TUJUAN PENDIDIKAN KHUSUS
(Merubah Keadaan) : Q.S 13. Ar-ra’d ayat: 11
Mega
Pradipta (2021115239)
Kelas
B
PRODI PAI / JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan Rahmat,Nikmat dan
hidayah-Nya kepada hamba-Nya.Salah satunya adalah nikmat yang diberikan kepada
penulis yaitu bimbingan,petunjuk dan kemudahan dalam menyusun makalah sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini tanpa suatu halangan apapun.
Sholawat serta salam
juga tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
SAW,begitu pula kepada keluarganya serta para sahabatnya.Tak lupa juga penulis
ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendo’akan.Disamping
itu,penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Tafsir Tarbawi I yang telah memberikan tugas serta teman-teman semua ,sehingga
tersusunlah makalah ini yang berjudul “Tujuan Pendidikan Khusus” dengan
sub pembahasan”Merubah Keadaan”.
Dalam penulisan makalah
ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi materi yang perlu
diperbaiki.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk memperbaiki makalah ini dimasa mendatang.
Pekalongan,27 September
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia senantiasa dijaga oleh malaikat. Amal manusia dicatat oleh malaikat yang
menyertainya, Raqib dan Atid. Karena semua amal manusia dicatat oleh malaikat dan manusia diberi pilihan, maka ketika seseorang
atau masyarakat berada dalam kondisi buruk, mereka diperintahkan untuk
melakukan perubahan. Begitu pula sebaliknya, kenikmatan yang diberikan oleh
Allah Swt. akan berganti menjadi malapetaka jika mereka mengubahnya. Perubahan
yang terjadi diinformasikan oleh Allah Swt. hanya akan terjadi jika dilakukan
oleh masyarakat itu sendiri, baik ke arah baik maupun ke arah buruk. Ketika
suatu masyarakat hendak berubah maka masyarakat itu sendirilah yang harus
memperjuangkan dan melakukan perubahan, bukan yang lain.
Jika suatu masyarakat hendak mengubah sistem ekonomi kapitalis
menjadi ekonomi Islam haruslah dilakukan perubahan pemahaman dalam diri mereka
tentang kebobrokan ekonomi kapitalis sekaligus pemahaman tentang kewajiban
menerapkan ekonomi Islam dan
pemahaman tentang apa dan bagaimana sistem ekonomi Islam. Demikian juga untuk
mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat Islam; pemahaman jahiliah yang berkaitan dengan
pemikiran, perasaan, dan sistem aturan sebagai pembentuk masyarakat harus
diubah dan diganti menjadi pemahaman yang berdasarkan Islam.
B. Judul
Judul yang akan saya bahas kali ini adalah tentang tujuanpendidikankhusus“Merubah Keadaan”.
C. Nash
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ
خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا
فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَال
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.”Q.S ar’rad 13 :11”
Dalam ayat yang mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua
perkara di seluruh dunia ini terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya. Namun
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan sunnah- sunnah kauniyah dan syari’at
dalam merubah nasib suatu kaum. Sehingga umat yang menjalankan sunnah-sunnah
kauniyah dan syari’at untuk kejayaan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala merubahnya
menjadi jaya. Demikian juga sebaliknya, apabila mereka menjalankan
sunnah-sunnah Allah untuk kerendahan dan kehinaan, maka Allah menjadikan mereka
hina dan rendah. Hal ini telah terjadi pada umat-umat terdahulu, yang
semestinya menjadi pelajaran bagi umat manusia pada zaman sesudahnya.
D.
ArtiPentinguntukDikaji
Ayatinipentingdikajikarenabanyak
aspek-aspek kehidupan baik aspek berbau agama Islam maupun non-Islam menjadikan
ayat ini sebagai motif dan motivasi hidup.Selainitu, ayattersebutdapat dikonsepkan mengenai dua hal yakni konsep Ikhtiar
(usaha) dan Doa(Tawakal). Suatu perbuatan yang dilakukan oleh
individu pasti mempunyai tujuan yakni mencapai kebahagiaan lahir batin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Kenikmatan yang dilimpahkan Allah kepada suatu masyarakat, bisa
saja hilang dan berubah menjadi adzab apabila masyarakatnya berbuat durhaka dan
maksiyat kepada Allah. Begitupun sebaliknya, keadaan yang buruk yang menimpa
masyarakat akan berubah menjadi menyenangkan dan penuh nikmat apabila
masyarakatnya berlaku takwa dan beramal sholeh.
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah
sebab-sebab kemunduran mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan suatu
kaumseperti penyakit, kemiskinan, dan musibah lain yang di sebabkan oleh ulah
mereka sendiri, maka tidak ada seorangpun yang dapat melindungi mereka
daripadanya, tidak pula menolak apa yang di takdirkan Allah pada mereka.[1]
Perubahankeadaanmasyarakat daripositifkenegative ataupunsebaliknyatersebutsudahmenjadisunnatullah. Allah telahmembuataturan-aturanbakudi alamini,
siapapun yang dapatmenjalankanaturan-aturannyainimakaiatelahberhasilmerengkuhsunnatullah.
Di samping itu, bukan hanya mereka sendiri yang harus
melakukan perubahan, apa yang harus diubah pun dijelaskan dalam ayat ini. Allah
Yang Mahatahu menegaskan bahwa yang harus diubah itu adalah segala sesuatu yang
terkait dengan apa yang hendak diubah tersebut dan yang meniscayakan terjadinya
perubahan. Pangkal dari semua
itu adalah pemahaman (mafâhim). Artinya, untuk mengubah suatu keadaan harus
dilakukan perubahan mafâhim.
Firman Allah Ta’ala, “sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”. Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata: Allah mewahyukan kepada salah
seorang nabi Bani Israel : katakanlah kepada kaummu “ tidaklah penduduk suatu
negri dan tidaklah penduduk suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepa Allah,
kemudian mereka beralih kepada kemaksiatan terhadap Allah, melainkan Allah
mengalihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci”.
Kemudian Ibrahim berkata : pembenaran atas pernyataan itu terdapat dalam kitab
Allah, “ sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”[2]
B.
Tafsir
1.
Tafsir Al Qhurtubi
Abu Muljam berkata, “suatu ketika seorang lelaki datang dari murtad
menemui Ali RA, lalu berkata, “ berhati hatilah, beberapa orang dari murtad
bermaksud membunuhmu”. Ali RA berkata,
“sesungguhnya bersama setiap manusia ada dua manusia yang menjaganya, selama
belum datang takdir. Jika takdir datang, malaikat itu berlalu meninggalkan
manusia tersebut bersama Allah SWT. Sesungguhnya ajal adalah benteng penjaga
yang kuat.”[3]
2.
Tafsir Al Misbah
Masing-masing ada baginya pengikut pengikut, yakni
malaikat-malaikat atau makhluk yang selalu mengikutinya secara bergilirandi
hadapannya dan juga di belakangnya, mereka, yakni malaikat itu menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
dari positif ke negatif atau sebaliknya dari negatif ke positif sehingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka,yakni sikap mental dan
pikiran mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum,tetapi
ingat bahwa dia tidak menghendakinya kecuali jika manusia tidak mengubah
sikapnya terlebih dahulu. Jika Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,
maka ketika itu berlakulah ketentuan-Nya yang berdasar sunatullah atau
hukum-hukum kemasyarakatan yang di tetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak
ada yang dapat menolaknyadan pastilah sunatullah menimpanya; dan sekali
kali tidak ada pelindung bagi mereka yang jatuh atas ketentuan tersebut
selain Dia.[4]
3.
Tafsir al azhar
Terdapat bunyi wahyu bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu
kaum kalau tidak kaum itu sendiri yang merubah nasibnya sendiri.. disitu
terdapat ikhtiar manusia dan ikhtiar itu terasa sendiri oleh masing masing pada
diri kita. Kekayaan jiwa yang terpendam dalam batin kita, tidaklah akan
menyatakan dirinya keluar kalu kita sendiri tidak berikhtiar dan berusaha.
Kekhilafan kita mengambil jalan yang salah, menyebabkan kita dapat saja
terperosok kedalam jurang malapetaka. Ibarat seorang pengemudi mobil yang tidak
berhati-hati pada tikungan yang berbahaya, lalu mobilnya terjungkir masuk
jurang. Maaka terjungkirnya masuk jurang itu tidak dapat ditahan tahan lagi.
Kita harusnberusaha sendiri merubah nasib yang lebih baik, mempertinggi mutu
diri dan mutu amal, melepaskan diri dari perbudakan dari yang selain Allah kita
harus berusaha mencapai kehidupan yang lebih bahagia dan lebih maju. Tetapi
kitapun mesti insaf bahwa kita sebagai insan tenaga kita sangat terbatas. Kita
terikat oleh ruang yang sempit dan terkurung oleh waktu yang pendek. Disamping
usaha yang kita kerjakan menurut kesanggupan dan dan takdir kita kita harus
insaf bahwa ada takdir lain di alam ini, yang dijadikan tuhan kadang kadang
beremu, dan kadang kadang bertentangab dengan apa yang kita kehendaki.[5]
C.
Aplikasi dalam kehidupan
Aplikasitentang ayat ayat di atas juga
sangat mudah di jumpai, karena model kehidupan masyarakat yang sudah cukup jauh
dari pada islam, sehingga banyak kasus kasus yang muncul di masyarakat.
Masyarakat sekarang sudah tidak lagi memperhatikan asupan akal (ilmunya),
masyarakat lebih suka mencari kemudahan kemudan dan cenderung malas. Sehingga
intisari yang terkandung dalam ayat ayat di atas serasa menjadi sia sia.
Bahwasanya manusai di muliakan dalam aspek akalnya, mau belajar dan
mengembangkan diri.
Sedangkan yang terjadi sekarang sudah jelas, pola pikir masyarakat masih
rendah, terutama pada aspek pentingnya menuntut ilmu, terutama pada ilmu agama.
Sehingga kehidupan menjadi timpang akibat masyarakat tidak memahami islam baik
dari segi hukum/aturan, pendididkan, ekonomi, politik, ibadah bahkan sampai ke
level tata negara, islam sangatlah kompleks.
D.
Aspek Tarbawi
1. Bahwasanya kita
selalu diawasi oleh para malaikat yang selalu mencatat segala amal perbuatan
kita, jika itu perbuatan buruk, maka baru akan dicatat ketika tindakan itu
telah dilakukan, tapi kalau amal kebaikan, baru berniat saja, sudah dicatat
sebagai amal kebaikan.
2.
Menyinggung tentang tawakal, bahwasanya tawakal itu dilakukan
setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu. tatkala
kita sudah berjuang semaksimal mungkin baru kita tawakal, apapun yang terjadi,
itulah hal terbaik menurut Allah, ingat, apa yang baik menurut kita, belum
tentu baik menurut Allah, dan hal yang buruk menurut kita, mungkin saja adalah
hal yang baik menurut Allah.
3.
Pelindung kita di dunia ini adalah Allah, adapun bahwasanya, kalau
kita pakai kendaraan, kita pakai helm, itulah wasilah, sebuah jalan agar kita
diselamatkan, tetapi bukan helm yang menyelamatkan kita, tetapi Allah.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia terlahir sebagai mahluk sosial, yang saling ketergantungan
dengan manusia yang lain, manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia di
pandangan Allah semua sama, hanya tingkat ketaqwaannya lah yang membedakannya.
Maka dari itu berbaik-baiklah dalam bermasyarakat.
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak
merubah sebab-sebab kemunduran mereka.Perubahankeadaanmasyarakat daripositifkenegative ataupunsebaliknyatersebutsudahmenjadisunnatullah.Selaiitu, bukan hanya mereka sendiri yang harus melakukan perubahan,akantetapisesuatu yang terkait
dengan apa yang hendak diubah tersebut dan yang meniscayakan terjadinya perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Maragi,Ahmad Mustofa.1994.
Tafsir Al Maragi. Semarang: PT karya toha.
Ar Rifai, Muhammad Nasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press.
Hamka.
1983. tafsir al azhar. jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera
Hati.
Ustman, Muhammad Hamid. 2008. Tasir Al Qurthubi. Jakarta:
Pustaka Azzam.
[1]Ahmad Mustofa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, (Semarang : PT Karya Toha, 1994), hal. 144
2 Muhammad Nasib
Ar Rifai, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta
: Gema Insani Press, 1999), hal.906
3 Muhammad Hamid
Ustman, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta
: Pustaka Azzam, 2008), hal.681-682
4 M. Quraish
shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002), hal.565
5 Hamka, Tafsir Al Azhar,
(Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983),hal.73
BIODATA DIRI
Nama : MEGA PRADIPTA
Tempat,
tanggal lahir : Batang,
6 April 1997
Alamat
: Bandar,
Kec. Bandar Kab. Batang
RiwayatPendidikan :
1. SD Negeri Bandar 03
2. SMP Negeri 01 Bandar
3. SMA Negeri 01 Bandar
[2]Muhammad Nasib
Ar Rifai, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta
: Gema Insani Press, 1999), hal.906
[3]Muhammad Hamid
Ustman, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta :
Pustaka Azzam, 2008), hal.681-682
[4]M. Quraish
shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002), hal.565
[5]Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta : Pustaka
Panjimas, 1983),hal.73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar