Laman

new post

zzz

Minggu, 15 Februari 2015

G-I-04: Meita Lailatul Fajriyati


TELADAN DARI PEMIMPIN RUMAH TANGGA
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II


Disusun oleh:
Meita Lailatul Fajriyati        (202 111 3264)                              
PAI - G

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan ribuan nikmat-Nya yang tak dapat dihitung secara matematis kepada kami, tak terkecuali nikmat ssehat yang luar biasa sehingga selaku hamba-Nya kami masih dapat bertemu di perkuliahan “Hadits Tarbawi II” kali ini, yang akan membahas makalah dengan judul “Teladan dari Pemimpin Rumah Tangga” yang insya Allah membawa manfaat dan kebaikan dunia akhirat.
Aamiin ....
            Sholawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kami Nabiyullah Muhammad saw, keluarga, dan juga para pengikutnya. Semoga kita adalah barisan dari umat beliau yang senantiasa mengamalkan sunnah-sunnahnya dan mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir. Aamiin ...
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca, sehingga akan menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca pula. Dan semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca akan lebih mengerti tentang keteladanan didalam rumah tangga, sehingga dalam kehidupan didalam keluarga akan lebih baik dari sebelumnya. Aamiin ...

                                                                                    Penulis
                                                                        Pekalongan, 15 Februari 2015

                                                                        Meita Lailatul Fajriyati



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sebuah rumah tangga dimata umat Islam mempunyai nilai yang agung. Di dalam rumah tanggalah individu-individu Islam dibina sejak awal, untuk menjadi generasi rabbani yang diharapkan akan siap menjadi pejuang kebenaran atau khalifah di muka bumi ini.
Dalam sebuah rumah tangga, biasanya ada peran-peran yang diletakkan pada para anggotanya. Seperti seorang suami beperan sebagai kepala rumah tangga, sedangkan seorang istri berperan sebagai ibu rumah tangga. Peran-peran tersebut muncul biasanya karena ada pembagian tugas diantara mereka didalam rumah tangga.
B.    Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian keluarga dan rumah tangga ?
2.     Bagaimana bunyi Hadits dan terjemahannya.
3.     Bagaimana penjelasan Haditsnya ?
4.     Apa aspek tarbawi dari Hadits tersebut ?








BAB II
PEMBAHASAN
1.     Pengertian
Keluarga adalah lembaga yang sangat penting dalam proses pengasuhan anak. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor, keluga merupakan unsur yang sangat menentukan dalam  pembentukan kepribadian dan kemampuan anak.
Ibu dan ayah, dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, khususnya pada usia dini. Baik ayah maupun ibu, keduanya adalah pengasuh utama dan pertama bagi sang anak dalam lingkungan keluarga, baik karena alasan biologis maupun psikologis.[1]
Rumah tangga muslim adalah sekelompok individu yang terdiri atas orangtua dan anak-anak yang hidup bersama dalam suasana Islami dan diikat oleh norma-norma keluarga muslim yang selalu mendasarkan berbagai perkara hidupnya pada syari’at. Tujuan rumah tangga muslim adalah menciptakan kehidupannya yang penuh rasa aman, tentram, kasih sayang, dan rahmat dengan mengharap ridho Allah didunia dan akhirat.
Oleh karena itu, rumah tangga muslim akan memiliki kepribadian dan keistimewaan tersendiri yang berbeda dengan rumah tangga orang-orang Timur atau rumah tangga orang-orang Barat, sebab rumah tangga muslim itu mengandung nilai-nilai yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah.[2]



2.     Teori Pendukung
Seperti yang di jelaskan pada UU RI No. 23 Th. 2004, bagian keempat (Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua) Pasal 26 yang berbunyi :
1.     Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk :
a.      Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b.     Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemempuan, bakat, dan minatnya; dan
c.      Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak;[3]

3.     Materi Hadits

عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ قَال : ( كَانَ اَنَسُ بْنُ مَالِكِ اِذَا اَشْفَى عَلَى خَتْمِ الْقُرْاَنِ بِللَّيْلِ بَقَّى مِنْهُ شَيْئًا حَتَّى يُصْبِحَ فَيَجْمَعَ اَهْلَهُ فَيَخْتِمَهُ مَعَهُمْ )
( رواه الدرمي فالسنن, كتاب فضائل اقران, باب في ختم القران )

Artinya :
Dari Tsabit al Bunani berkata : Adalah Anas bin Malik apabila sudah hampir mendekati khatam Qur’an di malam harinya ia menyisakan sedikit darinya sampai pagi, kemudian ia mengumpulkan keluarganya dan menghatamkan bersama mereka. ( Riwayat Adarimy di Sunan nya Sunan Adarimy,  Kitab Fadhilah-keutamaan- Al Qur’an, Bab Khatamil Qur’an –Khataman Qur’an ).[4]

4.     Keterangan Hadits
Seperti salah satu contoh:
Di dalam sebuah keluarga, alhamdulillah sudah lama di biasakan shalat berjama’ah dan membaca Al Qur’an. Setiap maghrib shalat berjama’ah, bapaknya menjadi imam, dan anak laki-laki sebagai muadzin. Setelah shalat semuanya membaca Al Qur’an. Tidak ada keharusan surat apa, juz berapa atau berapa ayat. Yang penting membaca Al Qur’an, karena kata bapaknya anak-anak membaca Al Qur’an tidak mungkin lancar tanpa dibiasakan setiap hari. Alhamdulillah sekarang anak-anak terbiasa shalat berjama’ah, dapat membaca Al Qur’an, hafal do’a-do’a. Tanpa disuruh, apalagi dipaksa, anak-anak telah terbiasa membaca Al Qur’an.
Untuk menanamkan kejujuran, ibu dan bapaknya anak-anak sangat keras melarang mengambil uang untuk keperluan apapun tanpa izin atau tanpa memberitahu terlebih dahulu. Kalau ada keperluan apa-apa harus memberitahu, perlu berapa dan untuk apa, dan biasanya saya tidak pernah menolak. Kalau belum ada ya si Ibu menyuruh untuk bersabar dulu. Alhamdulillah anak-anak saya terbiasa shalat, membaca Al Qur’an dan sekolahnya juga tidak ketinggalan dengan anak-anak lain. Mereka pergi pamitan dengan salam dan cium tangan, datang juga dibiasakan begitu. Kalau ada keperluan atau acara mendadak mereka pasti memberitahukannya lewat telepon. Dan yang penting lagi, tidak ikut-0ikutan kenakalan remaja, seperti: miras, ganja, shabu-shabu, dan sebagainya.
Dari contoh diatas dapat dipahami bahwatujuan pengasuhan anak adalah bagaimana sebuah keluarga membantu mengembangkan potensi anak untuk berkembang optimal agar kelak dapat melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan dimuka bumi, yaitu kemampuan hidup bermasyarakat yang didasari nilai-niliai moral agama.[5]
Pada hakikatnya, sebuah rumah tangga muslim merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat. Jika fondasi suatu bangunan kuat maka bangunan yang berdiri di atasnya akan kuat pula. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan sebuah rumah tangga muslim dan mengharapkan hukum-hukumnya yang berlaku agar rumah tangga itu menjadi sebuah fondasi yang kuat bagi terwujudnya suatu masyarakat.


Rumah tangga muslim terbentuk dari unsur-unsur sebagai berikut :
1.     Adanya suasana yang dapat mengumpulkan anggota keluarga.
2.     Adanya individu-individu yang dapat membentuk keluarga, misalnya orangtua dan anak, dan sebagainya.
3.     Adanya hubungan kekeluargaan yang terjalin antara para anggota keluarga.
4.     Adanya penggunaan norma-norma dan nilai-nilai islami dalam segala masalah rumah tangga.
5.     Bertujuan menciptakan hidup sejahtera didunia dan hidup bahagia dengan memperoleh ridho Allah di akhirat.
Di antara keistimewaan-keistimewaan yang melekat pada rumah tangga muslim adalah :
1.     Adanya keimanan anggota rumah tangga bahwa hidup mereka hanyalah untuk Allah swt, yang telah memerintah mereka untuk memakmurkan bumi.
2.     Adanya keyakinan bahwa kehidupan dunia itu sementara dan akan binasa. Mereka akan mati dan akan dibangkitkan kembali pada hari kiamat.
3.     Adanya kepercayaan para anggota rumah tangga muslim bahwa Allah akan mengumpulkan orang-orang mukmin yang sholeh dari mereka beserta sebagian orang-orang mukmin lainnya disurga.
4.     Adanya para anggota rumah tangga muslim yang berakhlak mulia yang dapat mewujudkan ketentraman, kasih sayang, dan cinta.[6]
Lembaga keluarga dalam kenyataannya bukan hanya sekedar tempat pertemuan antarkomponen yang ada di dalamnya. Lebih dari itu, keluarga juga memiliki fungsi reproduktif, religius, rekreatif, edukatif, sosial, dan protektif.
Melalui fungsi reproduksi setiap keluarga mengharapkan akan memperoleh anak sholeh, keturunan yang berkualitas, sebagai perekat bangunan keluarga, tempat bergantung di hari tua, maupun sebagai generasi penerus cita-cita orang tua.
Sebagai generasi penerus, suami istri umumnya mengharapkan agar anaknya kelak menjadi generasi penerus yang berkualitas, sehat jasmani rohani, cerdas, bermoral, mengabdi kepada Allah dan Rasul-Nya serta taat kepada orang tua.
Melalui fungsi religius keluarga diharapkan dapat berperan sebagai lembaga sosialisasi nilai-nilai moral agama, seperti tentang persamaan, keadilan, kemanusiaan, kepedulian terhadap sesama, yang akan mendasari setiap perilaku anak.[7]
Menurut As Syaikh Muhammad al Syarbini al Khotib dalam penafsiran kitab al Minhaj karya Abu Zakariyah bin Yahya bin Syarof An Nawawi dalam Mugnil Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani Alfaz al Minhaj telah mengatakan bahwa kewajiban minimal suami memberi nafkah kepada istri sesuai dengan standar lokal yang mencakup makanan, pakaian, tempat tinggal termasuk kebutuhan rutin sehari-hari, namun bisa lebih dari itu sesuai denagan keadaan ekonomi suami. Istripunjuga berhak memeperoleh upah pada saat ia menyusui anaknya dari suami, apabila istri menghendaki untuk di upah oleh suaminya.[8]

5.     Aspek Tarbawi
a.      Keluarga mempunyai peranan penting selaku suri tauladan bagi anggota keluarganya.
b.     Keluarga (Madrasatun Awwal) adalah sekolah awal bagi anggotanya, sehingga orang tua berperan sebagai guru sedang anak-anak atau anggota yang lebih muda adalah sebagai muridnya.
c.      Keluarga adalah tempat yang nyaman untuk mencurahkan segala keluh kesah yang sedang di alami oleh anggota keluarganya.



BAB III
PENUTUP
Rumah tangga muslim adalah sekelompok individu yang terdiri atas orangtua dan anak-anak yang hidup bersama dalam suasana Islami dan diikat oleh norma-norma keluarga muslim yang selalu mendasarkan berbagai perkara hidupnya pada syari’at. Tujuan rumah tangga muslim adalah menciptakan kehidupannya yang penuh rasa aman, tentram, kasih sayang, dan rahmat dengan mengharap ridho Allah didunia dan akhirat.
Pada hakikatnya, sebuah rumah tangga muslim merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat. Jika fondasi suatu bangunan kuat maka bangunan yang berdiri di atasnya akan kuat pula. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan sebuah rumah tangga muslim dan mengharapkan hukum-hukumnya yang berlaku agar rumah tangga itu menjadi sebuah fondasi yang kuat bagi terwujudnya suatu masyarakat.











DAFTAR PUSTAKA
Fuaduddin, 1999,  Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender.
Syahatah, Huseian, 1998, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, Jakarta: Gema Insani Press.
UU RI No. 23 Th. 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Jakarta: Sinar Grafika.
Aroma Elmina Martha, 2002, Perempuan dan Kekerasan Rumah Tangga di Indonesia dan Malaysia, Yogyakarta: FH UII Press.
http//id.lidwa.com/app/.













TENTANG PENULIS
            Meita Lailatul Fajriyati, lahir di Tegal tahun 1994. Pendidikan di mulai dari MI Nurul Huda Harjosari Lor 6 tahun sekaligus TK TPQ Al Qur’an di desa Harjosari Lor, selanjutnya melanjutkan ke MTs Filial Al Iman Adiwerna selama 3 tahun, kemudian melanjutkan ke MA Al Iman Adiwerna selama 3 tahun. Dan sekarang melanjutkan ke STAIN Pekalongan sebagai Mahasiswa Pendidikan Agama Islam.




[1] Fuaduddin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga, (Jakarta : Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999), hal 5-6
[2] Husein Syahatah, Ekonomi Rumah Tangga Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal 38-39
[3] UU RI No. 23 Th. 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Sinar Grafika), hal 64
[4] http//id.lidwa.com/app/, tanggal akses 15 Februari 2015
[5] Fuaduddin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga, (Jakarta : Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999), hal 48-55

[6] Op Cit, Husein Syahatah, hal 39-42
[7] Op Cit, Fuaduddin, hal 6-8
[8] Aroma Elmina Martha, Perempuan dan Kekerasan Rumah Tangga di Indonesia dan Malaysia, (Yogyakarta: FH UII Press, 2002), hal 191

1 komentar: