Laman

new post

zzz

Minggu, 04 Oktober 2015

spi F 4


PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH



hidlistmay ning

Kelas : PAI F

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015


                                                Kata Pengantar

  Bismillahirrahmanirrahim,
          Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan  kekuatan  dan  kemampuan, sehingga makalah mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan judul ”Peradaban Islam Pada Zaman Dinasti Abbasiyah” ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
          Dengan kemampuan yang sangat terbatas, penulis sudah berusaha dan mencoba mengeksplorasi, mengorganisasi dari beberapa sumber, sehingga diharapkan makalah ini mampu mengembangkan wawasan bagi pembacanya. Namun demikian, apabila dalam makalah ini dijumpai kekurangan dan kesalahan baik dalam pengetikan maupun  isinya, maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca.
          Semoga hasil karya ini dicatat sebagai amal sholeh disisi Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.



Pekalongan,  September  2015
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berdirinya Dinasti Abbasiyah tidak bisa dilepaskan dari munculnya berbagai masalah di periode-periode terakhir dinasti Umayah. Masalah-masalah tersebut kemudian bertemu dengan beberapa kepentingan yang satu sama lain memiliki keterkaitan. Ketidakpuasan disana-sini yang ditampakkan lewat berbagai macam pemberontakkan.
Salah satu dinasti penting yang ikut mewarnai sejarah peradaban Islam tahun adalah dinasti Umayyah. Dinasti ini berdiri pada 750 M. Meskipun kurang satu abad tetapi capaian ekspansinya sangat luas. Saat saat Runtuhnya dinasti Umayyah suatu gerakan dari Abbasiyah yang selama ini telah menyusun kekuatan secara rahasia, yang di dukung oleh bani Hasyim, menumpahkan seluruh kekuatannya untuk menggempur habis-habisan kekuasaan bani Umayyah. jatuhlah pemerintahan Bani Umayyah dan sekaligus sebagai pertanda lahirnya daulah baru yaitu daulah Abbasiyah.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, dinasti ini mengalami puncak kejayaan dikarenakan peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang. Namun akibat dari penekanaan peradaban dan kebudayaan ini banyak provinsi di pinggiran yang melepaskan diri dan membentuk dinasti sendiri, yang menjadi salah satu penyebab dinasti Abbasiyah ini mengalami kemunduran bahkan kehancuran.
Didalam makalah ini, penulis akan memaparkan bagaimana sejarah peradaban Bani Abbasiyah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasyiyah
Pemerintahan Abbasiyah adalah berketurunan daripada al Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri kerajaan Al Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendiriannya dianggap suatu kemenangan bagi ide yang dianjurkan oleh kalangan bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak saudaranya. Tetapi ide ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, dimana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum muslimin. Dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Golongan Abbasiyah pun telah berkuasa dan mengumumkan bahwa mereka lebih utama dari bani Hasyim untuk mewarisi Rasulullah  SAW karena moyang mereka ialah paman baginda dan pusaka peninggalan tidak boleh diperoleh oleh pihak sepupu, jika ada paman dan keturunan  dari anak perempuan tidak mewarisi pusaka datuk dengan adanya pihak Ashabah.[1]
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al Abbas paman Rasulullah, sementara khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shafah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib.
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama 5 Abad dari tahun 132-656 H (750 M-1258 M). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah saw. dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Raulullah dan anak-anaknya.[2]
Keemasan dinasti Abbasiyah terjadi pada periode pertama. Sejak Abul Abbas Mendeklarasikan dinasti Abbasiyah dilanjutkan dengan khalifah-khalifah Kharismatik yang yang kuat secara politik. Dinasti Abbasiyah menganut sistem kekeluargaan dalam mengangkat khalifah dan putera mahkota. Hal ini telah menjadikan khalifah memiliki kekuatan sosial politik yang absolut yang berbeda dengan era khalifah awal dimana tidak ada warisan dalam tradisi kepemimpinan negara. Namun para khalifah Abbasiyah memiliki berbagai alasan mengapa tidak menyerahkan tampuk pimpinan kepada musyawarah umat islam secara umum.
Setelah 4 tahun memerintah, Abul Abbas menunjuk Al Manshur (saudaranya) sebagai putera mahkota. Abu Jafar Al Manshur merupakan khalifah yang meletakkan dan memperkukuh dasar-dasar kehidupan benegara dinasti Abbasiyah. Berbagai persoalan sosial politik dapat diatasi dengan kecakapan Al-Manshur, walaupun khalifah pertama dinasti Abbasiyah adalah Abul Abbas, namun secara sosial politik pendiri yang sebenarnya dinasti Bani Abbasiyah adalah Al Mnshur karena dialah yang memantapkan dan meneguhkan khalifah Abbasiyah, menyusun peraturan-peraturan dan membuat undang-undang. Era Abul Abbas belum terdapat aspek yurisprodensi yang jelas sebagai salah satu kelengkapan sebuah pemerintahan.
Pengganti Al-Manshur adalah putera mahkotanya Al-Mahdi. Padahal yang berhak memimpin Khilafah adalah keponakannya yaitu Isa bin Musa sebagai putera mahkota kedua yang diangkat Abul Abbas As-Shaffah seteklah Al-Manshur (putra mahkota ke-1). Namun dengan berbagai cara Al-Manshur meminta isa bin Musa untuk mengundurkan diri (menjadi putra mahkota ke 2 setelah Al Mahdi) sehingga Al Manshur dapat leluasa memilih Al Mahdi sebagai putra mahkota pertama yang menggantikannya. Era Al-Mahdi merupakan era Kehidupan yang makmur, damai, kematangan pikiran dan kemajuan di bidang politik dan pemerintahan. Ketika memimpin Al Mahdi memunculkan kebijakan-kebijakan yang sanagt longgar dalam hal pajak, pembebasan tahanan politik, membuka lebarkan aspirasi terkait pengaduan dan penganiyaan. Yang lebih penting lagi adalah Al Mahdi telah menghentikan peninndasan terhadap kalangan pembelot dari keluarga Alawiyin dan merapatkan hubungan dengan kaum Alawiyin karena merupakan satu keluarga besar Bani Hasyim dan Ahlul Bait.
Pasca Al Mahdi, Isa bin Musa (putra mahkota ke-2) berhak menduduki jabatan Khalifah. Namun, selama dua periode kekhalifahan Isa bin Musa dizalimi dan bahkan dilucuti gelarnya sebagai putra mahkota. Al Mahdi melantik Al hadi sebagai putra mahkota ke1 dan Haru Al Rasyid sebagai putra mahkota ke2. Pada era pemerintahan Al Hadi tidak banyak catatan peran sejarah karena dia hanya memimpin selama satu tahun saja dan digantikan oleh Harun Al Rasyid. Era pemerintahan Harun Al-Rasyid adalah era kejayaan dan puncak kegemilangan pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Setelah Harun Al Rasyid digantikan oleh Muhammad Al Amin yang kemudian dilanjutkan Al Makmun. Almakmun memberikan andil besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan teknologi di Dunia. Era Al Makmun merupakan era yang gemilang. Kecintanya kepada ilmu pengetahuan telah mendorong Al Makmun mendirikan Bait Al Hikmah (sebuah Institusi kebudayaan dan pendidikan) sebagai pusat pendidikan, kebudayaan, perpustakaan serta kegiatan ilmiah lain.
Al Makmun diganti oleh saudaranya Abu ishaq Muhammad Al Mu’tashim. Memiliki Kebijakannya berbeda dengan pendahulunya, terutama terkait rekruitmen anggota pasukan kerajaan. Kemudian dipegang oleh Al Watsiq. Baik khalifah Al Mu’tashim maupun Al Watsiq masih mampu menegndalikan orang-orang Turki yag menjadi tentara profesional dilingkungan Abbasiyah. Sesudah kekuasaan dipegang oleh Abu Fadl Ja’far Al Mutawakkil, kejayaan Abbasiyah mulai memudar disamping tidak cukup kuat untuk mengendalikan tentara profesional orang-orang turki. pasca Al Mutawakkil orang-orang turki secara de facto telah mendominasi kekuasaan Abbasiyah.
Pasca Al Mutawakkil kekuasaan kemudian dilanjutkan oleh Abu Ja’far Muhammad Al Muntasir, setelah digantikan oleh beberapa khalifah  kemudian dilanjutkan lagi oleh khalifah terakhir yaitu Abu Abdullah Al Mu’tashim. Periode Abbasiyah merupakan periode kemantapan bagi perjalanan peradaban Islam.[3]
Periode Abbasiyah merupakan periode kemampuan bagi perjalanan peradaban Islam, prestise politik, kekuatan, ekonomi dan aktifitas  intelektual merupakan pilar-pilar penopang kejayaan. Dengan demikian diansti Abbasiyah bukan hanya dikenal karena menjadi adi kuasa  (kuat secara politik, militer dan ekonomi), tetapi yang lebih penting adalah karena menjadi pusat kebudayaan dunia.[4]

B.     Para Khalifah Dinasti Abbasyiyah
           Sebelum Abul Abbas Ash-Shaffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa bin Musa, keponakannya. Sistem pengumuman putra mahkota itu mengikuti cara Dinasti Bani Umayyah. Dan satu hal yang baru lagi bagi para khalifah Abbasiyah, yaitu pemakaian gelar. Abu Ja’far misalnya, ia memakai gelar Al-Manshur. Para khalifah bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:[5]
1.    Abul-Abbas As-Safah (749-754 M)
2.    Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M)
3.    Abu Abdullah Muhammad A-Mahdi (775-785 M)
4.    Abu Muhammad Musa Al Hadi (785-786 M )
5.    Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
6.    Abu Musa Muhammad Al Amin (809-813 M)
7.    Abu ja’far Abdullah Al-Ma’mun (813-833 M)
8.    Abu Ishaq Muhammad Al Mu’tashim (833-842 M)
9.    Abu ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)
10.     Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil (847-861 M)
11.     Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir (861-862 M)
12.     Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in (862-866 M)
13.     Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz (866-869 M)
14.     Abu Ishaq Muhammad A-Muhtadi (869-870 M)
15.     Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid (870- 892 M)
16.     Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid (892-902 M)
17.     Abul Muhammad Ali Al-Muktafi (902-905 M)
18.     Abul Fadl Ja’far Al-Muqtadir (905-932 M)
19.     Abul Mansur Muhammad Al-Qahir (932-934 M)
20.     Abbul Abbas Ahmad Ar-Radi (934-940 M)
21.     Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi (940-944 M)
22.     Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi (944-946 M)
23.     Abul Qasim Al Fadl Al Mu’ti (946-974 M)
24.     Abul Fadl Abdul Karim At-thai (974-991 M)
25.     Abul Abbas Ahmad Al Qodir (991-1031 M)
26.     Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim (1031-1075 M)
27.     Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi (1075-1094 M)
28.     Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir (1094-1118 M)
29.     Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid (1118-1135 M)
30.     Abu Ja’far Al Mansur Ar-Rasyid (1135-1136 M)
31.     Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi (1136-1160 M)
32.     Abul Mudzafar Al-Mustanjid (1160-1170 M)
33.     Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi (1170-1180 M)
34.  Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir (1180-1225 M)
35.  Abu Nasr Muhammad Az-Zahir (1225-1226 M)
36.  Abu Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir (1226-1242 M)
37.  Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim Billah (1242-1258 M)

Para khalifah Bani Abbasiyah yang ada di Mesir adalah sebagai berikut :
1.      Al-Muntashir                                 1261-1261 M
2.      Al Hakim I                                    1261-1302 M
3.      Al-Mustakfi                                  1302-1340 M
4.      Al-Wasiq                                       1340-1341 M
5.      Al-Hakim II                                  1341-1352 M
6.      Al-Mutadid I                                1352-1362 M
7.      Al-Mutawakkil I                           1362-1377 M
8.      Al-Mu’tashim                                1377-1377 M
9.      Al-Mutawwakkil I                                    1377-1383 M
10.  Al-Watsiq II                                  1383-1386 M
11.  Al Mu’tashim                                1386-1389 M
12.  Al-Mutawwakkil I                                    1389-1406 M
13.  Al-Musta’in                                   1406-1414 M
14.  Al-Mu’tadid                                  1414-1441 M
15.  Al-Mustakfi II                              1441-1451 M
16.  Al-Qaim                                        1451-1455 M
17.  Al-Mustanjid                                 1455-1479 M
18.  Al-Mutawwakkil II                       1479-1497 M
19.  Al-Mustamsik                               1497-1508 M
20.  Al Mutawwakkil III                     1508-1516 M
21.  Al Mustamsik                                1516-1517 M
22.  Al Mutawwakkil III                     1517-1517 M



C.    Masa Kemajuan Dinasti Abbasyiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Maknum (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke india.
Pada masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Qur’an dan para Ulama di bidang Agama dan juga pada masa ini berkembang ilmu pengetahuan agama, sepertti ilmu A         l-Qur’an, Qira’at, Hadist, Fiqh, Ilmu Kalam, Bahasa dan Sastra. Empat Mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu Imam Abu Hanifah (Meninggal di Baghdad tahun 150 H/677 M) adalah pendiri Mazhab Hanafi. Imam Malik bin Anas banyak menulis Hadis dan pendiri Mazhab Maliki (wafat di Madinah tahun 179 H/ 795 M). Muhammad bin Idris Ash-Syafi’i (wafat di Mesir tahun 204 H/819 M) adalah pendiri Mahzab Syafi’i. Ahmad bin Hanbal pendiri Mazhab Hanbali (w. Tahun 241 H/855 M). Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, makanika, astronomi, musik, kedokteran, dan kimia.
Khalifah Harun Ar-Rasyid  merupakan penguasa yang paling kuat di dunia pada saat itu, tidak ada yang menyamainya dalam hal keluasan wilayah yang diperintahnya dan kekuatan pemerintahannya serta ketinggian kebudayaan dan peradaban yang berkembang di negaranya.[6]
Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor:[7]
1.      Islam makin meluas.
2.      Orang-orang diluar Islam dipakai untuk menduduki instuisi pemerintahan.
3.      Pemerintahan Abbasiyah membentuk tim penerjemah bahasa Yunani ke Bahasa Arab.
4.      Sebagian penerjemah memberikan pendapatnya.
5.      Rakyat bebas berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang.
6.      Adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
7.      Dalam penyelenggaraan Negara dalam masa bani Abbas ada jabatan Wazir.
8.      Ketentuan professional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.

D.    Dinasti-dinasti yang Memerdekakan Diri dari Baghdad
            Dalam bidang Politik, disintegrasi sebenarnya sudah mulai terjadi pada zaman akhir Umayyah. Sebagaimana diketahui, wilayah kekuasaan bani Umayah mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhanya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abasiyah. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh Islam diwilayah Spanyol dan Afrika Utara kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataanya banyak wilayah tidak dikuasai Khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan Gubernur-gubernur  provinsi bersangkutan. Hubunganya dengan Khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan bahwa para Khalifah Bani Abasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasanya, pertama, mungkin pada Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya. Kedua, penguasa bani Abas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa bani Abasiyah.  Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abasiyah, diantaranya:
1.     Thahiriyah di Khurasan, Persia (820-872 M)
2.     Safariyah di Fars, Persia (868-901 M)
3.     Samaniyah di Transoxania (873-998 M)
4.    Sajiyyah di Azerbaijan (878-930 M)
5.    Buwaihiyah di Persia (932-1055 M)
6.    Thuluniyah di Mesir (837-903 M)
7.    Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163 M)
8.    Ghaswaniyah di Afganistan (962-1189 M)
9.    Dinasti Saljuk (1055-1157 M)
10.  Albarzuqani, Kurdi (959-1015 M)
11.  Abu Ali, Kurdi (990-1095 M)
12.  Ayyubiyah, Kurdi (1167-1250 M)
13.  Idrisiyah di Maroko (788-985 M)
14.  Aghlabiyah di Tunisia (800-900 M)
15.  Dulafiyah di Kurdistan (825-898 M)
16.  Alawiyah di Tabiristan (864-928 M)
17.  Hamdaniyah di Aleppo dan Musil (929-1002 M)
18.  Mazyadiyah di Khillah (1011-10150 M)
19.  Ukailiyah di Mausil (996-1095 M)
20.  Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079 M)
21.  Dinasti Umayah di Spanyol
22.  Dinasti Fatimiyah di Mesir
Dari latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antar bangsa terutama antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinati itu juga dilatar belakangi paham keagamaan,  ada yang berlatar belakang Syi’ah dan ada pula yang Suni.[8]

E.     Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Ada beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti abbasiyyah ini, yaitu:
1.      Faktor internal
Secara umum, faktor internal ini ada dua hal, yaitu politik dan ekonomi. Kedua faktor ini ditengarai sebagai penyebab mundur dan jatuhnya Abbasiyah yang berkuasa selama 508 tahun.
a.          Persoalan Politik
                 Pemerintah Dinasti Abasiyah terbilang cukup lama bertahan yakni lima abad. Hampir selama itu pula Daulah Bani Abasiyah tidak pernah sepi dari konflik politik, baik yang terjadi dipusat kekuasaan maupun di wilayah-wilayah yang menjadi kekuasaan di bawah pemerintahan ini. Setelah Harun ar-Rasyid (786-809) meninggal dunia, daulah Bani Abasiyah lambat laun mengalami kemunduran akibat banyaknya gejolak politik yang muncul. Belum lama dari meninggalnya Harun ar-Rasyid, terjadi perang saudara antara al-Amin dan al-Ma’mun. Al-Amin yang merupakan saudara tiri al-Ma’mun sudah ditunjuk oleh ayahnya, al-Rasyid, sebagai khalifah yang akan mengganti sedangkan al-Ma’mun diberi kekuasaan di Kurasan sebagai gubernur dan diberi kesempatan untuk mengganti saudaranya sebagai khalifah pada kesempatan berikutnya.
Dalam perang saudara tersebut kekuatan al-Amin didukung oleh pasukan tentara dari Baghdad, sedangkan al-Ma’mun mendapat dukungan pasukan tentara dari Khurasan. Akhirnya al-Amin dapat dikalahkan dan dengan sendirinya al-Ma’mun kemudian menjadi khalifah menggantikan Harun ar-Rasyid. Pada zaman pemerintahan dipegang oleh al-Ma’mun, ia banyak merekrut orang-orang Persia untuk menduduki jabatan di pemerintahan. Orang-orang persia diberikan posisi-posisi strategis.  Pada khalifah al-Ma’mun dominasi orang-orang Persia lebih kuat dibanding dengan orang-orang Arab.
Sementara itu, di zaman al-Mutasim, khalifah yang ke-tujuh yang menggantikan al-Ma’mun, membaca situasi politik yang memang banyak diwarnai oleh orang-ornag Persia. Oleh karena al-Mu’tasim orang tuanya adalah orang Turki maka ia banyak merekrut orang-orang Turki untuk dijadikan pengawal dalam rangka mengimbangi dominasi orang-orang Persia. Artinya, dizaman ini orang-orang Turki mengambil alih posisi-posisi penting orang-orang Persia. Masalah yang kemudian muncul adalah tampaknya dominasi orang-orang Turki dipemerintahan tidak disukai oleh orang-orang Baghdad dan para veteran pasukan Arab sehingga menimbulkan pertempuran darah. Kemudian al-Mu’tasim terpaksa membangun ibu kota baru Samara, sebagai basisi militer dan administrasi pemerintahan yang jaraknya sekitar 70 mil sebelah utara Baghdad. Sementara Baghdad tetap menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan. Tindakan al-Mu’tasim tersebut berakibat ketergantungannya kepada orang-orang Turki semakin tinggi. Ia banyak didekte oleh orang Turki tetapi ia masih mampu mengendalikan namun tidak demikian halnya pada zaman-zaman sesudahnya.
Fenomena diatas terbukti pada zaman al-Mtawakkil menjadi khalifah, menggantikan al-Wasiq, ia tidak mampu lagi mengendalikan orang-orang Turki. Dominasi orang-orang Turki dipusat kekuasaan semakin kuat, merekalah yang kemudian mengendalikan kekuasaan dan merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah yang sesuai dengan kehendaknya. Keberadaanya kemudian tidak lebih dari simbol spiritual. Dengan demikian kekuasaan Khalifah taidak berfungsi secara efektif.
Sebagai efek dari ini semua munculah persaingan politik antara etnis di pusat kekuasaan . pada Tahun 945-1055 Abasiyah ada dibawah kekuasaan Bani Buwaihi yang berasal dari etni Persia. Tahun 1055-1199 kekuasaan Daulah Abasiyah jatuh ke tangan Bani Seljuk yang merupakan etnis Turki. Dan tahun 1199-1258 Khalifah Abasiyah tidak dibawah kekuasaan tertentu, mereka merdeka dan berkuasa tetapi kekuasaannya hanya disekitar wilayah Baghdad sebelum kemudian jatuh ke tangan orang-orang Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.
Pertikaian ditingkat pusat inilah yang menyebabkan lemahnya kontrol ke wilayah-wilayah propinsi. Dan sebagai akibatnya adalah propinsi-propinsi sebagian melepaskan diri dari pusat, dan ini menjadikan semakin berkurangnya pemasukan keuangan negara. Wilayah-wilayah tersebut menjadi daerah-daerah otonom yang mengurus wilayahnya sendiri. Dalam hal ini tentu sangat merugikan dinasti Abasiyah baik secara finansial maupun politik.

b.      Persoalan Ekonomi
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai akibat dari pertikaian di tingkat pusat kekuasaan Abbasiyyah menjadikan melemahnya kontrol pemerintah ke daerah-daerah. Karena itu pertikaian politik ini berimbas kepada masalah finansial yang sangat jelas dampaknya.
Penurunan pendapatan pemerintahan bani abbasiyah selain dari faktor pajak, juga disebabkan oleh rusaknya wilayah yang dulunya sangat subur, yaitu sawad. Ketidaksuburan tanah sawad ini berakibat luar biasa terhadap merosotnya pemasukan pemerintahan dari sektor pertanian, dan membawa dampak akan kelangsungan pemerintahan Abasiyyah. 

2.    Faktor Eksternal
 Kemunduran dinasti abasiyyah yang disebabkan oleh faktor eksternal meliputi dua hal, yaitu:
a.    Perang Salib
Diantara faktor yang menyebabkan kemunduran dinasti Abbasiyyah adalah kerana faktor perang salib. Peperangan salib ini terjadi selama 2 abad, yaitu mulai tahun 1095 M sampai tahun 1291 M. Peperangan ini terjadi ketika Daulah Abasiyyah ada dibawah kekuasan Bani Saljuk. Perang merupakan reaksi orang-orang Islam yang telah melakukan penaklukan-penaklukan sejak tahun 632 M tidak saja di Syiria dan Asia kecil tetapi juga di Spanyol dan Silsilia. Disamping itu umat Islam dianggap mengganggu kepentingan-kepentingan umat Kristen seperti mempersulit peziarah Eropa yang akan melakukan ibadah di Jerussalem. Demikian pula sekembalinya dari ziarah mereka sering mendapatkan perlakuan yang jelek dari orang-orang Saljuk yang fanatik. Akhirnya Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II menjalin kerjasama untuk membangkitkan semangat orang-orang kristen Eropa untuk melawan orang-orang Islam, yang kemudian dikenal dengan perang Sali. Dikatakan perang salib karena pasukan Kristen memakai lambang salib dalam peperangan itu.
Periodisasi perang salib dibagi menjadi tiga, pertama: periode penaklukan, periode ini ditandai dengan suksesnya pasukan Kristen merebut kota-kota di sekitar pantai Timur laut Tengah seperti Antioch, Tripoli, Acre, Jerussalem dan sebagainya. Keberhasilan itu mereka susul dengan mendirikan kerajaan Latin di timur. Kedua, periode reaksi umat Islam atas penaklukan-penaklukan orang-orang Kristen, pelopornya Imad al-Din Zangki. Dimana Islam berhasil membebaskan kembali kota-kota yang direbut oleh pasukan Kristen. Kemenangan demi kemenangan tersebut tercapai ketika pasukan Islam dipimpin oleh Salah al-Din al-Ayyubi, pahlawan Islam yang namanya melegenda sampai sekarang.
Peristiwa yang penting pada kepemimpinannya adalah direbutnya kembali Jerussalem dari tangan pasukan kristen. Ketiga, periode perang sipil dan perang kecil-kecilan yang berakhir pada tahun 1291. Pasukan kristen kehilangan daerah di Syiria yang menjadi daerah pertahananya. Dengan jatuhnya daerah terakhir menandai berakhirnya perang salib. Ketika orang-orang kristen mampu manguasai Jerussalem mereka bahkan sempat mendirikan kerajaan Latin yang berkuasa selama sekitar 80 tahun, tetapi dalam periode berikutnya kota tersebut dapat dikuasai kembali oleh umat Islam.
Meskipun akhir  dari peperangan ini dimenangkan oleh umat Islam tetapi umat Islam mengalami kerugian yang banyak, karena peperangan ini terjadi di wilayah umat Islam dan tentu dana yang dikeluarkan untuk peperangan yang panjang ini cukup menguras finansial pemerintah Abasiyyah. 

b.      Serangan pasukan Mongol (1258 M)
                  Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abasiyah menjadi lemh dan akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.[9]

F.     Akhir Kekuasaan Dinasti Abasiyah
Akhir dari kekuasaan dinasti abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan  oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan 656 H/1258 M. Hulagu Khan adalah seorang saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara dan saudara Mongke Khan yang menugaskanya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah Barat dari Cina ke pangkuannya. Baghdad dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah bani abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya, al-Mu’tasim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.
Dengan demikian, lenyaplah dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.[10]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama 5 Abad dari tahun 132-656 H (750 M-1258 M).
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Pada pemerintahan dinasti Abbasiyah, jumlah khalifah yang memimpin adalah 37 khalifah dan puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M).
Akhir kekuasaan dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh pasukan mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, pada tahun 656 H/1258 M. Oleh Hulagu Khan, Baghdad dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah, khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Trigis.




Daftar Pustaka

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH.
Bakri, Syamsul. 2011. Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : Fajar Media Press.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : Teras.
Syalabi, A. 2000. Sejarah dan Kebudayaan Islam jilid 3. Jakarta : PT Al Husna Zikra.
Syukur, Fatah.2012. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : PT Pustaka Riski Putra.


Tentang Penulis
Motto :
“Ikhlas, Sabar dan Syukur”
                                                  
Nama : Ning Ainun Kh.
Nim : 2021112168
Alamat : Kambangan, Kec.Blado, Kab. Batang

     pika ha.JPG
Nama    : Mai Zunafikah
NIM     : 2021113139
Alamat   : Dukuh Ringinpitu Rt. 02 Rw. 07, Kel. Sragi, Kec. Sragi, Kab. Pekalongan.


Nama : Hidayatul Oktaviani
NIM : 2021114153
                   Alamat : Bengle, Kec.Talang, Kab. Tegal.

Nama  : Listi Bahati
NIM   : 2021114232
                   Alamat  : Gendowang, Kec. Moga, Kab. Pemalang.



[1] A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam jilid 3, (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 2000), hlm. 1-2.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm, 138.
[3] Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), hlm.  49-54.
[4] Ibid, hlm. 58.
[5] Samsul Munir Amin, op.cit, hlm. 141-144.

[6]Ibid, hlm. 144-146.
[7] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT Pustaka Riski Putra), hlm. 102-103.
[8] Samsul Munir Amin, op.cit, 153-154.
[9] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, cet.1 (Yogyakarta: Teras, 2011) hlm. 142-151.
[10] Samsul Munir Amin, op.cit, 156-157.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar