KARAKTERISTIK ORANG BERILMU DALAM QS. AZ-ZUMAR, (39):9
(PERILAKU ORANG BERILMU)
Isna Nurul Aini (2117021)
Kelas
B
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengetahuan
Manusia
Pengetahuan
(knowledge) adalah salah satu perlengkapan dasar manusia di dalam menempuh
kehidupan ini. Kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas dan
kuantitas pengetahuan yang diperolehnya. Salah satu ayat Al-Qur’an menunjukkan
bahwa ketika manusia itu pertama kali hidup didunia, manusia tidak tahu apa-apa
(Al-Nahl, (16) :78).
Salah satu
istilah yang menunjukkan pengetahuan didalam Al-Qur’an adalah ‘Ilm. Pentingnya
‘Ilm, juga diketemukan dalam Al-Qur’an dengan ayat-ayat yang beriringan yang
memberi titik tolak adanya peranan
penting dan derajat tinggi orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan sebaliknya
juga ada ayat-ayat yang mencela orang bodoh dan tidak mempunyai pengetahuan.
Dasar pokok
yang paling tepat dengan ilmu pengetahuan yaitu pernyataan, al-rasihun fi al ’ilm, orang yang
keimanannya begitu dalam tertanam di hati hingga sedemikian yakinnya. Keunggulan
ilmu pengetahuan benar-benar telah menyentuh fakta, karena ilmu pengetahuan itu
diperoleh dari kebenaran, haq, sementara sebagian besar ilmu pengetahuan lain didasarkan atas dzan dan hawa (persangkaan dan hawa nafsu).
Pertentangan
antara ‘ilm dan hawa tersusun dengan baik sekali dalam ayat Al-Qur’an surat
Al-Baqarah, (2) :120
Artinya : “Dan sesungguhnya jika engkau turuti
kemauan-kemauan mereka (ahwa ahum) setelah datang pengetahuan (‘ilm) kepadamu,
niscaya engkau tidak akan dapat dari Allah, pengawal dan pembantu”.
Namun pemakaian
kata jadian ‘ilm tidak terbatas pada pernyataan ilmu pengetahuan atau
pengetahuan. Dalam surat Lukman, (31) : 20, kata ‘ilm bermaksud bukti. Dalam
surat An-Nahl (27) : 16, Sulaiman telah mengetahui percakapan dan bahasa burung.
Adapun surat Al-Anbiya’ (21) : 80, Nabi Daud diajarkan membuat baju besi untuk
perlengkapan perang. Semua ayat-ayat yang diterangkan tersebut dan ayat-ayat
lainnya memperlihatkan bidang-bidang menyeluruh bagi pengetahuan manusia.
Manusia dapat belajar,
mampu mendapat bentuk-bentuk pengetahuan baru yang akan membantunya mempermudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu, keseluruhan ilmu
pengetahuan itu tidak sia-sia. Yang tidak diakui oleh Al-Qur’an hanyalah
ilmu-ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan petunjuk wahyu, karena semua
bentuk pengetahuan terakhir ini dibangun oleh pengetahuan bathil yang tidak dibenarkan.[1]
B.
Dalil Perilaku
Orang Berilmu
1.
Tafsir
Al-Mishbah
Surat Az-Zumar (39 : 9)
Artinya : “Apakah orang yang beribadah di waktu-waktu
malam dalam keadan sujud dan berdiri, sedang ia takut pada akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah : “Adakah sama orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang dapat
menarik perhatian adalah Ulul Albab.”
Setelah ayat
yang sebelumnya mengecam dan mengancam orang-orang kafir, ayat diatas
menegaskan perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap
dan ganjaran bagi orang-orang beriman. Allah berfirman : Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di
waktu-waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap demikian juga yang ruku’ dan
duduk serta berbaring, sedang ia
terus-menerus takit kepada siksa akhirat
dan dalam saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan
mereka yang baru berdo’a saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika
memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu? Tentu saja tidak
sama! Katakanlah : “Adakah sama
orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan orang-orang yang tidak mengetahui hak
Allah dan mengkufuri-Nya?” Sesungguhnya
orang yang dapat menarik banyak pelajaran
adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.
Ayat diatas
menggambarkan sikap lahir dan batin siapa yang tekun itu. Sikap lahirnya
digambarkan oleh kata-kata sajidan/sujud dan
qa’iman/berdiri, sedangkan sikap
batinnya dilukiskan oleh kalimat yahdzaru
al-akhirata wa yarju ar-rahmah/takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya.
Ayat diatas
menggarisbawahi rasa takut hanya pada akhirat, sedangkan rahmat tidak dibatasi
dengan akhirat, sehingga dapat mencakup rahmat duniawi dan ukhrawi. Memang seorang
mukmin hendaknya tidak merasa takut menghadapi kehidupan duniawi, karena apapun
yang terjadi selama ia bertakwa, maka itu tidak masalah, bahkan dapat merupakan
sebab ketinggian derajatnya di akhirat. Adapun rahmat, maka tentu saja yang
diharapkan adalah rahmat menyeluruh yaitu dunia dan akhirat.
Takut dan
mengharap menjadikan seseorang selalu waspada, tetapi tidak berputus asa dan
dalam saat yang sama tidak yakin. Keputusan mengundang apatisme, sedangkan
keyakinan penuh dapat mengundang pengabaian persiapan. Seseorang hendaknya
selalu waspada, sehingga akan selalu meningkatkan ketakwaan, namun tidak pernah
kehilangan optimisme dan sangka baik kepada Allah.[2]
2.
Tafsir
Al-Maraghi
Surat Az-Zumar (39 : 9)
Artinya
: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) atau apakah orang yang
beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Adakah sama orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang
yang berakal lah yang dapat menerima pelajaran.
Setelah Allah menerangkan sifat-sifat orang-orang musyrik yang
sesat dan menyebutkan celaan terhadap mereka serta tidak tetapnya mereka dalam
beribadah, karena mereka kembali kepada Allah pada saat mengalami kesusahan dan
kembali pada patung-patung pada saat mengalami kesenangan, maka dilanjutkan
dengan menyebutkan hal ihwal orang-orang mu’min yang tekun melakukan ketaatan,
yaitu yang hanya bersandar kepada Tuhan mereka saja dan hanya kembali
kepada-Nya saja, serta mengharapkan rahmat-Nya dan takut kepada azab-Nya. Apakah
orang yang taat itu seperti halnya orang yang bermaksiat? Kedua-duanya tentu
tidak sama.
Apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh
bila melakukan ketaatan kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang akan
mereka terima bila mereka bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak
mengetahui hal itu? Yaitu orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka secara
membabi buta, sedang terhadap amal-amal mereka yang baik tidak mengharapkan
kebaikan, dan terhadap amal-amal yang buruk mereka tidak takut kepada
keburukan.
Perkataan tersebut dinyatakan dengan susunan pertanyaan (istifham)
untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaikan
tertinggi, sedang yang lain jatuh kedalam jurang keburukan. Dan hal itu tidaklah
sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan hanyalah dapat dipahami oleh
setiap orang yang mempunyai akal.
Karena, orang yang tidak tahu, seperti telah disebutkan, dalam hati
mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat memahami suatu nasehat dan tidak
berguna bagi mereka suatu peringatan.
Kesimpulannya, sesungguhnya yang mengetahui perbedaan antara orang
yang tahu dan orang yang tidak tahu hanyalah orang yang mempunyai akal pikiran
sehat, yang dia pergunakan untuk berpikir.[3]
C.
Orang Berilmu dan
Orang Tak Berilmu
Manusia yang berfikir berdasarkan sunnatullah dan memahami
berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar, ia akan lebih takut dan lebih taat
kepada Allah, serta lebih mengharapkan keridhaan-Nya. Karena Allah Yang Maha
Suci merupakan penguasa berbagai nikmat yang mereka terima dan menjadi sumber
ilmu pengetahuan yang mereka peroleh.
Dialah yang telah menganugerahkan akal dan pikiran kepada mereka
dan mengangkat derajatnya di atas derajat para makhluk-Nya serta menjadikan
mereka sebagai pemberi petunjuk dan pemimpin. Jika akhlak mereka rusak dan
menyelewengkan ilmu pengetahuan, menyimpang dari kaidah-kaidah yang telah ada,
kemudian mereka menjadi atheis dan kufur, berarti mereka telah melanggar
janjinya, mengkhianati amanahnya.[4]
Seorang alim hendaknya menggeluti ilmu secara terus-menerus tetapi
juga mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Seorang alim walaupun punya banyak ilmu
tapi tetap harus merendahkan diri, tidak takabbur atau sombong. Tak lupa pula
seringlah mendo’akan yang baik untuk orang-orang mutakabbir.[5]
Orang berilmu adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan,
sedangkan orang tak berilmu adalah seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan.
Perilaku orang yang berilmu diantaranya mempunyai etika atau sopan santun,
menghormati sesama misalnya kepada teman atau guru yang telah mengajarkan kita
ilmu dengan penuh ketulusan, saling menyayangi satu sama lain, senang kalau
orang lain mendapatkan kebaikan, tidak iri, tidak berprasangka buruk terhadap
sesama, menghindari permusuhan, sabar dan ikhlas dalam mencari ilmu.
Tahan menanggung penderitaan dan kehinaan ketika mencari ilmu,
saling mengasihi dan saling menasihati, terutama memiliki sifat wara’
dikarenakan dengan sifat tersebut menjadikan orang yang berilmu belajarnya
lebih mudah, ilmunya lebih bermanfaat, yang termasuk sifat wara’ yaitu
menghindari rasa kenyang, banyak tidur dan banyak bicara yang tidak berguna.
Sedangkan perilaku orang tak berilmu diantaranya tidak mempunyai
etika atau sopan santun, tidak menghormati orang lain serta berbuat keburukan
atau kemaksiatan dikarenakan ia tidak mencari ilmu atau mengetahui ilmu
pengetahuan.[6]
Allah SWT membedakan antara orang berilmu dan orang tak berilmu,
keduanya tidak sama. Seperti halnya antara orang buta dan orang yang melihat,
kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia dan hewan.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 1994. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al’Qur’an. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Al-Kattani, Abdul Khayyie. 1999. Al-Qur’an Berbicara Tentang
Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Maragi, Mustafa Ahmad. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang:
Karya Toha Putra Semarang.
Asysyuruuq,
Daar. 2000. Adab dalam Agama. Jakarta: Gema Insani Press.
Az-Zumaji, Syaikh. 1995. Terjemah Ta’’lim Muta’’alim.
Surabaya: Mutiara Ilmu.
Munir, Ahmad.
2008. Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: TERAS.
Shihab, M. Quraish.
2006. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta:
Lentera Hati.
REFERENSI BUKU
BIODATA PROFIL
Nama :
Isna Nurul Aini
TTL :
Pemalang, 10 Maret 1999
Alamat :
Jl. Alor Desa Banjardawa Rt. 04/ Rw. 05, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang
Riwayat Pendidikan : SD Negeri 01 Banjardawa
MTs Negeri
Pemalang
MAN Pemalang
[1]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori
Pendidikan Berdasarkan Al’Qur’an, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm.
89-93
[3] Ahmad
Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra, 1993), hlm. 277-279
[4]
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hlm. 83
[7] Abdul
Khayyie al-Kattani, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar