METODE PENDIDIKAN
“UMUM”
METODE
FILOSOFIS
QS.
AL-MULK [67] ayat 1-2
Budi Santoso (2021115284)
Kelas C
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah,,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul”METODE PENDIDIKAN UMUM (METODE FILOSOFIS)”. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad Saw, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir. Rasa
terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendukung
dalam segala perbuatan baik, kepada bapak dosen Muhammad
Hufron, M. S. I. selaku dosen pengampu matakuliahHadits
Tarbawi I, serta semua pihak yang telah memebantu dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun guna
menambah wawasan pengetahuan mengenai”METODE PENDIDIKAN UMUM (METODE
FILOSOFIS) ”. Makalah ini
disajikan sebagai bahan materi dalam diskusi mata kuliah Tafsir
Tarbawi I.
Penulis menyadari bahwa
kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah
berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa referensi mengenai sumber ajaran islam yang saling berkaitan.
Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan
dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran
dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin yaa
robbal ‘alamin.
Pekalongan,20 Nopember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
.......................................................................................
KATA
PENGANTAR ........................................................................................ 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Nash Al-Qur’an dan Artinya
........................................................... 3-4
D. Arti Penting / Urgensi Kajian
.......................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN.................................................................................. . 5
A.
Teori Metode Filisofis..................................................................... 5
B. Tafsir................................................................................................ 5
1.Tafsir
Al-Azhar ............................................................................. 5-11
2.
Tafsir Al-Maragi ..........................................................................
11-14
C. Aplikasi dalam Kehidupan............................................................... 14
D. Aspek Tarbawi
................................................................................ 14
BAB III PENUTUP......................................................................................... 15
A. Kesimpulan
...................................................................................... 15
B. Saran
................................................................................................ 15
DAFTAR
PUSTAKA
..................................................................................... 16
PROFIL PENULIS
......................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan usaha secara
sadar membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan
intelektual seseorang dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran
agama Islam. Dimana al-Qur’an dijadikan pedoman wajib bagi umat islam dalam
menjalani kehidupan, baik dalam fokus hukum, sosial, Tauhid, juga pendidikan.
Pendidikan Al-Qur’an bukanlah hal
yang baru bagi umat Islam, karena Beliau Nabi S.A.W. lah sang pendidik berbasis
Al-Qur’an yang pertama hingga diteruskan oleh para sahabat, tabi’in dan
generasi-generasi seterusnya hungga kini dengan berbagai metode.
Demi menjawab tantangan serta tuntutan
kemajuan jaman, para Ulama’ dan Ilmuan menjalankan kegiatan pendidikan dengan
berbagai metode, salah satu metode pendidikan dalam mempelajari Al-Qur’an ialah
Metode Filosofis yang berarti mengkaji Al-Qur’an menurut konsepsi filosofis.
B. Judul Makalah
Judul
Makalah yang akan diulas kali ini ialah: ”METODE PENDIDIKAN UMUM (METODE
FILOSOFIS)”
C.
Nash
Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 1-2 dan Artinya:
x8t»t6s?Ï%©!$#ÍnÏuÎ/à7ù=ßJø9$#uqèdur4n?tãÈe@ä.&äóÓx«íÏs%ÇÊÈÏ%©!$#t,n=y{|NöqyJø9$#no4quptø:$#uröNä.uqè=ö7uÏ9ö/ä3r&ß`|¡ômr&WxuKtã4uqèdurâÍyèø9$#âqàÿtóø9$#ÇËÈ
1)
maha suci Dia, yang didalam tanganNya sekalian kerajaan; dan Dia
atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan.
2)
Dia yang menciptakan maut dan hayat, karena Dia akan menguji kamu,
manakah diantara kamu yang terlebuh baik amalannya; dan Dia adalah Maha
Perkasa, lagi Maha Pengampun.
