Laman

new post

zzz

Selasa, 14 Maret 2017

tt2 d5a MINTALAH KEBAIKAN DUNIA dan AKHIRAT (QS. Al-Baqoroh: 201)

PRINSIP ETOS KERJA
MINTALAH KEBAIKAN DUNIA dan AKHIRAT
(QS. Al-Baqoroh: 201)

MUSTAQIMAH (2021115110)
Kelas : D

FAKULTAS TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017




KATA PENGANTAR


Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas izin - Nya, kiranya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mintalah Kebaikan Dunia dan Akhirat". Semoga shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta para sahabatnya, keluarganya dan sekalian para umatnya hingga akhir zaman.Makalah ini merupakan makalah yang menyajikan bahan materi sebagai tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II. Dalam penulisan makalah ini, Saya menyadari banyak menemukan kesulitan, terutama dalam pengumpulan data, yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan makalah ini dapat terselesaikan meskipun jauh dari kesempurnaan. Sehingga tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, terutama kepada Bapak Ghufron Dimyati M.S.I Selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Tafsir Tarbawi II,Bapak dan ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materil serta motivasinya,segenap Staf Perpustakaan IAIN Pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi-referensi buku rujukan, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat baik bagi para pelajar maupun bagi pembaca.


Pekalongan, Maret 2017
Penulis





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Allah menciptakan makhluk didunia ini berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada bumi ada langit, ada matahari ada bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan supaya mereka saling kenal mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong menolong memberi, memberi manfaat untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar keseimbangan kehidupan seorang insan tercapai, bahagia dunia dan akhirat. Dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia.

B.    Tema : Prinsip Etos Kerja
Judul:  Mintalah Kebaikan Dunia dan Akhirat
C.    Nash Al-qur’an dan Terjemahnya
Adapun Nash dan terjemahan surah Al-Baqarah ayat 201 yaitu :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
D.    Arti Penting yang Dikaji
Dalam penafsiran QS. Al-baqoroh:2:201 ini merupakan ayat yang penting untuk dikaji karena dalam ayat ini mengandung makna pembelajaran yang luar biasa. Bagi seorang Muslim yang beriman dan bertakwa, dan menggatungkan segala harapannya hanya kepada Allah Swt yang yakin akan hari pembalasan, tentu tidak demikian, justru berfikir bijak untuk meraih kebahagiaan di dunia juga berfikir untuk meraih kebahagiaan akhirat yang kekal abadi, Karena di hari pembalasan,  kedudukan, kebanggaan dll tidak akan ada manfaatnya,kerena di hari pembalasan kita berhadapan dengan Allah Swt,  Hakim yang Maha Adil, tidak seorang pun dizalimi, semua manusia akan diberi imbalan dan sanksi sesuai dengan amal perbutannya masing-masing.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
1.     Pengertian Dunia dan Akhirat

Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, minum, pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah SWT.
Jika manusia menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya maka akan sia-sia segala yang diusahakan. Bekerja keras berangkat pagi pulang malam sampai badan sakit-sakitan. Hal itu mereka lakukan demi menumpuk-numpuk harta dan saling berlomba dalam kemegahan dunia. Begitu seterusnya jika diteruskan sampai maut menjemput. Namun ternyata hal itu membuat manusia lupa amanah untuk apa dan siapa dia diciptakan.
Oleh karena itu, sebagai kaum muslimin tidak boleh mengabaikan kepentingan akhirat dengan mengutamakan kepentingan dunia. Keduanya harus berjalan seimbang satu sama lain.
Seeseorang yang menyebut nama Tuhan nya dan mengagunggkannya didalam hati, serta takut dari ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang imannya kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna. Barangsiapa yang lebih mendahulukan kehidupan duniawi, dan mencintai perhiasan duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada orang tersebut.
Munurut Al-Maraghi, sifat dari kehidupan dunia diantaranya adalah mudah sirna, sebagaimana halnya hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudian beraneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua, layu dan kering kemudian mati. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terpedaya hanya mementingkan kehidupan dunia, maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat ia harus mencapai kehidupan dunia.[1]
B.    Tafsir
.                 1.  Tafsir Al-Maraghi

وَمِنْهُمْمَنْيَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً

”Dan diantara mereka terdapat pula golongan lain yang mengatakan: “Ya Tuhan kami, anugerahilah kami kehidupan yang baik dan bahagia di dunia serta kehidupan yang direstui dan diridhoi di akhirat kelak”(Q.S Al-Baqarah: 201)
Menghendaki kehidupan yang baik adalah dengan cara meniti sebab musabab yang telah dibuktikan oleh pengalaman akan kemanfaatannya dalam hal berusaha dan mengatur tatanan kehidupan, pergaulan dengan masyarakat, menghias diri dengan akhlak yang luhur dan memegang teguh syariat agama serta berpegangan kepada sifat-sifat keutamaan yang diakui dalam hidup bermasyarakat. Sedang menghendaki kehidupan akhirat yang baik adalah melalui iman yang ikhlas, beramal shaleh serta menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan budi luhur.
وَقِنَا عَذَابَ النَّار
Peliharalah kami dari dorongan hawa nafsu dan perbuatan dosa yang bisa memasukkan kami ke neraka. Adapun caranya adalah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, menjauhi perbuatan yang rendah dan kotor serta menjauhi kemauan sahwat yang diharamkan dengan melaksanakan semua kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul Nya.
Ayat ini mengandung pengertian bahwa berlebih-lebihan dalam masalah agama dan terlalu keras/kaku adalah suatu hal yang tercela serta keluar dari fitrah manusiawi. Allah telah melarang para ahli kitab melakukan hal ini dan secara tegas Ia mencela mereka, sebagaimana Nabi saw pun melarang perbuatan ini. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang beliau terima dari sahabat Anas Ibnu Malik ra, bahwa Rasulullah saw memanggil seseorang yang keadaan nya persis seperti anak ayam yang dicabuti bulunya. Kemudian beliau bertanya kepadanya:
“Apakah kamu berdoa sesuatu kepada Allah”? Si lelaki menjawab: “Ya, saya sedang berdoa: Ya Allah, saya tidak ingin menyiksa diriku di akhirat, maka dari itu percepatlah siksaanku di dunia saja. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: ‘Subhanallah (Maha Suci Allah)! Jika demikian maka anda tidak akan kuat menahannya dan tidak akan bisa. Mengapa anda tidak mengatakan: Ya Allah, anugerahilah kami dalam dunia ini kebaikan dan di akhirat kebaikan serta peliharalah kami dari siksa neraka’. Kemudian Rasulullah berdoa untuk nya, sehingga sembuhlah ia berkat doa Nabi dan pertolongan dari Allah”.
Mereka adalah orang-orang yang menghendaki kebahagiaan di dua tempat, yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya sebagaimana mereka menghendaki kebahagiaan akhirat, mereka sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil usahanya ini kebahagiaan di dunia dan ahirat.[2]
.                 2.   Tafsir Al-Mishbah
Dalam surah Al-Baqarah:201, “dan diantara mereka” yakni manusia yang telah melaksanakan haji atau semua manusia yang sudah, belum, atau tidak melaksanakan haji ada juga yang menjadikan ibadah haji atau seluruh aktivitas nya mengarah kepada Allah dan selalu mengingatNya, sehingga ia berdoa, “Tuhan kami! Demi kasih sayang dan bimbingan Mu, anugerahilah kami hasanah didunia dan hasanah di akhirat.”
Anda baca, yang mereka mohonkan bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari keburukan, atau karena bisa jadi hasanah itu diperoleh setelah mengalami siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata “dan peliharalah kami dari siksa neraka”
Bermacam-macam penafsiran ulama tentang makna hasanah di dunia dan hasanah di akhirat. Adalah bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman yang kukuh, kesehatan, afiat dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal, dan anak-anak yang shaleh, tetapi segala yang menyenangkan didunia dan berakibat menyenangkan di hari kemudian. Serta bukan pula hanya keterbebasan  dan rasa takut di akhirat, hisab (perhitungan) yang mudah, masuk ke surga dan mendapat ridha Nya, tetapi lebih dari itu, karena anugerah Allah tidak terbatas.[3]
3.      Tafsir Al-Azhar
“Dan setengah mereka (pula) ada yang berkata: Ya Tuhan kami! Berilah kami di dunia ini kebaikan dan di akhirat pun kebaikan (pula) dan peliharalah kami daripada siksaan neraka.” (Al-Baqarah:201)
            Mereka ini bersama-sama naik haji, bersama wukuf, mabit dan bersama berhenti di Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian ihram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja. Minta perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda. Tetapi golongan yang kedua bukan saja meminta kebaikan duniawi, melainkan memohonkan pula kebaikan ukhrawi, hari akhirat. Dan kebaikan hari akhirat itu hendaklah dibangunkan dari sekarang. Mereka pun memohonkan hujan turun, supaya sawah ladang subur. Dan kalau hasil setahun keluar berlipat ganda, mereka pun akan dapat berkah lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat dan sebagainya. Lantaran keinsafan mereka beragama, maka kesehatan badan, kekayaan dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di akhirat kelak. Tetapi kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda gurau yang tidak menentu. Penyakit bakhil akan datang menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggungjawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bala bencana dan azab jika di akhirat. Itulah sebabnya di ujung permohonan mereka kepada Tuhan, mereka memohonkan agar terhindar kiranya daripada azab api neraka di akhirat.[4]
C.    Implikasi/ Aplikasi  dalam kehidupan
Adanya hidup dan mati adalah untuk memberi peluang kepada manusia untuk melakukan perbuatan yang terbaik, dan memberitahukan kepada mereka, siapa diantarnya yang paling ikhlas amalnya, dan kemudian mereka diberi balasan berdasar pada tingkat perbuatan yang dilakukan sewaktu di dunia, sehingga dapat diketahui apakah yang dilakukannya sebagai perbuatan hati atau perbuatan anggota badan. Hal ini mengandung maksud agar manusia meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah.[5]
Dengan memperkokoh keimanan akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya didunia untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya, karena amal ibadah dan perbuatan kebajikan itulah yang akan dipetik hasilnya di akhirat nanti, berupa surga dengan segala kenikmatannya. Bersamaan dengan itu, keimanan terhadap hari akhirat tersebut akan mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela seperti berbuat zalim, mencuri, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya. Orang yang demikian itu pada akhirnya akan menghias diri dengan akhlak yang mulia dan menjauhkan diri dari akhlak yang tercela.
Keimanan terhadap hari akhir yang salah satu cirinya adalah percaya bahwa setiap perbuatan yang dilakukan manusia selama hidupnya didunia akan diketahui hasilnya di akhirat setelah terlebih dahulu di lakukan perhitungan (hisab), penimbangan (mizan), kemudian ditentukan hasilnya berupa balasan dan ganjaran berupa surga dan neraka.[6]
D. Aspek Tarbawi
1. Pada semua yang diperintahkan Allah, didalamnya pasti terdapat kebaikan, baik untuk kehidupan didunia maupun di akhirat.
2. Segala sesuatu yang merupakan kebaikan, pasti termasuk dalam kategori yang diperintahkan dan diridhai Allah. Sebaliknya, segala sesuatu yang mengandung kerusakan, kebinasaan, kemudaratan, dan kejahatan, pastilah termasuk dalam kategori yang dilarang dan dibenci Allah swt.
3. Manusia wajib berusaha melakukan kebaikan dan yang terbaik dalam batas-batas kemampuannya.[7]
4. Seyogyanya prioritas utama seorang hamba dalam do’anya adalah perkara akhirat. Hal ini ditunjukkan dalam ayat di atas, dimana terdapat dua permohonan terkait perkara akhirat, yaitu kebaikan akhirat dan perlindungan dari siksa neraka, dan hanya satu permohonan terkait pekara dunia.











BAB III
PENUTUP

Kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna. Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya sebagaimana mereka menghendaki kebahagiaan akhirat, mereka sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil usahanya ini kebahagiaan di dunia dan ahirat.yang mereka mohonkan bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah, yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di akhirat.
Dengan memperkokoh keimanan akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya didunia untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya, karena amal ibadah dan perbuatan kebajikan itulah yang akan dipetik hasilnya di akhirat nanti, berupa surga dengan segala kenikmatannya.Bersamaan dengan itu, keimanan terhadap hari akhirat tersebut akan mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela seperti berbuat zalim, mencuri, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya. Orang yang demikian itu pada akhirnya akan menghias diri dengan akhlak yang mulia dan menjauhkan diri dari akhlak yang tercela.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa . 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2. Semarang:
CV. Toha Putra

Al-Qurthubi, Imam . 2007. Tafsir Al-Qurthubi cet.1. Jakarta: Pustaka Azzam

Dahlan, Abd.Rahman. 2014. Kaidah-Kaidah Tafsir cet.2. Jakarta: AMZAH

Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz II.  Jakarta: Pustaka Panjimas

Nata, Abuddin. 2009. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy).
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al
Qur’an. Jakarta: Lentera hati














PROFIL PENULIS


Nama                          : Mustaqimah
TTL                             : Pekalongan, 30 November 1996
Alamat                                    : Jl. Otto Iskandardinata Gg. 4 Sokorejo Pekalongan
No.Telp                       : 085742564597
Riwayat Pendidikan   :
1.     MI Miftahul Huda Sokorejo               (2004-2009)
2.     SMP N 06 Pekalongan                       (2009-2012)
3.     SMA N 02 Pekalongan                       (2012-2015)
4.     IAIN Pekalongan                                (2015-sekarang)





[1] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,2009), hlm.120-122
[2] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2, (Semarang: CV. Toha Putra, 1993 ), hlm.196-198
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hlm.440

[4] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm.186-187

[5] Abuddin Nata, op.cit., hlm.111-112
[6] Ibid., hlm.127-128

[7] Abd.Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir cet.2, (Jakarta: AMZAH, 2014), hlm.9-10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar