KEDUDUKAN ORANG BERILMU
(Kesempurnaan Akal)
Q.S. Al Qashash ayat 14
Disusun oleh:
Ika
Setyaningsih (2021113047)
Kelas : A
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin
Segala puji bagi Allah
Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada umat manusia. Rasa
syukur selalu kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmat yang
tak terhitung jumlahnya. Salah satunya yaitu nikmat yang diberikan kepada penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas makalah ini.
Shalawat serta salam
juga tidak lupa penulis haturkan pada
junjungan kita Nabi Agung Nabi Muhammad Saw beserta sahabat dan keluarganya.
Kemudian ucapan terima kasih penulis kepada kedua orang tua, dosen pengampu
mata kuliah Tafsir Tarbawi I, dan teman-teman semua yang telah banyak
memberikan kontribusi sehingga tersusunlah makalah tafsir tarbawi I ini dengan
judul “Kedudukan Orang Berilmu“ dengan sub pembahasan “Kesempurnaan
Akal”.
Segala
kekurangan hanya milik kita sebagai manusia. Dan kesempurnaan hanya milik Allah
SWT. Seperti halnya dalam penyusunan makalah ini. Begitu banyak kekurangan yang
ada didalam makalah. Maka dari itu, penulis
dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca agar dalam penyusunan
makalah yang selanjutnya dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk kita semua. Aamiin........
Pekalongan,
1 September 2016
Penulis
A.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan kalamullah yang mutlak kebenarannya,
berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan akhirat
kelak. Ajaran dan petunjuk tersebut amat dibutuhkan oleh manusia dalam
mengarungi kehidupannya.
Namun Al-Qur’an bukanlah kitab suci yang
siap pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut,
tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general
sehingga untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah
tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagaimana yang
dilakukan oleh para ulama’.
Salah satu pokok ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur’an adalah tentang kedudukan orang berilmu. Dalam makalah ini
akan membahas mengenai kedudukan orang
berilmu bab kesempurnaan akal yang terdapat pada Qur’an surat Al Qashash ayat
14.
B.
PEMBAHASAN
1.
Teori
2.
Tafsir
a.
Tafsir Al
Qurthubi
Rabi’ah dan Malik berkata “Pendapat yang menyebutkan bermimpi
dewasa, lebih kuat,” berdasarkan Firman-Nya, yang artinya “Sampai mereka cukup umur untuk kawin.”
Pernikahan bisa dilakukan apabila fungsi seksualnya sudah dewasa. Usia maksimal
seseorang baru pertama kali masuk usia dewasa dengan bermimpi tadi adalah 34
tahun. Ini adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri.
“Sempurna akalnya.” Ibnu
Abbas RA berkata “Mencapai usia 40 tahun.” Al Hukm adalah hikmah sebelum
Kenabian Muhammad SAW. Ada yang mengatakan bahwa maksudnya, pemahaman dalam
agama, dan telah dibahas didalam surah Al Baqarah dan surah lainnya. Al ‘Ilm
adalah al Fahm, kepahaman, menurut As-Suddi.
Ada yang mengatakan bahwa maksudnya, kenabian. Mujahid berkata
“Pemahaman”. Muhammad bin Ishak berkata, “Pengetahuan” seputar ilmu agamanya
dan ilmu-ilmu kakek moyangnya. Musa AS mempunyai 9 murid dari bangsa Israil.
Mereka juga menjadikan Musa AS sebagai pemimpin dan tempat mereka berkumpul.
Itu terjadi sebelum beliau diangkat sebagai Nabi.
“Dan “demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik” . Sebagaimana
kami memberi pahala nikmat kepada Ibu Musa AS manakala dia memasrahkan semua
urusannya kepada Allah SWT, dengan membuang anaknya ke laut, dan dia sepenuhnya
percaya kepada janji Allah SWT. Kemudian Kami kembalikan anaknya kepada ibunya
sebagai hadiah, sedangkan ibunya dalam keadaan aman. Selanjutnya, Kami
memberikan kepada Musa AS akal, hikmah dan kenabian. Demikianlah Kami memberi
ganjaran baik kepada setiap orang yang berbuat baik. [1]
b.
Tafsir Jalalain
(Dan setelah Musa cukup
umur) telah mencapai umur tiga puluh tahun atau tiga puluh tiga tahun. (dan sempurna akalnya) yaitu
telah mencapai umur empat puluh tahun. (Kami berikan kepadanya hikmah)
yakni kebijaksanaan. (dan ilmu) yaitu
pengetahuan tentang agama sebelum ia diutus menjadi Nabi. (dan demikianlah)
Kami memberikan balasan kepada Musa. (Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik) untuk diri mereka sendiri.[2]
c.
Tafsir Al Azhar
“Dan
setelah Musa cukup umurnya dan dewasa, Kami berikan kepadanya Hukum dan Ilmu.” Telah dapat dikira-kirakan bahwa kurang lebih 30 tahun dia menjadi
“Anak angkat” Fir’aun. Dari kecil dibesarkan dalam istana Fir’aun. Tetapi sejak
kecil itu pula ibunya telah membiasakan membawanya pulang dari istana, bahkan
dia diasuh, dibimbing dirumah ibunya sendiri dan disaat-saat yang perlu dibawa
ke istana. Dengan demikian maka keluarga Imran yaitu nama ayah Musa telah pula
mendapat keuntungan dari hubungan anaknya dengan istana. Abangnya Harun un
telah mendapat pekerjaan yang layak diistana dan leluasa masuk istana. Keluarga
Musa, sebagai keluarga Bani Israil golongan yang tertindas dan dipandang hina,
karena Musa jadi “anak angkat” telah mendapat hak istimewa yang tidak didapat
oleh keluarga Bani Israil yang lain. Keadaan ini pernah diuraikan oleh Musa dihadapan
Fir’aun sendiri kemudiannya, sebagai yang tersebut pada ayat 22 dari Surat 26
asy Syu’ara.
Lantaran itu,
meskipun dia dianggap sebagai “orang istana”, dia tidak terpisah dari kaumnya.
Dia mengetahui apa yang dialami oleh kaumnya. Dia selalu melihat perlakuan yang tidak adil yang
dilakukan oleh kekuasaan Fir’aun “wa malai-hi” dan segala kaki tangannya
terhadap kaumnya. Sebab itu maka pengalaman-pengalaman yang pahit, yang
dilihat, yang didengar menambah pengetahuannya tentangg mana yang adil dan mana
yang zalim. Kalau terasa dalam hatinya, bahwa kalau dia yang memegang hukum,
tentu begitu mestinya. Dia pun melihat perbedaan yang mencolok mata tentang
perlakuan kepada rakyat. Kalau yang bersalah itu kaum Quthbi, kaum Fir’aun
sendiri, kesalahannya itu akan ditutup-tutup. Tetapi kalau Bani Israil yang
bersalah, maka hukumnya sangat kejam, tidak sepadan dengan kesalahan atau
pelanggaran yang diperbuatnya. Keadaan yang disaksikan tiap hari ini menambah
matang pribadi Musa, menambah dia cerdik dan pandai. Allah telah memberinya
anugerh Hukum dan Ilmu. Sebab dalam istana niscaya dia diajar sebagai anak-anak
orang bangsawan dan dalam masyarakat diajar oleh pengalaman-pengalaman dan
melihat kepincangan-kepincangan yang berlaku terhadap rakyat yang lemah “Dan
demikianlah Kami mengganjari orang-orang yang berbuat baik.”
Pada ujung ayat
ini dapat kita menggali suatu kenyataan. Yaitu bahwa disamping apa yang telah
ditentukan oleh Allah bahwa Musa kelak kemudian hari akan dijadikan Nabi dan
Rasul, dengan kehendak Tuhan juga telah ada orang-orang yang berbuat baik, yang
telah berhasil usahanya sehingga Musa menjadi seorang yang mengerti hukum dan
berilmu. Tentu saja yang berusaha berbuat baik ini adalah orang-orang yang
mendidik dan mengasuhnya. Terutama ibu kandungnya,kedua istri Fir’aun yang
budiman itu. Dipujikan disini bahwa usaha mereka yang baik itu berhasil.[3]
d.
Tafsir Al
Maraghi
Dalam ayat-ayat
terdahulu Allah menceritakan bahwa Dia telah melimpahkan nikmat-Nya kepada Musa
diwaktu kecil, seperti menyelamatkannya dari kebiasaan setelah diletakkan
didalam peti dan dilemparkan kesungai, serta menyelamatkan dari penyembelihan
yang melanda anak-anak Bani Israil. Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa Dia
melimpahkan nikmat kepadanya ketika dewasa, seperti memberinya ilmu dan hikmah,
kemudian mengutusnya sebagai rasul dan Nabi kepada Bani Israil dan bangsa
Mesir. Selanjutnya Allah menceritakan bahwa Musa membunuh seorang bangsa Mesir
yang berkelahi dengan orang Yahudi dengan tinju yang mengakibatkan kematiannya.
Lalu Musa memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya tersebut, dan bertekad
tidak menolong seorang yang sesat dan berdosa. Tetapi manakala melihat
perkelahian lain antara orang Yahudi tersebut dengan orang Qibti yang lain,
Musa terdorong untuk menolong kembali orang Yahudi tersebut, sehingga orang
Mesir itu berkata, “Apakah kamu hendak mengadakan perdamaian dimuka bumi,
ataukah hendak menjadi orang yang berbuat sesuatu tanpa memikirkan akibatnya
dan menjadi orang yang mengadakan kerusakan?”
Dalam ayat 14 ini
dijelaskan setelah tubuh Musa kuat dan akalnya sempurna, maka Kami memberinya
pemahaman agama dan pengetahuan tentang syari’at. Hal ini ditegaskan oleh Allah
didalam Firman-Nya yang lain:
“Dan
ingatlah apa yang dibacakan dirumah kalian dari ayat-ayat Allah dan hikmah
(Sunnah Nabi kalian).” (Q.S Al-Ahzab:
34)
Sebagaimana
Kami telah memberikan balasan kepada Musa atas ketaatannya kepada Kami dan
memberinya kebaikan atas kesabarannya terhadap perintah Kami, maka demikian
pula Kami membalas setiap hamba yang berbuat kebajikan, mantaati perintah dan
menjauhi larangan Kami.[4]
3.
Aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari
Akal sendiri berarti sebagai suatu kemampuan yang dimiliki manusia
untuk mengetahui, membedakan baik dan buruknya sesuatu sehingga manusia mampu
menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya. Akal akan menuntun manusia kepada
kebenaran. Akal ini pula lah yang menjadi pembeda manusia dengan binatang. Akal
itu untuk mengendalikan dan meredam hasutan hawa nafsu dalam hati manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari kesempurnaan akal ini dapat diterapkan
pada penggunaan etika. Dimana etika juga berkaitan dengan adanya akal, saat
ingin menjalankan suatu hal pastilah akal menjadi pengendali langkah kita. Agar
langkah yang kita ambil nantinya tidak meninggalkan dampak yang buruk untuk
diri kita sendiri maupun orang lain.
Selain diterapkan pada penggunaan etika, akal juga dapat dikaitkan
dengan akhlaq manusia. Dimana suatu akal yang sehat pasti akhlaq yang tercipta
baik, namun apabila akal yang tidak sehat maka akhlaq yang tercipta akan buruk.
Aplikasi lain dari adanya akal adalah melaksanakan ibadah, dengan
adanya akal ini manusia dapat beribadah kepada Rabb-Nya. Rasul memberi dorongan
untuk menjadi muslim yang benar-benar memahami syari’at islam, dan itu tidak
dapat dicapai kecuali kita memanfaatkan sebaik mungkin akalnya.
Manusia dianugerahi akal oleh Allah adalah untuk memikirkan segala
yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Dengan berpikir maka mendorong manusia
untuk menggunakan dan mengembangkan akal pikirannya, salah satunya adalah
dengan menuntut ilmu. Seperti pada Firman Allah pada surat Az-Zumar ayat 9 yang
artinya “katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu)
dengan orang-orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya (hanya) orang-orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[5]
4.
Aspek tarbawi
a.
Hendaklah kita
selalu berbuat baik karena kebaikan yang kita lakukan akan dibalas dengan
kebaikan pula.
b.
Hendaklah kita
menggunakan dan mengembangkan akal pikiran kita untuk menuntut ilmu.
c.
Jadikan akal
kita sebagai pengendali setiap sikap yang akan kita lakukan.
C.
PENUTUP
Simpulan
Akal merupakan
anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia, dimana akal ini menjadi
pembeda antara manusia dengan ciptaan Allah yang lainnya. Dengan adanya akal
manusia ini akan terdorong untuk mencari ilmu karena ilmu dapat mengembangkan
akal kita. Dan karena ilmu pulalah derajat manusia akan diangkat.
Dalam surat Al
Qashash ayat 14 dijelaskan bahwa setelah cukup umur Musa maka akan sempurnalah
akalnya sehingga saat Musa itu cukup umur diberilah ia pemahaman agama dan
pengetahuan tentang syari’at.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qurthubi, Syaikh
Imam . 2009. Terjemahan Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Azra, Azyumardi . 2000. Pendidikan Tradisi Dan Modernisasi
Menuju Menelium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Hamka. 1982. Tafsir
Al-Azhar Juz XX. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Jalaluddin Al-Mahalli,
Imam. 2009. Terjemahan Tafsir Jalaluddin Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Mustafa
Al-Maragi, Ahmad. 1986. Tafsir
Al-Maragi Juz XX. Semarang: PT.Karya Toha Putra.
Profil
Nama : Ika Setyaningsih
TTL : Pekalongan, 12 Oktober 1995
Alamat : Dukuh Sumur Bandung RT 01/01 Ds. Gejlig
Kec Kajen
Pendidikan :
RA :
Raudlatul Athfal Muslimat Al Utsmani Gejlig Kajen lulus 2001,
SD : SD
Negeri Gejlig 02 lulus 2007
SMP : SMP
Negeri 02 Kajen lulus 2010
SMA : SMA PGRI
2 Kajen lulus 2013
PT : IAIN
Pekalongan Insya Allah lulus 2017 Aamiin J
[1]
Syaikh Imam Al
Qurthubi, Terjemahan Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
hlm.658-659
[2]
Imam Jalaluddin
Al-Mahalli,Terjemahan Tafsir Jalaluddin Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), hlm.386
[3]
Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juz XX, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 61
[4]
Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz XX, (Semarang: PT.Karya Toha
Putra,1986), hlm.77-78
[5]
Azyumardi Azra,
Pendidikan Tradisi Dan Modernisasi Menuju Menelium Baru, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2000), hlm. 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar