KARAKTERISTIK ORANG BERILMU
“Sifat Orang ‘Alim”
(Qs. Al-Fathir ayat 28)
Ajeng Fitriana (2021113262)
Kelas B
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Sifat Orang ‘Alim” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Dan juga penulis berterima kasih pada Muhammad Hufron selaku Dosen
Mata Kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan tugas ini.
Penulis sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Sifat orang ‘alim yang terkadung dalam Qs. Al-Fathir
ayat 28. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Untuk itu, penulis berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya.
Sebelumnya penuis
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis
memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
membangun demi perbaikan di masa depan.
Pekalongan, 09 September 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan
Tuhan yang lain. Yang menjadikan alasan manusia adalah makhluk yang paling
sempurna diantara makhluk lainnya karena manusia mempunyai akal dan pikiran.
Itulah yang membedakan kita sebagai manusia berbeda dengan makhluk penghuni
bumi yang lain. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak manusia yang hanya
memanfaatkan pikirannya saja, tanpa memanfaatkan akalnya, sehingga banyak orang
yang berilmu pengetahuan namun tidak menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya itu
adalah atas karunia yang Allah berikan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan mencoba mengkaji
ayat-ayat tentang sifat orang ‘alim yang terdapat dalam Qs. Al Fathir ayat 28.
Tentunya dengan mengkaji ayat-ayat tersebut diharapkan kita semakin bertambah pengetahuan
serta menambah iman dan ketaatan kita terhadap kekuasaan Allah SWT.
B.
Materi Tafsir
ÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøèC ¼çmçRºuqø9r& Ï9ºxx. 3
$yJ¯RÎ)
Óy´øs ©!$# ô`ÏB ÍnÏ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3
cÎ) ©!$# îÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ
“dan
demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Kata “sifat”
(traits) dalam istilah psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap
(hampir tetap) pada seseorang. Untuk mengetahui sifat-sifat seseorang yang
sebenarnya, memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, disamping
pengetahuan psikologi sebagai dasarnya.
Secara
sederhana, sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri seperti pembawaan, minat,
konstitusi tubuh, dan cenderung bersifat tetap atau stabil.[1]
Kemudian yang dimaksud dengan ‘alim dalam konsep Islam adalah
seseorrang yang menguasai disiplin-disiplin ilmu Islam secara utuh mulai dari
ilmu alat (bahasa, sastra dan lain-lain) sampai ilmu pelengkap lalu menerapkan
dalam kepribadian, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[2]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat orang ‘alim ialah tingkah
laku atau perbuatan seseorang yang yang menguasai disiplin ilmu secara utuh
mulai dari ilmu alat (bahasa, sastra dan lain-lain) sampai ilmu pelengkap lalu
menerapkan dalam kepribadian, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B.
Tafsir
ÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøèC ¼çmçRºuqø9r& Ï9ºxx. 3
$yJ¯RÎ)
Óy´øs ©!$# ô`ÏB ÍnÏ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3
cÎ) ©!$# îÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ
“dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
1.
Tafsir
Al-Mishbah
Dalam tafsir
ini menggarisbawahi bahwa kesatuan sumber materi namun menghasilkan aneka perbedaan.
Sperma yang menjadi bahan penciptaan dan cikal bakal kejadian manusia dan
binatang, pada hakikatnya nampak tidak berbeda dalam kenyataannya satu dengan
yang lain, sekalipun dengan menggunakan alat pembesar.
Kemudia kata ‘ulama adalah
bentuk jamak dari kata ‘alim yang terambil dari akar kata yang berarti mengetahui
secara jelas. Banyak pakar agama yang memahami kata ini, seperti Thabathaba’i
memahami kata ini dalam arti yang mendalami ilmu agama. Beliau berpendapat
bahwa mereka itu adalah yang mengenal Allah, dengan nama-nama, sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya, pengenalan yang bersifat sempurna sehingga hati
menjadi tenang dan segala keraguan serta kegelisahan menjadi sirna.
Kemudian Thahir Ibn ‘Asyur,
berpendapat bahwa yang dimaksud ulama adalah orang-orang yang mengetahui
tentang Allah dan Syariat. Adapun ilmuwan dalam bidang yang tidak berkaitan
dengan pengetahuan tentang Allah, serta pengetahuan tentang ganjaran dan
balasan-Nya, yaitu pengetahuan yang sebanarnya. Maka mereka itu tidaklah
mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum kepada Allah. Seorang yang alim
yakni dalam pengetahuannya tentang syariat tidak akan samar baginya
hakikat-hakikat keagamaan.[3]
2.
Tafsir Al Azhar
Dalam surat
Al-Fathir ayat 28 ini bertemu kalimat Ulama yang berarti orang-orang yang
berilmu. Dan jelas pula bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam dikeliling
kita, sejak dari air hujan yang turun dari langit menghidupkan bumi yang telah
mati.
Tentang Ulama
atau orang-orang yang berpengetahuan, Ibnu Katsir telah menafsirkan: “tidak
lain orang yang akan merasa takut kepada Allah itu hanyalah Ulama yang mencapai
ma’rifat, yaitu mengenal Tuhan menilik hasil kekuasaan dan kebesaran-Nya. Maha
Besar, Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui, yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan
dan yang empunya “Asma’ul Husna” (nama-nama yang indah). Apabila ma’rifat
bertambah sempurna dan ilmu terhadap-Nya bertambah matang, ketakutan pada-Nya
pun bertambah besar dan bertambah banyak”.
Ibnu Abbas
mengatakan: “Alim sejati diantara diantara hamba Arrahman ialah yang tidak
mempersekutukan Dia dengan sesuatupun dan yang hala tetap halal dan yang haram
tetap haram, serta memlihara perintah-Nya dan yakin bahwa dia akan bertemu
dengan Dia, lalu selalu menilik dan menghitung amalnya sendiri”.
Abdullah bin
Mas’ud berkata: “bukanlah seorang dikatakan Alim karena dia banyak hapal
hadits. Alim sejati ialah yang banyak khasyyah atau takutnya kepada Tuhan.”
Imam Malik
berkata: “ilmu bukanlah karena banyak menghapal riwayat Hadis, bahkan ilmu
adalah Nur yang dinyatakan Tuhan dalam hati.”
Suatu riwayat
yang dibawakan dari Sufyan Tsauri: “Ulama itu tiga macam, (1) Alim yang
mengenal Allah dan mengenal perintah Allah, (2) Alim yang mengenal Allah tetapi
tidak mengenal perintah Allah dan (3) Alim yang mengenal perintah tetapi tidak
mengenal Allah.”[4]
3.
Tafsir Ibnu
Katsir
Firman Allah Ta’ala, “sesungguhnya
yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya hanyalah Ulama.” Sesunngguhnya
orang yang benar-benar takut kepada-Nya ialah para ulama yang memahami tentang
Allah. Karena itu, jika pemahaman tentang Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa,
Yang Maha Mengetahui, yang memiliki aneka sifat kesempurnaan, dan yang disifati
dengan nama-nama yang bagus itu sempurna dan utuh , maka rasa takut terhadap-Nya akan lebih besar, lebih kuat dan
lebih konsisten. Hasan Bashri berkata, “orang Alim ialah yang takut kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah dengan kegaiban-Nya, yang mencintai apa yang dicintai-Nya,
dan yang zuhud terhadap perkara yang dimurkai Allah.”[5]
C.
Aplikasi dalam
Kehidupan
Allah telah menunjukkan kekuasan-Nya yaitu dengan menciptakan
manusia, binatang, dan tumbuhan dengan berbagai macam bentuk, jenis dan
warnanya. Dimana manusia itu pada dasarnya sama diciptakan dari sperma,
sehingga kita tidak boleh mengejek ataupun mengolok-oloknya. Apabila kita
mengejek atau mengolok-olok manusia yang lain maka sesungguhnya kita telah
mengejek kekuasaan Allah SWT.
Namun yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang
lain adalah seorang ‘alim yang senantiasa bertaqwaan kepada Allah SWT, dimana
seseorang tersebut akan senantiasa melakukan hal-hal yang dianjurkan oleh Allah
dan akan menjauhkan segala larangan-Nya.
Seseorang yang ‘alim menyadari bahwa kenikmatan kehidupan yang ada
di dunia ini hanyalah sementara, dan kehhidupan yang kekal abadi hanyalah
diakhirat. Maka ia senantiasa mengamalkan ilmunya, dimana ilmu tersebut dapat
bermanfaat untuk kebaikan dunia dan akhirat, sehingga hatinya menjadi tenang,
tentram dann tidak ada kegelisahan, karena ia menyadari bahwa segala bumi dan
alam seisinya hanyalah milik Allah SWT.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Allah telah
menciptakan manusia, binatang beserta tumbuhan dengan berbagai macam jenisnya,
bentuk serta warnanya. Hal tersebut bahwa Allah menunjukkan tanda kekuasan-Nya
2.
Dengan Allah menciptaan manusia, binatang dan
tumbuhan dengan berbagai macam, jenis dan warnya, namun yang paling benar-benar
mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah ulama yaitu
orang-orang yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah. Bahwa Allah Maha Perkasa
serta Maha Peengampun kepada hambanya yang beriman dan taat.
3.
Sebagai manusia
hendaknya kita semua menghargai adanya perbedaan yang ada diantara kita, karena
meskipun kita berbeda namun tetap sama asalnya yaitu berasal dari sperma. Namun
yang dapat membedakan diantara kita dihadapan Allah ialah ketaqwaan kita terhadap
perintah-Nya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dalam kandungan Qs. Al-Fathir dijelaskan bahwa Allah SWT
menciptakan manusia, binatang, dan buah-buahan dengan berbagai bentuk dan
berbagai macam warnanya. Semua manusia diciptakan sama yaitu dengan sperma,
namun yang dapat membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya yaitu ketaqwaannya, dimana dalam Qs Al-Fathir tersebut dijelaskan yaitu
seorang ulama.
Ulama seperti yang dijelaskan yaitu orang yang memiliki ilmu
pengetahuan mengenai ilmu agama. Dengan ilmu pengetahuan tersebut mereka
mengenal Allah dengan sangat sempurna, baik nama-nama, sifat-sifat, dan
perbuatan-perbuatan-Nya. Sehingga seseorang yang demikian hatinya menjadi
tenang, dan segala keraguan serta kegelisahan menjadi sirna. Karena ia
menyadari bahwa yang ada di dunia ini adalah
sementara.
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Rifa’i,
Muhammad Nasib. 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema
Insani Press
Hamka.
1988. Tafsir Al Azhar Juz XXII. Jakarta: Pustaka Panjimas
Shihab,
M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati
Gandra, Muhazir.http://kopite-geografi.blogspot.co.id/2013/05/sikap-sifat
temperamen-watak-dan.html, diakses pada tanggal
8 September 2016, pukul:10.38
Rouf,
Abdul. http://kumpulanmakalahtarbiyah.blogspot.co.id/2011/04/alim
ulama-pewaris-para-nabi.html,
diakses pada tanggal 10 September 2016, pukul: 10. 52 WIB
BIODATA DIRI
Nama : Ajeng
Fitriana
Tempat,
Tanggal Lahir : Tegal, 16
Februari 1996
Alamat :
Jl. Raya Bojongsana Rt 04/Rw 02 Desa
Bojongsana Kecamatan
Suradadi Kabupaten Tegal
Hoby :
Berenang dan Traveling
Riwayat
Pendidikan : 1. TK Masyitoh
Suradadi
2. SD N Bojongsana
3. MTs Negeri Pemalang
4. MAN Pemalang
5. IAIN Pekalongan
[1]
muhazir gandra, http://kopite-geografi.blogspot.co.id/2013/05/sikap-sifat-temperamen-watak-dan.html, diakses pada tanggal 8 September 2016, pukul:10.38 WIB
[2] Abdul Rouf, http://kumpulanmakalahtarbiyah.blogspot.co.id/2011/04/alim-ulama-pewaris-para-nabi.html, diakses pada
tangal 10 September 2016, pukul 10.52 WIB
[3] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 465-466.
[4] Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XXII, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1988), hlm. 245-246
[5] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 965-966.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar