HAK ASASI MANUSIA
“HAK BERKEYAKINAN AGAMA” QS.
Al-Kafirun ayat 6
Azzahrotul Safira (2021115100)
Kelas A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / JURUSAN
PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “HAK ASASI MANUSIA (HAK BERKEYAKINAN AGAMA) dalam QS.
Al-Kafirun ayat 6”. Sholawat beserta salam tak lupa pula saya
haturkan kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad saw yang telah membawa kita semua dari alam kejahilan ke alam
yang terang benderang yang di sinari oleh ilmu pengetahuan, iman dan
islam. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Allah swt yang telah memberikan kemudahan bagi
saya untuk mengerjakan makalah ini.
2.
Kedua Orang Tua yang selalu mendukung saya
untuk semangat dalam belajar.
3.
Dosen Pengampu mata kuliah tafsir tarbawi yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
4.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “HAK ASASI MANUSIA (HAK BERKEYAKINAN AGAMA) dalam
QS. Al-Kafirun ayat 6” ini.
Saya sadar dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu,
saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Pekalongan, 4 Maret 2017
Azzahrotul Safira
2021115100
BAB I
PENDAHULUAN`
1. Latar Belakang
Semua agama mengajarkan kasih
sayang, cinta, kedamaian, kebajikan, persaudaraan, dan sejumlah nilai-nilai
kemanusiaan secara normatif dan ideal. Namun jika melihat secara historis,
agama tidak selalu berfungsi positif untuk kemanusiaan. Agama kadangkala memunculkan
banyak ploblem permasalahan. Oleh karena itu perlu adanya keyakinan dalam
beragama. Aqidah atau berkeyakinan agama adalah sesuatu yang sangat penting
bagi umat manusia. Tanpa memiliki keyakinan kehidupan seseorang tidak akan
terarah serta tidak memiliki tujuan hidup yang harus di raihnya.
Agama islam merupakan agama yang tidak memaksakan agar manusia dapat
menjadi pengikunya, akan tetapi keyakinan merupakan karunia yang harus
disyukuri lalu dipertahankan keberadaanya. Berkeyakinan agama merupakan hak
asasi setiap individu. Antar individu tidak boleh menggnggu individu lain atau
memancing yang menimbulkan kerusuhan atau pertengkaran. Kita sebagai muslim
memang harus menyampaikan ajaran Islam kepada mereka yang belum mendapat
petunjuk, akan tetapi tidak boleh memaksakannya. Bertoleransi itu perlu,
terutama bertoleransi terhadap agama.
2. Judul
Makalah ini berjudul “Hak Berkeyakinan Agama”
3. Nash
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukku
agamaku.”
4. Arti penting untuk di kaji
Di dalam QS. Al-Kafirun ayat 6 menjelaskan
tentang ajaran yang di bawa oleh Rasulullah SAW untuk umatnya, ajaran nya yaitu
berupa saling toleransi antar agamat. Toleransi ini berarti pengakuan tentang adanya
realita perbedaan agama dan keyakinan, bukan pengakuan pembenaran terhadap
agama dan keyakinan selain Islam. Dan toleransi merupakan aqidah dalam islam.
Perbedaan agama dan keyakinan tidak menutup jalan untuk saling tolong menolong
dan tidak menjadi alasan untuk bermusuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak
lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau
penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia
yang bersifat kodrati yakni ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.
Sedangkan dalam Undang-undang tentang hak
asasi manusia pasal 1 dinyatakan : “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormari, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Manusia selalu memiliki hak-hak dasar (basic
right) antara lain:
a. Hak hidup.
b. Hak untuk hidup tanpa ada perasaan takut dilukai atau dibunuh oleh orang
lain.
c. Hak kebebasan.
d. Hak untuk bebas, hak untuk memiliki agama atau kepercayaan, hak untuk memperoleh
informasi, hak menyatakan pendapat, hak berserikat dan sebagainya.
e. Hak pemilikan
f. Hak untuk memilih sesuatu, seperti pakaian, rumah, mobil, perusahaan,
pabrik dan sebagainya.[1]
Hak berkeyakinan agama
Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan salah satu hak asasi manusia
yang paling utama. Oleh karena itu, dalam konteks kebebasan beragama dan
berkeyakinan negara wajib menjamin dan melindungi setiap warga negaranya
sebagaimana dikuatkan dalam UU nomor 12 tahun 2005 yang isisnya sebagai berikut
(1) setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan, beragama. Hak
ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau
kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik individu bersama-sama
dengan orang lain di tempat umum atau tertutup, untuk menjalanka agama atau
kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengalaman dan pengajaran. (2)
tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut
atau menerima suatu agama atau kepercayaan sesuai dengan pilihannya.
Prinsip kebebasan beragama di dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia
tidaklah berdiri sendiri, melainkan selalu dikaitkan dengan kebebasan lainnya,
yaitu kebebasan pikiran dan hati nurani.[2]
B. Tafsir dari QS. Al-Kafirun ayat 6
1. Tafsir Al-Mishbah
Setelah menegaskan tidak mungkinnya bertemu dalam keyakinan ajaran Islam
dan kepercayaan Nabi Muhammad saw. Dengan kepercayaan kaum yang mempersekutukan
Allah, ayat di atas menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat
yakni: Bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak
menyentuhku sedikit pun, kamu bebas untuk mengamalkannya sesuai kepercayaan
kamu dan bagiku juga secara khusus agamaku, aku pun mestinya
memperoleh kebebasan untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikit
pun olehnya
Kata ( ( دينdin dapat berarti agama atau balasan, atau kepatuhan.
Sementara ulama memahami kata tersebut di sini dalam arti balasan.
Antara lain dengan alasan bahwa kaum musyrikin Mekkah tidak memiliki agama.
Mereka memahami ayat di atas dalam arti masing-masing kelompok akan menerima
balasan yang sesuai. Bagi mereka ada balasannya, dan bagi Nabi pun demikian.
Baik atau buruk balasan itu, diserahkan kepada Tuhan. Dialah yang
menentukannya.
Didahulukannya kata ( لكم ) lakum dan ( لي ) liya berfungsi
menggambarkan kekhususan, karena itu pula masing-masing agama biarlah
berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Tidak perlu mengajak kami
untuk menyembah sembahan kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah. Kalau
( ( دين din diartikan agama, maka ayat ini tidak berarti
bahwa Nabi diperintahkan mengakui kebenaran anutan mereka. Ayat ini hanya
mempersilakan mereka menganut apa yang mereka yakini. Apabila mereka telah
mengetahui tentang ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta
bersikeras menganut ajaran mereka, silakan.
Ayat 6 di atas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, bagi
kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga demikian masing-masing pihak
dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan
pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan
masing-masing.
Demikian terlihat bahwa absolusitas ajaran agama adalah sikap jiwa ke
dalam, tidak menuntut pernyataan atau kenyataan di luar bagi yang tidak
menyakininya. Ketika kaum musyrikin bersikeras menolak ajaran Islam, maka demi
kemaslahatan bersama, Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad saw menyampaikan yang
terdapat dalam QS. Saba’ (34): 24-26 yang artinya “Sesungguhnya kami atau kamu
yang berada dalam kebenaran, atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: Kamu
tidak akan diminta mempertanggungjawabkan pelanggaran-pelanggaran kami dan kami
pun tidak akan diminta mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kamu.
Katakanlah: “Tuhan kita akan menghimpun kita semua, kemudian Dia memberi
keputusan di antara kita dengan benar, sesungguhnya Dia Maha Pemberi keputusan
lagi Maha Mengetahui”
Pada ayat di atas terlihat bahwa ketika absolusitas diantara keluar, ke
dunia nyata Nabi saw tidak diperintahkan menyatakan apa yang di dalam keyakinan
tentang kemutlakan kebenaran ajaran Islam, tetapi justru sebaliknya, kandungan
ayat tersebut bagaikan menyatakan: Mungkin kami yang benar, mungkin pula kamu;
mungkin kami yang salah, mungkin pula kamu. Kita serahkan saja kepada Tuhan
untuk memutuskannya. Bahkan diamati dari redaksi ayat diatas, bahwa apa yang
dilakukan oleh Nabi dan pengikut-pengikut beliau diistilahkan dengan pelanggaran
(sesuai dengan anggapan mitra bicara), sedang apa yang mereka lakukan
dilukiskan dengan kata perbuatan, yakni tidak menyatakan bahwa amal
mereka adalah dosa dan pelanggaran.[3]
2. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
Din ( ( دينmempunyai sekian banyak arti, yang telah diuraikan ketika
menafsirkan ayat keempat surah Al-Fatihah. Secara umum, kata tersebut diartikan
agama. Di sini timbul persoalan, apakah orang-orang kafir Mekkah itu mempunyai
agama?
Bagi yang berpendapat bahwa mereka tidak beragama, kata din ( ( دينberarti pembalasan, sedang yang
mengartikannya sebagai agama, mengakui bahwa kata agama di sini tidak dipahami,
dalam pengertian yang utuh, sebagaimana halnya agama dalam pandangan para pakar
perbandingan agama.
Sementara pakar Alqur’an mengartikan ( لكم ) sebagai “khusus untuk
kamu”, sehingga ayat terakhir ini seakan berpesan kepada mereka bahwa agama
yang kalian anut itu khusus untuk kalian, ia tidak menyentuh sedikit pun; dan
agama yang saya anut, juga khusus untukku, tidak menyentuh kalian sedikit pun.
Karena itu, tidak perlu campur-baurkan, tidak perlu mengajak kami untuk
menyembah sembahan kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah di tahun
yang lain, sebagaimana yang mereka usulkan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kata din ( ( دينdipahami dalam arti agama atau anutan. Para musafir yang
enggan menamai anutan kaum kafir Mekkah itu sebagai agama, memahami kata din
dalam arti “pembalasan” sehingga ( لكم دينكم ) diartikan “pembalasan
atau ganjaran perbuatan kalian khusus untuk kalian, dan ganjaran atau balasan
perbuatan kami juga khusus untuk kami.”
Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku merupakan pengakuan
eksistensi secara timbal balik, sehingga masing-masing pihak dapat melaksanakan
apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan pendapat kepada orang
lain sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing.
Agama mengajarkan yang demikian, karena kesatuan pendapat dalam segala hal
tidak mungkin tercapai, khususnya setelah pertumbuhan penduduk yang sedemikian
pesat serta keanekaragaman kebutuhan. Perbedaan serta keanekaragam pendapat
(agama) manusia adalah satu kenyataan. Dari sini perbedaan tersebut hendaknya
di manfaatkan untuk menjalin kerja sama antar mereka serta perlombaan dalam
mencapai kebajikan dan keridhaan-Nya.[4]
3. Tafsir Juz ‘amma
Ayat لَكُمْ
دِينُكُمْ Bagimulah Agamamu, Agamamu hanya khusus bagi kamu,
tidak menjangkau diriku. Maka janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa aku
berpegang kepadanya atau terlihat dalam sebagian darinya. Kemudian ayat وَلِيَ دِينِ dan bagikulah agamaku!
Yakni agamaku adalah agama yang menyangkut diriku secara khusus. Yaitu yang
kepadanya aku menyeru. Tidak ada sedikit pun persekutuan antara aku dan kamu
didalamnya!.
Tentunya dapat dipahami bahwa makna seperti ini, seperti
yang telah kami jelaskan, adalah yang dapat disimpulkan secara langsung dari
surah yang mulia tersebut. Khusunya ayat terakhirnya, Bagimu agamamu dan
bagiku agamaku! Ayat ini secara jelas sekali menunjukkan bahwa yang
dimaksud adalah penolakan adanya pencampuran dalam bentuk apa pun, seperti yang
dinyatakan secara keliru oleh sebagian orang. Makna yang dapat disimpulkan dari
ayat ini, sama seperti yang disimpulkan dari firman Allah, Sesungguhnya
orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka terpecah menjadi beberapa
golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka (QS
Al-An’am [6]: 59). Yakni, tidak ada kaitan apa pun antara kamu dan mereka,
tidak dalam hal al-ma’bad (yang disembah) dan tidak pula dalam hal ‘ibadah.[5]
C. Aplikasi Dalam Kehidupan
a. Memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran agama islam yang dianutnya.
b. Tidak mencampuradukkan perkara akidan dan ibadah.
c. Bertauhid kepada Allah dan menjauhi perbuatan syirik.
d. Beribadah dengan ikhlas dan benar sesuai tuntutan Rasulullah.
e. Menghormati pemeluk agama lain dan tidak memaksakan agama kepada oranglain.
f. Memberi kebebasan orang lain untuk memeluk suatu agama.
g. Tidak mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah.
h. Saling menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama
lain.
D. Aspek Tarbawi
a. Memiliki kemantapan keimanan sehingga tidak terpengaruh ajakan untuk
memeluk agama lain.
b. Meningkatkan keimanan supaya tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.
c. Tidak melakukan tindakan yang bertujuan untuk mengganggu penganut agama
lain.
d. Menjalankan ibadah dan beriman hanya kepada Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Agama islam merupakan agama yang tidak
memaksakan agar manusia dapat menjadi pengikunya, akan tetapi keyakinan
merupakan karunia yang harus disyukuri lalu dipertahankan keberadaanya.
Berkeyakinan agama merupakan hak asasi setiap individu. Antar individu tidak
boleh menggnggu individu lain atau memancing yang menimbulkan kerusuhan atau
pertengkaran. Kita sebagai muslim memang harus menyampaikan ajaran Islam kepada
mereka yang belum mendapat petunjuk, akan tetapi tidak boleh memaksakannya.
Bertoleransi itu perlu, terutama bertoleransi terhadap agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh,
Muhammad. 1999. Tafsir Juz ‘Amma. Bandung: Mizan, 1999.
http://www.kompasiana.com/kang_maman72/kebebasan-beragama-berkeyakinan-sebagai-hak-asasi-manusia-yang-mutlak-harus-dipenuhi-negara-dalam-keadaan-apapun_571705e13a7b6125052c4144 di akses pada tanggal 1 maret 2017
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 1997. Tafsir Al-Qur’an
Al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayah.
Ubaidillah, A. 2000. Pendidikan
Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN
Jakarta Press.
BIODATA DIRI
Nama : Azzahrotul Safira
TTL : Pekalongan, 19 Juni 1997
Alamat : Kayugeritan Karanganyar
Riwayat Pendidikan :
a. SDN 02 Kayugeritan Karanganyar
b. MTs YMI Wonopringgo
c. MAS Simbang Kulon Buaran Pekalongan
[1] A. Ubaidillah, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani, Cet I, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 207
[2] http://www.kompasiana.com/kang_maman72/kebebasan-beragama-berkeyakinan-sebagai-hak-asasi-manusia-yang-mutlak-harus-dipenuhi-negara-dalam-keadaan-apapun_571705e13a7b6125052c4144 di akses pada tanggal 1 maret 2017
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 580-582
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1997), hlm. 641-642
[5] Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, Cet V, (Bandung: Mizan, 1999),
hlm. 348-349
Tidak ada komentar:
Posting Komentar