Faridatul Ulya
(2021115113)
Kelas B
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah saya yang berjudul “Pengembaraan menuntut ilmu”. Tak lupa sholawat dan
salam marilah kita limpah curahkan kepada guru besar kita yakni Nabi Muhammad
SAW, tanpa adanya beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan. Makalah
ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi. Ucapan terimakasih
saya sampaikan kepada:
Dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan kepada kami, orangtua kami yang selalu memberikan doa dan
dukungan dalam menuntut ilmu. Rekan rekan mahasiswa dan seluruh pihak yang
bersedia memberikan partisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Manusia pasti memiliki kekuragan
seperti halnya dalam pembuatan makalah ini pun kami banyak sekali kekurangan.
Untuk itu, kami selalu mengharap kritik dan saran dari pembaca guna kemajuan
bersama.
Akhir kata dari penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Pekalongan, 27 September 2016.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Banyak manusia didunia ini yang mengingkari Allah dan mengingkari
semua ciptaannya. Padahal manusia setiap hari telah melihat panorama semesta
dan fenomena-fenomena yang selalu ada dan pernah hilang dari pandangannya.
Namun keseriusannya telah hilang karena sudah biasa melihatnya dan juga karena
sering terulang.
Al-Qura’an telah mengembalikan perhatian mereka kepada keagungan
dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang sangat mengagumkan itu. Yaitu melalui
dalil-dalil, serta bukti wujud yang dapat dilihat dan dirasakan oleh perasaan.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tafsir surat
Al-Ankabut:19-20. Pada ayat 19, manusia disuruh merenungkan segala yang terjadi
dialam semesta ini, mulai dari oermulaan penciptaan sampai penciptaan tersebut
terulang-ulang. Al-Qur’an menjadikan alam semesta sebagai media pemaparan
ayat-ayat keimanan dan petunjuknya. Sedangkan ayat 20, mengajak manusia untuk
berjalan dibumi dan memperhatikanciptan Allah dan tanda-tanda kekuasaan dalam
ciptaannya, baik dalam benda mati maupun makhluk hidup. Sehingga mereka
memahami zat yang telah menciptakan semua itu akan dengan mudah mengulang
ciptaannya tanpa kesulitan.
Melalui makalah ini saya akan membahas lebih lanjut tentang
penciptaan makhluk dialam semesta ini dari surat Al-Ankabut ayat 19-20.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
QS.
Al-Ankabut ayat 19-20
Artinya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
Penjelasan dari Ayat 19:
Mereka lengah sehingga tidak memperhatikan atau memikirkan
bagaimanaAllah SWT memulai penciptaan segala sesuatu pertama kali dan tanpa
contoh sebelumnya. Setelah Allah mencipta dan yang diciptakan itu binasa, dia
mengulanginya kembali dengan diciptakannya kemalisesuatu yang lain dan serupa
dengan apa yang telah binasa. Atau Allah SWT menciptakan manusia, dan setelah
kematiannya dia mengembalikan manusia yang telah mati itu hidup kembali untuk
mempertanggungjawabkan segala amalnya. Sesungguhnya penciptaan dan
pengulangannya itu yang hanya dapat dilakukan oleh Allah adalah mudah bagi-Nya.[1]
Artinya:
“Katakanlah, berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu”.
Penjelasan dari ayat 20:
Berjalanlah dimuka bumi kemana saja kaki kamu mebawa kamu, lalu
dengan segera walau baru beberapa langkah kamu melangkah, perhatikanlah
bagaimana Allah SWT memulai penciptaan makhluk yang beraneka ragam. Seperti
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Kemudian Allah SWT
menciptakannya lagi di lain kali setelah penciptaan pertama waktu itu.
Sesungguhnya Allah SWT mahakuasa atas segala sesuatu.[2]
B.
Tafsir
1.
Tafsir
Ibnu Katsir
Allah
SWT memberitahukan tentang Al-Khalil a.s bahwasannya dia menegaskan hari kiamat
kepada kaumnya yang mengingkariya. Penegasannya itu melalui hasil penciptaan
Allah yang dapat mereka lihat pada diri mereka sendiri setelah sebelumnya
mereka bukan apa-apa. Zat yang memulai penciptaan dari tiada adalah berkuasa
pula untuk mengembalikannya. Dan itu mudah bagi-Nya. Penegasan itu juga
dilakukan dengan mengambil pelajaran dari penciptaan langit dan bumi,
makhluk-makhluk yang ada pada keduanya, dan benda-benda yang ada diantara
keduanya yang menunjukkankepada adanya pembuat sebagai pencipta yang mutlak,
yang mengatakan kepada sesuatu “Jadilah”, maka ia pun menjadi. Karena itu Allah
SWT berfirman, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
menciptakan pada permulaan, kemudian dia mengulanginya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah”. Ayat ini seperti firman Allah SWT, “
Dialah yang memulai penciptaan kemudian mengulanginya dan pengulangan itu lebih
mudah bagi-Nya.
Firman Allah SWT, “ Katakanlah, ‘Berjalanlah dimuka bumi, lalu
perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan dari permulaan, kemudian Allah menjadikannya
sekali lagi”, pada hari kiamat. “Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala
sesuatu”. Konteks ayat ini seperti firma Allah SWT, “ Kami akan memperlihatkan
kepada mereka ayat-ayat kami yang terdapat diufuk dan pada diri mereka sendiri
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia adalah hak”.[3]
2.
Tafsir
Al Misbah
Kata yarau terambil dari kata ra’a yang dapat berarti
melihat dengan mata kepala atau mata hati/memikirkan atau memperhatikan.
Sementara ulama antara lain Thabathaba’i memahami kata tersebut dalam arti
dengan mata hati/memikirkan bukan melihat dengan mata kepala. Tetapi ulama lain
seperti Thahir Ibn Asyur memahaminya dalam kedua makna diatas. Kejadian manusia
dan kematiannya atau munculnya tumbuhan dan lainnya, dapat terlihat sehari-hari
dengan mata kepala manusia yang mau melihatnya. Demikian juga ia dapat
dipikirkan dan direnungkan oleh siapapun, walau tidak melihat dengan mata
kepala. Kedua pendapat diatas benar, hanya saja yang pertama benar jika obyek melihat
adalah asal-usul kejadian alam, yang tentu saja tidak dapat dilihat kecuali
melalui mata hati atau pikiran dengan melalui riset dan penelitian. Sedangkan pendapat yang dikemukakakn oleh Ibn
Asyur juga benar, jika obyek penglihatan adalah kelahiran dan tumbuhan yang
memang dapat disaksikan dengan pandangan mata.
Kata yubdi’u terambil
dari kata bada’a. Kata yang
terdiri dari huruf ba’, dal
dan hamzah, berkisar
maknanya pada memulai sesuatu. Orang yang terkemuka dinamai bad’u,
karena namanya biasa disebut terlebih dahulu.
Allah yang memulai
penciptaan dipahami dalam arti “Dia yang menciptakan segala sesuatu pertama
kali dan tanpa contoh sebelumnya”. Ini mengandung arti bahwa Allah ada sebelum
adanya sesuatu. Dia yang mencipta dari tiada, maka wujudlah segala sesuatu yang
dikehendakin-Nya.
Banyak penjelasan dikemukakan melalui ayat-ayat guna membuktikan
kekuasaan Allah dan keniscayaan hari kiamat. Kaum musyrikin belum juga
menyambut baik penjelasan-penjelasan itu, karena itu ayat diatas memerintahkan
Nabi Muhammad SAW bahwa: Katakanlah kepada mereka: “Kalau kamu belum juga
memercayai keterangan-keterangan diatas antara lain yang disampaikan oleh
leluhur kamu dan bapak para Nabi yakni Nabi Ibrahim, maka berjalanlah
dimuka bumi kemana saja kaki kamu membawa kamu, lalu dengan
segera walau baru beberapa langkah kamu melangkah. Perhatikanlah bagaimana
Allah memulai penciptaan makhluk yang beraeka ragam-manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan dan sebagainya-kemudian Allah menjadikannya dikali
lain setelah penciptaan pertama kali itu. Sesungguhnya Allah maha
kuasa atas segala sesuatu.
Kata an-nasy’ah terambil dari kata an-nasy’ yaitu kejadian.
Patron yang digunakan ayat ini yang menunjukkan terjadinya sekali kejadian.
Atas dasar itu sementara ulama memahaminya sebagai menunjuk kepada satu
kejadian yang terjadi sekaligus tidak berulang-ulang atau bertahap, dalam hal
ini adalah kejadian kebangkitan semua manusia diakhirat kelak.[4]
C.
APLIKASI
QS. Al-Ankabut 19-20 DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Orang-orang
yang mengingkari semua ciptaan Allah dan manusia disuruh merenungkan segala
yang terjadi dialam semesta ini, mulai dari permulaan penciptaan sampai penciptaan
tersebut terulang-ulang.
Pada ayat 20,
menjelaskan bahwa mengajak manusia untuk berjalan dibumi dan memperhatikan
ciptaan Allah dan tanda-tanda kekuasaannya dalam ciptaannya, baik dalam benda
mati maupun makhluk hidup.
Allah memperintahkan manusia supaya
memperhatikan bagaimana Allah menciptakan makhluk dari permulaannya. Manusia
melihat dibumi ini sesuatu yang menunjukkan proses penciptaan kehidupan yang
pertama dan bagaimana permulaan penciptaan makhluk itu, kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi.
D.
ASPEK
TARBAWI
1.
Melakukan
perjalanan, dengannya seseorang akan menemukan banyak pelajaran berharga baik
melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam, maupun dari
peninggalan lama yang masih tersisa puing-puingnya.
2.
Melakukan
pembelajaran, penelitian, dan percobaan (eksperimen) dengan menggunakan akalnya
untuk sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada yang kekal didunia ini, dan
bahwa dibalik peristiwa dan ciptaan itu, wujud satu kekuatan dan kekuasaan yang
maha besar.
BAB III
PENUTUP
E.
Kesimpulan
Kesimpulan dari surat Al-Ankabut ayat 19-20 antara lain:
1.
Pada
ayat 19, manusia disuruh merenungkan segala yang terjadi alam semesta ini.
Dalam ciptaan Allah tidak ada sesuatu yang sulit baginya.
2.
Pada
ayat 20, mengajak manusia untuk berjalan dibumi Allah dan memperhatikan ciptaan
Allah dan tanda-tanda kekuasaannya dalam ciptaannya. Sehingga mereka memahami
zat yang telah menciptakan semua itu akan dengan mudah mengulang ciptaannya
tanpa kesulitan.
Allah memulai kehidupan
ini dan mengulangnya dengan kekuasaannya yang mutlak yang tak terikat dengan
pola pandang manusia yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab, Ciputat
Tangerang:
Lentera Hati
Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1999. Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentera Hati
[1] M. Quraish Shihab, Al-Lubab,(Ciputat
Tangerang:Lentera Hati, 2012) hlm. 98-99
[2] M. Quraish Shihab, Al-Lubab,(Ciputat
Tangerang: Lentera Hati, 2012) hlm. 99
[3] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i,Tafsir Ibnu Katsir,( Jakarta: Gema Insani Press, 1999) hlm.723
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002),hlm. 464-467
Tidak ada komentar:
Posting Komentar