Menyeru pada Kebenaran
Q.S AN-NAHL: 36
Muhammad
Rizqi Ma’ruf
KELAS A
TARBIYAH / PAI
IAIN Pekalongan
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah bertemakan “menyeru
kepada kebenaran” untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi I Penulis
mengucapkan terima kasih yang pertama dan yang paling utama kepada Allah SWT
yang selalu memberi kemudahan dalam segala hal. Yang kedua terimakasih kepada
Bpk Muhammad Hufron M.S.I yang telah menyampaikan Ilmu dalam Mata Kuliah Tafsir
Tarbawi I dengan bimbingan yang tiada habisnya. Juga kepada Staf perpustakaan
IAIN Pekalongan yang telah menyediaan buku-buku bacaan terkait makalah
ini. Yang terakhir saya ucapkan terimakasih kepada kedua Orang Tua saya yang
selalu mendukung saya dalam mencari ilmu lewat iringan doa-doanya serta
teman-teman seperjuangan yang saling bahu-membahu dalam aktifitas perkuliahan.
Penulis
berharap makalah ini dapat menambah wawasan keislaman khususnya untuk mata
kuliah Tafsir Tarbawi I. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun penulis. Penulis mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang
berkenan didalam penulisan makalah ini. Karena penulis sadari masih dalam tahap
belajar. Penulis berharap adanya kritik, saran, dan usul guna memperbaiki makalah
yang penulis buat.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Pekalongan, 11 november 2016
Muhammad
Rizqi Ma’ruf
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an
sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. membawa umat manusia
keluar dari zaman kegelapan (kebodohan) menuju zaman cahaya yang terang
benderang yakni dengan agama Islam. Al-Qur’an juga menjelaskan yang haq dan
yang bathil.
Berbagai kebathilan telah mewarnai
dimensi kehidupan manusia. Salah satu bentuk kebathilan yang sering dijumpai
adalah sikap khianat. Orang yang khianat terkadang mendapat perlindungan dari
orang atau pihak-pihak tertentu. Sikap khianat banyak dijumpai di lingkungan
politik dan hukum. Salah satu lapangan politik dan hukum yang kerap diwarnai
sikap khianat yaitu Pengadilan.
Banyak pihak yang tak bersalah terkena jeratan hukum
di pengadilan. Hal ini terjadi karena orang itu telah dikhianati dan hakim juga
termakan sikap dan ucapan orang yang berkhianat. Dengan begitu, banyak orang
yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum namun dia yang terkena jeratan
hukum. Islam melarang keras terhadap perlakuan hakim yang membela orang yang
berkhianat di muka hukum. Islam pun memberikan rambu-rambu kepada umat Islam
terutama hakim untuk bersikap hati-hati di dalam meneliti yang haq agar tidak
tertipu oleh pembicaraan orang-orang yang berkhinat dan tidak menjadi penantang
kebenaran demi membela orang yang khianat.
B. JUDUL
Judul makalah ini adalah’’subjek pendidikan tidak langsung”dan dengan
sub judul “menyeru kepada kebenaran”.
C.
NASH
Q.S AN-NAHL: 36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ
رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ
هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ فَسِيرُواْ فِى
الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ.
Terjemah
Ayat
“Dan sungguhnya
Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu",
maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826].
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
D.
Arti penting
Dalam Surah An-Nahl ayat 36, ayat ini
menghibur Nabi Muhammad Saw, dalam menghadapi para pembangkang dari kaum
beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan: Allah pun telah mengutusmu, maka ada
diantara umatmu yang menerima ajakanmu dan ada juga yang membangkang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Risalah yaitu suatu yang diwahyukan Allah SWT berupa
prinsip hidup, moral, ibadah, aqidah untuk mengatur kehidupan manusia agar
terwujud kebahagian di dunia dan akhirat.
Secara harfiyah, risalah berasal dari bahasa Arab yang
artinya pesan atau message. Pembawa risalah disebut rasul, utusan, atau pembawa
risalah.
Dalam konteks agama (Islam), istilah risalah dimaknai
sebagai kerasulan, yakni para pembawa pesan dari Allah SWT (wahyu). Jadi ,
risalah Islam adalah pesan-pesan Allah SWT yang terangkum dalam ajaran
agama Islam sebagai panduan jalan bagi umat.
Nabi adalah manusia pilihan Allah di
antara sekian banyak manusia. Manusia memiliki tingkat kecerdasan, sehingga
Nabi itulah yang memiliki tingkat kecerdasan yang paling tinggi. Sebagai insan
pilihan Tuhan yang dapat menerima pancaran sinar wahyu, dan dengan akal Nabi
yang bening sehingga mudah menangkap wahyu.
Nabi adalah penuntun umatnya dan
sebagai suri tauladan. Tujuan diutusnya para Rasul yakni sebagai pembawa kabar
gembira, peringatan, dan sebagai suri tauladan yang baik bagi umatnya. Wahyu
yang dibawa oleh para Rasul itu secara garis besar berisi Aqidah, Hukum-hukum, Akhlak, Ilmu
Pengetahuan, Tarikh,Informasi
Misi ajaran seluruh Rasul itu
menyampaikan risalah-risalah Tuhan kepada umatnya. Allah mengutus para Rasul
dengan membawa risalah sesuai dengan bahasa kaumnya.[1]
B.
TAFSIR
1. Tafsir al-maraghi
‘’sesunguhnya kami telah mengutus seorang rosul kepada
setiap umat sebelum kalian, sebagaimana kami telah mengutus seorang rasul
kepada kalian, kemudian rosul itu berkata kepada mereka.
‘’sembahlah allah saja: tidak
ada sekutu baginya. Dan jagalah diri kalian dari disesatkan oleh setan dan
dihalang-halangi dijalan allah, sehingga kalian tersesat.
Dan firman-nya
ö@t«óurô`tB$oYù=yör&`ÏBy7Î=ö6s%`ÏB!$uZÎ=ß$uZù=yèy_r&`ÏBÈbrßÇ`»uH÷q§9$#ZpygÏ9#uätbrßt7÷èãÇÍÎÈ
dari kaum yang durhaka.
45. dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah
Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah
selain Allah yang Maha Pemurah?
Ringkasan: kehendak syar’i untuk kufur itu tidaka ada karena allah ta’ala
telah melarang hal itu melalui lisan para rosulnya sedang kehendak kauniyah
yaitu menetapkan dan mentakdirkan hamba-hambanya untuk kufur, sesuai dengan
ikhtiyar mereka sendiri dan karena mereka menunjukkan keinginnanya kepada
pencapaian sebab-sebab kekufuran tersebut. Dalam hal ini, mereka tidak
mempunyai hujjah, karena allah ta’ala telah menciptakan neraka dan menjadikan
penghuninya dari setan-setan dan orang kafir. Dia tidak meridhoi kekufuran bagi
hamba-hambanya dalam hal ini dia mempunyai hujjah dan hikmah yang semmpurna
Kemudian allah menjelaskan, bahwa dia mengingkari kekufuran hamba-hamba
nya yang berdusta, dengan menurunkan siksaan kepada mereka didunia, setelah
para rosul memberi peringatan kepada mereka:
Di antara orang-orang.yang kam i telah mengutuskan
para rosul kami kepada mereka, ada orang yang di beri petunjuk oleh allah
dandiberkati untuk membenarkan mereka, menerima petunjuk dan mengerjakan
apa yang mereka bawa, sehingga mereka
beruntung, berbahagia dan selamat dari adzab nya. Ada pula yang menyimpang dari
jalan yang lurus,lalu kufur kepada allah, mendustakan para rosul-nya dan
mengikuti thaghut,sehingg allah membinasakan
mereka dengan siksa nya, dan
menurunkan adzab-nya yang sangat keras, yang tidak bisa ditolak dari
kaum yang durhaka.[2]
2. Tafsir Al- Misbah
Telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang
mengatakan kepada umatnya, "Sembahlah Allah semata dan jauhilah seluruh
tiran yang merusak." Rasul tersebut telah menyampaikan risalah dan
membimbing mereka. Lalu segolongan dari mereka ada yang sudi mendengar
bimbingan itu dan menerimanya. Maka Allah memberinya petunjuk berupa kesiapan
yang baik untuk mengikuti jalan yang lurus. Sementara segolongan lain dari
mereka berpaling dari kebenaran sehingga berjalan pada jalan yang tidak benar.
Maka Allah pun menurunkan siksa-Nya kepada golongan tersebut. Jika kalian
meragukan hal ini, hai orang-orang musyrik Mekah, maka berjalanlah di muka bumi
yang dekat dari kalian. Lihat dan perhatikanlah bagaimana azab Allah menimpa
orang-orang yang mendustakan para rasul seperti kaum 'Ad, Tsamûd dan kaum Nabi
Lûth, dan bagaimana kesudahan nasib mereka yang binasa dan merugi.[3]
3. Tafsir Ibnu Katsir
“Maka senantiasa Allah mengutus Rasul-rasul kepada
manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah Yang Esa dan menjauhkan
diri dari Thaghut, Kata Ibnu Katsir
seterusnya: “tidak ada Allah Ta’ala menghendaki bahwa mereka menyembah kepada
Dia, bahkan dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan lidah
Rasul-rasulNya. Adapun kehendak Allah didalam mewujudkan sesuatu yang mereka
ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena
Tuhan Allah memang menciptakan neraka, dan penduduknya ialah syaitan-syaitan
dan kafir, tetapi tidaklah Allah ridha hambaNya menjadi kafir. Dalam hal ini
Tuhan mempunyai alasan yang cukup dan kebijaksanaan yang sempurna.”
Allah tidak memerintahkan manusia dengan suatu perintah
yang jelas-jelas dia ketahui akan menghalangi seorang makhluk dari Qudrah-Nya
itu atau mendorong mereka secara paksa untuk menyalahi-Nya. Dan tanda ketidak
ridhaan-Nya akan penentangan terhadap perintah-Nya adalah seperti yang
dilakukan oleh orang-orang yang mendustakan-Nya.
“maka diantara mereka dan orang yang diberi petunjuk
oleh Allah, dan diantara mereka ada yang tetap diatasnya kesesatan. Maka
berjalanlah dibumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul).
Sesungguhnya Iradah Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana
menginginkan penciptaan manusia dengan segala kesiapannya untuk menerima
petunjuk atau kesesatan. Dia membiarkan mereka bebas dalam memilih salah satu
dari dua jalan diatas, membekali mereka akal pikiran agar ia bisa menentukan
dengan akalnya itu salah satu diantara dua pilihannya. Namun, hal itu setelah
Allah memperlihat ayat-ayat petunjuk-Nya dijagat raya sana yang bisa dijangkau
oleh mata, telinga, hati, dan akal manusia-kapan saja pekat malam dan gemilau
nya cahaya sian berputar.
Kemudian rahmat Allah berkehendak kepada
hamba-hamba-Nya agar tidak membiarkan mereka mengandalkan akalnya semata. Maka,
dia meletakkan bagi akal itu barometer yang kuat (mizan tsabit) pada
syari’at-syari’at-Nya yang dibawa oleh para rasul-rasul-Nya akal akan merujuk
ke barometer tersebut setiap kali terasa samar pada urusan manusia ditengah
jalan, agar dapt memastikan kebenaran pilihannya atau kekeliruannya melalui
mizan tsabit dan tidak akan sirna oleh manisnya tarikan-tarikan hawa nafsu.[4]
C. Aplikasi Dalam Kehidupan
Sembahlah Allah yaitu dengan tunduk dan patuh denagn
penuh pengagungan kepada-Nya. Jangan menyemah apa siapa maupun selain dia.
Jauhilah taghut yaitu sikap dan perbuatan yang melampui batas, seperti
kekufuran kepada tuhan, pelanggaran dan berbuat sewenang-sewenang terhadap
sesama manusia. karena itu sangat di benci oleh Allah
D. Aspek Tarbawi
1. Berlomba-lomba mengajak
dalam kebaikan
2. Tiada tuhan selain
Allah yang patut kita sembah
3. Nabi Muhammad utuasan
Allah
4. Menjalankan Perintahnya
dan memnjauhi larangannya
5. Memperkuat keimanan dan
ketaqwaaan kepada Allah dan Rasulnya
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ayat ini menyatakan allah telah mengutus nabi Muhammad diantara
umatnya ada yang menerima dengan baik ajarannya dan adapula yang membangkang.
Hal ini juga dialami oleh rasul-rasul sebelumnya. Mereka menyampaikan agar
umatnya tunduk dan patuh dengan penuh pengagungan kepada tuhan yang maha esa.
Allah mengutus pada setiap umat seorang Rasul. Walaupun
penerapan syari’at dari tiap Rasul berbeda-beda, namun Allah mengutus para
Rasul dengan tugas yang sama. Beberapa diantara tugas tersebut adalah:
o Menyampaikan risalah Allah ta’ala dan wahyu-Nya.
o Memberikan kabar gembira dan memperingatkan manusia
dari segala kejelekan.
o Memperbaiki jiwa dan mensucikannya.
o Meluruskan pemikiran dan aqidah yang menyimpang.
o Menegakkan hujjah atas manusia.
o Mengatur umat manusia untuk berkumpul dalam satu
aqidah.
o Menyampaikan Ajaran Tauhid
o Membawa Kebenaran, Berita gembira, dan peringatan pada
umatnya
o Membimbing umatnya menuju jalan yang benar agar
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
o Memberikan batasan bagi umatnya mana hal-hal yang
dilarang dan yang diperintah oleh Allah SWT
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,Ahmad
Musthafa.1989.Tafsir Al-Maragi.Semarang:PT Karya Toha
A r-Rifa’i,
Muhammad Nasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir, alih bahasa syihabuddin.
Jakarta : Gema Insani Press.
Shihab, M. Quraish.2002.Tafsir
Al-Misbah.Jakarta: Lentera Hati
Quthb Sayyid,2004. Fi
Zhilalil Qur’an,Jakarta: Gema Insani
BIOGRAFI PENULIS
NAMA : Muhammad Rizqi ma’ruf
ALAMAT : Kalipucang kulon kec.Batang
Tempat, Tanggal, Lahir : Batang 16 Desember 1997
Riwayat Pendidikan:
TK Aisyiyah
SD Kalipucang kulon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar