DINASTI ABBASIYAH (750-1258 M)
Jundan Danang Prayogo
Nur Ivana
Chori Annisa
Saras
Sugiarto
Kelas H
PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peradaban Islam mengalami puncak kejayaaan pada masa daulah
Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan
penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab,
pendirian pusat perkembangan ilmu, dan perpustakaan dan terbentuknya madzahab
ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir.
Dinasti Abbasiyah
merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban
Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2.
Bagaimana
Para Khalifah Dinasti Abbasiyah?
3.
Bagaimana
Masa Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah?
4.
Bagaimana
Dinasti-dinasti yang memerdekaan diri dari Baghdad?
5.
Bagaimana
faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah?
6.
Bagaimana
akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Berdirinya dinasti Abbasiyah tidak bisa dilepaskan dari
munculnya berbagai masalah di periode-periode terakhir dinasti Umayah.
Masalah-masalah tersebut kemudian bertemu dengan beberapa kepentingan yang satu
sama lain memiliki keterkaitan. Ketidakpuasan disana-sini yang ditampakkan
lewat berbagai macam pemberontakan jelas menjadi pekerjaan rumah yang cukup
serius bagi kelangsungan hidup dinasti Umayah, yang kemudian menjadi momentum
yang tepat untuk menjatuhkan dinasti Umayah yang dimotori oleh Abu al-Abbas al-Safah.[1]
Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas paman Rasulullah, sementara
khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad
bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Dinasti Abbasiyah didirikan
pada tahun 132 H/750 M, oleh Abu al-Abbas Ash-Shafah dan sekaligus sebagai
khalifah pertama. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu
yang panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750- 1258 M).
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya rasulullah
dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah
dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya
Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan,
antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan
peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas
bin Abdul Muthalib. Dari nama Al-Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah dan
Khurasan. Humaimah merupakan tempat yang tentram, bermukim di kota itu keluarga
Bani Hasyim,baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas.
Kufah merupakan wilayah yang penduduknya menganut aliran syi’ah, pendukung Ali
bin Abi Thalib, yang selalu bergolak dan tertindas oleh Bani Umayah. Khurasan
memiliki warga yang pemberani, kuat fisik, teguh pendirian, tidakmudah
terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang,
disanalah diharapkan dakwah kaum Abbasiyah mendapat dukungan.
Dikota humaimah
bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad
bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah.
Ia menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga
Rasulullah. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang dibawah para
pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin
Ali.
Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayah
terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasuka Dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh, dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke Kufah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Ja’far, Isa bin Musa dan abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah
di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke
Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan pada
tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorng paman Abul Abbas diperintahkan
untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama
pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat diukul didataran rendah
sungai Zab. Pengajaran dilanjutkan ke Mausul, Harran dan menyeberangi sungai
Eufrat sampai ke Damaskus. Khalifah itu melarikan diri hingga ke Fustat di
Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M
dibawah pimpinan Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas yang lain. Dengan
demikian, maka tumbanglah kekuasaan Dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti
Abbasiyah yang dipimpin oleh Khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shaffah
dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
Penggantian
Umayyah oleh Abbasiyah ini dalam kepemimpinan masyarakat Islam lebih dari
sekedar penggantian dinasti. Ia merupakan revolusi dalam sejarah Islam, suatu
titik balik yang sama pentingnya dalam revolusi Perancis dan revolusi Rusia di
dalam sejarah Barat. Kekhalifahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama empat tahun
sembilan bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di Abar satu kota yang tlah dijadikannya
sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun.
Bahkan ada yang mengatakan umur Ash-Shaffah ketika meninggal dunia adalah 29
tahun.[2]
Titik kelamahan khalifah abul-Abbas itu bahwa kebijaksanaan pemerintahananya
berdasarkan kekerasan, hingga digelari dengan yang Hausdarah (Al Saffah),
sekalipun dalam banyak hal iapun memperlibatkan kebudimanan dan kedermawanan.[3]
Selama dinasti
Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-bedasesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan
dan politik itu, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi
lima periode, yaitu:
1.
Periode
pertama (132- 232 H/750-847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.
Periode
kedua (232-334 H/847-945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3.
Periode
ketiga (334-447 H/945-1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
4.
Periode
keempat (447-590 H/1055-1194 M), masa kekuasaan daulat Bani Saljuk dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Turki
kedua.
5.
Periode
kelima (590-656 H/ 1194-1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.[4]
B.
Para Khalifah Dinasti Abbasiyah
Sebelum Abul Abbas
Ash-Shaffah meninggal, bahwa ia sudah mewasiatkan siapa penggantinya yakni
saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa bin Musa, keponakannya. Sistem pengumuman
putra mahkota itu mengikuti cara Dinasti Bani Umayyah. Dan satu hal yang baru
lagi bagi para kholifah Abbasiyah yaitu pemakaian gelar. Abu Ja’far misalnya ia memakai gelar Al-Manshur. Para kholifah
Bani Abbasiyah berjumlah 37 kholifah yaitu:
1.
Abul
Abbas as-Shaffah (pendiri) (749-754
M)
2.
Abu
Ja’far Al Manshur (754-775
M)
3.
Abu
Abdullah Muhammad Al Mahdi (775-785
M)
4.
Abu
Muhammad Musa Al Hadi (785-786
M)
5.
Abu
Ja’far Harun Ar Rasyid (786-809
M)
6.
Abu
Musa Muhammad Al Amin (809-813
M)
7.
Abu
Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833
M)
8.
Abu
Ishaq Muhammad Al Mu’thasim (833-842
M)
9.
Abu
Ja’far Harun Al Wasiq (842-
847 M)
10.
Abu
Fadl Ja’far Al Mutawakkil (847-
861 M)
11.
Abu
Ja’far Muhammad Al-Muntashir (861-862
M)
12.
Abul
Abbas Ahmad Al-Musta’in (862-866
M)
13.
Abu
Abdullah Muhammad Al-Mu’taz (866-869 M)
14.
Abu
Ishaq Muhammad Al-Muhtadi (869-870
M)
15.
Abul
Abbas Ahmad Al-Mu’tamid (870-892
M)
16.
Abul
Abbas Ahmad Al-Mu’tadid (892-902
M)
17.
Abul
Abbas Ahmad Al-Muktafi (902-905
M)
18.
Abul
Fadl Ja’far Al-Muqtadir (905-932
M)
19.
Abu
Mansur Muhammad Al-Qahir (932-934
M)
20.
Abul
Abbas Ahmad Ar-Radi (934-940
M)
21.
Abu
Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi (940-944
M)
22.
Abul
Qasim Abdullah Al-Mustaqfi (944-946
M)
23.
Abul
Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti (946-974
M)
24.
Abul
Fadl Abdul Karim At-Thai (974-991
M)
25.
Abul
Abbas Ahmad Al-Qadir (991-1031
M)
26.
Abu
Ja’far Abdullah Al-Qalm (1031-1075
M)
27.
Abul
Qasim Abdullah Al-Muqtadi (1075-1094
M)
28.
Abul
Abbas Ahmad Al-Mustadzir (1094-1118
M)
29.
Abu
Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid (1118-1135
M)
30.
Abu
Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid (1135-1136
M)
31.
Abu
Abdullah Muhammad Al-Muqtafi (1136-1160
M)
32.
Abul
Mudzafar Al-Mustanjid (1160-1170
M)
33.
Abu
Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi (1170-1180
M)
34.
Abu
Al-Abbas Ahmad An-Nasir (1180-1225
M)
35.
Abu
Nasr Muhammad Az-Zahir (1225-1226
M)
36.
Abu
Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir (1226-1242
M)
37.
Abu
Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim Billah (1242-1258
M)
Pada masa bangsa
Mongol dapat menaklukan Baghdad tahun 656 H/1258 H, ada seorang pangeran
keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan kekhalifahan
dengan gelar khalifah yang hanya berkuasa di bidang keagamaan di bawah
kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar
Sultan. Jabatan khalifah yang disandang oleh keturunan Abbasiyah di Mesir
berakhir dengan diambilnya jabatan itu oleh Sultan Salim I dari Turki Usmani
ketika menguasai Mesir pada tahun 1517 M. Dengan demikian, hilanglah
kekhalifahan Abbasiyah untuk selama-lamanya.[5]
C.
Masa Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah
Pada periode
pertama pemerintahan Abbasiah mencapai masa keemasan. Secara politis para
khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pngetahuan dalam Islam. Peradaban dan kebudayaanIslam tumbuh dan
berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut
dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan
peradapban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disini letak
perbedaan pkok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Puncak kejayaan
Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786- 809 M) dan
anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India. Pada
masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-Qur’an dan para ulama
dibidang Agama. Didirikan perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah,
didalamnya orang dapat membaca, menulis dan brdiskusi.
Dan pada masanya
berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti Al-Qur’an, qiraat, hadis, fiqh, ilmu
kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa
dinasti Abbasiyah. Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika,
metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika,
astronomi, musik, kedokteran, dan kimia. Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam
memalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab,
disamping bahasa India.
Lembaga pendidikan
pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan sangat pesat.
Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak masa Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa
ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan tersebut paling tidak juga ditentukan
oleh dua hal yaitu:
1.
Terjadinya
asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan
Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi
berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham
tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh persia,
sebagaimana sudah disebutkan sangat kuat dibidang pemerintahan. Di samping itu,
bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra.
Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi.
Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan diberbagai bidang
ilmu, terutama filsafat.
2.
Gerakan
penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa khalifah
Al-Mansur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan
adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung
mulai masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan
adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran, pada fase ketiga berlangsung
setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya
bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[6]
Baghdad adalah ibu
kota Irak dan merupakan kota terbesar kedua di Asia Barat Daya setelah Teheran.
Kota ini terletak diantara sungai Tigris dan Sungai Eufrat. Karena berada di
lokasi yang strategis, kota baghdad menjadi kawasan yang penting sehingga
menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khathab Ra. Maka, diutuslah seorang
sahabat bernama Sa’ad bin Abi Waqqas untuk menaklukan kota itu. Singkat cerita
penduduk setempat menerima agama Islam dengan sangat baik, hingga agama yang
dibawa oleh Rasulullah ini dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad.
Ketika
kekhalifahan Islam dipegang oleh Bani Abbasiyah, kota Baghdad dibangun menjadi
salah satu kota metropolitan yang menjadi saksi era keemasan Islam.
Pembangunannya diprakarsai oleh khalifah Abu Ja’far Al-Mansur, yang memindahkan
pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari dinasti
Abbasiyah itu berhasil menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru
yang megah.
Pemilihan Baghdad
sebagai pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai
pertimbangan seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus,
Kufah dan Basrah yang lebih dahulu berkembang tidak dijadikan pilihan lantaran
di kota-kota itu masih banyak berkeliaran lawan politik Dinasti Abbasiyah.[7]
Dengan demikian,
Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota
peradaban dan pusat ilmu pengetahuan.
Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan
sebagai berikut:
a.
Bidang
agama
Kemajuan
di bidang agama antara lain dalam beberapa bidang ilmu, yaitu ulumul qur’an,
ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa dan fiqh.
1.
Fiqh
Pada
masa dinasti abbasiyah lahir para tokoh bidang fiqh dan pendiri mazhab antara
lain:
1)
Imam
Abu Hanifah
2)
Imam
Malik
3)
Imam
Syafi’i
4)
Imam
Ahmad bin Hanbal
2.
Ilmu
tafsir
perkembangan
ilmu tafsir pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami kemajuan yang pesat.
Diantara para ahli tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
1)
Ibnu
Jarir Atha-Thabari
2)
Ibnu
Athiyah Al-Andalusia
3)
Abu
Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani.
3.
Ilmu
hadis
Diantara
para ahli hadis pada masa dinasti Abbasiyah adalah:
1)
Imam
Bukhari
2)
Imam
Muslim
3)
Ibnu
Majah
4)
Abu
Dawud
5)
Imam
An-nasai
6)
Imam
Baihaqi
4.
Ilmu
kalam
Kajian
para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga neraka,
serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan suatu ilmu yaitu
ilmu kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah:
1)
Imam
Abul Hasan Al-Asy’ari dan imam Abu Mansur Al Maturidi, tokoh Asy’ariyah.
2)
Washil
bin Atta, Abul Huzail Al-Allaf (w. 849M), tokoh Mu’tazilah
3)
Al-Jubai
4)
Ilmu
bahasa
Diantara
ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu
sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’ dan arudh. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa
ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antarbangsa.
b.
Bidang
umum
Dalam
bidang umum antara lainberkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat,
logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmatika,
mekanika, astonomi,musik, kedokteran, kimia, sejarah dan sastra.
1.
Filsafat
Kajian
filsafat di kalangan umat Islam mencapai puncak pada masa daulah Abbasiyah,
diantaranya dengan penerjemahan filsafat Yunani kedalam bahasa Arab. Para
filsuf Islam antara lain:
1)
Abu
Ishaq Al Kindi
2)
Abu
Nasr Al-Farabi
3)
Ibnu
Sina
4)
Ibnu
bajah
5)
Ibnu
Tufail
6)
Al-Ghozali
7)
Ibnu
rusyd
2.
Ilmu
kedokteran
Ilmu
kedokteran pada masa daulah Abbasiyah berkembang pesat. Rumah sakit besar dan
sekolah kedokteran banyak didirikan. Diantara ahli kedokteran ternama adalah:
1)
Abu
Zakaria Yahya bin Mesuwaih
2)
Abu
Bakar Ar-Razi
3)
Ibnu
Sina
4)
Ar-Razi
3.
Matematika
Terjemahan
dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab menghasilkan karya dalam bidang
matematika. Diantara ahli matematika Islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi
dan Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas.
4.
Farmasi
Diantara
ahli farmasi pada masa dinasti abbasiyah adalah ilmu Baithar, karyanya yang
terkenal adalah Al-Mughni.
5.
Ilmu
astronomi
kaum
muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu astronomi dari berbagai
bangsa seperti Yunani, india, Persia, Kaldan dan ilmu falak jahiliyah. Diantara
ahli astronomi Islam adalah:
1)
Abu
Mansur Al Falaki
2)
Jabir
Al-Batani
3)
Raihan
Al-Biruni
6.
Geografi
Dalam
bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab
merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh untuk berniaga.
Diantara wilayah pengembaraan umat Islam adalah Umat Islam mengembara ke Cina
dan Indonesia pada masa-masa awal kemunculan Islam. Diantara tokoh ahli
geografi yang terkenal adalah:
1.
Abul
Hasan Al-Mas’udi
2.
Ibnu
Khurdazabah
3.
Ahmad
El-Yakubi
4.
Abu Muhammad
Al-Hasan Al-Hamadani
7.
Sejarah
Masa
dinasti Abbasiyah banyak muncul tokoh-tokoh sejarah. Beberapa tokoh sejarah
lainnya antara lain:
1)
Ahmad
bin Al-Ya’kubi
2)
Ibnu
ishaq
3)
Abdullah
bin Muslim Al-Qurtubah
4)
Ibnu
Hisyam
5)
Ath-Thabari
6)
Al-Maqrizi
7)
Al-Baladzuri
8.
Sastra
Dalam
bidang sastra, baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh
sastra antara lain:
1)
Abu
Nawas, salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.
2)
An-Nasyasi,
penulis buku Alfu Lailah Wa Lailah adalah buku cerita sastra seribu satu malam
yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.[8]
Bani Abbasiyah mencapai
puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor diantaranya:
1.
Islam
makin meluas tidak hanya di Damaskus tetapi di Baghdad.
2.
Orang-orang
di luar Islam dipakai untuk menduduki institusi pemerintahan.
3.
Pemerintahan
Abbasiyah membentuk tim penerjemah bahasa yunani ke bahasa Arab.
4.
Sebagian
penerjemah memberikan pendapatnya.
5.
Rakyat
bebas berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang.
6.
Adanya
perkembangan ilmu pengetahuan
7.
Dalam
penyelenggaraan negara dalam masa bani Abbas ada jabatan Wazir.
8.
Ketentuan
profesional baru terbentuk pada masa pemerintah Bani Abbas.[9]
D.
Dinasti-dinasti yang memerdekaan diri dari Baghdad
Adapun dinasti
yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah
Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Thahiriyah
di Khurasan, Persia (820-872 M).
2.
Safariyah
di Fars, Persia (868-901 M).
3.
Samaniyah
di Transoxonia (873-998 M).
4.
Sajiyyah
di Azerbajian (878-930 M).
5.
Buwaihiyah,
Persia (932-1055 M).
6.
Thuluniyah
di Mesir (837-903 M).
7.
Ikhsidiyah
di Turkistan (932-1163 M).
8.
Ghazwaniyah
di Afganistan (962-1189 M).
9.
Dinasti
Saljuk (1055-1157 M).
10.
Al-Barzuqani,
Kurdi (959-1015 M).
11.
Abu
Ali, Kurdi (959-1015 M).
12.
Ayyubiyah,
Kurdi (1167-1250 M).
13.
Idrisiyah
di Maroko (788-985 M).
14.
Aghlabiyah
di Tunisia (800-900 M).
15.
Dulafiyah
di Kurdistan (825-898 M).
16.
Alawiyah
di Tabiristan (864-928 M).
17.
Hamdaniyah
di Aleppo dan Musil (929-1002 M).
18.
Mazyadiyah
di Hillah (1011-1150 M).
19.
Ukailiyah
di Mausil (996-1095 M).
20.
Mirdasiyah
di Aleppo (1023-1079 M).
21.
Dinasti
Umayyah di Spayol.
22.
Dinasti
Fatimiyah di Mesir.
Dari latar belakang dinasti
tersebut, tampak jelas adanya persaingan antar bangsa terutama antara Arab,
Persia, dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu
juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatarbelakang Syi’ah dan
ada pula yang Sunni.
E.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kebesaran, keagungan, kemegahan dan gemerlapnya Baghdad sebagai
pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawah sungai Tigris,
setelah kota itu dibumihanguskan oleh tentara Mongol dibawah Hulagu Khan pada
tahun 1258 M. Semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan
pasukan Mongol, meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu, dan
membakar buku-buku yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M kota ini serang pula
oleh pasukan timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Samawi.[10]
Ada beberapa
faktor penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah. Biasanya sejarawan
mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab ini kedalam dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1.
Faktor
internal
Secara
umumfaktor internal ada dua hal yaitu politik dan ekonomi. Kedua faktor ini
ditengarai sebagai penyebab mundur dan jatuhnya Abbasiyah yang berkuasa selama
508 tahun itu.[11]
2.
Faktor
eksternal
Kemunduran
Dinasti Abbasiyah yang disebabkan oleh faktor eksternal ini oleh sejarawan
biasanya meliputi dua hal, yaitu karena perang salib dan yang kedua karena
serangan bangsa Mongol.[12]
Sedangkan menurut Dr.
Badri Yatim M.A, diantara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah
adalah sebagaia berikut:
1.
Persaingan
antara bangsa
Kholifah
Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa
Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah
berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini
persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan
masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal
kholifah Abbasiyah berdiri.
2.
Kemerosotan
ekonomi
Kholifah
abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran dibidang politik.
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang
kaya. Dana yang masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal
penuh dengan harta. Setelah kholifah mengalami periode kemunduran, pendapatan
negara menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
3.
Konflik
keagamaan
Fanatisme
keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah,
konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi
perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti mu’tazilah, syi’ah, ahlus sunnah,
dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami
kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4.
Perang
Salib
Perang
salib merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang salib yang berlangsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian
pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk mengadapi tentara salib sehingga
memunculkan kelemahan-kelemahan.
5.
Serangan
Bangsa Mongol (1258M)
Serangan
tentara Mongol kewilayah kekuasaan islam menyebabkan kekuatan islam menjadi
lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada
kekuatan Mongol.
F.
Akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Akhir dari
kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika baghdad dihancurkan oleh pasukan
Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656H/1258 M. Hungalu Khan dalah seorang
saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara dan saudara
Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah
barat dari cina ke pangkuannya. Baghdad dibumihanguskan dan diratakan dengan
tanah. Kholifah Bani Abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya, Al Mu’tashim
Billah dibunuh. Buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang
ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih
bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.[13]
Diperkirakan
sekitar 800.000 orang baik pria, wanita maupun anak-anak menjadi sasaran
pembantaian pasukan mongol. Dalam pembantaian ini Al-Mu’tasim sendiri beserta
keluarganya dibunuh dengan kejam. Dengan terbunuhnya Al Mu’tashim Billah yang
merupakan kholifah terakhir Dinasti Abbasiyah maka berakhir pulalah pemerintahan
Bani Abbasiyah ini.[14]
BAB III
PENUTUP
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman
Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin
Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132- 656
H / 750 -1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah
menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad
dan Samarra. Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang
didirikan Kholifah Abu Jafar Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal
berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan.
Ketika banyak terjadi pemberontakan, kekuatan Dinasti Abbasiyah pun melemah.
Sehingga terjadi kegoncangan kekuasaan yang berakhir dengan disintegrasi
wilayah dan keruntuhan dinasti ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azizi, Abdul Syukur, 2014, Kitab Sejarah Peradaban Islam
Terlengkap, Jogjakarta: Saufa
Syukur, Fatah,
2009, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Riski Putra
Fu’adi, Imam, 2011, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta:
Teras
Amin, Samsul Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Amzah
Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulah Abbasiyah, Jakarta: Bulan
Bintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar