PRINSIP ETOS KERJA
USAHA NYATA MERUBAH NASIB (QS. Ar-Ra’du : 13)
Nova Jazilah (202 111 5128)
Kelas A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt.
yang telah memberikan begitu banyak limpahan nikmat sehingga di antara
nikmat-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
dalam rangka nenuntut ilmu.
Shalawat beriringkan salam semoga
tetap terlimpah curahkan kepada baginda kita yang telah menuntun umatnya dari
zaman jahiliah menuju zaman ilmiah yakni Nabi besar Muhammad saw. juga kepada
keluarganya, para sahabatnya, tabi’in dan tabi’atnya, serta sampai kepada kita
selaku umatnya hingga hari kiamat Amiin.
Selanjutnya makalah yang berada di
hadapan pembaca merupakan uraian materi yang ditulis mengacu kepada silabus
mata kuliah Tafsir Tarbawi II yaitu tentang “PRINSIP ETOS KERJA
(Usaha Nyata Merubah Nasib)”. Yang
Alhamdulillah telah selesai ditulis. Tidak akan ada kata selesai disusun
makalah ini melainkan dukungan dari semua pihak baik dari orang tua dan dari
Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II,
baik dukungan dari segi moril maupun materil. Untuk itu penulis sampaikan banyak terima kasih.
Sudah barang tentu dalam makalah ini tidak luput dari kekeliruan ataupun kekurangan baik
dalam materi maupun dalam hal ikhwal penyusunan. Untuk itu penulis bermohon maaf dan
tak lupa untuk sedia menerima berbagai masukan yang bersifat membangun untuk
penyempurnaannya.
Pekalongan, 03 Maret 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Takdir
merupakan hal penting yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Karena
sesesungguhnya takdir kita telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum kita
diciptakan oleh Allah. Jadi mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan
cerminan keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah
bahwa segala yang diberikan Allah kepadanya merupakan ketentuan yang telah
ditentukan. Dan jikalau imannya rendah maka dia akan menyesali setiap musibah
yang ditimpakan kepadanya. Perlu diingat bahwa, setiap hal yang telah
ditentukan pasti terjadi. Dan takdir itu ada yang bisa dirubah dengan berusaha,
yaitu dengan do'a dan usaha. Jikalau kita berhasil maka sesungguhnya Allahlah
yang memindahkan kita dari takdir yang jelek ke takdir yang baik.
Usaha atau perjuangan
adalah kerja keras untuk mewujudkan cita–cita. Setiap manusia harus kerja keras
untuk melanjutkan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha atau perjuangan,
perjuangan untuk hidup dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha atau perjuangan
manusia tak dapat hidup sempurna. Apabila manusia ingin menjadi kaya, ia harus
kerja keras. Bila seseorang ingin menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan
mengikuti semua ketentuan akademik.
Dalam agamapun
diperintahkan untuk kerja keras, sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar
Muhammad S.A.W yang ditunjuk kepada para pengikutnya “Bekerjalah kamu
seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu
akan mati besok”.
B.
Tema dan Judul
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tema ”PRINSIP ETOS KERJA”
dengan judul “USAHA NYATA MERUBAH NASIB”. Menyesuaikan dengan tugas yang telah
diterima penulis.
C. Nash dan Arti
لَهُ
مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ
اللهِ إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ
دُونِهِ مِنْ وَالٍ﴿۱۱﴾
Artinya:
Baginya
(manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu
menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,maka tidak ada yang dapat
menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Qs. Ar-Ra’d/ 13 : 11)[1]
D.
Arti Penting Pengkajian Materi
Dalam Qur’an
surah Ar-Ra’du : 13 ini penting untuk dikaji, sebab di dalamnya dijelaskan
bahwa Manusia memiliki para malaikat yang mengawasinya. Jika manusia
mengetahui, bahwa ada para malaikat yang mencatat segala amalanya, maka dia
akan berhati-hati agar tidak terjerumus ke perbuatan maksiat. Dalam ayat ini
juga terdapat ikhtiar manusia, dan ikhtiar itu terasa sendiri oleh
masing-masing kita. Kalimat “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga
kaum itu mengubah keadaan yang ada pada dirinya” yang jelas-jelas tertulis dalam
ayat ini tentu saja akan selalu menjadi kalimat motivasi bagi kita. Kalimat
tersebut juga memberikan kita pemahaman bahwa kitalah yang bertanggung jawab
atas nasib yang kita dapatkan di zaman dahulu, sekarang, dan yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Takdir adalah hukum Allah. Hukum
yang ditetapkan berdasarkan pada ketentuan, daya, potensi, ukuran, dan batasan
yang ada pada sesuatu yang ditetapkan hukumnya. Takdir juga dapat dibagi
menjadi dua hal yang saling berlawanan, yaitu tetap (mubram, hatami, musayyar)
dan berubah (ghairu mubram atau mu’allaq, ghairu hatami, dan mukhayyar).[2] Takdir
mubram yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan.
Contoh: Jenis kelamin, Ciri-ciri fisik, dll. Sedangkan takdir mu’allaq yaitu
takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Disebut juga dengan takdir
yang tertulis di Lauh Mahfudh yang masih mungkin berubah jika Allah
menghendaki.[3]
Ikhtiar berasal dari
bahasa Arab (إخْتِيَارٌ) yang berarti mencari hasil yang lebih baik. Adapun
secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar
tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala
sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya
mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut
syari’at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya,
ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang baik-baik”, yakni segala
sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Di dunia ini, manusia diwajibkan
berikhtiar dan berusaha mencapai segala yang dicita-citakan demi kebahagiaan
dunia akhirat. Oleh karena itu, kaum mukmin pula wajib berikhtiar dan berusaha
sekuat tenaga meskipun kita telah beriman dan mempercayai benar-benar bahwa
semua ketentuan datangnya dari Allah SWT agar lepas dari ketentuan jelek dan
buruk, serta berjuang hanya mendapatkan ketentuan yang baik saja.
Dengan demikian, setiap mukmin wajib
bekerja keras agar tidak jatuh miskin, giat belajar agar berilmu dan bermanfaat
bagi masyarakat, senantiasa memelihara kesehatan, dan sebagainya. Sebab kita
tidak mengetahui takdir Allah yang mana yang diperlukan bagi kita. Sehingga,
setiap mukmin tidak dibenarkan berdiam diri dan pasrah kepada takdir Allah,
tetapi harus berjuang mecari kemaslahatan-kemaslahatan dunia dan akhirat, serta
berusaha menghindari perbuatan mungkar dan maksiat.[4]
B.
Penafsiran Ayat
1.
Tafsir
Al-Lubab
Ayat
ini menegaskan bahwa Allah Swt. tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif
ke negatif atau sebaliknya dari negatif ke positif sampai mereka mengubah
terlebih dahulu apa yang ada pada diri mereka, yakni sikap mental dan pikiran
mereka sendiri. Ayat ini melanjutkan bahwa apabila Allah Swt. menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah ketentuanNya di atas,
yakni yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang
ditetapkanNya. Dan bila itu terjadi maka tak ada yang dapat menolaknya dan
tidak ada satupun pelindung baginya selain Allah Swt.[5]
2. Tafsir
Al-Azhar
“Baginya
ada penjaga-penjaga yang bergiliran, di hadapannya dan di belakangnya, mereka
memeliharanya dengan perintah Allah Swt.”. Artinya, bahwasannya
malaikat-malaikat sengaja disediakan oleh Allah Swt. untuk menjaga kita seluruh
makhluk ini dengan bergiliran. Maka tersebutlah di dalam beberapa hadits
bahwasannya makhluk itu dijaga terus oleh malaikat, ada yang bernama malaikat
Raqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia beramal. Raqib menuliskan amalan yang
baik, ‘Atid menuliskan amalan yang jahat. Dan tersebut juga di dalam hadits
bahwasannya ada malaikat yang menjaga semata-mata malam hari, datangnya
bergiliran pada waktu shubuh dan sehabis waktu ashar.
Kemudian
datanglah sambungan ayat : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada
pada suatu kaum, sehingga mereka ubah apa yang ada pada diri mereka (sendiri)”.
Inilah ayat yang terkenal tentang kekuatan dan akal budi yang dianugrahkan
Allah Swt. kepada manusia sehingga manusia itu mampu bertindak sendiri dan
mengendalikan dirinya sendiri di bawah naungan Allah Swt. Dia berkuasa atas
dirinya dalam batas-batas yang ditentukan oleh Allah Swt. Sebab itu maka
manusia itupun wajiblah berusaha sendiri pula menentukan garis hidupnya, jangan
hanya menyerah saja dengan tidak berikhtiar.
“Dan
apabila Allah kepada suatu kaum hendak mendatangkan celaka, maka tidaklah ada
penolaknya. Dan selain daripadaNya tidaklah ada bagi mereka pelindung.” (ujung
ayat 11)
Perhatikanlah
ayat ini dengan seksama, terdapat bunyi wahyu bahwa Tuhan tidak akan merubah
nasib suatu kaum kalau tidak suatu kaum itu sendiri yang merubah nasib dirinya.
Di situ terdapat ikhtiar manusia. Dan ikhtiar itu terasa sendiri oleh
masing-masing kita. Kekayaan jiwa yang terpendam dalam batin kita, tidaklah
akan menyatakan dirinya keluar, kalau kita sendiri tidak berikhtiar dan
berusaha. Kekhilafan kita mengambil jalan yang salah dapat saja menyebabkan
kita terperosok ke dalam jurang malapetaka.
Membaca
ayat ini hendaklah lengkap, jangan di tengahnya saja, “Allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang merubah nasibnya”.
Sebab kalau itu saja yang dibaca, kita akan tertipu oleh kekuatan diri kita
sendiri dan mungkin akan banyak terbentur. Tetapi teruskan “Dan apabila
Allah hendak menimpakan celaka, maka tiadalah ada penolaknya”. Sebab
kecelakaan itu sering kali datang dari tempat yang tidak kita sangka-sangka. “Dan
selain daripadaNya, tidaklah ada bagi mereka pelindung”.[6]
3. Tafsir
Al-Maraghi
Manusia dikelilingi empat malaikat .
لَهُ مُعَقَّبَا
تٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ manusia mempunyai para malaikat yang
bergiliran mengawasinya di waktu malam dan siang hari, menjaganya dari
bahaya ,dan mengawasi kedaannya,sebagaimana para malaikat yang lain bergantian
mengawasi perbuatannya. Ada para malaikat di waktu malam dan ada para malaikat
diwaktu siang. Dua masing-masing berada disamping kanan dan kiri untuk mencatat
perbuatannya. Dan dua lain menjaga dan memeliharanya satu dari belakang dan
satu lagi dari depan. Jadi, dia diapit oleh 4 malaikat diwaktu siang dan 4
malaikat diwatu malam secara bergantian , 2 malaikat penjaga dan 2 malaikat
pencatat amal.
Perkara
pencatatan tidak mustahil bagi akal.
يَحْفَظُوْ نَهُ
مِنْ أَمْرِاللهِ “Para malaikat itu menjaga manusia
dengan perintah, izin, dan pemeliharaan Allah Ta’ala”. Ibnu Abbas
mengatakan, mereka adalah para malaikat yang mengawasi di waktu malam, mencatat
perbuatan manusia, dan menjaganya dari depan dan belakangnya. Penjagaan ini
atas perintah dan izin Allah , karena tidak ada seorangpun diantara para
malaikat dan makhluk lain yang dapat melindungi seseorang dari ketetapan Allah
atasnya kecuali dengan perintah dan izin-Nya. Maka jika datang takdir
Allah, para malaikat itu meninggalkannya. Ali mengatakan tidak ada seorang
hambapun kecuali Dia disertai oleh para malaikat yang menjaganya dari tertimpa
dinding, jatuh kesumur, dimakan binatang buas, tenggelam atau terbakar. Tetapi,
jika takdir datang,mereka akan meninggalkannya.
Kezaliman :
Pertanda Rusaknya Kemakmuran
أِنَّ اللهَ لَا يُغَيّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِأَ نْفُسِهِمْ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa
yang ada pada suatu kaum”, berupa nikmat serta kesehatan, lalu mencabutnya
dari mereka, ”sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”,
seperti kezaliman sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, dan kejahatan
yang menggerogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat, seperti bibit
penyakit menghancurkan individu
وَاِذَا أَرَادَ
اللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلَا مَرَدّ لَهُ “Apabila
Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum” seperti penyakit kemiskinan
dan musibah lain yang di sebabkan oleh olah mereka sendiri, maka tidak ada
seorangpun yang dapat melindungi mereka dari padanya, tidak pola menolak apa
yang telah ditakdirkan Allah kepada mereka.
وَمَا لَهُمْ
مِنْ دُوْ نِهِ مِنْ وَالٍ mereka tidak mempunyai selain Allah Ta’ala, seorang
yang dapat menolong mereka, sehingga mendatangkan manfaat dan menolak
kemudaratan dari mereka Tuhan–Tuhan yang mereka jadikan tidak dapat melakukan
sedikitpun dari semua itu, tidak pula dapat menolak bahaya dari dirinya
sendiri, lebih-lebih menolaknya dari yang lain.[7]
4.
Tafsir
Ibnu Katsir
“Bagi manusia
ada malaikat –malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya”. Yakni seorang hamba memiliki sejumlah malaikat yang datang bergantian.
Malaikat itu menjaganya malam dan siang serta memeliharanya dari aneka
keburukan dan kejadian. Malaikat lainpun datang bergantian untuk menjaga amal
hamba baik yang baik maupun yang buruk.
“Mereka
menjaganya atas perintah Allah.” Mereka menjaganya atas perintah Allah
dengan seizin Allah .
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah yang ada pada
diri mereka sendiri.“ Ibnu Abbas Hatim meriwayatkan dari Ibrahim, dia
berkata: Allah mewahyukan kepada salah satu seorang nabi Bani Israil :
katakanlah kepada kaummu,”Tidaklah penduduk suatu negeri dan tidaklah penghuni
suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allah, kemudian mereka beralih
kepada kemaksiatan terhadap Allah melainkan Allah mengalihkan dari mereka apa yang
mereka cintai kepada apa yang mereka benci.” Kemudian Ibrahim berkata:
pembenaran atas pernyataan itu terdapat pada kitab Allah,”Sesungguhnya Allah
tidah mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada
diri mereka.”[8]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah mempelajari surah Ar-Ra’du :
13 ini, maka dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat mempraktikkan
beberapa hal berikut, yaitu : kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan
berserah diri saja kepada Allah Swt., namun kita harus berikhtiar atau berusaha
sendiri merubah nasib kita kepada yang lebih baik, kita harus berusaha mencapai
kehidupan yang lebih bahagia dan lebih maju. Namun, kitapun mesti sadar bahwa
tenaga kita sebagai insan amat terbatas. Oleh karena itu, disamping kita
berusaha, kita juga harus senantiasa berdo’a meminta pertolongan dan petunjuk
dari Allah Swt.
Sebagai muslim kita tidak boleh menyerah saja kepada takdir, tetapi kita juga
harus percaya akan adanya takdir. Kita mesti tahu bahwam Allah tidak akan
merubah nasib kita, kalau kita sendiri tidak berusaha merubahnya. Tetapi kita
pun percaya bahwa di dalam perjalanan hidup kita akan bertemu dengan kecelakaan
yang kita tidak disangka-sangka. Sebab itu maka di dalam segala
kegiatan hidup, kita tidak boleh melepaskan ingatan kita kepada Allah karena tidak ada pelindung bagi
diri kita selain Allah.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Allah
Swt. memerintahkan malaikat-malaikat untuk mencatat segala macam aktifitas
manusia agar kelak di hari kemudian menjadi bukti atas apa yang dilakukan, maka
kita harus berhati-hati dalam melakukan berbagai hal.
2.
Jangan
takut kepada sesama makhluk cipataan Allah, karena Allah telah mengirimkan
malaikat malam dan siang untuk menjaga kita.
3.
Takutlah
hanya kepada Allah SWT semata.
4.
Sebagai
seorang hamba kita harus meminta perlindungan dan pertolongan hanya
pada Allah Swt.
5.
Hendaknya
kita selalu berusaha dibarengi dengan niat serta do’a agar apa yang kita
inginkan bisa tercapai.
6.
Kita
harus Ingat kepada Allah Swt. kapanpun
dan dimanapun kita berada
7.
Kita
harus mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kita.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Allah Swt. menugaskan kepada
beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, di muka dan
di belakangnya. Dua malaikat di sebelah kanan dan di sebelah kiri yang mencatat
amal perbuatan manusia. Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah,
dengan izin Allah dan pemeliharaan-Nya yang sempurna. Demikian pula Allah Swt.
telah menugaskan malaikat-malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia.
Mungkin di dalamnya terkandung hikmah yaitu supaya manusia lebih tunduk dan
akan menerima pahala atau azab yang akan diterimanya nnti di akhirat, karena
telah pula disaksikn dan dicatat oleh para malaikat itu, menjaga manusia atas
perintah dan izin Allah.
Walaupun segala sesuatunya telah diatur dan
ditetapkan oleh Allah SWT, namun manusia mukmin diwajibkan berikhtiar dan
berusaha mencapai segala yang di cita-citakan demi kebahagiaan dunia dan
akhirat. Oleh sebab itu kita tidak boleh berdiam diri dan pasrah kepada takdir
Allah, tetapi harus berjuang mencari kemaslahatan dunia dan akhirat, serta
berusaha menghindari perbuatan mungkar dan maksiat.
Daftar Pustaka
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1994. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang:
CV Toha
Putra.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib.
1999. Kemudahan dari Allah : Terjemah Tafsir Ibnu
Katsir. Jakarta: Gema
Insani Press.
Chirzin, Muhammad. 1997. Konsep dan Hikmah Akidah Islam. Yogyakarta:
Mitra
Pustaka.
Hamka. 1983. Tafsir
Al-Azhar Juzu Ke 13-14. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
Surin, Bachtiar. 1978. Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Huruf
Arab dan Latin.
Bandung: FA Sumatra.
Zainuddin. 1996. Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
PROFIL PENULIS
Nova Jazilah, lahir di
Coprayan Kepuh, sebuah desa kecil di Kabupaten Pekalongan, pada tanggal 28 Juli
1997. Putri bungsu dari tiga bersaudara. Pendidikan Dasar di laluinya pada pagi
hari di MII Paweden dan sore hari menuntut ilmu di TPQ Nurul Hikmah Banyurip.
Setelah melewati pendidikan dasar, kemudian melanjutkan ke MTsS Hidayatul
Athfal Banyurip. Masih merasa kurang dengan ilmu yang dimilikinya, lalu
melanjutkan kembali ke MAS Simbang Kulon dan sekarang masih dalam proses menuju
S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan
[1] Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Huruf Arab dan
Latin, (Bandung: FA Sumatra, 1978), hlm. 362
[2] Muhammad
Chirzin, Konsep dan Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
1997), hlm. 120
[3] Zainuddin, Ilmu
Tauhid Lengkap, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 135
[4] Ibid.,
hlm. 140
[5] M. Quraish
Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 63
[6] Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juzu Ke 13-14, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 72-75
[7] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV Toha Putra, 1994),
hlm. 139-145
[8] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1999), hlm. 903-906
Tidak ada komentar:
Posting Komentar