ETIKA PENGAJAR
Mata kuliah: Hadist
Tarbawi II
Disusun Oleh :
Risqi
Rachmawati (2021213043)
Kelas
M
FAKULTAS TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2015
Kata Pengantar
Puji
syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Dia-lah tuhan yang telah
menurunkan ajaran-Nya, Al-qur’an sebagai kitab suci petunjuk yang abadi untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga saya masih diberi kesempatan untuk
meyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada bapak dosen dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, penullis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
teman-teman semua. Amin....
Pekalongan, 25 februari 2015
Risqi
rachmawati
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Guru merupakan faktor terpenting dalam pendidikan. Faktor terpenting bagi
seorang guru adalah etika. Itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, atau akan menjadi perusak
bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil
(tingkat sekolah dasar). Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh
teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya. Maka adanya tema tersebut
diharapkan kepada pembaca agar memahami tentang “tika pengajar” karena guru
adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian
anak didik. Guru harus memiliki nilai atau karakter yang ideal sebelum
mengajarkan kepada anak didiknya, dengan demikian contoh teladan yang ada pada
guru atau orang tua dapat diikuti dengan baik oleh anak didik.
B. PEMBAHASAAN
1. Pengertian
Etika
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa yunani yaitu ‘ethos’
yang artinya adat kebiasaan atau watak kesusilaan. Etika memuat tentang apa yang
harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang baik dan apa yang
buruk. Etika berkaitan erat dengan moral, istilah bahasa lain yaitu mos dan
dalam bentuk jamaknya mores yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan buruk. Sedangkan
dalam kamus besar indonesia (edisi ketiga), etika diartikan sebagai ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlaq). Sebagai ilmu etika diartikan sebagai refleksi kritis, metodis dan
sistematis tentang tingkah laku manusia. Etika memuat tentang apa yang harus
dilakukan, apa yang baik dan apa yang buruk. Etika akan mempengaruhi tindakan
manusia karena berperan membantu manusia untuk memutuskan apa yang akan dilakukan
dan apa yang harus dihindari.[1]
Pendidik
Guru dikenal dengan al-mu’alim atau al-uztadz dalam bahasa arab yang
bertugas memberikan ilmu dalam majlis taklim. Artinya guru adalah seorang yang
memberikan ilmu. Pendapat klasik mengatakan bahwa guru adalah orang yang
pekerjaannya mengajar. Dalam kamus besar indonesia edisi kedua 1991 guru
diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.[2]
2. TEORI
Pendidik perlu mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak
didiknya,bergaul yang menyenangkan sehingga anak-anak terdidik dengan baik
tidak penakut dan tidak minder terhadap orang lain. Kasih sayang seorang
pendidik tidak harus mengorbankan dirinya atau mengorbankan anak didik,
sehingga menjadi tidak hormat atau kurang ajar terhadap guru. Kepribadian guru
yang baik menurut sebagian para ahli didik adalah guru yang mencintai anak
didik,penuh rasa tanggung jawab serta bersikap ramah, adil, jujur.[3]
Pendidik harus memiliki sifat kasih sayang kepada peserta didiknya agar mereka
dapat menerima pendidikan dan pengjaran dengan hati yang nyaman. Segala proses
edukatif yang dilakukan oleh pendidik harus diwarnai oleh sifat kasih sayang. Pendidik harus menunjukan dirinya sebagai orang yang
selalu mengupayakan kebaikan para muridnya. Pendidik juga harus memiliki sifat
lemah lembut yang mampu bersikap santun kepada peserta didiknya sesuai tuntunan
allah dalam al-qur’an. Contoh ucapan salam, seorang pendidik yang mengucapkan
salam lebih dulu kepada anak didik tidak akan menurunkan harga diri justru
tampak memiliki rasa cinta yang tinngi kepada anak didik. Pada dasarnya sifat
kasar itu akan menjadi penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karena pendidik berkewajiban membawa anak didiknya kearah yang sesuai dengan
tujuan pendidikan menjadi manusia yang unggul baik secara intelektual atau
secara moral. Di samping itu para guru ditekankan untuk menciptakan suasana
yang menyenangkan dirinya, dia harus menjadi guru yang sabar yang bisa
diteladani dan disenangi oleh anak-anak.[4]
Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan
serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri kepada allah. pendidik sebagai
pengajar yang bertugas merencanakan progam pengajaran dan melaksanakan progam
yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setalah progam
dilakukan. Sebagai pendidik yang mengarahkan anak peserta didik pada tingkat
kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan allah swt. [5]
Syarat
pendidik
Pendidik harus beriman. Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
membimbing anak untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu beriman dan bertakwa
kepada allah. Agar tujuan itu tercapai pendidik terlebih dahulu harus beriman.
Oleh karena itu para pendidik harus berusaha agar peserta didik memiliki iman
yang kuat. Segala aktivitas kependidikan diarahkan menuju terbentuknya
pribadi-pribadi yang beriman.
Pendidik harus berilmu. Apabila pendidik tidak berilmu pengetahuan maka
murid-murid yang diajarnya akan sesat. Dengan kata lain dalam bahasa
kependidikan apabila guru tidak profesianal mengakibatkan proses pembelajaran
yang sia-sia.
Pendidik harus adil. Dalam konteks pendidikan, peserta didik adalah anak
si pendidik. Dengan demikian pendidik wajib berlaku adil dalam berbagai hal
terhadapa anak didiknya. Keadilan pendidik mencakup dalam segala hal seperti
perhatian,kasih sayang,bimbingan,pengajaran,pengajaran nilai.
Pendidik harus berniat ikhlas. Setiap amal pebuatan disertai dengan niat.
Niat yang benar adalah keinginan dalam hati dalam melaksanakan suatu kegiatan
mendapatkan ridha allah. Mengapa pendidik harus berniat ikhlas karena dengan
keikhlasan pendidik dalam melaksanakan tugasnya akan mmendapat kemudahan.
Pendidik dengan niat ikhlas akan dihitung sebagai ibadah kepada allah.[6]
3.
HADIST
Hadist larangan pengajar menerima upah :
عَنْ عُبَا دَةَ بْنِ الصَّا مِتِ قَالَ عَلَمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ
الصُّفَّةِ الْقُرْأَنَ وَالْكِتَابَةَ فَأَهْدَى إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا
فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَسَعَأَلْتُ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا فَقَالَ إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ
بِهَا طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا (أخر
جه ابن ماجة)
Terjemahan : dari ubadah bin shamit berkata: aku
telah mengajar orang-orang yang membaca al-qur’an. Seorang diantara mereka
memberiku hadiah sebuah busur panah (bukan harta) jadi dapat aku gunakan
memanah dijalan allah. Aku mendatangi rasulullah saw seorang telah
menghadiahkan aku sebuah busur panah dari orang-orang yang telah aku ajarkan
membaca al-qur’an,ia bukan harta (yang mahal) dan dapat aku gunakan memanah
dijalan allah. Nabi bersabda: “jika engkau senang dikalungi dengan kalung dari
api neraka maka terimalah.” (HR. ibnu majah)
Mufrodat
أَهْلِ
الصُّفَّةِ : penghuni shuffah yakni penghunian sahabat
mujahirin yang meninggalkan harta bendanya dimekkah ditampung disuatu tempat
(di emper) di masjid al-nabawi.
قَوْسًا :
busur panah
وَأَرْمِي :
dan aku gunakan memanah
أَنْ
تُطَوَّقَ : hendak engkau dikalungi
Biografi
Ubadah bin shamit bin qays al-anshariy al-khazrajiy
dipanggil abu al-walid. Ia salah seorang yang senior membai’at rasulullah saw
di mina pada bai’at dua aqabah. Ia menghadiri perang badar dan semua
peperangan.diantara sifat-sifatnya seorang yang gagah tampan,pemberani banyak
melakukan amal makruf dan nahi munkar. Salah seorang yang menghimpun al-qur’an
pada masa nabi saw kemudian ditugasi menjadi qadhi dan guru di syam pada masa
umar. Hadisnya diriwayatkan oleh mahmud al-rabi’ dan abu idris al-khawlaniy. Ia
tinggal di himsha kemudian pindah ke palestina dan wafat di ramalah bayt
al-muqaddas pada tahun 34 H dalam usia 77 tahun.
4.
Refleksi hadis dalam kehidupan sehari-hari
Hadist tentang mengambil upah dalam pengajaran
al-qur’an atau agama memang terjadi kontradiktif, ada hadis yang melarang ada
pula yang memperbolehkan. Menurut pendapat yang masyhur jika terjadi
kontradiktif antara hadis antara larangan dan kebolehan hendaknya didahulukan
yang larangan, perbedaan tersebut sesungguhnya karena konteksnya saja yang
berbeda. Hadis larangan dalam konteks mengajar al-qur’an. Orang yang
memperbolehkan gaji bagi pengajar al-qur’an berpegang pada hadis rasul lainnya
juga. Kita tidak bisa mengingkari realita profesi sebagai guru yang dibayar
pemerintah atau masyarakat. Tradisi ini sudah berjalan sejak madrasah awal
yaitu al-nizhamiyah sampai sekarang. Guru hendaknya mengikuti pembawa syariat
nabi saw yang mengajar karena untuk mendekatkan diri kepada allah.
5.
Aspek tarbawi
Dari
Hadis tersebut terdapat aspek tarbawi yaitu bahwa larangan memungut bayaran
dari murid yang miskin untuk penggajian atau upah guru yang mengajar al-qur’an.
Larangan menerima gaji bagi guru yang sejak awal berniat menjadi sukarelawan
atau pengajaran fardu’ain dan bolehnya pekerjaan guru menjadi profesi dan
berhak menerima gaji sekalipun dalam mengajarkan Al-Quran atau ilmu agama asal
tidak materialis
PENUTUP
SIMPULAN
Etika
memuat tentang apa yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa
yang baik dan apa yang buruk. Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
membimbing anak untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu beriman dan bertakwa
kepada allah, harus berilmu adil dan disertai dengan niat yang ikhlas untuk
mendapat rida allah. Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan serta membawa hati manusia untuk mendekatkan diri
kepada allah. Hadist tentang mengambil upah dalam pengajaran al-qur’an atau
agama memang terjadi kontradiktif, ada hadis yang melarang ada pula yang
memperbolehkan. Menurut pendapat yang masyhur jika terjadi kontradiktif antara
hadis antara larangan dan kebolehan hendaknya didahulukan yang larangan,
perbedaan tersebut sesungguhnya karena konteksnya saja yang berbeda. Hadis
larangan dalam konteks mengajar al-qur’an.
SARAN
Demikian
yang dapat saya paparkan mengenai makalah ini, masih banyak kekurangan dan
kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan rujukan atau referensi. Penulis
berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis dan para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Umar, Bukhari, 2012. Hadis tarbawi , jakarta : amzah.
Mujib abdul, 2006. Ilmu pendidikan islam . jakarta: kencana perada
media.
Agus maemun , zaenul fitri, 2010. Madrasah unggulan, malang: UIN
malik pres.
Arifin muhammad, burhani, 2012. Etika dan profesional kependidikan,
yogyakarta, ak-ruzz medi.
Suprihatiningrum, jamil, 2013. Guru profesional. Jogjakarta:
ar-ruzz media.
Majid abdul, 2012. Hadis tarbawi. Jakarta: kencana prenada media
group.
Tentang Penulis
Risqi Rachmawati lahir di pekalongan 9 januari 1995.
Alamat jln. Raya surobayan-wonopringgo. Pendidikan yang ditempuh antara lain
SDN 1 Surobayan, SMP N 1 wonopringgo,
SMA Muhammadiyah 2 pekalongan dan masih mengikuti jenjang perguruan tinggi di
STAIN Pekalongan.
[1] Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Yogyakarta:
Ar-ruzz Media: 2012) hal 47-49
[2]Suprihatiningrum, Guru Profesional, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media: 2013 )
hal
[3] Abdul majid khon, hadis tarbawi, (jakarta: kencana media grup, 2012)
hal. 66-79
[4] Agus maimun,agus zaenul fitri, madrasah unggulan, (malang: uin-maliki,
2010) hal. 115
[5] Abdul mujib, ilmu pendidikan islam, (jakarta: kencana prenada media,
2006) hal. 90-91
[6] Bukhari umar, hadis tarbawi, (jakarta: amzah,2012) hal. 76-82
Tidak ada komentar:
Posting Komentar