D. Arti Penting Dikaji
Dalam
kehidupan ini pendidikan merupakan hal yang perlu diperhatikan dan dikembangkan
demi terwujudnya masyarakat yang madani dan berintelektual. Yang sangat penting
adalah pendidikan Agama Islam yang sumber pokoknya ialah Al-Qur’an.
Dalam
mempelajari Al-Qur’an tidaklah dengan menelan begitu saja dengan mudah
makna-makna ayatnya saja tanpa ada tafsir dan juga pemikiran yang mendalam yang
seperti terkandung dalam Q.S. Al-Mulk ayat 1-2 yang sungguh memiliki arti
penalaran yang dalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Secara
etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini
terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melaui atau
melewati dan “hodos” yang berati jalan atau cara. Metode berarti suatu
jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Pendidikan merupakan usaha membimbing
dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi
anak didik ke arah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.[1]
Sedangkan
filosofis adalah segala hal yang berkaitan dengan kecintaan atas kebijaksanaan
(segala yang berkaitan dengan filsafat).[2]
Penggunaan
metode pendidikan yakni metode filosofis sangat perlu agar peserta didik dapat
dengan mudahnya menerima dan memahami materi yang di ajarkan juga mengerti
maksud dari tujuan materi tersebut.
B. Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 1-2
1.
Tafsir Al Azhar
x8t»t6s?Ï%©!$#ÍnÏuÎ/à7ù=ßJø9$#uqèdur4n?tãÈe@ä.&äóÓx«íÏs%ÇÊÈ
Ï%©!$#t,n=y{|NöqyJø9$#no4quptø:$#uröNä.uqè=ö7uÏ9ö/ä3r&ß`|¡ômr&WxuKtã4uqèdurâÍyèø9$#âqàÿtóø9$#ÇËÈ
1)
maha suci Dia, yang didalam tanganNya sekalian kerajaan; dan Dia
atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan.
2)
Dia yang menciptakan maut dan hayat, karena Dia akan menguji kamu,
manakah diantara kamu yang terlebih baik amalannya; dan Dia adalah Maha
Perkasa, lagi Maha Pengampun.
“Maha Suci Dia,
yang didalam tanganNya sekalian kerajaan”.(pangkal ayat 1). Apabila kita
baca pangkal ayat yang pertama ini dengan penuh khusyuk dan memahami
kandungannyasecara mendalam, akan terasalah betapa Tuhan memberi ingatan kepada
manusia dalam perebutan kekuasaan dan kemegahan dalam dunia ini bahwasanya
Kerajaan yang sebenar Kerajaan, kekuasaan yang sebenar kekuasaan hanya ada
dalam tangan Allah.
Segala kerajaan an
kekuasaan yang ada di muka bumi ini, bagaimanapun manusia mengejarnya, atau
bagaimanapun manusia mempertahankannnya bila telah dapat, tidaklah dianya
sebenar-benar kerajaan dan tidaklah dianya sebenar-benar kekuasaan.
Bagaimanapun seorang Raja (Presiden) memerintah dengan segenap kekuatan,
kegagahan dan kadang-kadang kesewenang-wenangan, namun kekuasaan yang seperti
demikian hanyalah pinjaman belaka daripada Allah dan tidak ada yang akan kekal
dipegangnya terus. Imbangan kekuatan dan kekuasaan yang terbagi-bagi dan
terbelah-belah di dunia ini tidak ada yang kekal. Pepatah Melayu yang terenal,
yaitu ”Sekali air gedang, sekali tepian berobah”, benar-benar tepat untuk
dipasangkan pada permukaaan bumi ini. Belanda mempunyai kekuasaan di tanah
jajahannya, yang mereka namai “Hindia Belanda” selama 350 tahun. Mereka
lukiskan dalam uang yang beredar di lambang negara mereka yang berslogan “Je
Maintendrai”, yang berarti “tidak akan aku lepaskan lagi”. Setelah datang
penyerangan tentara Jepang, kekuasaan yang 350 tahun itu hanya dapat meraka
pertahankan selama satu minggu saja (tujuh hari). Setelah sampai tujuh hari merekapun
menyerahkepada tentara Jepang dengan tiada bersyarat.
Naiknya
seorang menjadi penguasa pun hanyalah karena adanya pengakuan! Setelah orang
banyak mengakui, dengan angkatan tertentu, barulah dia berkuasa. Sedang Allah
sebagai Maha Kuasa Dn Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat.
Meskipun misalnya berkumpul segala isi bumi untuk mendurhakai kekuasaan Allah,
yang akan jatuh bukan Allah, melainkan yang memungkiri kekuasaan Allah itu.
Itulah
pula sebabnya maka mustahil Allah itu beranak. Sebab Allah itu hidup
selama-lamanya dan Maha Kuasa untuk selama-lamanya. Allah tidak memerlukan
wakil atau calon penggantiNya jadi Tuhan yang akan naik takhta kalau Dia mati!
Amat Suci Allah daripada yang demikian. Maka pemeluk-pemeluk agama yang mengatakan bahwa Allah itu beranak, membuka
pintu bagi kelemahan Allah sehingga dia perlu dibantu oleh anaknya, atau Allah
merasa diriNya akan mati, sebab itu Dia mengangkat anak yang akan
menggantikannya kelak, dan selama Allah itu masih Maha Kuasa, si anak
menganggur saja tidak ada yang akan dikerjakan.
“dan
Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan.” (ujung ayat 1). Sebagai
Tuhan Yang Maha Kuasa, Pembahagi
Kekuasaan kepada sekalian raja dan penguasa di dunia di seluruh alam ini, baik
di bumi ataupun di langit, Allah lah yang Maha Yang Maha Menentukan segala sesuatu.
Segala sesuatu adalah meliputi
segala sesuatu, baik yang sangat besar maupun yang sangat kecil. Misalnya yang
sangat besar ialah matahari dengan segala bintang-bintang yang menjadi
satelitnya; rangkaian bintang-bintang itu dalam pertalian keluarga dengan
maahari, dalam ukuran jarak jauh dan jarak dekat yang tertentu, sehingga
terdapat keseimbangan, maka rangkaian itu pulalah yang terdapat pada alam yang
sekecil-kecilnya. Alam yang sekecil-kecilnya itu ialah yang dikenal dengan nama
Atom, atau Zarrah. Kecilnya zarrah itu menyebabkan dia tidak dapat dibagi lagi.
Kata a dan tom adalah kata majemuk, dua kata tergabung satu. A artinya tidak,
Tom arti terbagi. Atom artinya tidak terbagi lagi.
‘Alaa kulli syai-in qadiiir;
atas tiap-tiap sesuatu sangat menentukan. Dengan menggali rahasia alam,
sehingga mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat,didengar dan
diselidiki, dari yang kecil sampai kepada yang besar, di waktu mendapatkannya
itulah kita akan lebih faham apa arti yang sebenarnya daripada kata takdir.
Tegaslah bahwa segala sesuatu itu ada ketentuannya. Teranglah bahwa kalau
ketentuan tidak ada, tidak pulalah akan berarti apa yang dinamai ilmu
pengetahuan atau science (sains). Dan ini ditegaskan lagi pada ayat 191 dekat
penutup Surat 3, ali Imran :
$uZ/u$tB|Mø)n=yz#x»ydWxÏÜ»t/
“Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia
.’’
Atau dengan percuma, dengan kacau
balau, atau dengan sembrono!
Oleh
karena ketentuan Tuhan itu mengenal tiap-tiap sesuatu (kulli syai-in) dapatlah
kita lihat itu pada teraturnya peredaran bumi di kelilingmatahari, yang pada
pandangan sepintas lalu mataharilah yang mengelilingi bumi. Dapat dilihat pada
pergantian musim, pergiliran letak bintang-bintang. Dapat kita lihat pada
bebagai buah-bauahan dengan segala macam rasanya. Kadang-kadang kita merasakan
perbedaan enak dan manis rasa mengga yang berbeda dengan manisnya rasa manggis,
manisnya rasa rambutan yang berbeda dengan manisnya rasa buah apel, manisnya
buah anggur yang berbeda dengan manisnya buah delima. Kadang perbedaan manis
barbagai jenis mangga sesama mangga, atau pisang sesama pisang. Beribu tahun
usia dunia tidaklah pernah berkacau atau bertukar ganti rasa masing-masingnya
itu. Semuanya itu jelas menunjukkan bahwa masing-masingnya itu menuruti apa
yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Itulah
makna dari sifat Allah yang disebut Qadir, yang biasa kadang-kadang
diartikan Maha Kuasa atau kita artikan yang mentakdirkan segala sesuatu. Tetapi
karena kurang kita renungkan, kerapkalilah kita salah memahamkan takdir,
sehingga kadang-kadang kita lupa bahwa sifat Allah atau salah satu dari nama
Allah yang disebut Qadir kita artikan saja bahwa Allah dapat berbuat
sekehendaknya, dengan tidak mempunyai ketentuan, seakan-akan tidak mempunyai
undang-undang yang disebut “Sunnatullah”. Padahal semuanya ada ketentuannya,
yang satu bertali dan berhubungan dengan yang lain. Misalnya bila air sungai
mengalir dengan derasnya, itu adalah ketentuan adanya tekanan air (mineral).
Lalu ada manusia menyaberang sungai itu, ketentuannya ialah bahwa ia hanyut
kalau tidak mempunyai persediaan kekuatan buat mengatasi derasnya aliran air
itu, dan dia pasti sampai dengan selamat ke seberang asal dia tidak kehilangan
akal, lalu diturutinya aliran air sambil melangkah atau berenang.
Demikianlah
bahwa hidup dan mati manusia, bala bencana atau keselamatan, semuanya itu
adalah pertemuan diantara ketentuan dengan ketentuan, baik ketentuan besar atau
ketentuan kecil, ada yang diketahui oleh manusia dan ada yang belum mereka
ketahui. Namun seluruh keadaan dalam alam ini tidaklah ada yang terlepas dari
ketentuan yang telah ditentukan Tuhan, yang kadang-kadang disebut juga hukum sebab
dan akibat.
“Dia
yang menciptakan maut dan hayat”. (pangkal ayat 2). Teranglah bahwa
Allahlah yang menciptakan mati dan hidup. Tetapi tentu timbullah pertanyaan,
mengapa di dalam ayat ini maut yang disebut terlebih dahulu, kemudian baru
disebut hayat ? Mengapa mati yang disebut terlebih dahulu, sesudah itu baru hidup
? Padahal manusia hidup terlebih dahulu sebelum mati ?
Kalau
kita renungkan susunan ayat sejak dari ayat pertama terus kepada ayat kelima
berturut-turut, nyatalah bahwa tujuannya ialah memberi peringatan kepada
manusia bahwa hidup ini tidaklah berhenti sehingga di dunia ini saja. Ini
adalah peringatan kepada manusia agar mereka insaf akan mati di samping dia
terpesona oleh hidup. Banyak manusia yang lupa akan mati itu, bahkan takut
menghadapi maut karena hatinya yang terikat kepada dunia. Berkenaan dengan ayat
ini peringatan mati di samping hidup inilah Ibnu Abi Hatim merawikan sebuah
Hadits dari Qatadah, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda :
اِنَّ اللهَاَذَلَّ بَنِيْ آدَمَ بِالْمَوْتِ
وَجَعَلَ الدُّنْياَ دَارَحَيَاةٍ ثُمَّ دَارَمَوْتٍ وَجَعَلَ اْلآخِرَةَ
دَارَجَزَاءٍ ثُمَّ دَارَبَقاَءٍ (رواه ابن ابي حاتم)
“Sesungguhnya Allah menghinakan keturunan Adam
dengan maut, dan Allah menjadikan dunia ini negeri untuk hidup, kemudian itu
negeri untuk mati, dan Dia jadikan negeri akhirat untuk menerima ganjaran dan
negeri umtuk kekal”.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim dari Qatadah ini dan dirawikan pula oleh Ma’mar dari Qatadah juga, yang
serupa isinya dan artinya, dapatlah dijadikan penjelasan dari maksud ayat ini.
Yakni asal kita lahir ke dunia, sudahlah berati bahwa kita telah pasti mati, sebab
kita telah menempuh hidup, dan diantara waktu hidup dan mati itulah kita anak
Adam menentukan nilai diri, sepanjang yang telah dijelaskan oleh lanjutan ayat
: “Karena Dia akan menguji kamu, manakah diantara kamu yang terlebih baik
amalannya.” Maka di antara hidup dan mati itulah kita mempertinggi mutu
amalan diri, berbuat amalan yang terlebih baik atau yang bermutu. Tegasnya
disini dijelaskan bahwa yang dikehendaki Allah dari kita ialah Ahsanu
‘amalan. Amalan yang terlebih baik biarpun sedikit, bukan amalan yang
banyak tetapi tidak bermutu. Maka janganlah beramal hanya karena mengharap
banyak bilangan atau kuantitas tetapi beramallah yang bermutu tinggi walaupun
sedikit, atau berkualitas. “Dan Dia adalah Maha Perkasa, lagi Maha
Pengampun”. (ujung ayat 2).
Dengan menonjolkan terlebih dahulu
sifat Allah yang bernama al’Aziz Yang Maha Perkasa dijelaskan bahwa
Allah tidak boleh dipermain-mainkan. Dihadapan Allah tidak boleh beramal yang
separuh hati, tidak boleh beramal yang ragu-ragu. Melainkan kerjakan dengan
bersungguh-sungguh, hati-hati, dan penuh disiplin. Karena kalau tidak demikian,
Tuhan akan murka. Tetapi Tuhanpun mempunyai sifat al-Ghofur, Maha
Pengampun atas hambaNya yang tidak dengan sengaja hendak melanggar hukum
Tuhannya dan selalu berniat hendak berbuat amalan yang lebih baik, tetapi tidak
mempunyai tenaga yang cukup buat mencapai yang lebih baik itu. Pada waktu
itulah Tuhan menunjukkan belas kasihanNya, karena tidaklah Allah memberati
seseorang kecuali sekadar kesanggupan yang ada padanya, sebagaimana tersebut
pada pangkal ayat penghabisan (286) daripada Surat kedua al-Baqarah.[3]
2. Tafsir Al-Maragi
x8t»t6s?Ï%©!$#ÍnÏuÎ/à7ù=ßJø9$#صلىuqèdur4n?tãÈe@ä.&äóÓx«íÏs%ÇÊÈ
Ï%©!$#t,n=y{|NöqyJø9$#no4quptø:$#uröNä.uqè=ö7uÏ9ö/ä3r&ß`|¡ômr&WxuKtã4uqèdurâÍyèø9$#âqàÿtóø9$#ÇËÈ
1. maha suci
Allah yang di tanganNya sekalian kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
2. yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih
baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Penafsiran kata-kata sulit:
خَلَقَ – Khalaqa: qadara (menentukan)
لِيَبْلُؤَكُمْ – Liyabluwakum: liyakhbirakum (untuk menguji
kamu). Maksudnya untuk memperlakukan kamu dengan perlakuan yang bersifat
perbuatan-perbuatanmu.
اَحْسَنُ عَمَلَ–Ahsanu ‘Amala: amal yang paling ikhlas
terhadap Allah
اَلْعَزِيْزُ – Al-Aziz: yang menang dan kuasa untuk
menyiksa siapa yang berbuat jahat.
الْغَفُؤْرُ – Al-Ghafur: yang banyak memberi ampunan dan
menghapus dosa-dosa para hamba-Nya.
Penjelasan:
8t»t6s?Ï%©!$#ÍnÏuÎ/à7ù=ßJø9$#صلىuqèdur4n?tãÈe@ä.&äóÓx«íÏs%
Maha Tinggi Tuhan kami yang di tangan-Nya terdapat kerajan dunia
dan akhirat. Dia memuliakan siapa yang Dia kehendaki dan menghinakan siapa yang
Dia kehendaki. Dia mengangkat banyak kaum dan merendahkan kaum-kaum yang lain.
Dia berkuasa atas apa yang hendak Dia lakukan, tidak tercegah oleh suatu
penghalang, dan tidak terhalang oleh kelemahan antara diri-Nya dengan apa yang
dikehendaki-Nya. Dia mempunyai pengendalian mutlak terhadap segala yang maujud,
menurut kehendak dan keinginan-Nya, tanpa ada saingan dan penentang.
Ringkasnya,
Maha Agung Allah dengan sifat-sifat-Nya dari segala makhluk dan segala sesuatu.
Dia berkuasa untuk bertindak dalam kerajaan-Nya menurut kehendak-Nya, memberi
nikmat dan menyiksa, mengangkat dan merendahkan, memberi dan menahan.
Kemudian
Dia mulai merinci dari hukum-hukum kerajaan-Nya dan bekas-bekas kekuasaan-Nya,
disamping menjelaskan bahwa keduanya itu dibangun menurut hukum dan maslahat,
serta mengikuti tujuan-tujuan yang agung . dia berfirman:
Ï%©!$#t,n=y{|NöqyJø9$#no4quptø:$#ur
Dia lah
yang telah menentukan kematian dan menentukan kehidupan serta menjadikan bagi
masing-masing dari keduanya itu waktu-waktu yang tidak diketahui kecuali oleh
Dia sendiri.
öNä.uqè=ö7uÏ9ö/ä3r&ß`|¡ômr&WxuKtã
Untuk
memperlakukan kamu dengan perlakuan yang ditujukan kepada orang yang hendak
diuji keadaannya, dan melihat siapakah diantara kamu yang mengikhlaskan
amalnya, sehingga Dia akan membalasmu tentang hal itu menurut perbedaan
martabat dan perbuatanmu, baik perbuayan itu perbuatan hati maupun perbuatan
anaggota badan.
uqèdurâÍyèø9$#âqàÿtóø9$#
Dia
lah Yang Maha Kuat lagi Maha Keras pembalasan-Nya terhaap orang yang
mendurhakai dan menyalahi perintah-Nya, tetapi Maha Pengampun terhadap orang
yang kembali lepada-Nya bertaubat, melepaskan diri dari dosa-dosa.[4]
C. Aplikasi dalam kehidupan
1) Selalu ingat kepada Allah, dengan tidak
berbuat sewenang-wenang karena adanya sebuah kekuasaan. Sejatinya yang Maha
Kuasa dan Pemilik segala Kerajaan.
2) Tunduk dan patuh, serta menyarahkan diri
kepaa Allah S.W.T.
3) Lebih menghargai kehidupan dengan
beramal shaleh
4) Ingat kematian pasti datang menjelang
5) Segera bertaubat, tinggalkan perbuatan
yang menimbulkan dosa-dosa
D. Aspek tarbawi
1)
Limpahan karunia dan aneka anugerah Allah SWT., bagi manusia dan
alam raya tidak dapat terbayangkan banyaknya.
2)
Hidup dan mati adalah ujian, untuk membuktikan siapakah yang lebih
berkualitas amal-amalnya
3)
Allah SWT. Pengendali alam raya. Dia yang menganugerahkan hidup
kepada yang berpotensi hidup dengan aneka kualitas hidup dan dia pula yang
mencabutnya.
4)
Yang terpenting ialah kualitas amal, bukan banyaknya karena itu
sedikit yang berkualitas lebih baik daripada yang banyak tapi tidak
berkualitas.
5) Mati dan hidup
dari sekian banyak kodrat dan kuasa Allah SWT, yang digaris bawahi terlebih
dahulu agaknya disebabkan karena kedua hal merupakan bukti yang paling jelas tentang
kuasaNya dalam konteks manusia. Hidup tidak dapat diwujudkan oleh selain-Nya
dan mati tidak dapat ditampik oleh siapapun. Keduanya tidak dapat dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendidikan
perlu diperhatikan guna terciptanya insan yang berkualitas dan mengerti akan
tujuan serta keberadaannya di kehidupan
ini.Dalam mendidik perlu adanya metode agar materi yang disampaikan dapat
diterima dan dipahami oleh peserta didik. Seperti halya pada Q.S. Al-Mulk ayat
1-2 yang perlu dipelajari menggunakan metode flosofis.
Ayat pertama
menyatakan: maha melimpah kebajikan lagi, maha mantap dan langgeng wujud Allah
SWT. , Dia yang dalam genggaman tanganNya sendiri segala kerajaan, kekuasaan,
dan pengendalian segala urusan. Dia sendiri, tidak ada selainNya, yang Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Salah satu bukti kekuasaanNya adalah Dia, menurut
ayat 2, Yang menjadikan mati dan hidup, untuk memperlakukan manusia dengan
perlakuan penguji guna mengetahui di alam nyata setelah sebelumnya Dia telah
ketahui di alam gaib, siapa yang lebih baik amalnya dan siapa juga yang buruk
amalnya. Dia Maha Perkasa, tidak satu pun yang dapat membendung kehendak-Nya,
lagi Maha Pengampun terhadap siapapun yang memohon ampun kepada-Nya.
B. SARAN
Makalah ini jauh dari kata sempurna karena berbagai
keterbatasan penulis dalam pembuatannya. Dari hal tersebut penulis menyarankan
agar pembaca tidak hanya membaca dari apa yang ada di dalam makalah ini ataupun
dari sumber-sumber yang terdapat didalam makalah. Juga perlu adanya koreksi
serta diharapkan tindak lanjut penyempurnaan dari pembaca demi terciptanya
kesempurnaan serta kemajuan dalam pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1993. TERJEMAH TAFSIR AL-MARAGI JUZ 29
Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Arief, Arma’i. 2002. PENGANTAR ILMU DAN METODOLOGI PENDIDIKAN
ISLAM. Jakarta: Ciputat Pers.
Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar juz XXIX. Jakarta: Pustaka
Panjimas.
PROFIL PENULIS
Nama :
Budi Santoso
TTL :
Pekalongan, 22 Juni 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Dukuh Wetan Rt.11/Rw.05, Desa pagumenganmas
Kec. Karangdadap,
Kab. Pekalongan
Status :
Mahasiswa
Hubungan :
Lajang
Hobby :
Memancing
Motto :
Hadapi yang ada didepanmu
Pendidikan :
-
SD Negeri Karangdadap 1998-2004
-
Mts Al-Hikmah Proto Kedungwuni 2004-2007
-
SMA Sederajat (Paket C) Ngudi Ilmu
Kedungwuni 2012-2015
-
S1 Pendidikan Agama Islam IAIN
Pekalongan 2015-saat ini
[1] Arma’i Arief, PENGANTAR ILMU DAN METODOLOGI PENDIDIKAN ISLAM (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 40
[2]http://ilmupengetahuan-biologi,blogspot.co.id./p/apa-perbedaan-filsafat-dan-filosofis.html?m=1,
diakses pada 22/11/2016 pukul 03:35
[3] Hamka, Tafsir Al Azhar juz XXIX (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983), hlm. 5-10
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, TERJEMAH TAFSIR AL-MARAGI JUZ 29 (Semarang:
PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 5-10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar