Pendidikan Karakter Religius
(HINDARI SIKAP SOMBONG DIMANAPUN)
QS. Luqman: 18
Shodikin (2021115219)
Kelas B
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan hidayah dan inayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas dalam pembuatan makalah tentang “Hindari sikap sombong
dimana pun” yang digunakan sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi
II yang disampaikan oleh dosen pengampu Muhammad Ghufron, M.S.I.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Terutama kepada dosen pengampu
yang telah memberikan tugasnya kepada saya. Dan semoga makalah ini bisa
membantu bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang “Hindari sikap sombong
diman pun”.
Namun demikian, makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya
harapkan untuk penulisan makalah kedepannya. Terima kasih.
Pekalongan, 1 April 2017
Shodikin
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesombongan terbagi
kepada batin dan lahir (zhahir). Kesombongan batin
adalah perangai dalam jiwa, sedangkan
kesombongan lahir (zhahir) adalah amal amal perbuatan yang lahir dari
anggota badan. Istilah kesombongan lebih tepat
dengan sebutan perangai batin. Karena amal perbuatan
merupakan hasil dari perangai
tersebut. Perangai sombong menuntut perbuatan. Oleh sebab itu, apabila nampak pada anggota badan maka disebut sombong
(takabur), tetapi apabila tidak tampak maka disebut kesombongan
(kibr). Pada dasarnya ini adalah perangai yang ada di dalam jiwa yaitu kepuasan
atau kecenderungan kepada kepuasan nafsu kepada orang yang di sombongi.
Kesombongan menuntut adanya pihak yang di sombongi dan hal yang di pakai untuk
bersombong. Dengan inilah kesombongan
berbeda dari ujub, karena ujub tidak menuntut adanya orang yang di ujubi, bahkan
seandainya manusia tidak di ciptakan kecuali satu orang bisa saja orang itu menjadi ujub. Tetapi orang tidak
bisa takabur kecuali dengan adanya orang lain di mana ia memandang dirinya di
atas orang lain tersebut menyangkut berbagai sifat kesempurnaan. Pada saat itu
ia menjadi orang yang takabur, sehingga dalam hatinya timbul anggapan,
kepuasan, kesenangan terhadap apa
yang di yakininya dan terasa berwibawa di dalam dirinya dengan sebab tersebut. Kewibawaan, kesenangan dan kecenderungan
kepada kekayanan (di dalam jiwa) tersebut adalah perangai kesombongan
B. Nash dari Al-quran
B. Nash dari Al-quran
وَلاَ تُصَعِّرْ خَّدَّ كَ للِنَّا سِ وَلاَ
تَمْشِ فِي لْاَرْضِ مَرَ حًا اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلِّ مُخْتَا لٍ
فَحُو رٍ (18)
Artinya: Dan janganlah
engkau palingkan muka engkau dari manusia dan janganlah berjalan di muka bumi
dengan congkak. Sesungguhnya Allah tidaklah menyukai tiap-tiap yang sombong
membanggakan diri
C. Arti penting ukntuk dikaji
C. Arti penting ukntuk dikaji
Naasihat
Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan
sesama manusia. Materi pelajaran aqidah, beliau selingi dengan materi pelajaran
akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi
juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlaq merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.
Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-butir nasihat yang lalu,
Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-butir nasihat yang lalu,
Tetapi
tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila
engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi
berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang orang yang
sombong lagi membanggakan diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
a. Sombong
Pemgertian menutut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kata sombong/som·bong/ a menghargai diri secara
berlebihan; congkak; pongah[1]
Sedangkan menurut
istilah, takabur berarti suatu sikap mental yang memandang rendah terhadap
orang lain, sementara itu ia memandang tinggi dan mulia dirinya sendiri.
Takabur juga dapat diartikan dengan berbangga diri dan kecenderungan memandang
diri berada di atas orang lain yang disombonginya.
Sombong atau takabur merupakan penyakit hati yang dapat melanda manusia, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak. Sombong termasuk perilaku tercela yang tidak seharusnya dimiliki oleh manusia.[2]
Sombong atau takabur merupakan penyakit hati yang dapat melanda manusia, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak. Sombong termasuk perilaku tercela yang tidak seharusnya dimiliki oleh manusia.[2]
Secara universal maka, perbuatan sombong
dapat dipahami dengan membanggakan diri sendiri, mengganggap dirinya lebih dari
orang lain. perbuatan sombong dibagi beberapa tingkatan yaitu:
- Kesombongan terhadap Allah SWT, yaitu dengan cara
tidak tunduk terhadap perintahnya, enggan menjalankan perintahnya
- Sombong terhadap rasul, yaitu perbuatan enggan
mengkuti apa yang diajarkannya dan menganggap Rasulullah sama sebagaimana
dirinya hanya manusia biasa.
- Sombong terhadap sesama manusia dan hamba
ciptaanya, yaitu menganggap dirinya lebih dari orang lain dan makhluk
ciptaan Allah yang lain dengan kata lain menghina orang lain atau ciptaan
Allah lainya.[3]
Ciri ciri orang sombong
Diantara
ciri-ciri manusia yang suka berperilaku sombong/ takabbur adalah sebagai
berikut :
- Sikap memuji diri, Sikap
ini muncul karena merasa dirinya memiliki kelebihan harta, ilmu
pengetahuan, dan keturunan atau nasab. Oleh karena itu ia merasa lebih
hebat dibanding orang lain.
- Merendahkan dan meremehkan
orang lain, Sikap ini bisa diwujudkan dengan mamalingkan muka ketika
bertemu dengan orang lain yang dikenalnya, karena merasa lebih baik dan
lebih hebat darinya.
3.
Suka mencela dan membesar-besarkan
kesalahan orang lain, Orang yang takabbur selalu menyangka bahwa
dirinyalah yang benar, baik, dan mulia serta mampu malakukan segala sesuatu.
Sedangkan orang lain dianggap rendah, kecil, hina dan tak mampu berbuat
sesuatu. Bahkan orang lain dimatanya selalu berbuat salah.
Menurut Imam Al- Ghazali ada tujuh kenikmatan
yang menyebabkan seseorang memiliki sifat takbbur yaitu :
- Ilmu pengetahuan, orang
yang berilmu tinggi atau berpendidikan tinggi merasa dirinya orang yang
paling pandai bila dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu atau
berpendidikan
- Amal ibadah yang tidak jelas
dapat menyebabkan sifat takabbur apalagi bila mendapat perhatian dari
orang lain
- Kebangsawanan, dapat
menyebabkan takabbur karena menganggap dirinya lebih tinggi derajadnya
daripada kelompok atau kasta lain
- Kecantikan dan ketampanan
wajah, menjadikan orang merendahkan orang lain dan berperilaku sombong
- Harta dan kekayaan, dapat
menjadikan orang meremehkan orang miskin
- Kekuatan dan kekuasaan, dengan
kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya ia dapat berbuat sewenang-wenang
terhadap orang lain tanpa melihat statusnya
- Banyak pengikut, teman sejati,
karib kerabat yang mempunyai kedudukan dan pejabat-pejabat tinggi.[4]
B.
Tafsir
a Tafsir Al-Azhar
a Tafsir Al-Azhar
“Dan janganlah emgkau palingkan muka engkau
dari manusia” (pangkal ayat 18).
Ini
adalah termasuk budi-pekerti, sopan santun dan akhlak yang tertinggi. Yaitu
kalau sedang bercakap berhadapan-hadapan dengan seseorang hadapkanlah muka
engkau kepadanya. Mengadapkan muka adalah alamat dari menghadapkan hati.
Dengarkah ia bercakap, simaklah baik-baik kalau engkau bercakap dengan
seseorang, padahal mukamu engkau hadapkan
ke jurusan lain, akan tersinggunglah perasaanya. Dirinya tidak dihargai
, perkataanya tidak sempurna didengarkan.
Dalam bersalam muka bertemu, apakah lagi
bersalaman dengan orang banyak berganti-ganti, ketika berjabat tangan itu, tengoklah
matanya dengan gembira. Hatinya akan besar dan silatur-rahmiakan teguh . Apa
lagi kalau namanya diingat dan disebut.
Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini
“jangan takabbur dan memendang hina hamba Allah, dan jangan engkau palingkan
muka engkau ketempat lain ketika bercakap dengan dia”
Demikian juga penafsiran dari ikrimah,
mujahid , Yazid bin al-Asham dan Said bin Jubar.
“Dan
janganlah berjalan dimuka dengan congkok”mengangkat diri,sombong,
mentang-mentang kaya, mentang-mentang gagah, mentang –mentang dianggap orang
jagoh,mentang-mentang berpangkat dan sebagainya “sesungguhnya Allah tidak
menyukai tiap-tiap yang sombong menyonbongkan diri”(ujung ayat18)
Congkak, sombong, takabbur, membanggakan
diri, semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa, terbitnya ialah dari sebab
ada perasaan bahwa diri itu sebenarnya tidak begitu tinggi harganya. Di
angkat-angkat keatas, ditonjol-tonjolkan, karena didalam lubuk jiwa terasa
bahwa diri itu memang rendah atau tidak kelihatan. Dia hendak meminta perhatian
orang, sebab merasa tidak diperhatiakan. Dikaji dari segi iman, nyatalah bahwa
iman orang iti masih cacat.[5]
b. Tafsir
Al- maraghi
1. وَلاَ
تُصَعِّرْ خَّدَّ كَ للِنَّا سِ
Janganlah
kamu memalingkan mukamu terhadap orang-orang yang kamu berbicara dengan, karena
sombong dan meremehkanya. Akan tetapi hadapilah dia dengan muka yang
berseri-seri dan gembira, tanpa rasa sombong dan tinggi diri,
وَلاَ تَمْشِ فِي لْاَرْضِ مَرَ حًا
Dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan
angkuh dan menyombongkan diri ,karena hal itu adalah cara jalan orang –orang
yang angkara murka dan sombong ,yaitu mereka yang gemar melalaikan. Akan tetapi
berjalanlah dengan sikap sederhana karena sesungguhnya cara jalan yang demikian
mencerminkan rasa rendah diri, sehingga pelakunya akan sampai kepada kebaikan.
Kemudian luqman menjelaskan ‘ilat dari larangan
itu,sebagaimana yang disebut oleh firman-nya
اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلِّ مُخْتَا لٍ فَحُو
رٍ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh
yang merasa kagum terhadap dirinya yang
bersikap sombong terhadap orang lain.
Dan berjalanlah dengan langkah yang sederhana ,yakni
tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan
wajar tanpa dibuat –buat dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah diri
atau tawadu’
Kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara bicaramu,
janganlah kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan sekali. Karena
sesungguhnya sikap demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan
mudah diterima oleh jiwa yang pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti
Selanjutnya
luqman menjelaskan ‘illat (penyebab) larangan itu ,sebagaimana yang disetir
oleh firman-nya:
Sesungguhnya
suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia dikeraskan lebih dari pada
apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keladai. Dengan kata lain,
bahawa oaring yang mengeraskan suranya mirip suara keledai. Dalam hal ini
ketinggian nada dan kekerasan suara , dan suara yang sangat dibenci oleh Allah
S.W.T.[6]
c. Tafsir
Al-Mishbah
Nasihat
lukman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berkaitan dengan
sesama manusia. Materi pelajatan akidah, beliau selingi dengan materi pelajaran
akhlak, bukan saja agar perseta didik tidak jenuh dengan satu meteri , tetapi
juga untuk menisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahakan .
Kata (تصعّر) tusha’ir terambil dari kata ( الصّعر)
ash-sha’ar yaitu penyakit yang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo,
sehingg memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak
tertuju kepada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah
ayat diatas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan
menghina orang lain. Memang sering kali penghinaan tercermin pada keengganan
melihat siapa yang dihina.
Kata ( فى الارض) fi
al-ardh /di bumi disebut oleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa asal
kejadian manusia dari tanah, sehingga ia hendaknya jangan menyombongkan diri
dan melangkah angkuh ditempat itu. Demikian kesan al-Biqa’i sedang ibn ‘Asyur
memperoleh kesan bahwa bumi adalah tempat berjalan semua orang, yang kuat dan
yang lemah, yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semua
sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa
melebihi orang lain.
Kata ( مختا لا )
mukhtalam terambil dari akar kata yang sama dengan (
خيال ) khayal. Karenanya kata ini pada mulanya berarti
orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan oleh kenyataan
yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan angkuh dan merasa
dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian,
keangkuhannya tampak secara nyata dalam kesehariannya. Kuda dinamai (خيل )
khail karena jalanya mengesankan keangkuhan. Seseorang yang mukhtal
membanggakan apa yang dimiliki, bahkan tidak jarang membanggakan apa yang pada
hakikatnyatidak ia miliki. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata ( فخو را )
fakhurun, yakni sering kali memanggakan diri. Memang kedua kata ini yaitu
mukhtal dan fakhur mengandung makna kesombongan, kata yang pertama bermakna
kesombongan yang tidak terlihat dalam tingkah laku, sedang yang kedua adalah
kesombongan yang terdengar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain, perlu dicatat
bahwa menggabungkan kedua hal itu bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah
abru lahir bila keduanya tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak !
jika salah satu dari kedua sifat iu disandang manusia maka hal itu telah
mengundang murka-Nya. Penggabungan keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat yang
lain hanya bermaksud menggambarkan bahwa salah satu keduanya sering kali
bebarengan dengan yang lain.[7]
C.
Aplikasi dalam kehidupan
Senantiasa kita meningkatkan
ketaan kita kepada Allah Swt dan
mensyukuri nikmat yang telah kita peroleh serta mengghindari sikap sombong
karena sombong membawa kerugiaan di dunia maupun diakhirat.
D. Aspek tarbawi
1. Senantiasa taat kepada Allah Swt
2. Bersikaplah dengan sesama manusia
dengan baik
3. Menghindari sikap sombong
4. Menghormati orang lain
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara istilah takabur adalah sikap
berbangga diri dengan beranggaan bahwa hanya dirinya beranggapan yang paling
hebat dan benar dibandingkan orang lain. Takabur semakna dengan ta`azum, yakni
menampakan keagungan dan kebesaranya. Takabur termasuk termasuk sifat yang
tercela yang harus di hindari.
Tidak akan sombong
kecuali orang yang menganggap dirinya besar dan tidak akan
menganggap dirinya besar kecuali orang yang menyakini memiliki sifat
kesempurnaan. Pangkal hal tersebut adalah kesempurnaan keagamaan dan keduniaan.
Keagamaan adalah menyangkut ilmu dan amal, sedangkan keduniaan menyangkut nasab, kecantikan,
kekuatan,harta kekayaan dan banyaknya pendukung.
Daftar
pustaka
Hamka. 1982. Tafsir
AL-Azhar Juz XXI. Jakarta:Pustaka Panjimas
quraish Shihab, 2003 Tafsir Al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati.
2http://walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/10/pengertian-takabur-sombong-dalam-islam.html
diakses 1/4/2017 pukul 20:34 wib [1]
Rosihan Anwar, 2010 Akhlak
Tassawuf Bandung: Pustaka Setia,
[1]
http://www.duniaislam.org/22/03/2015/pengertian-dan-cici-ciri-orang-sombong-dalam-islam/
diakses 1/4/2017 pukul 20:35 wib
[1]
Mustafa Ahmad Al-maragi ,Tafsisr
Al-maraghi (Semarang:TP. Karya Toha Putra Semarang)hal 160-162
Riwayat
Hidup
Nama
: Shodikin
NIM : 2021115219
Alamat
: Dk pagilaran kec. Blado kab. Batang
Riwayat
pendidikan :
SD N 01
keteleng
SMP N 03
Blado
MA Muhammadiyah
Baatang
2http://walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/10/pengertian-takabur-sombong-dalam-islam.html
diakses 1/4/2017 pukul 20:34 wib
[3]
Rosihan Anwar, Akhlak Tassawuf (Bandung: Pustaka Setia,2010) Hlm 131
[4]
http://www.duniaislam.org/22/03/2015/pengertian-dan-cici-ciri-orang-sombong-dalam-islam/
diakses 1/4/2017 pukul 20:35 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar