Laman

new post

zzz

Rabu, 12 Oktober 2016

tt1 D 6d “Merubah Keadaan” Q.S. Ar Ra’d ayat 11

TUJUAN PENDIDIKAN "KHUSUS"
“Merubah Keadaan” Q.S. Ar Ra’d ayat 11


Bomo Yusuf Saputro  (2021115146)
 Kelas D

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016





KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana atas berkat dan rahmat-Nyalah makalah ini bisa terselesaikan. Sholawat serta salam juga tidak lupa saya panjatkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, begitu pula kepada keluarganya serta para sahabatnya.Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendo’akan.
Disamping itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi I yaitu Bapak Muhammad Ghufron, M.S.I yang telah memberikan tugasnya kepada saya, sehingga tersusunlah makalah ini yang berjudul “Tujuan Pendidikan Khusus” dengan sub pembahasan ”Merubah Keadaan”.
Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari bahwa dalam penulisannya masih jauh dari sempurna baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi materi yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki dalam penulisan selanjutnya.
Akhir kata dari saya ucapkan terima kasih.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.



Pekalongan, 10 Oktober 2016

Bomo Yusuf Saputro
(2021115146)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Seperti kita ketahui, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril AS secara berangsur-angsur, dan berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas atas petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara yang haq dan bathil agar bisa membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus.
Atas dasar tersebut, maka saya mencoba membahas Tafsir Surat Ar-Ra’d ayat 11 yang menjelaskan tentang salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi lainnya yaitu sebagai petunjuk agar manusia bisa merubah keadaan dari yang buruk ke yang baik. Perubahan yang terjadi diinformasikan oleh Allah SWT hanya akan terjadi jika dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, baik ke arah baik maupun ke arah buruk. Ketika suatu masyarakat hendak berubah maka masyarakat itu sendirilah yang harus memperjuangkan dan melakukan perubahan, bukan yang lain.
Jika suatu masyarakat hendak mengubah sistem ekonomi kapitalis menjadi ekonomi Islam haruslah dilakukan perubahan pemahaman dalam diri mereka tentang kebobrokan ekonomi kapitalis sekaligus pemahaman tentang kewajiban menerapkan ekonomi Islam dan pemahaman tentang apa dan bagaimana sistem ekonomi Islam. Demikian juga untuk mengubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat Islam;  pemahaman jahiliah yang berkaitan dengan pemikiran, perasaan, dan sistem aturan sebagai pembentuk masyarakat harus diubah dan diganti menjadi pemahaman yang berdasarkan Islam. 

B.    Judul
Judul makalah yang akan saya bahas kali ini yaitu tentang “MerubahKeadaan”.



C.    Nash
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَال

Artinya :“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S ArRad:11)

Dalam ayat yang mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua perkara di seluruh dunia ini terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan sunnah-sunnah kauniyah dan syari’at dalam merubah nasib suatu kaum. Sehingga umat yang menjalankan sunnah-sunnah kauniyah dan syari’at untuk kejayaan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala merubahnya menjadi jaya. Demikian juga sebaliknya, apabila mereka menjalankan sunnah-sunnah Allah untuk kerendahan dan kehinaan, maka Allah menjadikan mereka hina dan rendah. Hal ini telah terjadi pada umat-umat terdahulu, yang semestinya menjadi pelajaran bagi umat manusia pada zaman sesudahnya.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
Perubahankeadaanmasyarakatdari positif ke negative ataupun sebaliknya tersebut sudah menjadi sunnatullah. Allah telah membuat aturan-aturan baku di alam ini, siapapun yang dapat menjalankan aturan-aturannya ini maka ia telahberhasilmerengkuhsunnatullah.
Firman Allah Ta’ala, “sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata: Allah mewahyukan kepada salah seorang nabi Bani Israel : katakanlah kepada kaummu “ tidaklah penduduk suatu negri dan tidaklah penduduk suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allah, kemudian mereka beralih kepada kemaksiatan terhadap Allah, melainkan Allah mengalihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci”. Kemudian Ibrahim berkata : pembenaran atas pernyataan itu terdapat dalam kitab Allah, “ sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri[1]
Di samping itu, bukan hanya mereka sendiri yang harus melakukan perubahan, apa yang harus diubah pun dijelaskan dalam ayat ini. Allah Yang Mahatahu menegaskan bahwa yang harus diubah itu adalah segala sesuatu yang terkait dengan apa yang hendak diubah tersebut dan yang meniscayakan terjadinya perubahan. Pangkal dari semua itu adalah pemahaman (mafâhim).  Artinya, untuk mengubah suatu keadaan harus dilakukan perubahan mafâhim
Kenikmatan yang dilimpahkan Allah kepada suatu masyarakat, bisa saja hilang dan berubah menjadi adzab apabila masyarakatnya berbuat durhaka dan maksiyat kepada Allah. Begitupun sebaliknya, keadaan yang buruk yang menimpa masyarakat akan berubah menjadi menyenangkan dan penuh nikmat apabila masyarakatnya berlaku takwa dan beramal sholeh.
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum seperti  penyakit, kemiskinan, dan musibah lain yang di sebabkan oleh ulah mereka sendiri, maka tidak ada seorangpun yang dapat melindungi mereka daripadanya, tidak pula menolak apa yang di takdirkan Allah pada mereka.[2]

B.    Tafsir
1.     Tafsir Al Misbah
Masing-masing ada baginya pengikut pengikut, yakni malaikat-malaikat atau makhluk yang selalu mengikutinya secara bergilirandi hadapannya dan juga di belakangnya, mereka, yakni malaikat itu menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau sebaliknya dari negatif ke positif sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka,yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum, tetapi ingat bahwa dia tidak menghendakinya kecuali jika manusia tidak mengubah sikapnya terlebih dahulu. Jika Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah ketentuan-Nya yang berdasar sunatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang di tetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang dapat menolaknya dan pastilah sunatullah menimpanya; dan sekali kali tidak ada pelindung bagi mereka yang jatuh atas ketentuan tersebut selain Dia.[3]



2.     Tafsir Jalalayn
(Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran) para malaikat yang bertugas mengawasinya (di muka) di hadapannya (dan di belakangnya) dari belakangnya (mereka menjaganya atas perintah Allah) berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin dan makhluk-makhluk yang lainnya. (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan melakukan perbuatan durhaka. (Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum) yakni menimpakan azab (maka tak ada yang dapat menolaknya) dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang telah dipastikan-Nya (dan sekali-kali tak ada bagi mereka) bagi orang-orang yang telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri (seorang penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap mereka. Huruf min di sini adalah zaidah.

3.     Tafsir  Al Qhurtubi
Abu Muljam berkata, “suatu ketika seorang lelaki datang dari murtad menemui Ali RA, lalu berkata, “ berhati hatilah, beberapa orang dari murtad bermaksud membunuhmu”.  Ali RA berkata, “sesungguhnya bersama setiap manusia ada dua manusia yang menjaganya, selama belum datang takdir. Jika takdir datang, malaikat itu berlalu meninggalkan manusia tersebut bersama Allah SWT. Sesungguhnya ajal adalah benteng penjaga yang kuat.”[4]

4.     Tafsir Al Azhar
Terdapat bunyi wahyu bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau tidak kaum itu sendiri yang merubah nasibnya sendiri.Disitu terdapat ikhtiar manusia dan ikhtiar itu terasa sendiri oleh masing-masing pada diri kita. Kekayaan jiwa yang terpendam dalam batin kita, tidaklah akan menyatakan dirinya keluar kalu kita sendiri tidak berikhtiar dan berusaha. Kekhilafan kita mengambil jalan yang salah, menyebabkan kita dapat saja terperosok kedalam jurang malapetaka. Ibarat seorang pengemudi mobil yang tidak berhati-hati pada tikungan yang berbahaya, lalu mobilnya terjungkir masuk jurang. Maka terjungkirnya masuk jurang itu tidak dapat ditahan tahan lagi. Kita harusberusaha sendiri merubah nasib yang lebih baik, mempertinggi mutu diri dan mutu amal, melepaskan diri dari perbudakan dari yang selain Allah kita harus berusaha mencapai kehidupan yang lebih bahagia dan lebih maju. Tetapi kitapun mesti insaf bahwa kita sebagai insan tenaga kita sangat terbatas. Kita terikat oleh ruang yang sempit dan terkurung oleh waktu yang pendek. Disamping usaha yang kita kerjakan menurut kesanggupan dan dan takdir kita kita harus insaf bahwa ada takdir lain di alam ini, yang dijadikan tuhan kadang kadang beremu, dan kadang kadang bertentangab dengan apa yang kita kehendaki.[5]

C.    Aplikasi dalam kehidupan
Dari ayatdi atas dapat dikonsepkan mengenai dua hal yakni konsep ikhtiar (usaha) dan tawakal (doa). Suatu perbuatan yang dilakukan oleh individu pasti mempunyi tujuan yakni mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Dengan kata lain perbuatan individu salah satunya adalah selalu ber motif. Motif disini bersifat untuk kebaikan ataupun keburukan. Motif ini akan tereaisasi dengan motivasi. Motivasi ini mencakup bagaimana cara mencapai apa yang diangan-angankan. Tindakan apa yang harus didahulukan. Secara implisit motivasi ini bersandingkan dengan ikhtiar (usaha).Hal yang harus dilaukan adalah berdoa. Ini berarti
Mempasrahkan seluruh hasil dari usaha kepada-Nya dengan berharap dengan penuh keyakinan bahwa Dia (Allah SWT) akan mengabulkan apa yang diinginkan. Namun banyak peristiwa-peristiwa orang-orang yang menjadi sukses akan tetapi mereka tidak karena doa tetapi ata usahanya sendiri. Jika ada yang berfikiran seperti itu, seagai seorang harus mengigat bahwa tugas manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya.Dan pernyataan-pernyataan ini dikembalikan pada dua sifat Allah SWT yaituAr-RahmandanAr-Rahim.
Aplikasi tentang ayat-ayat di atas juga sangat mudah di jumpai, karena model kehidupan masyarakat yang sudah cukup jauh dari pada islam, sehingga banyak kasus-kasus yang muncul di masyarakat. Masyarakat sekarang sudah tidak lagi memperhatikan asupan akal (ilmunya), masyarakat lebih suka mencari kemudahan kemudan dan cenderung malas. Sehingga intisari yang terkandung dalam ayat ayat di atas serasa menjadi sia-sia. Bahwasanya manusai di muliakan dalam aspek akalnya, mau belajar dan mengembangkan diri.

D.    Aspek tarbawi
1.     Kewajiban mencegah perbuatan-perbuatan yang mungkar.
2.     Apabila manusia mengetahui bahwa di sampingnya ada malaikat-malaikat yang mencatat semua amal perbuatannya, maka patutlah dia selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat karena khawatir akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu seperti kekhawatirannya perbuatan itu dilihat oleh orang yang disegani.
3.     Keadilan Allah Ta’ala, bahwa Dia tidak memberikan hukuman tanpa adanya dosa.
4.     Selalu bertawakal setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu.
5.     Menyinggung tentang tawakal, bahwasanya tawakal itu dilakukan setelah kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu. tatkala kita sudah berjuang semaksimal mungkin baru kita tawakal, apapun yang terjadi, itulah hal terbaik menurut Allah, ingat, apa yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah, dan hal yang buruk menurut kita, mungkin saja adalah hal yang baik menurut Allah.
6.     Pelindung kita di dunia ini adalah Allah, adapun bahwasanya, kalau kita pakai kendaraan, kita pakai helm, itulah wasilah, sebuah jalan agar kita diselamatkan, tetapi bukan helm yang menyelamatkan kita, tetapi Allah.
7.     ApabilaDiamenghendakikeburukanmakasegeratundukkepada-Nya, karenasemuaketentuan Allah itubaikadanya.
8.     Selaluberusahadantidakpasrahdengankeadaankehidupan yang buruk.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia terlahir sebagai mahluk sosial, yang saling ketergantungan dengan manusia yang lain, manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia di pandangan Allah semua sama, hanya tingkat ketaqwaannya lah yang membedakannya. Maka dari itu berbaik-baiklah dalam bermasyarakat.
Bagi setiap manusia ada beberapa malaikat yang menjaganya secara bergiliran di malam hari dan siang hari, dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. Namun yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat yang menjaga secara bergiliran, yaitu malaikat hafazhah, baik menjaga badan maupun ruhnya, dari makhluk yang hendak berbuat buruk kepadanya seperti jin, manusia dan lainnya. Mereka juga menjaga semua amalnya.
Alllah tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka. Ada pula yang menafsirkan , bahwa Allah tidak akan mencabut nikmat yang diberikan-Nya, sampai mereka mengubah keadaan diri mereka , seperti dari iman kepada kekafiran, dari taat kepada maksiat dan dari syukur kepada kufur. Demikian pula apabila hamba mengubah keadaan diri mereka dari  maksiat kepada taat, maka Allah akan mengubah keadaannya darisengsarakpadakebahagiaan.

B.    Saran
Saya menyadari terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas ini, namun saya telah berupaya dan berusaha atas terselesainya tugas ini. Suatu yang sangat di harapkan adalah saran dan kritikan yang membangun demi memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kekurang-kekurangan yang ada. 



DAFTAR PUSTAKA

Al Maragi, Ahmad Mustofa.1994.  Tafsir al maragi. Semarang : PT karya toha.
Ar Rifai, Muhammad nasib. 1999. Tafsir ibnu katsir.  jakarta : Gema Insani Press.
Ustman,  Muhammad hamid. 2008. Tasir Al Qurthubi. jakarta : Pustaka Azzam.
Shihab, M. Quraish. 2002.  Tafsir Al Misbah. jakarta : Lentera Hati
Hamka. 1983.  tafsir al azhar. jakarta : Pustaka Panjimas




Biodatapenulis :

Nama     :     Bomo Yusuf Saputro
TTL        :     Pekalongan, 24 Januari 1997
Alamat   :     Ds. Legokkalong RT 2 RW 4, Kec. Karanganyar, Kab. Pekalongan

Riwayat Pendidikan :
1.TK AisyiyahBustanulAthfal, Ds. Legokkalong
2. SD N 01 Legokkalong
3. SMP N 1 Kajen
4. SMA N 1 Kajen




[1] Muhammad Nasib Ar Rifai, Tafsir Ibnu Katsir, ( Jakarta : Gema Insani Press, 1999), hal.906
[2]Ahmad Mustofa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, (Semarang : PT Karya Toha, 1994), hal 144
[3]M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal.565
[4]Muhammad Hamid Ustman, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), hal.681-682
[5]Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983),hal.73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar