Laman

new post

zzz

Jumat, 27 Februari 2015

M-3-11 : Rizqi Rahmawati



ETIKA PENGAJAR
Mata kuliah: Hadist Tarbawi II
Disusun Oleh :
Risqi Rachmawati       (2021213043)
 Kelas M

FAKULTAS TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2015



Kata Pengantar

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Dia-lah tuhan yang telah menurunkan ajaran-Nya, Al-qur’an sebagai kitab suci petunjuk yang abadi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga saya masih diberi kesempatan untuk meyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada bapak dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penullis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi teman-teman semua. Amin....





Pekalongan, 25 februari 2015

Risqi rachmawati





A.   PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Guru merupakan faktor terpenting dalam pendidikan. Faktor terpenting bagi seorang guru adalah etika. Itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, atau akan menjadi perusak bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar). Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya. Maka adanya tema tersebut diharapkan kepada pembaca agar memahami tentang “tika pengajar” karena guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Guru harus memiliki nilai atau karakter yang ideal sebelum mengajarkan kepada anak didiknya, dengan demikian contoh teladan yang ada pada guru atau orang tua dapat diikuti dengan baik oleh anak didik.













B.     PEMBAHASAAN
1.    Pengertian
Etika
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa yunani yaitu ‘ethos’ yang artinya adat kebiasaan atau watak kesusilaan. Etika memuat tentang apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang baik dan apa yang buruk. Etika berkaitan erat dengan moral, istilah bahasa lain yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan buruk. Sedangkan dalam kamus besar indonesia (edisi ketiga), etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq). Sebagai ilmu etika diartikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia. Etika memuat tentang apa yang harus dilakukan, apa yang baik dan apa yang buruk. Etika akan mempengaruhi tindakan manusia karena berperan membantu manusia untuk memutuskan apa yang akan dilakukan dan apa yang harus dihindari.[1]
 Pendidik      
Guru dikenal dengan al-mu’alim atau al-uztadz dalam bahasa arab yang bertugas memberikan ilmu dalam majlis taklim. Artinya guru adalah seorang yang memberikan ilmu. Pendapat klasik mengatakan bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar. Dalam kamus besar indonesia edisi kedua 1991 guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.[2]

2.    TEORI
Pendidik perlu mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak didiknya,bergaul yang menyenangkan sehingga anak-anak terdidik dengan baik tidak penakut dan tidak minder terhadap orang lain. Kasih sayang seorang pendidik tidak harus mengorbankan dirinya atau mengorbankan anak didik, sehingga menjadi tidak hormat atau kurang ajar terhadap guru. Kepribadian guru yang baik menurut sebagian para ahli didik adalah guru yang mencintai anak didik,penuh rasa tanggung jawab serta bersikap ramah, adil, jujur.[3] Pendidik harus memiliki sifat kasih sayang kepada peserta didiknya agar mereka dapat menerima pendidikan dan pengjaran dengan hati yang nyaman. Segala proses edukatif yang dilakukan oleh pendidik  harus diwarnai oleh sifat kasih sayang. Pendidik  harus menunjukan dirinya sebagai orang yang selalu mengupayakan kebaikan para muridnya. Pendidik juga harus memiliki sifat lemah lembut yang mampu bersikap santun kepada peserta didiknya sesuai tuntunan allah dalam al-qur’an. Contoh ucapan salam, seorang pendidik yang mengucapkan salam lebih dulu kepada anak didik tidak akan menurunkan harga diri justru tampak memiliki rasa cinta yang tinngi kepada anak didik. Pada dasarnya sifat kasar itu akan menjadi penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena pendidik berkewajiban membawa anak didiknya kearah yang sesuai dengan tujuan pendidikan menjadi manusia yang unggul baik secara intelektual atau secara moral. Di samping itu para guru ditekankan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dirinya, dia harus menjadi guru yang sabar yang bisa diteladani dan disenangi oleh anak-anak.[4]
Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri kepada allah. pendidik sebagai pengajar yang bertugas merencanakan progam pengajaran dan melaksanakan progam yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setalah progam dilakukan. Sebagai pendidik yang mengarahkan anak peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan allah swt. [5]
Syarat pendidik
Pendidik harus beriman. Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu beriman dan bertakwa kepada allah. Agar tujuan itu tercapai pendidik terlebih dahulu harus beriman. Oleh karena itu para pendidik harus berusaha agar peserta didik memiliki iman yang kuat. Segala aktivitas kependidikan diarahkan menuju terbentuknya pribadi-pribadi yang beriman.
Pendidik harus berilmu. Apabila pendidik tidak berilmu pengetahuan maka murid-murid yang diajarnya akan sesat. Dengan kata lain dalam bahasa kependidikan apabila guru tidak profesianal mengakibatkan proses pembelajaran yang sia-sia.
Pendidik harus adil. Dalam konteks pendidikan, peserta didik adalah anak si pendidik. Dengan demikian pendidik wajib berlaku adil dalam berbagai hal terhadapa anak didiknya. Keadilan pendidik mencakup dalam segala hal seperti perhatian,kasih sayang,bimbingan,pengajaran,pengajaran nilai.
Pendidik harus berniat ikhlas. Setiap amal pebuatan disertai dengan niat. Niat yang benar adalah keinginan dalam hati dalam melaksanakan suatu kegiatan mendapatkan ridha allah. Mengapa pendidik harus berniat ikhlas karena dengan keikhlasan pendidik dalam melaksanakan tugasnya akan mmendapat kemudahan. Pendidik dengan niat ikhlas akan dihitung sebagai ibadah kepada allah.[6]
3.      HADIST
Hadist larangan pengajar menerima upah :
عَنْ عُبَا دَةَ بْنِ الصَّا مِتِ قَالَ عَلَمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ الْقُرْأَنَ وَالْكِتَابَةَ فَأَهْدَى إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَسَعَأَلْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا فَقَالَ إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا  مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا (أخر جه ابن ماجة)

Terjemahan : dari ubadah bin shamit berkata: aku telah mengajar orang-orang yang membaca al-qur’an. Seorang diantara mereka memberiku hadiah sebuah busur panah (bukan harta) jadi dapat aku gunakan memanah dijalan allah. Aku mendatangi rasulullah saw seorang telah menghadiahkan aku sebuah busur panah dari orang-orang yang telah aku ajarkan membaca al-qur’an,ia bukan harta (yang mahal) dan dapat aku gunakan memanah dijalan allah. Nabi bersabda: “jika engkau senang dikalungi dengan kalung dari api neraka maka terimalah.” (HR. ibnu majah)
Mufrodat
أَهْلِ الصُّفَّةِ          :  penghuni shuffah yakni penghunian sahabat mujahirin yang meninggalkan harta bendanya dimekkah ditampung disuatu tempat (di emper) di masjid al-nabawi.
قَوْسًا                  : busur panah
وَأَرْمِي                : dan aku gunakan memanah
أَنْ تُطَوَّقَ             : hendak engkau dikalungi
Biografi
Ubadah bin shamit bin qays al-anshariy al-khazrajiy dipanggil abu al-walid. Ia salah seorang yang senior membai’at rasulullah saw di mina pada bai’at dua aqabah. Ia menghadiri perang badar dan semua peperangan.diantara sifat-sifatnya seorang yang gagah tampan,pemberani banyak melakukan amal makruf dan nahi munkar. Salah seorang yang menghimpun al-qur’an pada masa nabi saw kemudian ditugasi menjadi qadhi dan guru di syam pada masa umar. Hadisnya diriwayatkan oleh mahmud al-rabi’ dan abu idris al-khawlaniy. Ia tinggal di himsha kemudian pindah ke palestina dan wafat di ramalah bayt al-muqaddas pada tahun 34 H dalam usia 77 tahun.
4.      Refleksi hadis dalam kehidupan sehari-hari
Hadist tentang mengambil upah dalam pengajaran al-qur’an atau agama memang terjadi kontradiktif, ada hadis yang melarang ada pula yang memperbolehkan. Menurut pendapat yang masyhur jika terjadi kontradiktif antara hadis antara larangan dan kebolehan hendaknya didahulukan yang larangan, perbedaan tersebut sesungguhnya karena konteksnya saja yang berbeda. Hadis larangan dalam konteks mengajar al-qur’an. Orang yang memperbolehkan gaji bagi pengajar al-qur’an berpegang pada hadis rasul lainnya juga. Kita tidak bisa mengingkari realita profesi sebagai guru yang dibayar pemerintah atau masyarakat. Tradisi ini sudah berjalan sejak madrasah awal yaitu al-nizhamiyah sampai sekarang. Guru hendaknya mengikuti pembawa syariat nabi saw yang mengajar karena untuk mendekatkan diri kepada allah.
5.      Aspek tarbawi
Dari Hadis tersebut terdapat aspek tarbawi yaitu bahwa larangan memungut bayaran dari murid yang miskin untuk penggajian atau upah guru yang mengajar al-qur’an. Larangan menerima gaji bagi guru yang sejak awal berniat menjadi sukarelawan atau pengajaran fardu’ain dan bolehnya pekerjaan guru menjadi profesi dan berhak menerima gaji sekalipun dalam mengajarkan Al-Quran atau ilmu agama asal tidak materialis





















PENUTUP
SIMPULAN
Etika memuat tentang apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang baik dan apa yang buruk. Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu beriman dan bertakwa kepada allah, harus berilmu adil dan disertai dengan niat yang ikhlas untuk mendapat rida allah. Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri kepada allah. Hadist tentang mengambil upah dalam pengajaran al-qur’an atau agama memang terjadi kontradiktif, ada hadis yang melarang ada pula yang memperbolehkan. Menurut pendapat yang masyhur jika terjadi kontradiktif antara hadis antara larangan dan kebolehan hendaknya didahulukan yang larangan, perbedaan tersebut sesungguhnya karena konteksnya saja yang berbeda. Hadis larangan dalam konteks mengajar al-qur’an.
SARAN
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai makalah ini, masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan rujukan atau referensi. Penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan para pembaca.












DAFTAR PUSTAKA
Umar, Bukhari, 2012. Hadis tarbawi , jakarta : amzah.
Mujib abdul, 2006. Ilmu pendidikan islam . jakarta: kencana perada media.
Agus maemun , zaenul fitri, 2010. Madrasah unggulan, malang: UIN malik pres.
Arifin muhammad, burhani, 2012. Etika dan profesional kependidikan, yogyakarta, ak-ruzz medi.
Suprihatiningrum, jamil, 2013. Guru profesional. Jogjakarta: ar-ruzz media.
Majid abdul, 2012. Hadis tarbawi. Jakarta: kencana prenada media group.















Tentang Penulis
Description: Pekalongan Utara-20150226-01933.jpg
Risqi Rachmawati lahir di pekalongan 9 januari 1995. Alamat jln. Raya surobayan-wonopringgo. Pendidikan yang ditempuh antara lain SDN 1 Surobayan,  SMP N 1 wonopringgo, SMA Muhammadiyah 2 pekalongan dan masih mengikuti jenjang perguruan tinggi di STAIN Pekalongan.









[1] Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media: 2012) hal 47-49
[2]Suprihatiningrum, Guru Profesional, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media: 2013 ) hal
[3] Abdul majid khon, hadis tarbawi, (jakarta: kencana media grup, 2012) hal. 66-79
[4] Agus maimun,agus zaenul fitri, madrasah unggulan, (malang: uin-maliki, 2010) hal. 115
[5] Abdul mujib, ilmu pendidikan islam, (jakarta: kencana prenada media, 2006) hal. 90-91
[6] Bukhari umar, hadis tarbawi, (jakarta: amzah,2012) hal. 76-82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar