HADITS TARBAWI
"MANUSIA: ASPEK FISIK- BIOLOGIS"
Athi’ Faridlotun Khasanah
2021214408
KELAS : L
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM / JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur ke hadirat Allah S.W.T., atas segala nikmat dan karunia-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “Manusia: Aspek Fisik-Biologis” ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad Saw. serta keluarga dan sahabatnya.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan yang diampu oleh Bapak Ghufron
Dimyati, M. Ag di STAIN
PEKALONGAN.
Makalah ini dapat selesai dengan baik atas
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat,
1.H.Salafudin, M.Si.selaku ketua program studi Pendidikan Agama
Islam.
2. Dra.Hj.Musfirotun Yusuf,M.M selaku dosen pembimbing.
3. Semua pihak yang telah membantu dan
mendukung penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap semoga hasil karya ini
bermanfaat dan dapat dijadikan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Akhirnya penyusun menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penyusun harapkan. Untuk itu penyusun mengucapkan
terimakasih.
Pekalongan, 25 Maret
2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah Swt. Yang paling mulia, baik dilihat dari segi
bentuk, kepribadian, akal, pikiran, perasaan dan sebagainya. Berbeda dengan
makhluk yang lain, meskipun memiliki kehidupan tetapi tidak memiliki
sifat-sifat seperti manusia. Sebagai makhluk yang paling mulia, ternyata bahan
dasar yang dipakai dalam menciptakan manusia adalah tanah. Maha Besar Allah
Swt. Pencipta yang paling baik.
pada
makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang penciptaan manusia melalui proses
yang demikian rumit oleh Allah melalui beberapa tahapan untuk memperoleh bentuk
yang sempurna.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man
the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat
manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk
pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.
Kata basyar disebut
dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar
menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran
[3]:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti
makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali
dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama
al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab
[3]: 72), kedua al-insan dihubungkan dengan predisposisi negatif dalam
diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Maarij [70]: 19-21) dan ketiga
al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur
materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]: 28-29). Semua konteks al-insan
ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spritual.
Kata an-nas
yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk
sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal
sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8).[1]
Secara biologis manusia adalah
makhluk yang paling sempurna. Dia merupakan hasil akhir dari hasil evolusi
penciptaan alam semesta. Manusia adalah makhluk dua dimensi. Di satu pihak
terbuat dari tanah (thin) yang menjadikannya makhluk fisik, di pihak
lain, ia juga makhluk spiritual karena ditiupkan kedalamnya roh Tuhan. Dengan
demikian, manusia menduduki posisi yang unik antara alam semesta dan Tuhan,
yang memungkinkannya berkomunikasi dengan keduanya.
Sebagai makhluk fisik-biologis, manusia
adalah makhluk paling maju dan sempurna, dan merupakan puncak evolusi alam.
Sebagai makhluk paling maju secara fisik dan paling rumit dalam strukturnya,
manusia mengandung semua unsur yang ada dalam kosmos, mulai dari unsur yang ada
dalam dunia mineral (batu-batuan, logam dan lainnya), dunia tumbuhan dengan
kemampuan untuk tumbuh, menambah baik dan berkembang biak, sampai yang ada pada
dunia hewan dengan kemampuannya bergerak secara bebas untuk melakukan
penyerapan indrawi (sense perception).
Selain itu manusia juga memiliki jiwa
rasional yang hanya dimilki bangsa manusia saja. Jiwa rasional ini
memungkinkan manusia mampu mengambil
premis-premis rasional yang berguna untuk membimbing,mengatur dan menguasai
daya-daya dari jiwa-jiwa yang lebih rendah. Dengan demikian, manusia merupakan
inti dari alam semesta, dan tidak heran kalau kaum bijak menyebut manusia
sebagai mikrokosmos karena mengandung semua unsur yang terdapat dalam
makrokosmos (alam semesta).
Karena kedudukannya yang sangat istimewa
itulah,manusia dikaruniai roh oleh Tuhan yang menyebabkan manusia memiliki dua
dimensi yang membentuk sebuah entritas yang disebut diri (al-nafs).
Kedua unsur tersebut adalah unsur jasmani dan unsur rohani. Sebagai makhluk
rohani manusia mampu melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh makhluk
lainnya, seperti menerima wahyu atau
ilham, meneruskan kehidupan setelah kematian, melakukan perenungan
abstrak dan mengetahui ma’qulat (yaitu hal-hal yang hanya bisa dipahami
akal dan intuisi tetapi tidak melalui indera).[2]
B.
Ayat atau Hadits Pendukung
·
QS. Al-Mu’minun ayat 12-14
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$#
`ÏB 7's#»n=ß `ÏiB
&ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO
çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR
Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO
$uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ
$uZø)n=ysù sps)n=yèø9$#
ZptóôÒãB
$uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$#
$VJ»sàÏã
$tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO
çm»tRù't±Sr&
$¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù
ª!$#
ß`|¡ômr&
tûüÉ)Î=»sø:$#
ÇÊÍÈ
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah.
13.
kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim).
14.
kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.
·
QS. Shaad ayat 71-72
øÎ) tA$s%
y7/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ) 7,Î=»yz
#Z|³o0 `ÏiB
&ûüÏÛ ÇÐÊÈ #sÎ*sù ¼çmçG÷§qy
àM÷xÿtRur ÏmÏù
`ÏB ÓÇrr
(#qãès)sù ¼çms9
tûïÏÉf»y ÇÐËÈ
71. (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya
aku akan menciptakan manusia dari tanah".
72.
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya".
Ayat tersebut menjelaskan bahwa proses
(tahapan) penciptaan manusia melibatkan tanah (kerak bumi) sebagai bahan dasar,
penyempurnaan dan proses pembentukan, serta ditiupkan ruh Allah Swt. Proses
tersebut merupakan salah satu tahapan pembentukan manusia dari tanah yang
merupakan salah satu unsur bumi, sebagaimana yang tersurat dalam ayat Al-qur’an
tentang proses penciptaan manusia.[3]
·
Dalam sebuah Hadis dijelaskan:
عن أنس
ابن مالك رضي الله عنه عن النّبي صلي الله عليه وسلم قال وكّل الله بالرّحم ملكا
فيقول أي ربّ نطفة , أي ربّ علقة, أي ربّ مضغة,
فإذا اراد الله ان يقضي خلقها قال: أي ربّ ذكر أم أنثي ؟ أشقيّ أم سعيد فما الرّزق
, فما الاجل؟ فيكتب كذ لك في بطن أمّه
Dari Anas bin Malik RA, dari Nabi Saw. Beliau
bersabda.”Allah menugaskan seorang malaikat untuk menangani rahim, lalu dia
berkata, ‘Wahai Tuhanku , setetes mani’. ‘Wahai Tuhanku, segumpal darah’.’Wahai
Tuhanku, segumpal daging’. Kemudian tatkala Allah hendak menyempurnakan
penciptaannya, malaikat itu berkata, ‘Wahai Tuhanku, laki-laki atau perempuan?
Sengsara atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Kapan ajalnya? Maka ditetapkanlah
semua itu ketika berada di dalam perut ibunya .”[4]
C. Teori
Pengembangan
Melalui konsep embriologi yang tersurat di
dalam Al-qur’an dapat dipelajari bahwa Allah Swt. Menciptakan manusia melalui
beberapa proses untuk memperoleh bentuk yang sempurna. Proses penciptaan ini
mempunyai bahan dasar yang berasal dari tanah kemudian mengalami sejumlah
proses menjadi bentuk yang sempurna. Penciptaan manusia berikutnya diciptakan dari
air mani yang kemudian dipertemukan dengan “benih” perempuan. Melalui proses
yang rumit, embrio tersebut bermigrasi dan kemudian tertanamlah “benih” manusia
tersebut pada tempat yang kokoh, yaitu rahim. Seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan di bidang embriologi, terdapat beberapa teori tentang perkembangan
(embriologi) manusia sebelum Al-Qu’an diturunkan, antara lain teori yang
dikemukakan oleh Aristoteles (322-384 SM yang menjelaskan bahwa pencipataan
manusia berasal dari mani laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi
makhluk kecil yang menyerupai manusia. Teori ini berkembang selama 2000 tahun.
Teori ini ditinggalkan karena muncul pertemuan dari Fransisco Redi (1668 M) dan
Louis Pasteur (1864 M) yang menjelaskan terbentuknya janin melalui embriologi modern.
Penemuan pada abad ke-19 ini telah mendukung konsep embriologi yang ada di
dalam Al-Qur’an yang diwahyukan Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad Saw pada abad
ke-7 M. [5]
Di dalam Al-qur’an dijelaskan bahwa
perkembangan manusia di dalam rahim ibu melibatkan 3 proses, yaitu:
1.
Nutfah.
Nutfah
merupakan pencampuran antara setetes mani laki-laki dan wanita. Setetes mani
(dalam ilmu reproduksi disebut sperma) mengandung jutaan sel spermatozoa yang
bercampur dengan sel telur (dalam ilmu reproduksi disebut ovum).
2.
Organogenesis (proses pembentukan organ)
Proses
pembentukan organ dimulai dari:
a.
Pembentukan segumpal darah (alaqoh).
Pembentukan alaqoh terjadi setelah proses peleburan antara sel
spermatozoa dengan sel telur kemudian terbentuklah zigot (merupakan cikal bakal
manusia).
b.
Pembentukan segumpal daging (mudhghoh),
dalam bahasa Indonesia disebut mudigah. Bentukan yang menyerupai segumpal
daging ini terjadi pada minggu ke-3 hingga ke-8.
c.
Pembentukan tulang dan daging (dalam biologi
disebut otot). Pada tahap ini rangka manusia mulai dibentuk.
3.
Tahap perkembangan.
Tahap
ini dimulai sejak minggu ke-8 yang telah menggambarkan kesempurnaan organ
melalui organogenesis (proses pembentikan organ). Dalam hal ini telah terlihat
beberapa anggota badan dan jenis kelamin. Keadaan ini akan terus mengalami
perkembangan hingga menjelang kelahiran. [6]
Al- Fadhil Ali bin Al Muhaddab
Al-Hamawi, seorang tabib, menukil keseragaman pendapat para dokter,bahwa
pembentukan janin di dalam rahim terjadi dalam waktu sekitar empat puluh hari,
dan pada kurun waktu ini sudah bisa dibedakan jenis kelaminnya apakah laki-laki
ataukah perempuan berdasarkan unsur-unsur yang menunjukkan arah bentuknya.
Kemudian menjadi segumpal darah juga dalam kurun waktu seperti itu. Mereka
berkata,”Gerakan janin secara halus akan terasa pada masa pembentukannya.”
Kemudian menjadi segumpal daging kecil juga selama kurun waktu seperti itu,
yakni pada empat puluh hari ketiga, lalu ia pun dapat bergerak. Selanjutnya dia
berkata,”para dokter sepakat bahwa ruh tidak ditiupkan kecuali setelah empat
bulan.”[7]
D. Aplikasi
Hadits dalam Kehidupan
Sebagai khalifah-Nya di muka bumi, manusia
dikaruniai Tuhan dengan dua buah yang sangat istimewa, “kebebasan” dan “ilmu
pengetahuan”. Kebebasan manusia bersandar pada kenyataan bahwa manusia bukan
hanya makhluk jasmani, tetapi juga makhluk rohani dengan memiliki roh yang
berasal dari Tuhan sendiri. Karena roh manusia memiliki sumber rohani, maka
manusia tidak sepenuhnya tunduk pada hukum yang berlaku di alam fisik. Dengan
sifatnya yang seperti itu, Tuhan mengaruniai manusia dengan kebebasan, yakni
kebebasan terbatas untuk memilih, sebagai hadiah yang diberikan hanya kepada
manusia. Kebebasan adalah amanat yang tidak mau diemban oleh langit, bumi dan
gunung-gunung, tetapi hanya manusia yang mau mengembannya.[8]
Dengan adanya kebebasan itu, manusia menjadi
makhluk yang moral yang bisa diberi sifat baik atau jahat, tergantung perbuatan
mana yang dipilihnya secara sadar. Manusia tidak dipaksa Tuhan untuk
mengerjakan suatu perbuatan yang ditentukan khusus oleh-Nya, tetapi manusia
dapat memilih perbuatan tersebut. Dan baik buruknya manusia ditentukan oleh
pilihannya sendiri. Kalau manusia tidak punya kebebasan memilih (ikhtiar),
maka berarti manusia telah ditentukan dari semula untuk melakukan perbuatan
yang ditentukan sebelumnya oleh Tuhan. Dan jika itu yang terjadi, maka manusia
pada hakikatnya tidak punya kekuatan apapun terhadap apa yang telah
dilakukannya. Manusia tidak akan mampu mengubah suatu apapun. Jika keberadaan
dan cara berada manusia seperti ini, maka ia tidak ubahnya seperti keberadaan
dan cara berada benda-benda mati semisal batu atau meja.
Selain kebebasan manusia juga dikaruniai ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan hasil pengolahan akal (berpikir) dan
perasaan tentang sesuatu yang diketahui itu. Sebagai makhluk berakal, manusia
mengamati sesuatu. Hasil pengamatan itu diolah sehingga menjadi ilmu
pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan itu, dirumuskannya ilmu baru yang akan
digunakan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjangkau jauh di luar
kemampuan fisiknya.[9]
Selain panca indera lahir, manusia juga
dikaruniai akal yang mampu menerobos batas-batas inderawi melalui metode
silogistik, sehuingga dapat menangkap obbjek-objek nonmaterial atau yang biasa
disebut ma’qulat (yakni objek-objek yang hanya bisa dipahami oleh akal)
yang biasanya dikontraskan dengan mahsusat (yakni objek-objek yang hanya
bisa ditangkap lewat persepsi indrawi). Selain panca indra dan akal, manusia
juga dikaruniai hati (qolb atau fuad) oleh Tuhan.seperti halnya akal,
hati juga mampu menangkap objek-objek nonmaterial. Namun berbeda dengan akal
yang mengangkap objek-objek tersebut secara tidak langsung melalui proses
pengambilan kesimpulan dari benda-benda atau objek-objek yang telah diketahui,
yang biasanya disebut silogisme, maka hati menangkap objek-objek nonmaterial (ma’qulat)
tersebut melalui pengetahuan langsung atau pengalaman batin atau apa yang
disebut sebagai intuisi. Pengalaman batin tersebut biasanya disebut dzawq.[10]
E. Nilai Tarbawi
1. Manusia diciptakan oleh Allah dari saripati (berasal) dari tanah, maka dari
itu, kita (manusia) harus memiliki sifat rendah hati dan tidak sombong karena
dihadapan Allah kita adalah sama.
2. Semua kehidupan (ajal, jodoh, rizqi, bahagia dan celaka) manusia telah
ditentukan oleh Allah pada usia 4 bulan dalam kandungan , kita sebagai manusia
hanya bisa ikhtiar dan berdoa.
3. Kita harus beriman kepada Qodar (takdir), karena Allah telah mentakdirkan
nasib manusia sejak masih dalam kandungan atau alam rahim.
4. Beriman kepada Qodar (takdir) akan menghasilkan rasa takut yang mendalam
dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk breramal dan istiqomah demi
mengharap khusnul khotimah.
5. Manusia dikarunia oleh Allah berupa akal dan perasaan yang memungkinkannya
menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan membudayakan ilmu yang
dimilikinya.
PENUTUP
Proses penciptaan
manusia setelah Nabi Adam ialah terjadi secara biologis. Yaitu bahwa manusia
diciptakan oleh Allah dari saripati (berasal) dari tanah. Dari saripati
kemudian dijadikan air mani. Setelah air mani bertemu ovum kemudian disimpan
dirahim ibu selama empat puluh hari menjadi segumpal darah lalu menjadi
segumpal daging, kemudian menjadi tulang-belulang kemudian Allah membentuk
menjadi manusia, baru setelah janin berusia 120 hari Allah meniupkan ruh ke
janin tersebut. setelah kandungan berusia 9 bulan terjadi kelahiran.
Semua kehidupan (ajal,
jodoh, rizqi, bahagia dan celaka) manusia telah ditentukan oleh Allah pada usia
4 bulan dalam kandungan , kita sebagai manusia hanya bisa ikhtiar dan berdoa.
DAFTAR
PUSTAKA
Didiek A. Supadie, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2012)
Darajat, Zakiyah.
2014. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Hajar, Ibnu Al-Asqolani, Al-Imron
Al-Hafidz. 2009.Fathul Baari 32. Jakarta: Pustaka Azzam
Kartanegara, Mulyadhi. 2007. Nalar
Religius, menyelami hakikat Tuhan, Alam dan Manusia. Jakarta: Erlangga
Kiptiyah. 2007.
Embriologi dalam Al-qur’an. Malang: UIN Malang PRESS
PROFIL
Nama : Athi’ Faridlotun Khasanah
NIM :
2021214408
Alamat : Desa Kendalrejo, Kec. Petarukan, Kab.
Pemalang
Jurusan : Tarbiyah
Prodi : PAI
Semester : 4
Kelas : L
Pendidikan :
1.
MI AL-
MU’AWANAH
2.
MTs
AL-MU’AWANAH
3.
MAN PEMALANG
4.
STAIN
PEKALONGAN
“ Semua akan indah pada
waktunya”
Hadis 38: Manusia: Aspek Fisik-
Biologis
عن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه
قال حدّثنا رسول الله صلّى الله عليه وسلّم وهوالصّادق المصدوق قال {إنّ احدكم يجمع خلقه في بطن
امّه أربعين يوما ثمّ يكون مضغة مثل ذالك ثمّ يبعث االله ملكا في ؤمرب أربع كلمات
و يقال له اكتب عمله ورزقه وأجله وشقيّ أوسعيد ثمّ ينفخ فيه الروح فإنّ الرّجل
منكم ليعمل حتّى ما يكون بينه وبين الجنّة إلاّ ذراع فيسبق عليه كتابه فيعمل بعمل
أهل النّار و يعمل حتّى ما يكون و بين لنّار إلاّ ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل
أهل الجنّة} رواه البخار في الصحيح كتاب بدء الخالق, باب ذكر الملائكة.
“Dari Zaid bin Wahab, Abdullah bin
Mas’ud berkata, Rasulullah menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang
yang benar lagi dibenarkan, sesungguhnya salah seorang diantara kalian
dikumpulkan penciptaanya diperut ibunya selama 40 hari. Kemudian ia menjadi
segumpal darah kemudian menjadi daging sama seperti itu, kemudian Allah
mengutus Malaikat dan diperintahkan menulis empat kalimat. Dikatakan kepadanya:
tulislah amalnya, rizkinya, dia sengsara atau bahagia. Kemudian ditiupkan ruh
kepadanya. Sesungguhnya salah seorang dianntara kalian melakukan amalan hingga
tidak ada lagi antara dirinya dengan surga kecuali satu jengkal, namun kitabnya
telah mendahuluinya lalu ia melakukan amalan penghuni neraka. Dan sesungguhnya
seseorang berbuat hingga tidak ada antara dirinya dan neraka kecuali satu
jengkal. Namun kitab telah mendahuluinya maka dia melakukan amalan penghuni
surga.” (HR> Bukrori)
[1] Didiek
A. Supadie, dkk, Pengantar Studi Islam, (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2012), hlm 137-138
[2] Mulyadhi
Kartanegara, Nalar Religius, menyelami hakikat Tuhan, Alam dan Manusia, (Jakarta:
Erlangga, 2007), hlm 12-13
[3]
Kiptiyah, Embriologi dalam Al-qur’an, (Malang: UIN Malang PRESS, 2007), hlm 2
[4] Ibnu
Hajar Al-Asqolani, Al-Imron Al-Hafidz, Fathul Baari 32,(Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), hlm
[5] Ibid.,
hlm 20
[6] Ibid.,
hlm 25-30
[7] Ibnu
Hajar Al-Asqolani, Al-Imam Al-Hafizh, op. Cit, hlm 16
[8]Mulyadhi
Kartanegara, op.cit , hlm 14
[9]Zakiyah
Darajat, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm 5-6
[10]
Mulyadhi Kartanegara, op.cit. hlm 15-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar