Tafsir Tarbawi
ADAB MENCARI ILMU
“TAFAQQUH FI AD-DIN” (QS. AT-TAUBAH, 9: 122)
Wildia Eka Futikha (2021114241)
Kelas : H
JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Adab Mencari Ilmu (Tafaqquh Fi Ad-Din)”. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir.
Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai adab-adab dalam mencari ilmu yang dijadikan sebagai pedoman kita dalam menuntut ilmu. Tugas ini disajikan sebagai bahan materi mata kuliah Tafsir Tarbawi II STAIN Pekalongan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa referensi mengenai sumber ajaran islam yang saling berkaitan. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis sangat menyadari bahwa semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca ynag budiman. Amin
Pekalongan, 11 Maret 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagai dasar utama untuk mengatur kehidupan umat untuk mengatur kehidupan dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat. Pendidikan merupakan cara yang sangat tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, Al-Qur’an banyak sekali mebicarakan masalah pendidikan.
Surat At-taubah ayat 122 adalah bagian dari Al-Qur’an yang membicarakan tentang perintah untuk menuntut ilmu, kemudian mengajarkannya kepada umat, agar bisa memelihara dirinya dari hal-hal yang haram.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan dari definisi judul tafaqquh fi al-din ?
2. Bagaimana ayat dan terjemah dari surat At-Taubah ayat 122 ?
3. Bagaimana teori pengembangan dari surat At-Taubah ayat 122 ?
4. Bagaimana aplikasi ayat dalam kehidupan sehari-hari ?
5. Apa saja nilai tarbawi yang dapat diambil dari surat At-Taubah ayat 122 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI JUDUL
Kata tafaqquh mempunyai makna memperdalam ilmu agama, termasuk didalamnya ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan sebagainya. Suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memperdalam ilmu agama (tafaqquh fi al-din) serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya didalam suatu negeri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.
Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam pebuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang keadannya tidak sedang berhadapan dengan musuh.
B. AYAT DAN TERJEMAH
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Penafsiran Ayat :
Berkata Ibnu Abbas mengenai ayat ini, “Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang dan meninggalkan Rasulullah Saw seorang diri”.
Berkata Qatadah, “Jika Rasulullah Saw mengirim pasukan, maka hendaklah sebagian pergi ke medan perang, sedang sebagian lagi tinggal bersama Rasulullah Saw untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, kemudian dengan pengetahuan yang mereka peroleh itu, hendaklah mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan kepada mereka”.
Berkata Adh-Dhahhak, “Jika Rasulullah Saw mengajak berjihad (perang total) maka tidak boleh tinggal dibelakang kecuali mereka yang beruzur. Akan tetapi jika Rasulullah Saw menyerukan sebuah “sariyah” (perang terbatas), maka hendaklah segolongan pergi ke medan perang dan segolongan tinggal bersama Rasulullah memperdalam pengetahuannya tentang agama untuk diajarkan kepada kaumnya bila kembali”.
C. TEORI PENGEMBANGAN
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama (tafaqquh fi al-din). Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan mengakkan sendi-sendi Islam.
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian orang maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah wajib apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’min menuju medan perang.
Dengan susunan kalimat falaulaa yang berarti “diangkat naiknya”, maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan maupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian (fiqh) tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal digaris belakang memperdalam ilmu agama (ada pahlawan di medan perang dengan pedang ditangan dan ada pula pahlawan digaris belakang merenung kitab).
Kata fiqh disini bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam yang bersifat praktis yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci. Tetapi kata itu mencakup segala pengetahuan mendalam. Pengaitan tafaqquh (pendalaman pengetahuan itu) bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama saja.
Pembagian disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya Al-Qur’an bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah SWT, yang diperkenalkan adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia (kasby) dan ilmu yang merupakan anugerah dari Allah tanpa usaha manusia (ladunny). Al-Qur’an tidak membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum karena semua ilmu bersumber dari Allah.
Menurut Al-Biqa’i, kata (طائفة ) dapat berarti satu atau dua orang. Ada juga yang tidak menentukan jumlah tertentu, namun yang jelas ia lebih kcil dari (فرقة )yang bermakna “sekelompok orang yang berbeda dengan kelompok yang lain”. Karena itu, satu suku atau bangsa masing-masing dapat dinamai firqah.
Kata ( ليتفقّهوا ) terambil dari kata( فقه ) , yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan sekedar pengetahuan. Penambahan huruf ta’ pada kata tersebut mengandung makna kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikian kata tersebut mengundang kaum muslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan.
Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berperang. Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad kegaris muka dan ada yang berjihad digaris belakang. Oleh sebab itu sekelompok yang memperdalam pengetahuannya tentang agama itu adalah sebagian daripada jihad juga.
Terdapat hadits yang memberi kedudukan seorang yang alim dalam hal agama sama atau tinggi setingkat dari orang yang berjihad fi sabilillah.
Bersabda Rasulullah Saw:
أَقْرَبُ النَّاسِ مِنْ دَرَجَةِ النُّبُوَّةِ أَهْلُ الْعِلْمِ وَالْجِهَادِ أَمَّا اَهْلُ الْعِلْمِ فَدَلُّواالنَّاسَ عَلَى مَاجَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ وَأَمَّا أَهْلُ الْجِهَادِ فَجَاهَدُوْا بِأَسْيَافِهِمْ عَلَى مَاجَاءَ بِهِ الرُّسُلُ (رواه أبو نعيم عن حديث أبي عباس)
“Manusia yang paling dekat kepada derajat Nubuwwat ialah ahli ilmu dan ahli jihad. Adapun ahli ilmu, merekalah yang menunjukkan kepada manusia apa yang dibawa oleh Rasul-Rasul. San adapun ahli jihad, maka merekalah yang berjuang dengan pedang-pedang mereka, membawa apa yang dibawa oleh Rasul-Rasul itu”. (Dirawikan oleh Abu Nu’aim dari hadits Ibnu Abbas).
Dan sabda Rasulullah Saw pula :
يُوْزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِدَادُالْعُلَمَاءِ بِدَمِ الشُّهَدَاءِ (رواه عبن عبد البر عن ابىالدرداء)
“Ditimbang di hari kiamat tinta orang-orang yang alim dengan darah orang-orang yang mati syahid”. (Dirawikan oleh Ibnu Abdil Bar dari hadis Abu Darda).
Qur’an surat At-Taubah ayat 122 ini memberikan tuntunan jangan lengah tentang nilai-nilai apa yang sebenarnya diperjuangkan yaitu agama. Inti kewajiban dari kelompok yang memperdalam agama adalah supaya dengan pengetahuan mereka yang lebih dalam, mereka dapat memberikan peringatan dan ancaman kepada kaum mereka sendiri apabila mereka kembali pulang.
Mereka yang memperdalam ilmu agama supaya dapat membimbing, mengajari kaumnya dan memberikan peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum mu’minin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan dakwahnya dan membelanya. Bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengungguli yang lain.
D. APLIKASI AYAT DALAM KEHIDUPAN
Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 122 ini menggambarkan bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. Setiap masyarakat berkewajiban membagi diri guna memenuhi semua kebutuhannya.
Ayat ini juga menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Maka wajib bagi setiap muslim untuk menuntut atau mencari ilmu kemudian mengamalkannya. Karena ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon tak berbuah.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidur adalah termasuk jihad karena dapat menguatkan tubuh untuk bekerja. Termasuk makan, minum dan olah raga, semua itu bila kita tujukan untuk menjaga kesehatan kita agar bermanfaat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kita adalah termasuk jihad. Oleh karena itu wajib bagi semua orang Islam untuk menggunakan semua waktunya untuk bekerja dan menuntut ilmu.
Sedangkan kaitannya dengan pendidikan Islam sendiri, tafaqquh fidddin juga relevan untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam, yang tidak hanya tertumpu pada mata pelajaran PAI saja, tetapi juga pada bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain, yang dapat digunakan untuk mengembangkan materi-materi Pendidikan Agama Islam.
E. NILAI TARBAWI
a. Agar senantiasa memperhatikan dan memperbaiki niat dalam mencari ilmu, yaitu semata-mata lillahi ta’ala mengingat keutamaan yang diberikan kepada ahli ‘ilmu, yaitu setara dengan jihad fii sabilillah.
b. Ganjaran yang besar menanti setiap pejuang dijalan Allah SWT, baik perjuangan fisik maupun materi atau pikiran, betapa pun kecilnya. Setiap kesulitan, keletihan, bahkan langkahnya memperoleh ganjaran fisik.
c. Perlu pembagian tugas dan kewajiban. Jangan semua anggota masyarakat menumpuk pada satu kegiatan saja sehingga kegiatan lain terabaikan.
d. Menunutut ilmu, berdakwah, dan mendidik merupakan kegiatan-kegiatan yang tidak kalah pentingnya daripada berjuang dimedan perang.
e. Pentingnya ilmu untuk tetap dijaga dan dikaji supaya bisa diajarkan kembali kepada generasi berikutnya, serta memberantas kebodohan.
f.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pada keseluruhan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa antara jihad dan Tafaqquh fiddiin keduanya hukumnya wajib kifayah. Hukum jihad merupakan fardhu kifayah selama tidak dalam keadaan yang mendesak yang menuntut semua orang Islam untuk ikut. Begitu pula dengan Tafaqquh Fiddiin, juga diwajibkan sebagai perantara untuk jihad dan mempertegak ajaran-ajaran Agama Islam.
Tiap-tiap orang Islam wajib berjihad, baik siang maupun malam, bahkan tidur itu sendiri adalah termasuk jihad karena dapat menguatkan tubuh untuk bekerja. Termasuk makan, minum dan olah raga, semua itu bila kita tujukan untuk menjaga kesehatan kita agar bermanfaat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kita adalah termasuk jihad. Oleh karena itu wajib bagi semua orang Islam untuk menggunakan semua waktunya untuk bekerja dan menuntut ilmu.
Tugas utama Umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi Muslim, sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing.
Tafaqquh Fiddiin adalah merupakan bagian dari jihad dalam bidang pendidikan Islam yang wajib dilaksanakan oleh orang Islam dan masih sangat relevan, bahkan amat penting dalam rangka untuk mencerdaskan umat Islam dan mempertegak ajaran-ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, Nata. 2009. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Hamka. 1984. Tafsir Al-Azhar Juz XI. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas.
Bahreisy, H. Salim. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 4. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Mushthafa, Al-Maraghi Ahmad. 1993. Terjemah Al-Maraghi Juz XI. Semarang: Toha Putra.
Shihab, Quraish. 2012. Al-Lubab makna, tujuan dan pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hati. 2012.
GAMBAR REFERENSI
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Wildia Eka Futikha
NIM : 2021114241
Tempat, tanggal dan lahir : Pemalang, 19 Oktober 1995
Alamat : Ds. Sima RT 03/12 Kec. Moga, Kab. Pemalang
Riwayat Pendidikan : SD N 02 SIMA
SMP N 01 MOGA
MA KH. SYAFI”I BUARAN PEKALONGAN
STAIN PEKALONGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar