TUJUAN PENDIDIKAN "UMUM"
“IBADAH KEPADA ALLAH”
Q.S HUD : 61
Reni Pretiani (2021115120)
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “TUJUAN PENDIDIKAN UMUM (IBADAH
KEPADA ALLAH) DALAM Q.S HUD : 61”. Sholawat
beserta salam tak lupa pula saya haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad saw yang telah membawa kita semua
dari alam kejahilan ke alam yang terang benderang yang di sinari oleh ilmu
pengetahuan, iman dan islam, semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di
Yaumul Akhir nanti. Tujuan
dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir
Tarbawi.
Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Muhammad Hufron selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi
yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul ”TUJUAN PENDIDIKAN UMUM (IBADAH KEPADA
ALLAH) DALAM Q.S HUD : 61” ” ini.
Saya menyadari dalam penyususunan makalah ini
banyak sekali kesalahan dan kekhilapan, oleh karena itu saya mengharapkan saran
dan krtik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah saya
selanjutnya.
Pekalongan, 02 Oktober 2016
Reni Pretiani
2021115120
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan
(Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan
orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Tujuan penciptaan
manusia, jin dan makhluk lainnya tiada lain adalah untuk beribadah kepada
Allah. Penciptaan itu bukan sekedar main-main atau hal yang percuma. Di balik
penciptaan itu Allah mempunyai rencana yang sungguh-sungguh. Setiap makhluk
diberi kesempatan berkembang maju ke arah suatu tujuan itu, yaitu
keridhaan-Nya. Allah adalah sumber dan pusat segala kekuasaan dan kesempurnaan.
Kemajuan yang kita capai tergantung kepada cara kita menempatkan diri sesuai
dengan kehendak-Nya. Inilah sebaik-baik ibadah kita kepada-Nya.
B.
Judul
TUJUAN PENDIDIKAN UMUM “IBADAH KEPADA ALLAH”
C.
Nash
وَإِلَىٰ
ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيب
Dan kepada
Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".
D.
Arti Penting
untuk Dikaji
Ayat ini
penting dikaji karena ibadah merupakan
kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Allah kepada setiap hamba-Nya.
Perintah ibadah kepada Tuhan dengan tujuan memperoleh takwa. Takwa dalam ajaran
islam merupakan satu-satunya ukuran nilai kemuliaan manusia di hadapan Allah.
Bagi manusia ibadah merupakan kodrat pembawaan jiwa manusia yang rindu kepada
kemuliaan. Kemuliaan manusia di hadapan Allah diukur dengan kuat-lemahnya takwa
kepada Allah, sedangkan takwa dapat diperoleh dan diperkuat dengan melaksanakan
ibadah. Takwa merupakan bekal hiup kejiwaan yang mutlak bagi manusia untuk
memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di didunia dan diakhirat kelak.
Jiwa yang bertakwa akan
senantiasa menyesuaikan hidupnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai diri pribadi,
sebagai anggota masyarakat, dan sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah
alamnya, dengan berpedoman yang di berikan Allah
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian Ibadah
Kata ibadah
menurut bahasa berarti taat, tunduk, merendahkan diri dan menghambakan diri.
Adapun kata ibadah menurut istilah berarti penghambaan diri yang
sepenuh-penuhnya untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di
akhirat.
Dalam hal ini
Ibnu Taimiyah merumuskan bahwa ibadah menurut syara’ itu tunduk dan cinta,
artinya tunduk mutlak kepada Allah yang disertai cinta sepenuhnya kepada-Nya.[1]
Ibadah ialah
penghambaan diri kepada Allah dengan
mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang
telah disampaikan oleh Rasulullah. Dan inilah hakikat agama islam, karena islam
maknanya ialah menyerahkan diri kepada Allah semata-mata yang disertai dengan
kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.
Ibadah berarti
juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan
diridhai Allah Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu ibadah
apabila diniati ikhlas, semata-mata karena Allah dan mengkuti tuntunan
Rasulullah.[2]
2.
Ruang Lingkup Ibadah
Ruang
lingkup ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi dua, yaitu:
a.
Ibadah Umum
Artinya, ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka
mencari keridhaan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala
aktivitas kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah “niat”
yang ikhlas untuk memenuhi tuntunan agama dengan menempuh jalan yang halal dan
menjauhi jalan yang haram.
b.
Ibadah Khusus
Artinya, yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara’
(ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). Ibadah khusus ini bersifat tetap
dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntunan
yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, dan mengurangi seperti tuntunan
bersuci (wudlu), salat, puasa ramadhan, ketentuan nizab zakat.[3]
3.
Hikmah Ibadah
Allah menetapkan atas para hamba beberapa fardhu yang wajib
ditunaikan, persis sebagai yang Allah perintahkan; karena Allah sangat mengetahui
kemaslahatan-kemaslahatan manusia dan kemanfaatan-kemanfaatan mereka.
Dasar-dasar hikmah Allah menetapkan pokok-pokok fardhu dan
dosa-dosa besar, telah ditandaskan oleh atsar yang dibawah ini:
Allah memfadhukan iman untuk membersihkan hati dari syirik,
memfadhukan sembahyang untuk mensucikan diri dari takabbur, memfadhukan
zakat untuk menjadi sebab hasil rezeki
dari manusia, memfadhukan puasa untuk menguji keikhlasan manusia, memfardhukan
haji utuk mendekatkan umat islam antara satu dengan lainnya, memfardhukan jihad
untuk kebenaran islam, memfardhukan amar makruf untuk kemaslahatan orang awam, memfardhukan nahyu ‘anil munkar untuk
menghardik orang-orang yang kurang akal, memfardhukan silaturahmi untuk
menambah bilangan, memfardhukan qishah untuk memelihara darah, menegakkan
hukum-hukum pidana untuk membuktikan besarnya keburukan barang-barang yang
diharamkan itu, memfardhukan kita menjauhkan diri dari minuman yang memabukkan
untuk memelihara akal, memfardhukan kita menjauhkan diri dari pencurian untuk
mewujudkan pemeliharaan diri, memfardhukan kita menjauhi zina untuk memelihara
keturunan, memfardhukan kita menjuhi dusta untuk memuliakan kebenaran, dan
memfardhukan perdamaian untuk memelihara manusia dari ketakutan dan
memfardhukan kita memelihara amanah untuk menjaga keseragaman hidup dan
memfardhukan taat untuk memberi nilai yang tinggi kepada pemimpin negara.[4]
B.
Tafsir dari QS. Hud ayat 61
1.
Tafsir Ibnu Katsier
Allah berfirman, “Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud seorang
Rasul, ialah saudara mereka sendiri shaleh, yang berseru kepada mereka agar
hanya menyembah kepada Allah yang telah menciptakan mereka dari tanah (bumi)
dan menjadikan mereka berkuasa diatasnya, mengelolanya untuk kepentingan hidup
dan kemakmuran mereka. Karenanya, sebagai imbalan, Shaleh berkata kepada
mereka, “ Beristighfarlah (mohon ampun) kamu dari dosa-sosa kamu yang lalu,
kemudian bertobatlah dari melkukan dosa yang akan datang. Sesungguhnya Tuhanku
adalah dekat yang mendengar doa-doa hamba-hamba-Nya serta memperkenankannya.
Kaum Tsamud tersebut adalah penduduk “al-Hujir” sebuah kota terletak antara
Tabuk dan Madinah.[5]
2.
Tafsir Al-Maragi
وَإِلَىٰ
ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ
إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
Dan kepada Tsamud, kami utus saudara mereka, shalih. Shalih
berkata; “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia.
Kata-kata ini, seperti halnya kata-kata semisalnya yang telah kita
baca, yaitu mengenai penyampaian dakwah yang dilakukan oleh Nabi Hud as. هُوَ
أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْض Allah lah yang telah memulai penciptaan kaian dari
tanah. Yaitu, pertama yang daripadanya Allah menciptakan Adam, nenek moyang
umat manusia, kemudian menciptkan kalian dari sari pati yang berasal dari
tanah. Juga melewati bemacam-macam perantara karena sperma (nutfah) yang
berubah menjadi sesuatu yang melekat pada uterus (‘Alaqah), kemudian menjadi
kerangka tulang yang dibalut dengan daging. Asal semuanya adalah darah, sedang
darah yang itu berasal dari makanan. Makanan itu, kadang terdiri dari tumbuhan
yang hidup diatas tanah, kadang terdiri dari daging yang berasal dari
tetumbuhan setelah melewati satu tahapan atau lebih. وَاسْتَعْمَرَكُمْ
فِيهَاDan Allah menjadikan kalian orang-orang yang memakmurkan tanah itu.
Artinya, bahwa kaum Nabi Shalih itu ada yang menjadi petani, pengrajin dan ada
pula tukang batu.
Kesimpulannya : sesungguhnya
Allah-lah yang telah menciptakan bentuk kejadian kalian, dan menganugerahkan
kepadamu sarana-sarana kemakmuran dan kenikmatan diatas bumi. Maka tidaklah
takut kamu menyembah Allah, karena allah-lah yang berjasa dan memberi anugerah
kepada kalian. Oleh karena itu, bersyukur kepada-Nya adalah kewajibanmu dengan
cara beribadah kepada-Nya semata-mata dengan ikhlas. فَاسْتَغْفِرُوهُ
ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ Maka, mohonlah kepada Allah supaya mengampuni kalian
atas dosa-dosamu yang lalu karena kemusyrikanmu dengan mempersekutukan Allah
kepada yang lain, juga atas kejahatan-kejahatan yang telah kamu lakukan.
Kemudian, kembalillah kalian kepada-Nya dengan memohon taubat tiap kali kamu
terlanjur melakukan suatu dosa, semoga Dia mengampuni kalian. إِنَّ رَبِّي
قَرِيبٌ مُجِيب Sesungguhnya,
Tuhanku Maha Dekat kepada hamba-hamba-Nya, tidak samar bagi-Nya permohonan
ampun mereke maupun dorongan yang membangkitkan untuk melakukan permohonan
ampun. Allah juga Maha Pengampun dan mengabulkan do’a bagi siapa pun yang
berdo’a kepada-Nya dan memohon, apabila dia seorang Mu’min yang ikhlas.[6]
3.
Tafsir
Al-Lubab
Ayat 61
menguraikan kisah Nabi Shaleh as. bersama kaumnya Tsamud. Beliau pun,
sebagaiman nabi-nabi sebelumnya, mengajak kaaumnya untuk menyembah Allah swt.
Karena tidak ada Tuhan yang wajar dan berhak disembah selain-Nya. Beliau juga
mengingatkan bahwa Allah swt yang menciptakan mereka dari tanah/bahan bumi ini
dan menugaskan mereka memakmurkannya, lalu karena setiap orang berpotensi
melakukan kesalahan dan dosa, maka nabi mulia itu memerintahkan agar memohon
ampun kepada Allah, kemudian bertaubat dengan meninggalkan dosa dan pelanggaran
mereka. Pesan ayat 61 ini ditutup olrh Nabi Shaleh as dengan menyatakan bahwa:
“Sesungguhnya Tuhan Pemeliharaku amat dekat rahmat-Nya, sehingga seseorang
tidak harus berpayah-payah pergi jauh guna meraihnya. Dia juga Maha
Memperkenankan doa siapa yang berdoa dengan tulus.”[7]
4.
Tafsir
Al-Azhar
“Dan kepada
Tsamud.” (pangkal ayat 61). Telah diutus pula “saudara
mereka Shalih.” Artinya, bahwa Nabi Shalih diutus Tuhan menjadi Rasul
kepada kaum Tsamud itu, bukanlah ia orang yang didatangkan dari luar, melainkan
putera dari Kabilah Tsamud itu sendiri. Sebab itu maka yang didatanginya ialah
saudaranya sendiri. Sebgaimana juga sekalian Nabi yang diutus Tuhan, maka
seruan yang disampaikan Shalih kepada kaumnya itu, sama juga dengan yang
disampaikan oleh Nabi-Nabi yang lain.
“Dian
berkata: “Hai kaumku! Sembahlah olehmu akan Allah, tidaklah ada bagi kamu Tuhan
selain Dia.” Hanya Allah sajalah yang patut kamu sembah, karena
selain dari Dia tidak ada Tuhan. “Dialah yang menciptaka kamu dari bumi.”
Bukanlah berhala, atau patung atau makhluk yang lain itu yang menciptakan kamu
dari tidak ada menjadi ada, melainkan Allah itulah yang menciptakan kamu dari
bumi.
Lalu
selanjutnya Nabi Shalih berkata: “Dan (Dia) meramaikan kamu didalamnya.
“Subur makmur muka bumi ini, dengan serba lengkap serba cukup bahan makanan,
dan ramailah manusia menjadi penghuninya. Inilah yang diperingatkan oleh Nabi Shalih
kepada kaumnya, agar mereka mensyukuri nikmat kemakmuran yang telah diberikan
Tuhan kepada mereka. Pintu syukur yang pertama adalah sadar kembali bahwasanya
mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah satu dosa yang paling besar.
Sebab itu berkatalah Shalih selanjutnya: “Maka mohonkanlah ampun kepada-Nya”.
Allah yang menganugerahi kemakmuran, lalu yang lain yang disembah: “Kemudian
itu taubatlah kepadanya.”
Taubat artinya kembali. Yaitu kembali kepada jalan yang benar.
Apabila telah memohon ampun dan bertaubat, besar harapan bahwa Allah
melimpah-kurniakan ampu dan kasih: “Sesungguhnya Tuhanku itu adalah sangat
dekat.” Oleh sebab Allah itu sangat dekat daripada hambanya, maka
didengarNyalah segala permohonan ampun dan permohonan taubat daripada hambaNya:
“Lagi memperkenankan.” (ujung ayat 61). Artinya, karena dia dekat dari hambaNya
dan didengarNya segala permohonan mereka itu, maka segala permohonan yang
timbul dari pada hati yang tulus-ikhlas dan insaf akan kelalaian dan keaalpaan
diri, niscaya permohonan itu akan Dia kabulkan.[8]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
1.
Manusia harus menyembah Allah SWT semata-mata. Kita jangan
pernah mensekutukanNya.
2.
Membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai
dengan konsep yang ditetapkan Allah.
3.
Tugas manusia di bumi ini sebagai pemakmur yaitu untuk memakmurkan bumi,
mensejahterakan umat manusia sendiri lebih-lebih lingkungan-nya.
4.
Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya.
5.
Memelihara keseimbangan antara unsur rohani dan jasmani.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Hanya Allah
sajalah yang patut kita sembah, karena tidak ada Tuhan selain Allah.
2.
Mengingatkan
bahwa Allah swt yang menciptakan manusia dari tanah/bahan bumi ini dan
menugaskan manusia memakmurkannya.
3.
Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan
ridhai dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri kepada Allah.
4.
Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya.
5.
Jihad dijalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala
sesuatu yang dicintai Allah).
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Isi dari QS.
Hud ayat 61 adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah kepada
Allah swt. Karena Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik manusia
terdahulu ataupun manusia yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah
dalam ayat ini memiliki makna yang luas, tidak hanya penyembahan dalam arti
ibadah mahdhah saja, melainkan ibadah dalam arti luas. Ayat ini memiliki
korelasi yang kuat dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu
untuk beribadah kepada-Nya saja.
Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk beribadah
kepadaNya saja. Karena Allah adalah Pencipta yang telah memberikan berbagai
kenikmatan dan menciptakan manusia dari ketiadaan, Dia juga telah menciptakan
umat-umat sebelum kita. Nikmat yang diberikannya berupa nikmat yang nyata dan
nikmat yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat
berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat
ke tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya.
[1] Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta:
Badan Penerbit Universitas Islam Indonesia (UII press, 1998), hlm. 2
[2] Syekh Muhammad, At-Tamimi, Kitab Tauhid, (Jakarta: Kantor
Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta, 2003), hlm. 11
[4] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm 13-15
[5]Salim Bahreisy
dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Katsier Jilid 4, (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1988), hlm 308-309
[6] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT.
Karya Toha Putra Semarang, 1988), hlm 97-99
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy. 1988. Terjemah Singkat Tafsir
Katsier Jilid 4. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XII. 1984. Jakarta: Pustaka
Panjimas
Muhammad At-Tamimi, Syekh. 2003.
Kitab Tauhid. Jakarta:
Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta
Muhammad Hasbi Teungku, Ash Shiddieqy. 2000. Kuliah Ibadah.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Mustafa Al-Maragi, Ahmad. 1988. Tafsir Al-Maragi. Semarang:
PT. Karya Toha Putra Semarang
Quraish Shihab, M. 1984. Al-Lubab.
Tangerang: Lentera Hati
Tono Sidik, dkk. 1998. Ibadah dan Akhlak dalam Islam.
Yogyakarta: Badan Penerbit Universitas Islam Indonesia (UII press)
BIODATA DIRI
Nama :
Reni Pretiani
TTL :
Pemalang, 25 November 1996
Alamat :
Desa Karangasem RT 06/RW 01 Kec. Petarukan Kab. Pemalang
Riwayat Pendidikan :
a.
SDN 03 Karangasem
b.
SMP N 3 Petarukan
c.
SMK Satya Praja 1 Petarukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar