan sebagai sarana pendidikan secara formal.
Ø Hendaklah rumah di gunakan
untuk shalat dan membaca Al Qur’an.
Ø Manfaatkanlah rumah untuk
sumber pendapatan.
Ø Manfaatkanlah rumah untuk memperoleh ilmu, baik agama maupun moral.
4. Penutup
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa tidak hanya dilembaga pendidikan
(Madrasah) seorang anak bisa mendapatkan pendidikan, tetapi keluarga juga
merupakan sarana sebagai pendidikan (madrasah) tersebut. Telah dijelaskan
dimakalah ini bahwa. karena keluarga merupakan tempat
pendidikan utama dan pertama bagi anak, serta penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan serta menjadikan anak supaya atau agar menjadi pribadi atau
mempunyai karakter yang baik didalam diri sang anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahmud. 2013. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga.
Jakarta:Akademia Permata.
Rais,Rahmat.
2009. Modal Sosial sebagai Strategi
Pengembangan Madrasah. Jakarta: Litbang dan Diklat.
Syarbini,Amirulloh.
2014. Model Pendidikan Karakter dalam
Keluarga. Jakarta: PT Elex Media Komputer.
Tentang
Penulis
Ratih Kartikawati dilahirkan di
Pekalongan, alamat desa Karangsari, Kec Karanganyar. Pada tanggal 15 Januari 1995. Menyelesaikan
pendidikan dasarnya di SD Legok Kalong 01, sekolah Menengah Pertama di SMP N 1
Wonopringgo kemudian melanjutkan dijenjang SMA N 1 Bojong dan sekarang sedang
menempuh di STAIN Pekalongan.
[1]
Mahmud,Pendidikan Agama Islam dalam
Keluarga, (Jakarta:Akademia Permata, 2013) hal 127-128
[2] Rahmat
Rais,Modal Sosial sebagai Strategi Pengembangan Madrasah, (Jakarta:
Litbang dan Diklat, 2009) hal 69
[3]
Op.cit, Pendidikan Agama Islam dalam
Keluarga, hal 133-150
[4] Amirulloh
Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam
Keluarga, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo) hal 57-58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar