Tafsir
Tarbawi
PENDIDIKAN
MENTAL
(DIRIKAN
SHALAT, AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR)
QS.
LUQMAN 17
Khusnul Malikhatun
Novia
(2021114184)
Kelas PAI G
PRODI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
seagala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya, semoga kita
mendapat syafaatNya di yaumul akhir nanti. Amin.
Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas Tafsir Tarbawi II dengan judul PENDIDIKAN MENTAL (DIRIKAN SHALAT, AMAR MA’RUF NAHI
MUNKAR).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ghufron
Dimyati, M.Si. selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir Tarbawi II.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan khasanah
ilmu dan manfaat untuk pembaca dan penulis khususnya. Amin yaa robbal’alamin.
Pekalongan, 28 Maret 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ibadah adalah tindakan untuk
mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah
ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju
kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh tuhan dan
hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang
menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan
mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena
itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat
beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang
taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami
apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada golongan yang
berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba
kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka
kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah
sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
Ada pula yang berpendapat bahwa
dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba
bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai
ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah
mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian golongan yang terakhir
adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan yang pertama dan kedua,
mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surat
Luqman Ayat 17
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ
الأُمُورِ
Artinya: “Hai anakku, Dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah).” (Q.S Luqman : 17)
B. Asbabun
Nuzul
Ketika ayat ke-82 dari surat
Al-An’am diturunkan,para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang menghadap
Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang
dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim?”.Jawab beliau “ Bukan
begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada anaknya :
Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. (HR.Bukhori dari Abdillah)
Surat Al Luqman adalah termasuk
surat Makkiyah, terdiri dari 34 ayat, surat ini diturunkan setelah surat Ash –
Shaffat. Luqman adalah seorang yang Sholeh dan memiliki akhlaq yang mulia,
yaitu akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan yang kokoh. Namanya diabadikan
oleh Allah dalam salah satu surat di dalam Al Qur an, yakni surat ke 31.
Sehingga di dalam surat ini Allah memberikan
pelajaran kepada kita akan kesholehan Luqman dalam memberikan nasehat kepada
anaknya, yakni nasehat yang mengandung unsur “keilmuan” yang mendalam,
“keihklasan” yang suci dan “kecintaan”yang tinggi. Luqman adalah sosok ayah
pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya diabadikan dalam Al Qur'an.[1]
C. Tafsir Ayat
Pertama: Firman Allah SWT, (يبُنَيَّ اقِمِ الصَّلَوةَ ) “Hai anakku,
dirikanlah shalat.” Luqman berwasiat kepada anaknya dengan ketaatan ketaatan
paling besar, yaitu shalat, menyuruh kepada yang makraf dan melarang dari yang
mungkar. Tentu saja maksudnya setelah dia sendiri melaksanakannya dan menjauhi
yang mungkar. Inilah ketaatan dan keutamaan paling utama.
Kedua: Firman Allah SWT, (وَاصْبِرْ عَلَ مَااَصَابَكَ) “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu,” mengandung
anjuran untuk merubah kemungkaran sekalipun Anda mendapatkan
kemudharatan. ini mengisyaratkan bahwa orang yang merubah terkadang
akan disakiti. Ini semua hanya sebatas kemampuan dan kekuatan sempurna hanya milik
Allah SWT.
Ketiga: Firman Allah SWT, ( أِنَّ ذَ لِكَ مِنْ اْلأُ مُورِ ) “yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Ibnu
Abbas RA berkata, “Di antara hakikat keimanan adalah bersabar atas segala yang
tidak diinginkan.”
Ada yang berpendapat bahwa
mendirikan shalat, menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Demikian pendapat yang dikatakan
oleh Ibnu Juraij. Bisa juga maksudnya adalah termasuk akhlak mulia dan hal-hal yang
mesti dilakukan oleh orang-orang yang menjalani lorong keselamatan. Namun
perkataan Ibnu Juraij lebih tepat.
“Hai
anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).”[2]
Luqrnan as. melanjutkan nasihatnya
kepada anaknya nasihat yang dapat menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran
Ilahi dalam kalbu sang anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan
panggilan mesra: Wahai anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan
sempurna syarat, rukun dan sunnah-sunnahnya. Dan di samping engkau memperhatikan dirimu dan membentenginya
dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan pula orang lain berlaku serupa. Karena
itu, perintahkanlah secara
baik-baik siapa pun yang mampu engkau ajak mengerjakan yang ma'ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran. Memang, engkau
akan mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam melaksanakan tuntunan
Allah, karena itu tabah dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu dalam melaksanakan aneka
tugasmu.
Sesungguhnya yang demikian
itu yang
sangat tinggi kedudukannya dan jauh
tingkatnya dalam kebaikan yakni shalat, amr. ma'ruf dan nahi munkar atau dan kesabaran termasuk hal-hal yang dipermtah Allah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya.
tingkatnya dalam kebaikan yakni shalat, amr. ma'ruf dan nahi munkar atau dan kesabaran termasuk hal-hal yang dipermtah Allah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya.
Nasihat Luqrnan di atas menyangkut
hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal saleh yang puncaknya adalah shalat,
serta amal-amal kebaaikan yang tecermin dalam amr mar’ruf dan nahi munkar, juga nasihat berupa perisai
yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
Menyuruh mengerjakan ma'ruf,
mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum
diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar
yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itu agaknya yang menjadi
sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan ma'ruf dan
menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain
membiasakan anak melaksanakan tuntunan
ini membuat dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta
kepeduhan sosial.[3]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa pertama, perintah melaksanakan sholat yang terdapat dalam
ayat ketujuh belas surah Luqman mencakup ketentuan-ketentuan,
syarat-syarat dan ketepatan waktunya. Kedua, perintah amr ma’ruf
nahi munkar berarti perintah melakukan kebajikan dan melarang dari
setiap perbuatan buruk. Ketiga, bersabar atas segala gangguan dan rintangan
yang datang menghadang pada saat kita hendak melaksanakan amr ma’ruf
nahi munkar. Karena menurut beliau, setiap orang yang hendak mengerjakan
amr ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapat rintangan, cobaan atau
halangan, dan pada saat itulah dibutuhkan kesabaran. Imam Mujahid dalam
tafsirnya menjelaskan yang dimaksud dengan amr ma’ruf nahi munkar pada ayat ini
adalah siapa yang mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT dan mencegah
orang untuk menyembah kepada selain-Nya, maka itu dinamakan amr ma’ruf nahi
munkar.
Ma'ruf adalah “Yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat
dan telah mereka kenal luas”, selama sejalan dengan al-khair (kebajikan), yaitu
nilai-nilal ilahi. Mungkar adalah
sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai
Ilahi. Karena itu, QS. Al-Imran : 104 menekankan: “Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.”
Dalam ayat 17 ini Luqman menyuruh
anaknya untuk menegakan shalat. Karena shalat merupakan tiang agama dan sebagai
penolak keburukan dan kemungkaran. Kemudian menyuruh pula agar anaknya selalu
menyeru dan mengajak kepada kebaikan, juga menolak semua bentuk kemungkaran.
Karena mengajak pada kebaikan dan menolak keburukan itu adalah jalan yang
ditempuh para Nabi dan selayaknya orang-orang pun melakukan hal demikian karena
hal itu adalah bentuk perilaku sangat mulia dan terhormat.
Redaksi meneruskan kisah Luqman
kepada anaknya. Ia menelusuri bersama anaknya langkah- langkah
akidah setelah kestabilannya dalam nurani. Setelah beriman kepada Allah tidak
ada sekutu bagi-Nya, yakin terhadap kehidupan akhirat yang tiada keraguan di
dalamnya, dan percaya kepada keadilan balasan dari Allah yang tidak akan luput
walaupun seberat satu biji sawi pun, maka langkah selanjutnya adalah menghadap
Allah dengan mendirikan shalat dan mengarahkan kepada manusia untuk berdakwah
kepada Allah, juga bersabar atas beban-beban dakwah dan konsekuensi yang pasti
ditemui.
Pada ayat ini ada suatu pesan bahwa
salah satu tugas orang tua kepada anaknya ialah mendidiknya untuk menegakkan
shalat. Karena shalat merupakan langkah kedua setelah keimanan sehingga
Rasulullah SAW menyebutkan dalam hadisnya bahwa shalat merupakan rukun Islam
yang kedua setelah ikrar keimanan dilakukan (syahadatain) dan
Rasulullah memerintahkan agar orang tua menyuruh anaknya shalat semenjak usia
dini, yakni usia tujuh tahun., sebagaimana sabdanya:
“Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya
dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Suruhlah anak-anakmu
mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun., dan pukullah mereka
jika meninggalkannya bila mereka telah berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah
tempat tidur mereka.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
Dengan menegakkan shalat berarti
kita melakukan perbaikan spiritual. Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azharnya
disebutkan bahwa : ia untuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan
Allah, untuk memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan
perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah shalat. Dengan shalat kita
melatih lidah, hati dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Tuhan.
Selain itu, jika kita bahas salah
satu rahasia shalat, misalkan ketika melakukan sujud, anggota badan yang
terletak di posisi paling tinggi yaitu kepala,kita rendahkan hingga kening kita
menyentuh tanah, sedikitnya sebanyak 34 kali dalam 17 rakaat shalat wajib,
karena itu shalat senantiasa mengajari manusia untuk tidak takabbur, sebaliknya
mendidik kita untuk tawadhu di hadapan Allah SWT.
Nasihat Luqman pada ayat 17 ini
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah
shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi
mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan
yaitu sabar dan tabah. Menyuruh mengerjakan makruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya,
karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian
juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah
dirinya,. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan
anaknya melaksanakan yang makruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan,
menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini
menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial.
Menurut Mohsen Qaraati, Kita
berkewajiban untuk membina anak-anak kita menjadi individu-individu yang
bertanggungjawab dan memiliki kepekaan social melalui pendidikan keberimanan,
kebertuhanan, menegakkan shalat dan melalui pendidikan amar makruf nahi
mungkar.Karena amar makruf adalah bukti cinta seseorang kepada ajaran yang
diyakininya, bukti kecintaan seseorang kepada umat, bukti dari keinginan yang
kuat untuk menuju keselamatan secara massal. Amar makruf adalah semangat
keagamaan dan jalinan persahabatan antar umat.
Inilah
jalan akidah yang telah dirumuskan Allah. Yaitu, mengesakan Allah, merasakan
pengawasan-Nya, mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya, yakin kepada
keadilan-Nya, dan takut terhadap pembalasan dari-Nya. Kemudian melalui ayat 17
ini beralih kepada dakwah untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan
mereka, serta menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari yang
mungkar. Juga bersiap-siap sebelum itu untuk menghadapi peperangan melawan
kemungkaran, dengan bekal yang pokok dan utama yaitu bekal ibadah dan menghadap
kepada-Nya serta bersabar atas segala yang menimpa da’i di jalan Allah.[4]
D. Aspek Tarbawi
1)
Selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan
kepada kita.
2)
Allah akan menambahkan nikmat kepada orang-orang yang
bersyukur kepada-Nya
3)
Selalu bersabar dan tabah terhadap segala cobaan.
4)
Selalu mendirikan salat dengan sebaik-baiknya
5)
Sebelum kita menyuruh orang lain berbuat kebaikan, kita
harus berbuat baik terlebih dahulu dan apabila melarangnya berbuat keburukan
maka kita harus mencegah diri sendiri dari perbuatan buruk.
6)
Tidak sombong dan angkuh atau memandang rendah orang lain.
7)
Hendaknya berjalan secara wajar, tidak dibuat-buat dan
kelihatan angkuh atau sombong, dan lemah lembut dalam berbicara sehingga orang
yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tentram hatinya.
8)
Mematuhi nasihat orang tua selama nasihat itu mengarah pada
kebaikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Al-qur’an surat Luqman ayat 17
menerangkan mengenai kewajian mengerjakan shalat karena shalat
merupakan hal yang utama serta di wajibkan untuk mengerjakan yang baik serta
mencegah dari perbuatan yang mungkar dan diserukan untuk bersabar ketika
menghadapi sesuatau yang menimpa dirinya (anak Luqman) dan dari
ketika tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya itu adalah wajib
untuk dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad
Mustafa. Tafsir Al-Maraghi.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi,
Pustaka Azzam, Jakarta Selatan. 2009.
Shihab, M. Quraish. Tafsir
Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta. 2003.
2 Al-Qurthubi, Syaikh
Imam. Tafsir Al-Qurthubi, Pustaka Azzam, (Jakarta Selatan. 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar