Laman

new post

zzz

Sabtu, 03 September 2016

TT1 A 1c Hikmah: Anugrah Allah SWT



HIKMAH: ANUGERAH BESAR 
QS AL BAQARAH 269


Disusun Oleh:
Zuhrotul Fiitriyah (2021  113  044)
Kelas: A
 
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN)
PEKALONGAN
2016




Kata Pengantar
Bismiillahirrohmanirohim.
Alhamdulillah, Segala  puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberikan amanah untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hikmah Anugerah Besar dalam Qs Al Baqarah 269”  diberikan kelancaran dalam pengerjaan tugas. terima kasih buat dosen pengampu mata kuliah tafsir tarbawi 1 bapak Ghufron Dimyati M.S.I yang telah membantu dalam mengajarkan kami dalam memahami ayat-ayat Al-qur’an berkaitan dengan pendidikan.
shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW, serta para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian para umatnya hingga akhir zaman.
Dengan kemampuan yang sangat terbatas, penulis menyadari bahwa penulis jauh dari kesempurnaan, penulis sudah berusaha dan mencoba mengeksplorasi dari beberapa sumber mengenai Qs Al Baqarah 269 yang akan dibahas ini, dan apabila dalam makalah ini dijumpai kekurangan maupun kesalahan pada pengetikan atau pembahasan, maka penulis dengan senang hati menerima kritikan dari pembaca. Karena kesempurnaan sejatinya dimiliki Allah Swt, dan kekurangan ada pada diri penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat,. Amin ya robbal ‘alamin. Selamat membaca.
                                                                                 Pekalongan,  1 September 2016





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Qur'an diartikan sebagai kalm Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada Allah swt.
Al Qur’an murni wahyu dari Allah swt, bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad saw. Al Qur'an memuat aturan-aturan kehidupan manusia di dunia. Al Qur'an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Di dalam al Qur'an terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Al Qur'an merupakan petunjuk yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.
dalam hal ini Al-Qur’an banyak diklasifikasikan dan banyak terkandung makna didalamnya dan dapat diklasifikasikan dengan pokok-pokok isi ajaran yang ada dalam Al-Qur’an dan faedahnya.
Dalam Al-Qur’an salah satunya menjelaskan mengenai pengkajian ilmu pengetahuan, Al-Qur’an merupakan kontrol terhadap keimanan dan ketakwaan. Dalam hal ini berkaitan juga dengan akal untuk selalu berfikir baik dengan menjauhi keburukan. Akal yang matang yang mampu menyesuaikannya maka terciptalah kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan.  
Dalam hal ini pemakalah akan sedikit mengkaji salah satu ayat Al-Qur’an Qs Al-Baqarah 269 yang didalamnya mengkaji hikmah anugerah Besar yang ada dalam ayat tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya: “Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” Qs. Al-Baqarah 269
A.  Pengertian Hikmah dalam Qs Al-Baqarah 269
Hikmah menurut bahasa ialah pemberian atau ganjaran. Hikmah juga disebut Bijaksana, dan ahli hikmah dalam Bahasa Arab Al-Hakim adalah satu dari asma Allah.. [1]Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai hikmah menurut Lalu Qatadah dan Mujahid berpendapat hikmah disini maksudnya adalah ilmu fikih yang ada didalam Al-Qur’an. Ibnu Zaid berpendapat , makna hikmah adalah ketajaman dan pikiran dalam masalah agama.
 Sedangkan Malik bin Anas berpendapat  bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang agama Allah, lalu memperdalamnya, serta mempraktekkan ajarannya. Lalu Rabi’ bin Anas berpendapat hikmah adalah ketakwaan, sementara Ibrahim An- Nakha’I dan Zaid bin Aslam berpendapat hikmah adalah pemahaman mengenai Al-Qur’an. sedangkan Hasan mengatakan bahwa hikmah adalah wara’ (keshalihan).
Makna Asal dari hikmah adalah seseatu yang dapat menjauhkan diri dari kebodohan. Oleh sebab itulah mengapa ilmu biasanya disebut dengan hikmah, begitu juga dengan Al-Qur’an , pemikiran, akal dan pemahaman, semua ini sering disebut juga dengan hikmah. Hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia.[2]
Allah SWT memberi hikmah dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dan menjiwai empunya kepada siapa saja yang kehendaki Allah. Sebagai sarana yang bisa menampung hikmah adalah akal yang mampu memberi keputusan dalam menelusuri segala sesuatu dengan berbagai argumentasi, disamping menyelidiki hakikatnya secara bebas.[3]

B.  Tafsir
1.    Tafsir Al Misbah
Ayat ini menjelaskan bahwa hikmah terambil dari kata (حكم) hakama, yang pada mulanya berarti menghalangi. Dari kata yang sama dibentuklah kata yang bermakna kendali, yakni sesuatu yang fungsinya mengantar kepada yang baik dan menghindarkan dari yang buruk. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan pengetahuan dan kemampuan menerapkannya.
Hikmah dipahami dalam arti pengetahuan tentang baik dan buruk, serta kemampuan menerapkan yang baik dan menghindar dari yang buruk. Dalam ayat sebelumnya menjelaskan dua jalan, jalan Allah dan jalan sedari yang buruk. Dalam ayat sebelumnya menjelaskan dua jalan, jalan Allah dan jalan setan, yang dianugerahi pengetahuan tentang kedua jalan itu, mampu memilih yang terbaik dan melaksanakannya serta mampu pula menghindari dari yang buruk, maka dia telah dianugerahkan hikmah.
Bahkan tidak semua mau menggunakan akalnya untuk memahami pelajaran tentang hakikat ini, hanya Ulu al-Albab yang dapat mengambil pelajaran. Kata ((É=»t6ø9F{$##qä9'ré&  ) Ulu al-Albab terdiri dari dua kata ulu yang berarti pemilik atau penyandang, sedangkan albab sebagaimana dijelaskan dalam ayat 179 adalah bentuk jamak dari (لبّ) lubb yaitu saripati sesuatu.Ulu al-Albab adalah orang-orang yang memiliki akal murni, yang tidak diselubungi oleh“kulit” yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir.[4]
2.    Tafsir Al-Qurthubi
Dalam tafsiran ayat ini dibahas beberapa masalah:
Pertama: Firman Allah SWT ä!$t±o `tBspyJò6Åsø9$#ÎA÷sム “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”yakni memberikan hikmah tersebut kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.
Al Qurthubi mengatakan bahwa hikmah (الحكمة) adalah bentuk mashdar dari (الاحكام) yang maknanya adalah mengikat perkataan atau perbuatan. Oleh karena itu Al-Qur’an adalah hikmah, sunah Rasul SAW adalah hikmah, dan semua yang disebutkan mengenai fadhilah adalah hikmah.
Dalam kitab shahih Imam Al-Bukhari disebutkan“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memberikannya pengetahuan tentang agama.”
Dan pada ayat ini disebutkan:“Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang banyak.”pada ayat ini kata hikmah terus diulang tanpa diidhmarkan, agar diperhatikan dengan sesksama, dan sebagai peringatan atas ketinggian dan fadhilah yang dimilikinya, seperti yang telah kami jelaskan ketika membahas tentang tafsir yang artinya “ Lalu orang-orang yang mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka.”  
Kedua: Firman Allah SWT,“Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang banyak,. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”Dikatakan: siapa saja yang diberikan hikmah dan ilmu tentang Al-Qur’an maka ia telah diberikan pemberian yang terbaik dari macam ilmu kitab sebelumnya, dari lembaran apa saja yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Terakhir, dan ilmu apapun yang ada dimuka bumi.
Karena Allah SWT mengatakan mereka yang memiliki ilmu dalam firman Allah SWT
štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ̍øBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s%
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.(Qs. Al-Israa’85).
 Namun pada ayat ini Allah SWT menyebut mereka yang memiliki ilmu Al-Qur’an dengan “Sungguh telah diberi kebijakan yang banyak.” Karena, ilmu ini adalah kumpulan dari semua ilmu.
Kata يؤتَ yang dibaca oleh jumhur ulama berbentuk binafi’il lil maf’ul (naibul fa’il bentuk pasif), namun Az-Zuhri dan Ya’qub membaca (يؤتِ) barangsiapa yang diberikan hikmah oleh Allah. Dengan begitu maka fa’il (subjek)nya adalah asma Allah SWT. Sedangkan kata (مَن) adalah maf’ul (objek) pertama yang dikedepankan, dan kata (الحكمة) maf’ul keduannya. Untuk kata (الاَلْبَبِ) berbentuk jamak, adapun bentuk tunggalnya adalah (لُبَ), yang maknanya adalah orang yang berakal.[5]
3.    Tafsir Ibnu Katsir
Menurut tafsir Ibnu Katsir Firman Allah, “Dia menganugerahkan al hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki.” Yakni pengetahuan mengenai Al-Qur’an yang menyangkut masalah nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, yang pertama dan yang kemudian turun, halal dan haram, serta masalah lainnya. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.
Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud secara marfu’. Pangkal hikmah ialah rasa takut kepada Allah.” Ada pula yang mengatakan hikmah itu pemahaman, sunnah, akal, dan menurut Malik ialah pemahaman terhadap agama, perkara yang dimasukkan Allah ke dalam kalbu yang berasal dari rahmat dan karunia-Nya. menurut As-Sadi, hikmah ialah kenabian.[6]

C.  Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Hikmah dalam ayat yang mulia menjunjung tinggi pengertian hikmah dengan memberinya pengertian yang sangat luas. Bahkan, dalam hal ini juga memberi petunjuk agar menggunakan akal, yang merupakan perangkat manusia paling mulia.
Siapa saja yang telah diberikan taufik (pertolongan Allah) akan mengerti mengenai ilmu yang bermanfaat ini. ia juga akan dituntun oleh Allah SWT untuk menggunakan akalnya secara sehat dan diarahkan ke jalan yang benar. Maka ia akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Berarti pula, ia mampu menundukkan kekuatan yang telah diciptakan Allah untuknya, seperti halnya pendengaran, penglihatan, pemikiran, rasa dan citra untuk tujuan yang bermanfaat bagi dirinya agar bisa memperisiapkan untuk melaksanakan apa yang dikehendaki.
Kemudian ia akan diarahkan segala sesuatunya kepada yang Maha menciptakan yang hanya karena Allah ia ini ada, dan hanya kepada-Nya lah ia akan kembali. Dengan demikian, ia tidak akan menyerah kepada godaan setan yang membujuknya. Bahkan jiwanya akan tetap kokoh menghadapi berbagai rintangan. Sebab, ia berkeyakinan bahwa segala sesuatu itu terjadi atas kodrat Ilahi dan kehendak-Nya.[7]
Dengan adanya ilmu yang berguna dapat mendorong manusia bekerja dan berkarya, sehingga manusia akan mendapat kebahagiaan yang abadi ketika Allah memberikan hikmah ( ilmu yang berguna) dengan hikmah akan menuntunnya kepada kebahagiaan yang abadi.

D.  Aspek Tarbawi
Dalam hal ini ayat diatas aspek tarbawi dalam QS Al Baqarah 269 mengenai hikmah anugerah besar sebagai berikut:
1.    Penetapan perbuatan bagi Allah pada yang bergantung pada kehendaknya.
2.    Sesungguhnya yang ada pada manusia berupa ilmu
3.    Kemuliaan yang agung bagi orang yang diberikan kepadanya Al-Hikmah
4.    Kita wajib bersyukur kepada Allah ta’ala yang telah memberikan kepadanya Al-Hikmah, karna kebaikan yang sangat banyak ini wajib kita syukuri.
5.    Anugerah hikmah yang diberikan Allah kepada seseorang melalui banyak cara, (diantaranya) Allah ta’ala fitrahkan ia dengan hal tersebut, atau dapat diraih dengan latihan dan berteman dengan orang-orang yang arif.
6.    Bahwa orang yang tidak dapat mengambil pelajaran, menunjukan akan adanya kekurangan pada akalnya, yaitu akal sehat, akal yang memberikan petunjuk pada dirinya.











BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Pada ayat diatas bahwa kajian ilmu pengetahuan sangat luas sekali, dalam kaitannya Al-Quran dan ilmu pengetahuan. Keduanya akan mampu bersinergi secara utuh dan kuat jika kita seimbangkan. bahwa yang dimaksudkan dalam kutipan ayat diatas bahwa Al-Hikmah ialah ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Maka dalam hal ini berbuatlah baik dengan jalan yang ditentukan Allah.
Hikmah dalam ayat yang mulia menjunjung tinggi pengertian hikmah dengan memberinya pengertian yang sangat luas. Bahkan, dalam hal ini juga memberi petunjuk agar menggunakan akal, yang merupakan perangkat manusia paling mulia.
Dengan adanya ilmu yang berguna dapat mendorong manusia bekerja dan berkarya, sehingga manusia akan mendapat kebahagiaan yang abadi ketika Allah memberikan hikmah ( ilmu yang berguna) dengan hikmah akan menuntunnya kepada kebahagiaan yang abadi. Allah SWT memberi hikmah dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat , dan menjiwai empunya kepada siapa saja yang kehendaki Allah.










DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. 1993.  Tafsir Al- Maraghi, cet 2. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang,

Al-Qurthubi,Imam. 2007.  Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Ar-Rifa’i, Muhammad  Nasib. 1999.  Tafsir Ibnu Katsir, Cet 1. Jakarta: Gema Insani Press.
Hamka.  1983.  Tafsir Al-Azhar.  Jakarta: Pustaka Panjimas.

Shihab, M. Quraish. 2002.  Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.














PROFIL PENULIS
Nama Lengkap            : Zuhrotul Fitriyah
Nama Panggilan          : teman kuliah memanggil saya dengan Zuzuh
T.T.L                           : Pekalongan, 02 Maret 1995
Hobi                            : Memasak, Menyoret-nyoret, jalan-jalan
Alamat                                    : Desa Kalijambe, kec Sragi, Kab Pekalongan
Riwayat Pendidikan   :
1)      SD N 02 Kalijambe Sragi
2)      MTs Ma’arif NU Sragi
3)      MAN 2 Pekalongan sekarang MAN 2 Kota Pekalongan
4)      Sekarang masih aktif Mahasiswa STAIN Pekalongan yang Alhamdulillah sudah jadi IAIN Pekalongan




[1] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983).h. 54
[2] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi,( Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),h. 725
[3] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al- Maraghi, cet 2, ( Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993)h. 74
[4]M. Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002).h. 581
[5] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Op.Cit, h.726-727
[6] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir, Cet 1 ( Jakarta: Gema Insani Press, 1999).h. 445
[7] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Op.Cit, h. 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar