TUJUAN PENDIDIKAN "UMUM”
“CARI RIDHA ALLAH” (QS. AL-BAYYINAH AYAT 8)
Ama Maemunah (2021115122)
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt Yang Maha
Kuasa dan berkat Rahman dan Rahim-Nya penulis dapat membuat makalah ini dengan tema
“Tujuan Pendidikan Umum” yang berjudul “Cari Ridha Allah (Qs. Al-Bayyinah: 8)”
. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw,
semoga kelak mendapat syafaat di yaumul qiyamah.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangundemi kesempurnaan penulisan
makalah ini.
Tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah yang
bersangkutan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajarinya serta dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Pekalongan, 29 september 2016
Penulis,
Ama
Maemunah
NIM. 2021115122
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu unsur penting dalam mencari Ridha Allah adalah dengan
niat yang ikhlas tanpa pamrih. Kehidupan dunia akhirat sangatlah penting jika
seimbang dengan apa yang kita perbuat. Syurga adalah tempat orang-orang yang
mematuhi perintah-Nya. Dan neraka adalah tempat orang-orang yang melanggar
perintah-Nya. Sebaik-sebaik manusia adalah dia yang tahu mana yang baik dan
yang buruk. Sebab, kehidupan di akhirat adalah yang kekal. Maka segala sesuatu
yang diperbuat harus dengan niat yang mulia agar memperoleh balasan berupa
pahala.
B.
Judul dan nash Qs. Al-bayyinah ayat 8
a.
Tujuan pendidikan umum “Cari Ridha Allah”
b.
Nash Qs. Al-Bayyinah ayat 8
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah
(balasan) bagi orang yang takut kepada Allah.”
C.
Arti penting dikaji
Ayat ini
penting untuk dikaji karena agar kita tahu gambaran syurga yang dijanjikan
Allah untuk orang-orang yang mematuhi perintah-Nya. Selain itu, agar tumbuh
rasa takutnya kepada Tuhan. Maka rasa sayang dan rasa cinta kepada Tuhan, ridha
meridhai dan kasih mengasihi tidaklah sampai menghilangkan wibawa, kekuasaan, bahkan
keangkuhan Tuhan di dalam sifat keagungan dan ketinggian-Nya. Dan agar
orang-orang sangat mengharapkan dimasukkan ke dalam syurga, dan takut akan azab
Tuhan dan dimasukkan ke dalam neraka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEORI
a.
Pengertian Ridha
Kata Al-Junaid, arti Ridha meninggalkan usaha (tarkiktiari)
sedangkan Dzu-al-Nun al-Mishri mengatakan, Ridha itu ialah menerima tawakkal
dengan kerelaan hati. Menurut Al-Nun, tanda-tanda orang yang sudah Ridha ada 3
yakni: mempercayakan hasil usaha sebelum terjadi kerentuan, lenyapnya resah
gelisah sesudah terjadi ketentuan, dan cinta yang bergelora dikala turunnya
malapetaka. Nampaknya pengertian Ridha yang demikian merupaka perpaduan antara
sabar dan tawakkal sehingga melahirkan sikap mental yang merasa tenang dan
senang. Menerima segala situasi dan kondisi. Setiap yang terjadi disambut
dengan hati yang terbuka, bahkan dengan rasa nikmat dan bahagia walau yang
datang itu berupa bencana. Suka dan duka diterima dengan gembira, sebab apapun
yang datang itu adalah ketentuan Allah yang maha kuasa. Sikap mental seperti
ini, akan dapat tumbuh melalui usaha demi usaha, perjuangan demi perjuangan,
Mengikis habis segala perasaan gundahdan benci sehingga yang tinggal dalam
hatinya hanya perasaan senang dan bahagia. Apapun yang datang dan pergi, ia
tetap bahagia. [1]
Para ulama mendifinisikan
Ridha dengan definisi yang bermacam-macam. Setiap orang berbicaa sesuai dengan
kapasitas dan kedudukannya. Adapun definisi yang paling penting adalah apa yang
dikatakan oleh sayyid, “Ridha adalah sikap lapangnya hati ketika menerima
pahitnya ketetapan Allah.”
Ibnu ujaibah
berkata, “Ridha adalah menrima kehancuran dengan wajah tersenyum, atau
bahagianya hati ketika ketetapan terjadi, atau tidak memilih-milih apa yang
telah diatur dan di tetapkan oleh Allah, atau lapang dada dan tidak mengingkari
apa-apa yang datang dari Allah.”
Al-Barkawi berkata, “Ridha Adalah jiwa yang bersih terhadap apa-apa
yang menimpanya dan apa-apa yang hilang, tanpa ada perubahan.”
Ibnu Athaillah As-syakandari berkata, “Ridha adalah pandangan hati
terhadap pilihan Allah yang kekal untuk hamba-Nya. Yaitu, menjauhkan diri dari
kemarahan.”[2]
b.
Keutamaan Ridha
Ridha merupakan maqam yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada
sabar. Sebab, ridha merupakan kepasrahan jiwa yang akan membawa seorang ahli
makhrifat untuk mencintai segala sesuatu yang di Ridhai oleh Allah, sekalipun
itu adalah musibah. Dia melihat semua itu sebagai kebaikan dan rahmat. Dan dia
akan menerimanya dengan rela, sebagai karunia dan berkah.
Ketika sahabat Bilal sedang
menghadapi sakaratul maut, dia berkata, “aku sangat bahagia! Besok aku akan
bertemu dengan orang-orang yang aku cintai yaitu Muhammad dan para sahabatnya.”
Rasulullah saw. Telah menjelaskan
bahwa orang yang Ridha terhadap ketetapan Allah adalah orang yang paling kaya.
Sebab, dia adalah orang yang paling merasakan kebahagiaan dan ketentraman,
serta paling jauh dari kesedihan, kemarahan dan kegelisahan. Kekayaan bukanlah
karena banyaknya harta akan tetapi, kekayaan adalah kayanya hati dengan iman
dan Ridha.
B.
Tafsir dari buku
a.
Tafsir Al-Azhar
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga-syurga tempat
menetap.” Itulah perhentian dan penetapan terakhir, tempat istirahat menerima
hasil dan ganjaran dari kepayahan berjuang pada hidup yang pertama di dunia:
“Yang mengalir padanya sungai-sungai,” sebagai lambang kiasan dari kesuburan
dan kesejukan, tepung tawar untuk ketenteraman (muthmainnah), kesuburan yang
tiada pernah kering: “Kekal mereka padanya selama-lamanya,” nikmat yang tiada
pernah kering rahmat yang tiada pernah terhenti, tidak akan keluar lagi dari
dalam nikmat itu dan tidak lagi akan merasakan mati.
Sebab mati itu hanya sekali yang dahulu saja. Dan yang menjadi
puncak dan puncak dari nikmat itu ialah: “Allah ridha kepada mereka,” Allah
senang, Allah menerima mereka dengan tangan terbuka dan penuh Rahman, sebab
tatkala di dunia mereka taat dan setia: “Dan mereka pun ridha kepada-Nya,”
Ridha yang seimbang, balas membalas, kontak mengontak, bukan laksana bertepuk
sebelah tangan. Karena Iman dan keyakinan jualah yang mendorong mereka memikul
beban perintah Allah seketika mereka hidup dahulu, tidak ada yang dirasa berat
dan tidak pernah merasa bosan. “Yang demikian itulah untuk orang yang takut
kepada Tuhannya.” (ujung ayat 8).
Dengan ujung ayat ini diperkuatlah kembali tujuan hidup seorang
Muslim, Tuhan meridhai mereka, dan mereka pun meridhai Tuhan. Tetapi betapa pun
akrab hubungannya dengan Tuhan, namun rasa takutnya kepada Tuhan tetap ada.
Oleh sebab itu maka rasa sayang dan rasa cinta kepada Tuhan, ridha meridhai dan
kasih mengasihi tidaklah sampai menghilangkan wibawa, kekuasaan, bahkan
keangkuhan Tuhan di dalam sifat keagungan dan ketinggian-Nya. Sebab itulah maka
si Muslim mengerjakan suruh dan menghentikan tegah. Dia sangat mengharapkan
dimasukkan ke dalam syurga, namun di samping itu dia pun takut akan diazab
Tuhan dan dimasukkan ke dalam neraka.[3]
b.
Tafsir Juz ‘Amma
Kalimat
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ “balasan
bagi mereka ialah surga-surga,tempat bunian yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai.....” Kata jannat berarti
kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon yang rindang dan segar. ‘Adn
bermakna hunian. Dan ‘anbar, kata jamak dari nahr yang berarti sungai
besar. Yang dimaksud disini adalah tempat hunian penuh kenikmatan dalam kehidupan
akhirat. Hal ini merupakan salah satu akidah
yang wajib kita imani. Kenikmatan didalamnya lebih besar dan lebih
sempurna dari segala mcam kenikmatan dunia. Ia juga adalah tempat tinggal yang
kekal. Siapa saja yang masuk ke dalamnya, tidak akan keluar untuk
selama-lamanya. Itulah makna kalimat selanjutnya, خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا mereka kekal didalamnya
selama-lamanya. Namun kita tidak
dibenarkan menyelidiki tentang hakikat surga-surga ini; dimana letaknya dan
bagaimana bentuk kenikmatan didalamnya? Semua itu tidak ada yang mengetahuinya
selain Allah swt.
Kalimat رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ Allah Ridha terhadap mereka, karena mereka tidak
melanggar batas-batas syariat-Nya dan tidak mengabaikan pengamalan sunnah
(hukum dan aturan)-Nya. Adapun ridha Allah adalah limpahan karunia dan
kebaikan-Nya.
Kalimat وَرَضُوا عَنْه dan mereka pun ridha kepadan-Nya. Karena mereka
senantiasa memuji dan berterima kasih kepada-Nya, atas segala karunia-Nya, yang
berupa kebahagiaan dunia akhirat. Disamping itu, dengan adanya keyakinan yang
kuat kepada-Nya, maka dengan penuh kepuasan dan kesenangan hati mereka mematuhi
segala perintah-Nya di dunia. Sehingga mereka benar-benar merasa Ridha
kepada-Nya. Dan kelak, ketika berada dalam kenikmatan alam akhirat, mereka akan
mendapati karunia Allah yang sedemikian besarnya, sehingga tak ada tempat
sedikitpun untuk menyesal atau kecewa. Dalam setiap keadaan apapun, mereka
senantiasa ridha kepada Allah swt.
kalimat ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ
رَبَّهُ yang demikian itu (balasan) bagi orang
yang takut kepada tuhan-Nya. Balasan amat baik ini, dan keridhaan seperti
ini, hanyalah bagi orang yang jiwanya
penuh perasaan khasyab, (diliputi
cemas dan harap) kepada tuhan-Nya.[4]
c.
Tafsir Al-Lubab
Ayat 8 menegaskan bahwa: balasan mereka disisi Tuhan pemelihara dan
pembimbing mereka ialah surga-surga ‘Adn yang senantiasa mengalir di bawah
pepohonan dan istana-istananya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah swt. Ridha terhadap mereka yakni menerima amal dan
pengabdian mereka serta memberinya ganjaran yang memuaskan dan mereka pun ridha
kepada-Nya yakni dalam kehidupan dunia ini. Hatinya tidak merasa keruh menerima
ketetapan Allah swt. Apa pun bentuknya, serta selalu berada di tempat dan
situasi yang dikehendaki Allah swt., sedangkan di akhirat nanti mereka
memperoleh ganjaran yang melebihi dambaan mereka. Yang demikian itu yakni
ganjaran surga dan ridha-Nya adalah ganjaran bagi orang yang takut lagi kagum
kepada Tuhan Pemeliharanya.[5]
C.
Aplikasi dalam kehidupan
1.
Hendaknya Kita harus mengerjakan segala perintah Allah dengan
ikhlas
2.
Takut akan adzab Allah sehingga kita harus memperbanyak
amalan-amalan yang dikerjakan
3.
Memperbaiki diri agar selalu di Ridhai Allah swt
4.
Penuh harap akan keridhaan Allah agar senantiasa di rahmati
oleh-Nya
D.
Aspek tarbawi
1.
Agama yang lurus dan diridhai oleh
Allah adalah agama yang berdiri di atas
tauhid serta mengajarkan shalat, zakat serta meninggalkan agama-agama selain
Islam.
2. Balasan bagi orang yang tidak masuk Islam
(setelah Rasulullah saw. datang) adalah seburuk-buruk pembalasan.
3. Orang yang beriman dan
masuk Islam serta melaksanakan ajarannya, (pada hari kiamat nanti) akan
mendapatkan sebaik-baik balasan yaitu keridhaan Allah dan kekal di surga.
4. Keutamaan Khasy-yah (takut
kepada Allah) membawa seseorang untuk ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan baik berupa keyakinan, perkataan
maupun perbuatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa syurga yang didalamnya kenikmatan-kenikmatan yang sangat banyak, yang tiada pernah kering
rahmat yang tiada pernah terhenti, tidak akan keluar lagi dari dalam nikmat itu
dan tidak lagi akan merasakan mati. Syurga adalah tempat bagi orang-orang yang
senantiasa menjalankan perintah Allah dengan penuh ikhlas dan keridhaannya.
Orang-orang yang hanya mengharapkan pahala dari Allah swt. Namun sebaliknya,
neraka adalah tempat orang-orang yang selalu mengingkari perintah-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, A Rivay, 2002, Tasawuf,
Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada.
Isa, Abdul Qadir, 2005, Hakikat
Tasawuf, Jakarta, Qisthi Press.
Hamka, 1982, Tafsir
Al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas.
Abduh,
Muhammad, 1999, Tafsir Juz ‘Amma, Bandung, Mizan.
Shihab, M. Quraish,
2012, Al-Lubab, Jakarta, Lentera Hati.
Biodata Penulis,
Nama : Ama Maemunah
TTL :
Pemalang, 02 Juli 1997
Alamat : Taman Asri Blok A5
no.6 Pemalang
Riwayat pendidikan : 1.
SD Negeri 01 Wanarejan Pemalang
2. MTsN Pemalang
3. Madrasah Aliyah Negeri
Pemalang
[1] A.Rivay siregar, Tasawuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,2002), hlm.122
[2] Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf,( Jakarta: Qisthi Press,
2005), hlm.260
[3]Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982),
hlm.236
[4] Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, (Bandung:Mizan, 1999), hlm
278-279
[5] M. Quraish shihab, Al-Lubab, (Jakarta:Lentera Hati, 2012),
hlm.707
Tidak ada komentar:
Posting Komentar