PRINSIP ETOS KERJA
MINTALAH KEBAIKAN DUNIA
dan AKHIRAT
(QS. Al-Baqoroh: 201)
MUSTAQIMAH (2021115110)
Kelas : D
FAKULTAS TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji
dan syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas
izin - Nya, kiranya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mintalah
Kebaikan Dunia dan Akhirat". Semoga shalawat serta salam senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta para sahabatnya, keluarganya dan
sekalian para umatnya hingga akhir zaman.Makalah ini merupakan makalah yang
menyajikan bahan materi sebagai tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II. Dalam
penulisan makalah ini, Saya menyadari banyak menemukan kesulitan, terutama
dalam pengumpulan data, yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman
yang saya miliki. Namun dengan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
penulisan makalah ini dapat terselesaikan meskipun jauh dari kesempurnaan.
Sehingga tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Pada kesempatan ini,
saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini, terutama kepada Bapak Ghufron Dimyati
M.S.I Selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Tafsir Tarbawi II,Bapak dan ibu
selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materil serta
motivasinya,segenap Staf Perpustakaan IAIN Pekalongan yang telah memberikan
bantuan referensi-referensi buku rujukan, serta semua pihak yang telah
memberikan dukungan. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
para pelajar maupun bagi pembaca.
Pekalongan, Maret 2017
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah menciptakan
makhluk didunia ini berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada bumi ada
langit, ada matahari ada bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan supaya
mereka saling kenal mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong menolong
memberi, memberi manfaat untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar keseimbangan
kehidupan seorang insan tercapai, bahagia dunia dan akhirat. Dunia harus
diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik
terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat
dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk
konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia.
B.
Tema : Prinsip Etos Kerja
Judul: Mintalah Kebaikan
Dunia dan Akhirat
C. Nash Al-qur’an dan
Terjemahnya
Adapun Nash dan terjemahan surah Al-Baqarah ayat 201 yaitu :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksa neraka".
D. Arti Penting yang
Dikaji
Dalam penafsiran QS. Al-baqoroh:2:201 ini merupakan ayat yang penting untuk
dikaji karena dalam ayat ini mengandung makna pembelajaran yang luar biasa. Bagi
seorang Muslim yang beriman dan bertakwa, dan menggatungkan segala harapannya
hanya kepada Allah Swt yang yakin akan hari pembalasan, tentu tidak demikian,
justru berfikir bijak untuk meraih kebahagiaan di dunia juga berfikir untuk
meraih kebahagiaan akhirat yang kekal abadi, Karena di hari pembalasan, kedudukan, kebanggaan dll tidak akan ada
manfaatnya,kerena di hari pembalasan kita berhadapan dengan Allah Swt, Hakim yang Maha Adil, tidak seorang pun
dizalimi, semua manusia akan diberi imbalan dan sanksi sesuai dengan amal
perbutannya masing-masing.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian Dunia dan Akhirat
Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup
didunia memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, minum,
pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan
diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah SWT.
Jika manusia menjadikan
dunia sebagai tujuan hidupnya maka akan sia-sia segala yang diusahakan. Bekerja
keras berangkat pagi pulang malam sampai badan sakit-sakitan. Hal itu mereka
lakukan demi menumpuk-numpuk harta dan saling berlomba dalam kemegahan dunia.
Begitu seterusnya jika diteruskan sampai maut menjemput. Namun ternyata hal itu
membuat manusia lupa amanah untuk apa dan siapa dia diciptakan.
Oleh karena itu,
sebagai kaum muslimin tidak boleh mengabaikan kepentingan akhirat dengan
mengutamakan kepentingan dunia. Keduanya harus berjalan seimbang satu sama
lain.
Seeseorang yang
menyebut nama Tuhan nya dan mengagunggkannya didalam hati, serta takut dari
ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang
imannya kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang
dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan
dunia. Kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah
sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna.
Barangsiapa yang lebih mendahulukan kehidupan duniawi, dan mencintai perhiasan
duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan adanya kehidupan akhirat,
atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati ucapannya, dan tidak sampai
pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala sebagaimana dijanjikan bagi
orang-orang yang beriman tidak sampai kepada orang tersebut.
Munurut Al-Maraghi,
sifat dari kehidupan dunia diantaranya adalah mudah sirna, sebagaimana halnya
hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudian beraneka ragam tanaman
tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang menanamnya,
kemudian tidak lama pohon tersebut menua, layu dan kering kemudian mati. Hal
ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan
dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terpedaya hanya mementingkan
kehidupan dunia, maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia itu saja. Sedangkan
jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan dunia dan akhirat,
sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat ia harus mencapai kehidupan
dunia.[1]
B.
Tafsir
. 1. Tafsir Al-Maraghi
وَمِنْهُمْمَنْيَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً
”Dan
diantara mereka terdapat pula golongan lain yang mengatakan: “Ya Tuhan kami,
anugerahilah kami kehidupan yang baik dan bahagia di dunia serta kehidupan yang
direstui dan diridhoi di akhirat kelak”(Q.S Al-Baqarah: 201)
Menghendaki kehidupan
yang baik adalah dengan cara meniti sebab musabab yang telah dibuktikan oleh
pengalaman akan kemanfaatannya dalam hal berusaha dan mengatur tatanan
kehidupan, pergaulan dengan masyarakat, menghias diri dengan akhlak yang luhur
dan memegang teguh syariat agama serta berpegangan kepada sifat-sifat keutamaan
yang diakui dalam hidup bermasyarakat. Sedang menghendaki kehidupan akhirat
yang baik adalah melalui iman yang ikhlas, beramal shaleh serta menghiasi diri
dengan akhlak yang mulia dan budi luhur.
وَقِنَا عَذَابَ النَّار
Peliharalah kami dari
dorongan hawa nafsu dan perbuatan dosa yang bisa memasukkan kami ke neraka.
Adapun caranya adalah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, menjauhi
perbuatan yang rendah dan kotor serta menjauhi kemauan sahwat yang diharamkan
dengan melaksanakan semua kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan
Rasul Nya.
Ayat ini mengandung
pengertian bahwa berlebih-lebihan dalam masalah agama dan terlalu keras/kaku
adalah suatu hal yang tercela serta keluar dari fitrah manusiawi. Allah telah
melarang para ahli kitab melakukan hal ini dan secara tegas Ia mencela mereka,
sebagaimana Nabi saw pun melarang perbuatan ini. Imam Bukhari meriwayatkan
sebuah hadits yang beliau terima dari sahabat Anas Ibnu Malik ra, bahwa
Rasulullah saw memanggil seseorang yang keadaan nya persis seperti anak ayam
yang dicabuti bulunya. Kemudian beliau bertanya kepadanya:
“Apakah kamu berdoa sesuatu kepada Allah”? Si lelaki menjawab: “Ya, saya
sedang berdoa: Ya Allah, saya tidak ingin menyiksa diriku di akhirat, maka dari
itu percepatlah siksaanku di dunia saja. Lalu Rasulullah saw bersabda
kepadanya: ‘Subhanallah (Maha Suci Allah)! Jika demikian maka anda tidak akan
kuat menahannya dan tidak akan bisa. Mengapa anda tidak mengatakan: Ya Allah,
anugerahilah kami dalam dunia ini kebaikan dan di akhirat kebaikan serta
peliharalah kami dari siksa neraka’. Kemudian Rasulullah berdoa untuk nya,
sehingga sembuhlah ia berkat doa Nabi dan pertolongan dari Allah”.
Mereka adalah orang-orang
yang menghendaki kebahagiaan di dua tempat, yakni kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Allah menganugerahi mereka apa yang mereka minta melalui usaha mereka.
Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi dan meniti sebab musababnya
sebagaimana mereka menghendaki kebahagiaan akhirat, mereka sungguh-sungguh
berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah, mereka memperoleh dari hasil
usahanya ini kebahagiaan di dunia dan ahirat.[2]
. 2.
Tafsir Al-Mishbah
Dalam surah
Al-Baqarah:201, “dan diantara mereka” yakni manusia yang telah
melaksanakan haji atau semua manusia yang sudah, belum, atau tidak melaksanakan
haji ada juga yang menjadikan ibadah haji atau seluruh aktivitas nya mengarah
kepada Allah dan selalu mengingatNya, sehingga ia berdoa, “Tuhan kami! Demi
kasih sayang dan bimbingan Mu, anugerahilah kami hasanah didunia dan hasanah di
akhirat.”
Anda baca, yang mereka
mohonkan bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah,
yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di
akhirat. Dan karena perolehan hasanah belum termasuk keterhindaran dari
keburukan, atau karena bisa jadi hasanah itu diperoleh setelah mengalami
siksa, maka mereka menambahkan permohonan mereka dengan berkata “dan
peliharalah kami dari siksa neraka”
Bermacam-macam
penafsiran ulama tentang makna hasanah di dunia dan hasanah di
akhirat. Adalah bijaksana memahaminya secara umum, bukan hanya dalam arti iman
yang kukuh, kesehatan, afiat dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal,
dan anak-anak yang shaleh, tetapi segala yang menyenangkan didunia dan
berakibat menyenangkan di hari kemudian. Serta bukan pula hanya
keterbebasan dan rasa takut di akhirat, hisab (perhitungan) yang mudah,
masuk ke surga dan mendapat ridha Nya, tetapi lebih dari itu, karena anugerah
Allah tidak terbatas.[3]
3. Tafsir Al-Azhar
“Dan
setengah mereka (pula) ada yang berkata: Ya Tuhan kami! Berilah kami di dunia
ini kebaikan dan di akhirat pun kebaikan (pula) dan peliharalah kami daripada
siksaan neraka.” (Al-Baqarah:201)
Mereka ini bersama-sama naik haji, bersama wukuf, mabit dan bersama berhenti di
Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian
ihram. Tetapi yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja. Minta
perkembangan harta benda, binatang ternak dan kekayaan. Minta hujan banyak
turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda. Tetapi
golongan yang kedua bukan saja meminta kebaikan duniawi, melainkan memohonkan
pula kebaikan ukhrawi, hari akhirat. Dan kebaikan hari akhirat itu hendaklah
dibangunkan dari sekarang. Mereka pun memohonkan hujan turun, supaya sawah
ladang subur. Dan kalau hasil setahun keluar berlipat ganda, mereka pun akan
dapat berkah lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat,
mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di
dunia. Maka kebaikan di dunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi,
badan yang sehat dan sebagainya. Lantaran keinsafan mereka beragama, maka
kesehatan badan, kekayaan dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal
bekal di akhirat kelak. Tetapi kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja,
harta itu akan habis percuma untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan
badan akan hilang di dalam senda gurau yang tidak menentu. Penyakit bakhil akan
datang menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggungjawabkan di akhirat kelak,
sudah terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bala bencana dan azab jika
di akhirat. Itulah sebabnya di ujung permohonan mereka kepada Tuhan, mereka memohonkan
agar terhindar kiranya daripada azab api neraka di akhirat.[4]
C.
Implikasi/ Aplikasi dalam
kehidupan
Adanya hidup dan mati
adalah untuk memberi peluang kepada manusia untuk melakukan perbuatan yang
terbaik, dan memberitahukan kepada mereka, siapa diantarnya yang paling ikhlas
amalnya, dan kemudian mereka diberi balasan berdasar pada tingkat perbuatan
yang dilakukan sewaktu di dunia, sehingga dapat diketahui apakah yang
dilakukannya sebagai perbuatan hati atau perbuatan anggota badan. Hal ini
mengandung maksud agar manusia meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah.[5]
Dengan memperkokoh
keimanan akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya
didunia untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang
sebanyak-banyaknya, karena amal ibadah dan perbuatan kebajikan itulah yang akan
dipetik hasilnya di akhirat nanti, berupa surga dengan segala kenikmatannya.
Bersamaan dengan itu, keimanan terhadap hari akhirat tersebut akan mendorong
seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela seperti berbuat zalim,
mencuri, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya. Orang yang demikian itu
pada akhirnya akan menghias diri dengan akhlak yang mulia dan menjauhkan diri
dari akhlak yang tercela.
Keimanan terhadap hari
akhir yang salah satu cirinya adalah percaya bahwa setiap perbuatan yang
dilakukan manusia selama hidupnya didunia akan diketahui hasilnya di akhirat
setelah terlebih dahulu di lakukan perhitungan (hisab), penimbangan (mizan),
kemudian ditentukan hasilnya berupa balasan dan ganjaran berupa surga dan
neraka.[6]
D. Aspek Tarbawi
1. Pada semua yang
diperintahkan Allah, didalamnya pasti terdapat kebaikan, baik untuk kehidupan
didunia maupun di akhirat.
2. Segala sesuatu yang
merupakan kebaikan, pasti termasuk dalam kategori yang diperintahkan dan
diridhai Allah. Sebaliknya, segala sesuatu yang mengandung kerusakan,
kebinasaan, kemudaratan, dan kejahatan, pastilah termasuk dalam kategori yang
dilarang dan dibenci Allah swt.
3. Manusia wajib
berusaha melakukan kebaikan dan yang terbaik dalam batas-batas kemampuannya.[7]
4. Seyogyanya prioritas
utama seorang hamba dalam do’anya adalah perkara akhirat. Hal ini ditunjukkan
dalam ayat di atas, dimana terdapat dua permohonan terkait perkara akhirat,
yaitu kebaikan akhirat dan perlindungan dari siksa neraka, dan hanya satu
permohonan terkait pekara dunia.
BAB III
PENUTUP
Kehidupan akhirat
bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan
dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna. Allah menganugerahi mereka
apa yang mereka minta melalui usaha mereka. Sebab mereka meminta kebahagiaan duniawi
dan meniti sebab musababnya sebagaimana mereka menghendaki kebahagiaan akhirat,
mereka sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Oleh karena itulah,
mereka memperoleh dari hasil usahanya ini kebahagiaan di dunia dan ahirat.yang
mereka mohonkan bukan segala kesenangan dunia, tetapi yang sifatnya hasanah,
yaitu yang baik, bahkan bukan hanya di dunia tetapi juga memohon hasanah di
akhirat.
Dengan memperkokoh
keimanan akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya
didunia untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang
sebanyak-banyaknya, karena amal ibadah dan perbuatan kebajikan itulah yang akan
dipetik hasilnya di akhirat nanti, berupa surga dengan segala
kenikmatannya.Bersamaan dengan itu, keimanan terhadap hari akhirat tersebut
akan mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela seperti
berbuat zalim, mencuri, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya. Orang
yang demikian itu pada akhirnya akan menghias diri dengan akhlak yang mulia dan
menjauhkan diri dari akhlak yang tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad
Mushthafa . 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2. Semarang:
CV. Toha Putra
Al-Qurthubi, Imam .
2007. Tafsir Al-Qurthubi cet.1. Jakarta: Pustaka Azzam
Dahlan, Abd.Rahman.
2014. Kaidah-Kaidah Tafsir cet.2. Jakarta: AMZAH
Hamka. 1983. Tafsir
Al-Azhar Juz II. Jakarta: Pustaka Panjimas
Nata, Abuddin. 2009. Tafsir
Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy).
Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada
Shihab, M. Quraish.
2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al
Qur’an. Jakarta: Lentera hati
PROFIL PENULIS
Nama : Mustaqimah
TTL : Pekalongan, 30
November 1996
Alamat : Jl. Otto
Iskandardinata Gg. 4 Sokorejo Pekalongan
No.Telp : 085742564597
Riwayat
Pendidikan :
1.
MI Miftahul Huda Sokorejo (2004-2009)
2.
SMP N 06 Pekalongan (2009-2012)
3.
SMA N 02 Pekalongan (2012-2015)
4.
IAIN Pekalongan (2015-sekarang)
[1] Abuddin
Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy),
(Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,2009), hlm.120-122
[2] Ahmad
Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 2, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1993 ), hlm.196-198
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hlm.440
Tidak ada komentar:
Posting Komentar